Bahan Ajar Penyusunan Penilaian Pembelajaran Berbasis HOTS

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 41

BALAI DIKLAT KEAGAMAAN DENPASAR

TAHUN 2023

0
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan tuntunan
sehingga Bahan Ajar ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Bahan Ajar ini
diharapkan dapat memberikan tuntunan kepada peserta Pelatihan Jarak Jauh Penilaian
Pembelajaran Berbasis HOTS khususnya mata diklat Penyusunan Penilaian Pembelajaran
Berbasis HOTS sehingga diharapkan kedepan guru dapat menindak lanjuti pengetahuan
yang didapatkan selama kegiatan diklat dalam rangka merancang serta
menyelenggarakan proses penilaian yang efektif dan efisien serta dapat memacu siswa
untuk berpikir kritis dalam pemecahan permasalahan sehingga memberikan pengalaman
belajar yang bermakna untuk mempersiapkan generasi penerus bangsa yang mampu
berpikir kritis dan kreatif dalam menghadapi tantangan era global.

Kami sangat menyadari bahwa bahan ajar ini memerlukan penyempurnaan


sehingga saran dan masukan sangat diperlukan untuk perbaikan proses system
pembelajaran kediklatan. Kami berharap bahan ajar ini dapat bermanfaat bagi peserta
pelatihan sebagai salah satu referensi dalam mewujudkan penilaian autentik yang
akuntabel berbasis level penalaran.

Denpasar, Januari 2023

Penyusun

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penilaian merupakan suatu kegiatan yang terkait dengan pengambilan
keputusan tentang pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik yang
mengikuti proses pembelajaran tertentu. Untuk itu, diperlukan data sebagai informasi
yang diandalkan sebagai dasar pengambilan keputusan. Keputusan tersebut
berhubungan dengan sudah atau belum berhasilnya peserta didik dalam mencapai
suatu kompetensi. Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi
untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
Data yang diperoleh guru selama pembelajaran berlangsung dapat dijaring
dan dikumpulkan melalui prosedur, teknik dan alat penilaian yang sesuai dengan
kompetensi yang akan dinilai. Oleh sebab itu, penilaian merupakan proses
pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru untuk memberikan keputusan, dalam
hal ini nilai terhadap hasil belajar peserta didik berdasarkan tahapan belajarnya. Dari
proses ini, diperoleh potret/profil kemampuan peserta didik dalam mencapai sejumlah
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang tercantum dalam kurikulum.
Penilaian merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah
perencanaan, penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti
yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik, pengolahan, dan
penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik. Penilaian hasil belajar baik
formal maupun informal diadakan dalam suasana yang menyenangkan, sehingga
memungkinkan peserta didik menunjukkan apa yang dipahami dan mampu
dikerjakannya. Hasil belajar seorang peserta didik tidak dianjurkan untuk dibandingkan
dengan peserta didik lainnya, tetapi dengan hasil yang dimiliki peserta didik tersebut
sebelumnya. Dengan demikian peserta didik tidak merasa dihakimi oleh guru tetapi
dibantu untuk mencapai apa yang diharapkan.
Selama ini sebagian besar pendidik cenderung masih mengukur kemampuan
berpikir tingkat rendah (Lower Order Thinking Skills/LOTS) dan soal-soal yang dibuat
tidak kontekstual. Soal-soal yang disusun oleh guru umumnya mengukur keterampilan
mengingat (recall). Bila dilihat dari konteksnya sebagian besar menggunakan konteks
di dalam kelas dan sangat teoretis, serta jarang menggunakan konteks di luar kelas.
Sehingga tidak memperlihatkan keterkaitan antara pengetahuan yang diperoleh dalam
pembelajaran dengan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari.

2
Selain itu, hasil studi internasional Programme for International Student Assessment
(PISA) menunjukkan prestasi literasi membaca (reading literacy), literasi matematika
(mathematical literacy), dan literasi sains (scientific literacy) yang dicapai peserta didik
Indonesia sangat rendah. Pada umumnya kemampuan peserta didik Indonesia sangat
rendah dalam: (1) memahami informasi yang kompleks; (2) teori, analisis, dan
pemecahan masalah; (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah; dan (4)
melakukan investigasi.

Kemampuan guru dalam mengembangkan instrument penilaian berpikir tingkat


tinggi perlu ditingkatkan. Instrumen penilaian yang dikembangkan oleh guru
diharapkan dapat mendorong peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi,
meningkatkan kreativitas, dan membangun kemandirian peserta didik untuk
menyelesaikan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari.

B. Deskripsi Singkat
Mata Diklat ini membahas tentang Hakekat Penilaian Pembelajaran, penyusunan
Instrument berbasis HOTS, Prinsip Penyusunan Instrument Penilaian Tingkat Tinggi,
Karakteristik Soal HOTS, Level Kognitif Soal dan Langkah – Langkah Penyusunan Soal
HOTS

C. Kompetensi Dasar
Peserta dapat Menyusun Penilaian Pembelajaran Berbasis HOTS

D. Indikator Keberhasilan
Melalui pembelajaran online dan pemanfaatan web-elearning peserta pelatihan
mampu:
1. Menjelaskan Hakekat Penilaian
2. Menjelaskan Prinsip – prinsip penyusunan Instrument Penilaian Beerbasis HOTS
3. Menjelaskan Karakteristik Soal Berbasis HOTS
4. Menjelaskan Langkah – Langkah Menyusun Soal HOTS
5. Menyusun instrument penilaian pembelajaran berbasis HOTS
6. Menguraikan pendekatan penilaian pembelajaran
7. Menganalisis prinsip – prinsip penilaian pembelajaran
8. Menganalisis tujuan penilaian pembelajaran

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakekat Penilaian Pembelajaran


Mengelola pembelajaran dan penilaian dengan bermutu adalah tugas pendidik
dan satuan pendidikan. Dengan melakukan pembelajaran dan penilaian, pendidik akan
mampu menjalankan fungsi sumatif penilaian yakni mengukur dan menilai tingkat
pencapaian kompetensi peserta didik serta mendeskripsikan capaian hasil
pembelajaran peserta didik, dan fungsi formatif yakni mendiagnostik kesulitan belajar
peserta didik dalam pembelajaran, memberi petunjuk bagi pendidik dan peserta didik
dalam meningkatkan mutu pembelajaran, mengetahui kekuatan dan kelemahan dalam
proses pembelajaran, sehingga dapat dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan,
dan perbaikan proses pembelajaran yang telah dilakukan.
Penilaian adalah suatu proses sistematis yang terkait dengan pengumpulan
informasi, menganalisis, dan menginterpretasi informasi tersebut untuk membuat
keputusan-keputusan. Informasi yang dikumpulkan dapat berupa angka melalui tes dan
atau diskriptif verbal melalui observasi. Penilaian menurut Permendikbud No. 23 Tahun
2016 adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur
pencapaian hasil belajar peserta didik. Proses tersebut dilakukan melalui berbagai
teknik penilaian, menggunakan berbagai instrumen, dan berasal dari berbagai sumber
agar lebih komprehensif. Penilaian harus dilakukan secara efektif. Oleh sebab itu,
pengumpulan informasi yang akan digunakan untuk mengukur pencapaian hasil belajar
peserta didik harus lengkap dan akurat agar dihasilkan keputusan yang tepat.
Pengumpulan informasi pencapaian hasil belajar peserta didik membutuhkan teknik dan
instrumen penilaian, serta prosedur analisis sesuai dengan karakteristik penilaian
masing-masing. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi dengan KD
sebagai kompetensi minimal yang harus dicapai oleh peserta didik.
Untuk mengetahui ketercapaian KD, pendidik harus merumuskan sejumlah
indikator pencapaian kompetensi (IPK). IPK digunakan sebagai acuan penilaian.
Pendidik atau satuan pendidikan (sekolah) juga harus menentukan pencapaian kriteria
ketuntasan minimal (KKM). Penilaian tidak hanya difokuskan pada hasil belajar, tetapi
juga pada proses belajar. Peserta didik dilibatkan dalam proses penilaian terhadap
dirinya sendiri dan penilaian antar peserta didik (penilaian antar teman) sebagai
sarana untuk berlatih melakukan penilaian.

4
1. Pendekatan Penilaian
Berdasarkan fungsinya, penilaian sering dibedakan dalam dua kelompok yaitu
penilaian formatif dan sumatif. Penilaian formatif berfungsi untuk memberi umpan balik
terhadap kemajuan belajar peserta didik, memperbaiki proses pengajaran atau
pembelajaran dalam rangka meningkatkan pemahaman atau prestasi belajar peserta
didik. Penilaian sumatif berfungsi untuk menilai pencapaian siswa pada suatu periode
waktu tertentu. Penilaian konvensional cenderung dilakukan hanya untuk mengukur hasil
belajar peserta didik. Dalam konteks ini, penilaian diposisikan seolah-olah sebagai
kegiatan yang terpisah dari proses pembelajaran. Dalam perkembangannya penilaian
tidak hanya mengukur hasil belajar, namun yang lebih penting adalah bagaimana
penilaian mampu meningkatkan kompetensi peserta didik dalam proses pembelajaran.
Oleh karena itu penilaian perlu dilaksanakan melalui tiga pendekatan, yaitu penilaian
atas pembelajaran (assessment of learning), penilaian untuk pembelajaran (assessment
for learning), dan penilaian sebagai pembelajaran (assessment as learning). Penilaian
atas pembelajaran dilakukan untuk mengukur capaian peserta didik terhadap
kompetensi yang telah ditetapkan. Penilaian untuk pembelajaran memungkinkan guru
menggunakan informasi kondisi peserta didik untuk memperbaiki pembelajaran,
sedangkan penilaian sebagai pembelajaran memungkinkan peserta didik melihat
capaian dan kemajuan belajarnya untuk menentukan target belajar.
Pada penilaian konvensional, assessment of learning paling dominan
dibandingkan assessment for learning dan assesment as learning. Penilaian dalam
Kurikulum 2013 diharapkan sebaliknya, yaitu lebih mengutamakan assessment as
learning dan assessment for learning dibandingkan assessment of learning. Assessment of
learning merupakan penilaian yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran selesai.
Penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui pencapaian hasil belajar setelah peserta
didik selesai mengikuti proses pembelajaran. Berbagai bentuk penilaian sumatif seperti
ulangan akhir semester, ujian sekolah, dan ujian nasional merupakan contoh assessment
of learning.
Assessment for learning dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung dan
digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan proses pembelajaran. Dengan
assessment for learning guru dapat memberikan umpan balik terhadap proses belajar
peserta didik, memantau kemajuan, dan menentukan kemajuan belajarnya. Assessment
for learning merupakan penilaian proses yang dapat dimanfaatkan oleh guru untuk
meningkatkan kinerjanya dalam memfasilitasi peserta didik. Berbagai bentuk penilaian

5
formatif, misalnya tugas-tugas di kelas, presentasi, dan kuis, merupakan contoh-contoh
assessment for learning.
Konsep penilaian tersebut muncul berdasarkan ide bahwa belajar tidak hanya
transfer pengetahuan dari seorang yang lebih mengetahui terhadap yang belum
mengetahui, tetapi lebih merupakan proses pengolahan kognitif yang aktif yang terjadi
ketika seseorang berinteraksi dengan ide-ide baru.Sejalan dengan perbedaan fungsi
penilaian, metode yang digunakan juga berbeda. Sebagai contoh, pada assessment for
learning metode yang digunakan hendaknya yang dapat menunjukkan secara jelas
pemahaman atau penguasaan dan kelemahan peserta didik terhadap suatu materi.
Karena penilaian formatif menyatu pada proses pembelajaran dan fokus pada umpan
balik bagi pembelajaran.
Berbagai teknik dapat diterapkan dalam penilaian sehingga dapat memberi
informasi yang komprehensif dan objektif seperti bertanya, percakapan, dan tugas-
tugas. Sementara untuk penilaian sumatif, sesuai tujuannya, penilaian dilakukan pada
waktu tertentu misalnya tengah semester, akhir semester, kenaikan kelas, dan aujian atau
tes. Selama ini assessment of learning paling dominan dilakukan oleh pendidik
dibandingkan assessment for learning dan assessment as learning. Diharapkan, saat ini
pendidik lebih mengutamakan assessment as learning dan assessment for learning
dibandingkan assessment of learning.

2. Prinsip-prinsip Penilaian
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi dengan Kompetensi
Dasar (KD) sebagai kompetensi minimal yang harus dicapai oleh peserta didik. Untuk
mengetahui ketercapaian KD, guru harus merumuskan sejumlah indikator sebagai acuan
penilaian dan sekolah juga harus menentukan ketuntasan belajar minimal atau kriteria
ketuntasan minimal (KKM) untuk memutuskan seorang peserta didik sudah tuntas atau
belum. KKM ditentukan oleh satuan pendidikan mengacu pada Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) dengan mempertimbangkan karakteristik peserta didik, karakteristik mata
pelajaran, dan kondisi satuan pendidikan. KKM dirumuskan setidaknya dengan
memperhatikan 3 (tiga) aspek, yaitu kompleksitas materi/kompetensi, intake (kualitas
peserta didik), serta guru dan daya dukung satuan Pendidikan. KKM dapat dibuat
berbeda untuk setiap mata pelajaran dan dapat juga dibuat sama untuk semua mata
pelajaran pada suatu sekolah. Apabila sekolah menentukan KKM yang berbeda untuk
setiap mata pelajaran, sekolah harus mempertimbangkan panjang interval setiap mata
pelajaran. Hal ini berimplikasi antara lain pada format dan pengisisan rapor. Apabila
sekolah menentukan KKM yang sama untuk semua mata pelajaran, misalnya dengan

6
menjadikan KKM mata pelajaran paling rendah sebagai KKM satuan pendidikan. Hal
ini akan menyederhanakan penentuan interval predikat serta format dan pengisian
rapor.
Penilaian dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut.
1. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan
kemampuan yang diukur.
2. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas,
tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
3. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik
karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku,
budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen
yang tak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
6. Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup
semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian
yang sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
7. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan
mengikuti langkah-langkah baku.
8. Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian
kompetensi yang ditetapkan.
9. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi
teknik, prosedur, maupun hasilnya.

3. Tujuan Penilaian
Dalam melaksanakan proses pembelajaran, pendidik harus dapat merumuskan
tujuan – tujuan pengajaran agar proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik
sehingga tujuan penilaian dapat terwujud dan dapat memberi gambaran terhadap
penyusunan alat penilaian. Pendidik harus mengkaji mata pelajaran dan memvalidasi
kesesuaian antara kurikulum, silabus dan perangkat pembelajaran lainnya sehingga
diharapkan dapat menyusun alat penilaian yang sesuai dihubungkan dengan karakter
anak didik dan tujuan pembelajaran yang di tetapkan.
Penilaian memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Menggambarkan sejauhmana seorang peserta didik telah menguasai suatu
kompetensi.

7
2. Mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik
memahami kemampuan dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya,
baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun untuk
penjurusan (sebagai bimbingan).
3. Menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan
peserta didik dan sebagai alat diagnosis yang membantu pendidik menentukan
apakah seseorang perlu mengikuti remedial atau pengayaan.
4. Menemukan kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang sedang
berlangsung guna perbaikan proses pembelajaran berikutnya.
5. Sebagai kontrol bagi pendidik dan satuan pendidikan tentang kemajuan
perkembangan peserta didik.

Sudjana (2005) menyebutkan bahwa tujuan dari penilaian adalah:


1. Mendeskripsikan kecakapan belajar pada siswa sehingga dapat diketahui
kelebihan dan kekurangan dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran
yang ditempuhnya.
2. Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni
seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswa ke arah
tujuan pendidikan yang diharapkan.
3. Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan
penyempurnaan dalam hal progam pendidikan dan pengajaran serta strategi
pelaksanaannya.
4. Memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak sekolah kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.
Untuk tercapainya tujuan pembelajaran maka guru sebagai tenaga
pendidik harus merencanakan penilaian pembelajaran dengan baik dan sistematis,
mengacu kepada prinsip diferensiasi, yaitu memberikan peluang kepada peserta
didik untuk menunjukkan apa yang diketahui, apa yang dipahami dan apa yang
dapat dilakukan. Melaksanakan penilaian dengan prosedur yang tepat,
menganalisis dan melaporkan hasil penilaian sehingga pemanfaatan hasil
penilaian memungkinkan peserta didik untuk mengetahui feedback kemampuan
pembelajaran. Diharapkan dengan mengetahui tingkat pencapaian terhadap
kompetensi dasar, dapat ditindak lanjuti oleh peserta didik sebagai acuan
pelaksanaan pembelajaran ke depan yang lebih baik sehingga perkembangan
potensi peserta didik dapat dilaksanakan secara maksimal. Berdasarkan tujuan
pembelajaran yang terdapat dalam RPP maka dapat ditetapkan tujuan penilaian.

8
Tujuan penilaian yaitu untuk mengukur penguasaan peserta didik dalam
mengidentifikasi fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan beberapa teks
deskriptif lisan dan tulis dengan memberi dan meminta informasi terkait dengan
deskripsi orang, binatang, dan benda, sangat pendek dan sederhana, sesuai
dengan konteks penggunaannya.

Berdasarkan Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian


Pendidikan, Lingkup penilaian pendidikan pada pendidikan dasar dan pendidikan
menengah terdiri atas penilaian hasil belajar oleh pendidik; penilaian hasil belajar
oleh satuan pendidikan; dan penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Penilaian
Hasil belajar oleh pendidik terdiri atas: Penilaian Sikap, Pengetahuan dan
Keterampilan. Pemilihan bentuk penilaian sepenuhnya diserahkan kepada
pendidik dengan mempertimbangkan kesesuaiannya dengan KD yang akan dinilai.
Dilihat dari dimensi pengetahuan, umumnya soal HOTS mengukur dimensi
metakognitif, tidak sekadar mengukur dimensi faktual, konseptual, atau prosedural
saja. Dimensi metakognitif menggambarkan kemampuan menghubungkan
beberapa konsep yang berbeda, menginterpretasikan, memecahkan masalah
(problem solving), memilih strategi pemecahan masalah, menemukan (discovery)
metode baru, berargumen (reasoning), dan mengambil keputusan yang tepat.

4. Teknik Penilaian Pembelajaran Berbasis HOTS


1. Penilaian sikap
Penilaian kompetensi sikap dalam pembelajaran merupakan serangkaian
kegiatan yang dirancang untuk mengukur sikap peserta didik sebagai hasil dari suatu
program pembelajaran. Penilaian sikap juga merupakan aplikasi suatu standar atau
sistem pengambilan keputusan terhadap sikap. Kegunaan utama penilaian sikap sebagai
bagian dari pembelajaran adalah refleksi (cerminan) kemajuan sikap peserta didik
secara individual. Penilaian sikap dilakukan oleh Guru Kelas, PPKN, Guru Pendidikan
Agama atau berbasis keagamaan dan Guru Bimbingan Konseling. Penilaian sikap
dimaksudkan sebagai penilaian terhadap perilaku peserta didik dalam proses
pembelajaran yang meliputi sikap spiritual dan sosial. Penilaian sikap terdiri atas
penilaian utama dan penilaian penunjang. Penilaian utama diperoleh dari hasil observasi
harian yang ditulis di dalam jurnal harian. Penilaian penunjang diperoleh dari penilaian
diri dan penilaian antar teman, hasilnya dapat dijadikan sebagai alat konfirmasi dari
hasil penilaian sikap oleh pendidik.

Penilaian sikap dilakukan dengan melakukan Teknik observasi yang dicatat


dalam jurnal perkembangan sikap. Untuk bahan konfirmasi bisa dilakukan penilaian diri

9
atau penilaian antar teman. Catatan perkembangan sikap hasil pengamatan
didokumentasikan dengan menggunakan jurnal dengan format sebagai berikut:

Jurnal Perkembangan Sikap

HARI/ KEJADIAN/ POS/NEG


NO NAMA BUTIR TINDAK
TANGGAL PERILAKU (+/-)
SIKAP LANJUT
1 2 3 4 5 6 7

Keterangan:
1. Nomor urut
2. Hari dan tanggal kejadian
3. Nama peserta didik yang menunjukkan perilaku yang menonjol baik positif
maupun negatif.
4. Catatan kejadian atau perilaku yang menonjol baik positif maupun negatif.
5. Diisi dengan butir sikap dari catatan pada kolom kejadian.
6. Diisi dengan (+) untuk sikap positif dan (–) untuk sikap negatif.

2. Penilaian pengetahuan
Untuk dapat merekam data penilaian pengetahuan dapat diterapkan
beberapa Teknik diantaranya :
1) Tes Tertulis
Tes tertulis adalah tes yang soal dan jawabannya secara tertulis, antara lain berupa
pilihan ganda, isian, benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen tes tertulis
dikembangkan dengan mengikuti langkah-langkah berikut.

- Melakukan analisis KD
- Menyusun kisi-kisi soal sesuai dengan KD
- Menulis soal berdasarkan kisi-kisi dan mengacu pada kaidah-kaidah penulisan
soal.
- Menyusun pedoman penskoran.
- Melakukan penskoran berdasarkan pedoman penskoran.
2) Tes Lisan
Tes lisan berupa pertanyaan-pertanyaan, perintah, kuis yang diberikan pendidik
secara lisan dan peserta didik merespon pertanyaan tersebut secara lisan. Tes lisan

10
bertujuan menumbuhkan sikap berani berpendapat, mengecek penguasaan
pengetahuan untuk perbaikan pembelajaran, percaya diri, dan kemampuan
berkomunikasi secara efektif. Langkah-langkah pelaksanaan tes lisan sebagai
berikut:

• Melakukan analisis KD.


• Menyusun kisi-kisi soal sesuai dengan KD.
• Membuat pertanyaan atau perintah.
• Menyusun pedoman penilaian
• Memberikan tindak lanjut hasil tes lisan
3) Penugasan
Penugasan adalah pemberian tugas kepada peserta didik untuk mengukur
pengetahuan dan memfasilitasi peserta didik memperoleh atau meningkatkan
pengetahuan. Tugas dapat dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai
karakteristik tugas. Tugas tersebut dapat dilakukan di sekolah, di rumah, atau di luar
sekolah.

Penilaian pengetahuan dilakukan dengan menggunakan tes tulis, lisan maupun


penugasan. Tes tulis bisa berbentuk pilihan ganda maupun uraian. Untuk menyusun soal
HOTS perlu dipersiapkan: (1) stimulus yang menarik dan kontekstual; (2) menulis butir
pertanyaan sesuai dengan kaidah penulisan butir soal; dan (3) membuat pedoman
penskoran atau kunci jawaban.

11
3. Penilaian keterampilan

Penilaian keterampilan adalah penilaian yang dilakukan untuk mengukur


kemampuan peserta didik dalam menerapkan pengetahuan dalam melakukan tugas
tertentu di berbagai macam konteks sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi.
Penilaian keterampilan tersebut meliputi ranah berpikir dan bertindak. Keterampilan
ranah berpikir meliputi antara lain keterampilan membaca, menulis, menghitung, dan
mengarang. Keterampilan dalam ranah bertindak meliputi antara lain menggunakan,
mengurai, merangkai, modifikasi, dan membuat. Penilaian keterampilan (KD dari KI-4)
dilakukan dengan teknik penilaian praktek, produkpenilaian proyek, dan
portofolio.Penilaian keterampilan dilakukan dengan menggunakan tes kinerja (unjuk
kerja), proyek dan portofolio. Penilaian kinerja merupakan penilaian untuk melakukan
suatu tugas dengan mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan.
Pada penilaian kinerja, penekanan penilaiannya dapat dilakukan pada proses atau
produk. Pada saat penyusunan instrumen penilaian kinerja, perlu disiapkan pula rubrik
penilaiannya. Untuk penilaian proyek, tugas yang harus diselesaikan memerlukan
periode/waktu tertentu. Tugas proyek bisa berupa rangkaian kegiatan mulai dari (1)
perencanaan, (2) pengumpulan data, (3) pengorganisasian, (4) pengolahan, (5)
penyajian data, dan (6) pelaporan. Sedangkan untuk portofolio, dapat berupa
kumpulan dokumen.

12
5. Urgensi Penilaian Berbasis HOTS
Keterampilan berpikir tingkat tinggi atau yang lebih dikenal HOTS (higher
order thinking skills) merupakan topik yang hangat dibicarakan di dunia pendidikan.
Isu yang menjadi perhatian adalah rendahnya keterampilan berpikir tingkat tinggi
peserta didik Indonesia, seperti ditunjukkan hasil studi internasional PISA (Programme
for International Student Assessment). Padahal keterampilan berpikir tingkat tinggi
merupakan salah satu modal individu untuk mempersiapkan diri menghadapi dunia
nyata dengan perubahan yang semakin cepat.

Salah satu usaha yang perlu dilakukan dunia pendidikan untuk menyiapkan
peserta didik sebagai generasi penerus bangsa yang dapat bersaing di tingkat global
adalah meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik. Kita sedang
berada di era baru, era industrialisasi digital dimana kegiatan industri terintegrasi
melalui penggunaan teknologi wireless dan big data secara massif. Saat ini berbagai
macam kebutuhan manusia telah banyak menerapkan dukungan internet dan dunia
digital sebagai wahana interaksi dan transaksi. Sharing economy, e-education,
e-government, cloud collaborative, marketplace, smart city adalah wajah dunia saat ini
yang semakin kompleks, begitu cepat berubah, dan menantang sekaligus mengancam.
Laporan hasil kajian McKinsey (2019) terhadap dunia kerja Indonesia menunjukkan
bahwa lebih banyak pekerjaan baru yang tercipta pada tahun 2030 daripada
pekerjaan yang hilang karena otomasi, antara 27-46 juta lapangan kerja baru akan
dapat diciptakan dan 10 juta diantaranya merupakan jenis pekerjaan yang belum
pernah ada sebelumnya. Keterampilan dalam teknologi, sosial emosional dan berpikir
tingkat tinggi seperi kreativitas dan penyelesaian masalah merupakan keterampilan

13
yang diperlukan pada era otomasi ini. Peluang dan ancaman pada era ini perlu
disikapi dengan tepat oleh dunia pendidikan.

Dunia pendidikan perlu menyiapkan peserta didik untuk menghadapi tantangan


abad 21 yang semakin kompleks. Pendidikan tidak cukup hanya membekali peserta
didik dengan pengetahuan dan proses berpikir sederhana seperti yang dikenal selama
ini, tetapi juga perlu menyiapkan mereka untuk memiliki dan mampu mengembangkan
kecakapan esensial abad ini. Partnership for 21st Century Skills berkolaborasi menyusun
kerangka pembelajaran abad 21 agar para pelajar sukses di abad digital ini.
Kerangka tersebut, seperti ditunjukkan pada Gambar berikut :

Kerangka tersebut mendeskripsikan perpaduan antara keterampilan, pengetahuan,


literasi, dan keahlian yang harus dikuasai peserta didik agar sukses dalam berkarir dan
menjalani kehidupan di abad 21 ini. Setiap skil abad 21 tetap memerlukan pengetahuan,
pemahaman, penguasaan, dan pengembangan mata pelajaran inti, yakni bahasa, seni,
matematika, sain, ekonomi, geografi, sejarah, dan kewarganegaraan. Jadi, peserta didik
tidak hanya dituntut mampu berpikir kritis dan berkomunikasi efektif namun tetap harus
memiliki dasar pengetahuan dan pemahaman terhadap mata pelajaran inti dengan benar.
Dalam konteks pembelajaran dan penilaian abad 21, peserta didik harus mempelajari dan
menguasai esensial keterampilan antara lain berpikir kritis dan pemecahan masalah; berpikir
kreatif dan inovatif; dan berkolaborasi dan berkomunikasi efektif. berpikir kritis dan
pemecahan masalah; dan berpikir kreatif dan inovatif merupakan keterampilan berpikir
tingkat tinggi.

Keterampilan berpikir tingkat tinggi perlu dimiliki oleh setiap peserta didik agar dapat
berfungsi optimal sebagai individu dan anggota masyarakat yang kritis, mandiri, dan
produktif. Peserta didik yang memiliki keterampilan tingkat tinggi lebih terbuka pada adanya
berbagai perbedaan atau keragaman, tidak mudah menerima suatu informasi tanpa bukti
atau alasan yang berdasar, tidak mudah terpengaruh atau terbawa arus, mereka mandiri
dalam berpikir dan bertindak, dapat membedakan hal yang penting dan prioritas sehingga
dapat menghasilkan karya nyata yang bermanfaat. Pada akhirnya keterampilan berpikir
tingkat tinggi diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.

14
Pembelajaran dan penilaian keterampilan berpikir tingkat tinggi pada hakikatnya
merupakan pembelajaran dan penilaian bermakna bukan sekadar menghapal karena
pembelajaran dan penilaian ini memungkinkan peserta didik untuk dapat : 1) mentransfer,
menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimilikinya ke konteks yang baru
atau cara yang lebih kompleks; 2) berpikir kritis, menerapkan pertimbangan yang bijaksana
(wise judgement) atau menghasilkan kritik yang berdasar (reasoned critique); 3) menyelesaikan
masalah, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah dalam kehidupannya.

Pembelajaran dan penilaian dengan berbagai teknik dan instrumen yang memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif,
menyelesaikan masalah diyakini dapat meningkatkan dan mengembangkan keterampilan
berpikir tingkat tinggi. Pada bahan ajar ini fokus pada pengembangan instumen penilaian
berpikir tingkat tinggi, khususnya dalam bentuk penilaian tertulis.

B. Penyusunan Instrumen Pengetahuan Berbasis HOTS


Soal-soal HOTS merupakan instrumen pengukuran yang digunakan untuk
mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu kemampuan berpikir yang tidak
sekadar mengingat (recall), menyatakan kembali (restate), atau merujuk tanpa melakukan
pengolahan (recite). Soal-soal HOTS pada konteks asesmen mengukur kemampuan: 1)
transfer satu konsep ke konsep lainnya, 2) memproses dan menerapkan informasi, 3) mencari
kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda, 4) menggunakan informasi untuk
menyelesaikan masalah, dan 5) menelaah ide dan informasi secara kritis. Meskipun
demikian, soal-soal yang berbasis HOTS tidak berarti soal yang lebih sulit daripada soal
recall.

Dilihat dari dimensi pengetahuan, umumnya soal HOTS mengukur dimensi


metakognitif, tidak sekadar mengukur dimensi faktual, konseptual, atau prosedural
saja.Dimensi metakognitif menggambarkan kemampuan menghubungkan beberapa konsep
yang berbeda, menginterpretasikan, memecahkan masalah (problem solving), memilih
strategi pemecahan masalah, menemukan (discovery) metode baru, berargumen (reasoning),
dan mengambil keputusan yang tepat. Dimensi proses berpikir dalam Taksonomi Bloom
sebagaimana yang telah disempurnakan oleh Anderson & Krathwohl (2001), terdiri atas
kemampuan: mengetahui (knowing-C1), memahami (understanding-C2), menerapkan
(aplying-C3), menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi (evaluating-C5), dan mengkreasi
(creating-C6). Soal-soal HOTS pada umumnya mengukur kemampuan pada ranah
menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi (evaluating-C5), dan mengkreasi (creating-
C6).Pada pemilihan kata kerja operasional (KKO) untuk merumuskan indikator soal HOTS,

15
hendaknya tidak terjebak pada pengelompokkan KKO. Sebagai contoh kata kerja
‘menentukan’ pada Taksonomi Bloom ada pada ranah C2 dan C3.

Pada penyusunan soal-soal HOTS umumnya menggunakan stimulus. Stimulus


merupakan dasar untuk membuat pertanyaan.Dalam konteks HOTS, stimulus yang disajikan
hendaknya bersifat kontekstual dan menarik.Stimulus dapat bersumber dari isu-isu global
seperti masalah teknologi informasi, sains, ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
Stimulus juga dapat diangkat dari permasalahan-permasalahan yang ada di lingkungan
sekitar satuan pendidikan seperti budaya, adat, kasus-kasus di daerah, atau berbagai
keunggulan yang terdapat di daerah tertentu. Kreativitas seorang guru sangat
mempengaruhi kualitas dan variasi stimulus yang digunakan dalam penulisan soal HOTS.

Seperti halnya dalam penyusunan instrumen penilaian secara umum, penyusunan


penilaian keterampilan berpikir tingkat tinggi juga melibatkan tiga hal prinsip, yaitu:

1. Menentukan secara jelas apa yang akan dinilai


Dalam menyusun instrumen, tidak cukup hanya menentukan topik atau materi
yang akan dinilai, perlu juga ditentukan lebih spesifik proses berpikir apa yang akan
dinilai untuk materi tertentu. Sebagai contoh untuk IPA, kemampuan untuk
mengelompokkan tumbuhan berdasarkan ciri-ciri hasil pengamatan/ciri-ciri yang
disajikan berbeda dengan kemampuan untuk menentukan ciri-ciri tumbuhan tertentu.
Pada hal yang kedua proses berpikir yang dituntut hanya mengingat ciri dari suatu
tumbuhan, sedangkan pada hal yang pertama, mengingat ciri-ciri dari tumbuhan
tertentu saja tidak cukup, peserta didik perlu mengidentifikasi karakteristik pada
beberapa tumbuhan yang disajikan. Demikian pula pada bahasa, misalnya untuk
materi puisi, perlu ditentukan apakah yang dinilai kemampuan menginterpretasi puisi
ataukah menulis puisi.

2. Menyusun tugas atau soal tes yang harus dikerjakan


Tugas yang dirancang hendaknya sejalan dengan materi dan proses
berpikir yang akan dinilai. Sebagai contoh, jika yang akan dinilai adalah kemampuan
menginterpretasi puisi, namun tugas yang diberikan meminta peserta didik
mengidentifikasi rima atau menulis puisi maka tugas tersebut tidak sesuai meskipun
tugas menulis puisi menuntut proses berpikir tingkat tinggi.

3. Menentukan kriteria penguasaan hal yang dinilai dari hasil pelaksanan tugas
atau tes.
Setelah menentukan tugas, pendidik perlu menentukan bukti apa yang akan
digunakan untuk menunjukkan peserta didik telah mencapai atau belum mencapai

16
target. Dalam penilaian formatif, pendidik perlu menginterpretasi hasil kerja peserta
didik dan memberikan umpan balik sejauh mana capaiannya, apa yang harus
dilakukan. Dalam penilaian sumatif untuk pemberian nilai, pendidik perlu menyusun
pedoman untuk menskor hasi kerja peserta didik, sehingga capaian skor memberi
informasi yang bermakna.

C. Prinsip Penyusunan Instrumen Penilaian Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi


a. Menggunakan stimulus
Stimulus dapat berupa teks, gambar, skenario, tabel, grafik, wacana, dialog,
video, atau masalah. Stimulus berfungsi sebagai media bagi peserta didik untuk
berpikir. Tanpa adanya stimulus, soal cenderung menanyakan atau menilai ingatan.
Stimulus yang digunakan hendaknya yang positif, dalam arti tidak menimbulkan efek
negatif misalnya menyudutkan kelompok tertentu, atau memberikan penguatan untuk
perilaku negatif. Bila memungkinkan stimulus yang digunakan hendaknya edukatif,
memberi wawasan, pesan moral dan inspirasi kepada peserta. Sebagai contoh, teks
atau grafik yang menunjukkan besarnya jumlah makanan tersisa dari suatu restoran
atau dari suatu pesta dapat memberikan wawasan dan pesan kepada peserta
tentang penghamburan makanan yang seharusnya tidak terjadi.

b. Menggunakan konteks yang baru


Konteks yang baru yang dimaksud adalah konteks soal secara keseluruhan,
dapat berupa materi atau rumusan soal. Agar dapat berfungsi sebagai alat yang
mengukur berpikir tingkat tinggi, soal hendaknya tidak dapat dijawab hanya dengan
mengandalkan ingatan. Bila suatu konteks soal sudah familiar karena sudah dibahas
di kelas atau merupakan pengetahuan umum, dalam menjawab peserta didik tidak
lagi berpikir tetapi hanya mengingat. Sebagai contoh, soal yang meminta peserta
didik untuk mengkritisi karya penulis A berdasarkan aspek atau sudut pandang tertentu
merupakan soal yang tampaknya mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Namun karena di kelas atau di buku pelajaran hal tersebut telah kerap dibahas maka
sebenarnya untuk dapat menjawab soal tersebut, peserta didik tidak perlu berpikir
kritis, melainkan cukup mengingat. Soal dengan konteks yang baru dan belum pernah
dibahas sebelumnya, menuntut peserta didik tidak hanya menjawab dengan
mengingat tetapi menuntut keterampilan berpikir tingkat tinggi karena mengkritisi
karya tersebut.

c. Membedakan tingkat kesulitan dan kompleksitas proses berpikir


Tingkat kesulitan dan proses berpikir merupakan dua hal yang berbeda.
Soal yang mengukur ingatan dapat mudah dan dapat juga sulit, demikian pula soal

17
yang mengukur berpikir tingkat tinggi juga dapat mudah dan dapat sulit, tergantung
pada kompleksitas pertanyaan atau tugas. Contohnya dapat dilihat pada tabel
berikut:

Proses

Berpikir Mudah Sulit

Mengingat Siapakah nama presiden Siapakah presiden Republik

pertama negara Republik Indonesia yang membuka

Indonesia? konferensi Non-Blok ke-16?

Menerapkan Andi berlari mengelilingi Pak Bagas ingin memagari kebun

lapangan berbentuk miliknya yang berbentuk persegi

persegi panjang dengan panjang berukuran

ukuran 28 × 15 . 12,93 ×9,18 . Biaya

Berapakah total jarak yang pemagaran adalah Rp15.750,00

telah ditempuh Andi per meter. Apabila Pak Bagas

setelah mengelilingi mendapatkan diskon sebesar

lapangan tersebut 39% atas biaya pemagaran

sebanyak 2 kali? tersebut, berapakah nominal

uang yang harus dikeluarkan

oleh Pak Bagas?

Berpikir Mengapa Sari Bagaimana keputusan yang akan

tingkat tinggi meminjamkan buku diambil oleh Sinta?

kepada Dini meskipun dia Apa yang mendasari

mengetahui bahwa Dini lah keputusannya? Tunjukkan

yang menyebabkan dia bagian teks yang mendukung hal

celaka? tersebut!

18
D. Langkah Penulisan Soal Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi
Soal-soal HOTS merupakan instrumen pengukuran yang digunakan untuk
mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu kemampuan berpikir yang tidak
sekadar mengingat (recall), menyatakan kembali (restate), atau merujuk tanpa
melakukan pengolahan (recite). Soal-soal HOTS pada konteks asesmen mengukur
kemampuan: 1) transfer satu konsep ke konsep lainnya, 2) memproses dan menerapkan
informasi, 3) mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda, 4)
menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah, dan 5) menelaah ide dan
informasi secara kritis. Meskipun demikian, soal-soal yang berbasis HOTS tidak berarti
soal yang lebih sulit daripada soal recall.

Dilihat dari dimensi pengetahuan, umumnya soal HOTS mengukur dimensi


metakognitif, tidak sekadar mengukur dimensi faktual, konseptual, atau prosedural saja.
Dimensi metakognitif menggambarkan kemampuan menghubungkan beberapa konsep
yang berbeda, menginterpretasikan, memecahkan masalah (problem solving), memilih
strategi pemecahan masalah, menemukan (discovery) metode baru, berargumen
(reasoning), dan mengambil keputusan yang tepat.

1. Menentukan kompetensi dasar dan materi yang akan dinilai


Pendidik harus menganalisis proses kognitif, dimensi pengetahuan,
dan materi pada kompetensi dasar dalam kurikulum yang memungkinkan dapat
dibuatkan soal keterampilan berpikir tingkat tinggi.

2. Menyusun kisi-kisi
Pendidik harus memastikan seluruh komponen yang terdapat dalam kisi-kisi
konsisten, selaras, dan dapat dibuatkan soal keterampilan berpikir tingkat tinggi.

3.Merumuskan indikator soal


Untuk menghasilkan soal yang mengukur keterampilan berpikir tingkat
tinggi, rumusan indikator perlu memenuhi prinsip penilaian pada keterampilan
ini yaitu perlunya stimulus, konteks baru, dan proses berpikir tingkat tinggi.
Konteks stimulus disarankan berkenaan dengan kehidupan nyata sehari-hari
dan sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Stimulus
yang kontekstual akan memudahkan peserta didik untuk mentransfer hal-hal
yang telah dipelajari sehingga timbul sikap positif dan mengapreasiasi hal-
hal yang telah dipelajari. Stimulus dengan konteks yang tidak sesuai dengan

19
perkembangan peserta didik akan sulit dicerna sehingga tidak mendukung
berkembangnya keterampilan berpikir tingkat tinggi.

4. Menulis soal sesuai dengan kaidah penulisan soal

Untuk memastikan kualitas soal sehingga memberi informasi yang valid,


soal perlu memenuhi kaidah penulisan soal dari aspek konstruksi, substansi,
dan bahasa. Prinsip ini sama dengan prinsip penulisan soal secara umum
(kaidah penulisan soal dan contoh-contoh soal level 1, 2, dan 3 bisa dilihat
pada buku Panduan Tes Tertulis. Aspek lain yang perlu dipertimbangkan
adalah isu sensitif. Soal hendaknya tidak menyinggung suku, agama, ras,
antargolongan, dan tidak mengandung unsur pornografi, politik praktis,
kekerasan, dan komersialisasi produk.

Pada penyusunan soal-soal HOTS umumnya menggunakan stimulus. Stimulus


merupakan dasar untuk membuat pertanyaan. Dalam konteks HOTS, stimulus yang
disajikan hendaknya bersifat kontekstual dan menarik. Stimulus dapat bersumber dari
isu-isu global seperti masalah teknologi informasi, sains, ekonomi, kesehatan, pendidikan,
dan infrastruktur. Stimulus juga dapat diangkat dari permasalahan-permasalahan yang
ada di lingkungan sekitar satuan pendidikan seperti budaya, adat, kasus-kasus di
daerah, atau berbagai keunggulan yang terdapat di daerah tertentu. Kreativitas
seorang guru sangat mempengaruhi kualitas dan variasi stimulus yang digunakan dalam
penulisan soal HOTS.

E. Karakteristik Soal Berbasis HOTS


Soal-soal HOTS sangat direkomendasikan untuk digunakan pada berbagai
bentuk penilaian kelas dan Ujian Sekolah. Untuk menginspirasi guru menyusun soal-soal
HOTS di tingkat satuan pendidikan, berikut ini dipaparkan karakteristik soal-soal HOTS.
Soal yang termasuk Higher Order Thinking memiliki ciri-ciri:

1. transfer satu konsep ke konsep lainnya;


2. memproses dan menerapkan informasi;
3. mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda;
4. menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah;
5. menelaah ide dan informasi secara kritis.
Soal-soal HOTS sangat direkomendasikan untuk digunakan pada berbagai bentuk
penilaian kelas dan Ujian Sekolah. Untuk menginspirasi guru menyusun soal-soal HOTS
di tingkat satuan pendidikan, berikut ini dipaparkan karakteristik soal-soal HOTS.

20
Di bawah ini dideskripsikan beberapa karakteristik instrumen penilaian berpikir
tingkat tinggi (HOTS):

1. Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi

The Australian Council for Educational Research (ACER) menyatakan bahwa


kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan proses: menganalisis, merefleksi,
memberikan argumen (alasan), menerapkan konsep pada situasi berbeda, menyusun,
menciptakan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi bukanlah kemampuan untuk mengingat,
mengetahui, atau mengulang. Dengan demikian, jawaban soal-soal HOTS tidak tersurat
secara eksplisit dalam stimulus.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan untuk memecahkan


masalah (problem solving), keterampilan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif
(creative thinking), kemampuan berargumen (reasoning), dan kemampuan mengambil
keputusan (decision making). Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu
kompetensi penting dalam dunia modern, sehingga wajib dimiliki oleh setiap peserta
didik.Kreativitas menyelesaikan permasalahan dalam HOTS, terdiri atas: a. kemampuan
menyelesaikan permasalahan yang tidak familiar;

a. Kemampuan mengevaluasi strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah


dari berbagai sudut pandang yang berbeda;
b. Menemukan model-model penyelesaian baru yang berbeda dengan cara-cara
sebelumnya.
‘Difficulty’ is NOT same as higher order thinking. Tingkat kesukaran dalam butir
soal tidak sama dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Sebagai contoh, untuk
mengetahui arti sebuah kata yang tidak umum (uncommon word) mungkin memiliki
tingkat kesukaran yang sangat tinggi, tetapi kemampuan untuk menjawab
permasalahan tersebut tidak termasuk higher order thinking skills. Dengan demikian,
soal-soal HOTS belum tentu soal-soal yang memiliki tingkat kesukaran yang tinggi.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilatih dalam proses pembelajaran di


kelas. Oleh karena itu agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi,
maka proses pembelajarannya juga memberikan ruang kepada peserta didik untuk
menemukan konsep pengetahuan berbasis aktivitas. Aktivitas dalam pembelajaran
dapat mendorong peserta didik untuk membangun kreativitas dan berpikir kritis.

21
2. Bersifat Divergen

Instrumen penilaian HOTS harus bersifat divergen, artinya memungkinkan


peserta didik memberikan jawaban berbeda-beda sesuai proses berpikir dan sudut
pandang yang digunakan karena mengukur proses berpikir analitis, kritis, dan kreatif
yang cenderung bersifat unik atau berbeda-beda responsnya bagi setiap individu.
Karena bersifat divergen, instrumen penilaian HOTS lebih mudah dirancang dalam
format tugas atau pertanyaan terbuka, misalnya soal esai/uraian dan tugas kinerja.
Apakah soal pilihan tidak dapat digunakan untuk mengukur HOTS? Jawabannya dapat,
asal proses berpikir untuk menjawab soal pilihan tersebut bukan sekedar menghafal
atau mengulang. Sebaliknya, setiap soal uraian juga belum tentu HOTS jika untuk
menjawabnya tidak memerlukan penalaran. Bahkan tugas kinerjapun belum tentu HOTS,
kalau hanya berbentuk resep sehingga peserta didik hanya melakukan petunjuk yang
diberikan.

3. Menggunakan Multirepresentasi
Instrumen penilaian HOTS umumnya tidak menyajikan semua informasi secara
tersurat, tetapi memaksa peserta didik menggali sendiri informasi yang tersirat.
Bahkan di era big data seperti sekarang ini, yaitu kemudahan mendapatkan data
dan informasi melalui internet, sudah selayaknya instrumen penilaian HOTS juga
menuntut peserta didik tidak hanya mencari sendiri informasi, tetapi juga kritis dalam
memilih dan memilah informasi yang diperlukan.Untuk memenuhi harapan di atas,
sebaiknya instrumen penilaian HOTS menggunakan berbagai representasi, antara
lain verbal (berbentuk kalimat), visual (gambar, bagan, grafik, tabel, termasuk video),
simbolis (simbol, ikon, inisial, isyarat), dan matematis (angka, rumus, persamaan).

4. Berbasis permasalahan kontekstual


Soal-soal HOTS merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata dalam
kehidupan sehari-hari, di mana peserta didik diharapkan dapat menerapkan
konsep-konsep pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan masalah. Permasalahan
kontekstual yang dihadapi oleh masyarakat dunia saat ini terkait dengan lingkungan
hidup, kesehatan, kebumian dan ruang angkasa, serta pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam pengertian
tersebut termasuk pula bagaimana keterampilan peserta didik untuk menghubungkan
(relate), menginterpretasikan (interprete), menerapkan (apply) dan mengintegrasikan
(integrate) ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan
permasalahan dalam konteks nyata.

Berikut ini diuraikan lima karakteristik asesmen kontekstual, yang disingkat REACT.

22
a. Relating, asesmen terkait langsung dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
b. Experiencing, asesmen yang ditekankan kepada penggalian (exploration),
penemuan (discovery), dan penciptaan (creation).
c. Applying, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk menerapkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas untuk menyelesaikan masalah-masalah
nyata.
d. Communicating, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mampu
mengomunikasikan kesimpulan model pada kesimpulan konteks masalah.
e. Transfering, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk
mentransformasi konsep-konsep pengetahuan dalam kelas ke dalam situasi atau
konteks baru.
5. Menggunakan bentuk soal beragam
Bentuk-bentuk soal yang beragam dalam sebuah perangkat tes (soal-soal
HOTS) sebagaimana yang digunakan dalam PISA, bertujuan agar dapat
memberikan informasi yang lebih rinci dan menyeluruh tentang kemampuan peserta
tes. Hal ini penting diperhatikan oleh guru agar penilaian yang dilakukan dapat
menjamin prinsip objektif. Artinya hasil penilaian yang dilakukan oleh guru dapat
menggambarkan kemampuan peserta didik sesuai dengan keadaan yang
sesungguhnya. Penilaian yang dilakukan secara objektif, dapat menjamin
akuntabilitas penilaian.

Terdapat beberapa alternatif bentuk soal yang dapat digunakan untuk menulis butir
soal HOTS (yang digunakan pada model pengujian PISA), sebagai berikut :

a. Pilihan ganda

Pada umumnya soal-soal HOTS menggunakan stimulus yang bersumber pada situasi
nyata. Soal pilihan ganda terdiri dari pokok soal (stem) dan pilihan jawaban (option).
Pilihan jawaban terdiri atas kunci jawaban dan pengecoh (distractor). Kunci jawaban
ialah jawaban yang benar atau paling benar. Pengecoh merupakan jawaban yang
tidak benar, namun memungkinkan seseorang terkecoh untuk memilihnya apabila
tidak menguasai bahannya/materi pelajarannya dengan baik. Jawaban yang
diharapkan (kunci jawaban), umumnya tidak termuat secara eksplisit dalam stimulus
atau bacaan. Peserta didik diminta untuk menemukan jawaban soal yang terkait
dengan stimulus/bacaan menggunakan konsep-konsep pengetahuan yang dimiliki
serta menggunakan logika/ penalaran. Jawaban yang benar diberikan skor 1, dan
jawaban yang salah diberikan skor 0.

b. Pilihan ganda kompleks (benar/salah, atau ya/tidak)

23
Soal bentuk pilihan ganda kompleks bertujuan untuk menguji pemahaman peserta
didik terhadap suatu masalah secara komprehensif yang terkait antara pernyataan
satu dengan yang lainnya. Sebagaimana soal pilihan ganda biasa, soal-soal HOTS
yang berbentuk pilihan ganda kompleks juga memuat stimulus yang bersumber
pada situasi kontekstual. Peserta didik diberikan beberapa pernyataan yang terkait
dengan stilmulus/bacaan, lalu peserta didik diminta memilih benar/salah atau
ya/tidak. Pernyataan-pernyataan yang diberikan tersebut terkait antara satu
dengan yang lainnya. Susunan pernyataan benar dan pernyataan salah agar
diacak secara random, tidak sistematis mengikuti pola tertentu. Susunan yang
terpola sistematis dapat memberi petunjuk kepada jawaban yang benar. Apabila
peserta didik menjawab benar pada semua pernyataan yang diberikan diberikan
skor 1 atau apabila terdapat kesalahan pada salah satu pernyataan maka diberi
skor 0.

c. Isian singkat atau melengkapi

Soal isian singkat atau melengkapi adalah soal yang menuntut peserta tes untuk
mengisi jawaban singkat dengan cara mengisi kata, frase, angka, atau simbol.
Karakteristik soal isian singkat atau melengkapi adalah sebagai berikut.

1) Bagian kalimat yang harus dilengkapi sebaiknya hanya satu bagian dalam ratio
butir soal, dan paling banyak dua bagian supaya tidak membingungkan siswa.
2) Jawaban yang dituntut oleh soal harus singkat dan pasti yaitu berupa kata, frase,
angka, simbol, tempat, atau waktu. Jawaban yang benar diberikan skor 1, dan
jawaban yang salah diberikan skor 0.
d. Jawaban singkat atau pendek

Soal dengan bentuk jawaban singkat atau pendek adalah soal yang jawabannya
berupa kata, kalimat pendek, atau frase terhadap suatu pertanyaan. Karakteristik
soal jawaban singkat adalah sebagai berikut:

1) Menggunakan kalimat pertanyaan langsung atau kalimat perintah;


2) Pertanyaan atau perintah harus jelas, agar mendapat jawaban yang singkat;
3) Panjang kata atau kalimat yang harus dijawab oleh siswa pada semua soal
diusahakan relatif sama;
4) Hindari penggunaan kata, kalimat, atau frase yang diambil langsung dari buku
teks, sebab akan mendorong siswa untuk sekadar mengingat atau menghafal
apa yang tertulis dibuku.

24
Setiap langkah/kata kunci yang dijawab benar diberikan skor 1, dan jawaban
yang salah diberikan skor 0.

e. Uraian

Soal bentuk uraian adalah suatu soal yang jawabannya menuntut siswa untuk
mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara
mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut menggunakan kalimatnya
sendiri dalam bentuk tertulis. Dalam menulis soal bentuk uraian, penulis soal harus
mempunyai gambaran tentang ruang lingkup materi yang ditanyakan dan lingkup
jawaban yang diharapkan, kedalaman dan panjang jawaban, atau rincian
jawaban yang mungkin diberikan oleh siswa. Dengan kata lain, ruang lingkup ini
menunjukkan kriteria luas atau sempitnya masalah yang ditanyakan. Di samping itu,
ruang lingkup tersebut harus tegas dan jelas tergambar dalam rumusan soalnya.
Dengan adanya batasan sebagai ruang lingkup soal, kemungkinan terjadinya
ketidakjelasan soal dapat dihindari. Ruang lingkup tersebut juga akan membantu
mempermudah pembuatan kriteria atau pedoman penskoran.

Untuk melakukan penskoran, penulis soal dapat menggunakan rubrik atau


pedoman penskoran. Setiap langkah atau kata kunci yang dijawab benar oleh
peserta didik diberi skor 1, sedangkan yang salah diberi skor 0. Dalam sebuah soal
kemungkinan banyaknya kata kunci atau langkah-langkah penyelesaian soal lebih
dari satu. Sehingga skor untuk sebuah soal bentuk uraian dapat dilakukan dengan
menjumlahkan skor tiap langkah atau kata kunci yang dijawab benar oleh peserta
didik. Untuk Pendampingan Kurikulum 2013 bentuk soal HOTS yang disarankan
cukup 2 saja, yaitu bentuk pilihan ganda dan uraian. Pemilihan bentuk soal
hendaknya dilakukan sesuai dengan tujuan penilaian yaitu assessment of learning,
assessment for learning, dan assessment as learning.

Masing-masing guru mata pelajaran hendaknya kreatif mengembangkan


soal-soal HOTS sesuai dengan KI-KD yang memungkinkan dalam mata pelajaran
yang diampunya. Wawasan guru terhadap isu-isu global, keterampilan memilih
stimulus soal, serta kemampuan memilih kompetensi yang diuji, merupakan aspek-
aspek penting yang harus diperhatikan oleh guru, agar dapat menghasilkan butir-
butir soal yang bermutu.

E. Level Kognitif Soal


Atas dasar Anderson & Krathwohl (2001), Puspendik (2015)
mengklasifikasikannya menjadi 3 level. Pengelompokan level kognitif tersebut yaitu:

25
1) pengetahuan dan pemahaman (level 1), 2) aplikasi (level 2), dan 3) penalaran (level
3). Berikut dipaparkan secara singkat penjelasan untuk masing-masing level tersebut :

1. Pengetahuan dan Pemahaman (Level Kognitif 1)


Level kognitif pengetahuan dan pemahaman mencakup dimensi proses
berpikir mengetahui (C1) dan memahami (C2). Ciri-ciri soal pada level 1 adalah
mengukur pengetahuan faktual, konsep, dan prosedural. Bisa jadi soal-soal pada
level 1 merupakan soal kategori sukar, karena untuk menjawab soal tersebut
peserta didik harus dapat mengingat beberapa rumus atau peristiwa, menghafal
definisi, atau menyebutkan langkah-langkah (prosedur) melakukan sesuatu.
Namun soal-soal pada level 1 bukanlah merupakan soal-soal HOTS. Contoh KKO
yang sering digunakan adalah: menyebutkan, menjelaskan, membedakan,
menghitung, mendaftar, menyatakan, dan lain-lain.

2. Aplikasi (Level Kognitif 2)

Soal-soal pada level kognitif aplikasi membutuhkan kemampuan yang


lebih tinggi daripada level pengetahuan dan pemahaman. Level kognitif aplikasi
mencakup dimensi proses berpikir menerapkan atau mengaplikasikan (C3). Ciri-
ciri soal pada level 2 adalah mengukur kemampuan: a) menggunakan
pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural tertentu pada konsep lain dalam
mapel yang sama atau mapel lainnya; atau b) menerapkan pengetahuan faktual,
konseptual, dan prosedural tertentu untuk menyelesaikan masalah kontekstual
(situasi lain). Bisa jadi soal-soal pada level 2 merupakan soal kategori sedang
atau sukar, karena untuk menjawab soal tersebut peserta didik harus dapat
mengingat beberapa rumus atau peristiwa, menghafal definisi/konsep, atau
menyebutkan langkah-langkah (prosedur) melakukan sesuatu. Selanjutnya
pengetahuan tersebut digunakan pada konsep lain atau untuk menyelesaikan
permasalahan kontekstual. Namun soal-soal pada level 2 bukanlah merupakan
soal-soal HOTS. Contoh KKO yang sering digunakan adalah: menerapkan,
menggunakan, menentukan, menghitung, membuktikan, dan lain-lain.

3. Penalaran (Level Kognitif 3)

Level penalaran merupakan level kemampuan berpikir tingkat tinggi


(HOTS), karena untuk menjawab soal-soal pada level 3 peserta didik harus
mampu mengingat, memahami, dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual,
dan prosedural serta memiliki logika dan penalaran yang tinggi untuk
memecahkan masalah-masalah kontekstual (situasi nyata yang tidak rutin). Level

26
penalaran mencakup dimensi proses berpikir menganalisis (C4), mengevaluasi (C5),
dan mengkreasi (C6). Pada dimensi proses berpikir menganalisis (C4) menuntut
kemampuan peserta didik untuk menspesifikasi aspek-aspek/elemen,
menguraikan, mengorganisir, membandingkan, dan menemukan makna tersirat.
Pada dimensi proses berpikir mengevaluasi (C5) menuntut kemampuan peserta
didik untuk menyusun hipotesis, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji,
membenarkan atau menyalahkan. Sedangkan pada dimensi proses berpikir
mengkreasi (C6) menuntut kemampuan peserta didik untuk merancang,
membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, memperbaharui,
menyempurnakan, memperkuat, memperindah, menggubah. Soal-soal pada level
penalaran tidak selalu merupakan soal-soal sulit. Ciri-ciri soal pada level 3 adalah
menuntut kemampuan menggunakan penalaran dan logika untuk mengambil
keputusan (evaluasi), memprediksi & merefleksi, serta kemampuan menyusun
strategi baru untuk memecahkan masalah kontesktual yang tidak rutin.
Kemampuan menginterpretasi, mencari hubungan antar konsep, dan kemampuan
mentransfer konsep satu ke konsep lain, merupakan kemampuan yang sangat
penting untuk menyelesaiakan soal-soal level 3 (penalaran). Kata kerja
operasional (KKO) yang sering digunakan antara lain: menguraikan,
mengorganisir, membandingkan, menyusun hipotesis, mengkritik, memprediksi,
menilai, menguji, menyimpulkan, merancang, membangun, merencanakan,
memproduksi, menemukan, memperbaharui, menyempurnakan, memperkuat,
memperindah, dan menggubah.

F. Langkah-Langkah Penyusunan Soal HOTS


Untuk menulis butir soal HOTS, penulis soal dituntut untuk dapat menentukan
perilaku yang hendak diukur dan merumuskan materi yang akan dijadikan dasar
pertanyaan (stimulus) dalam konteks tertentu sesuai dengan perilaku yang diharapkan.
Selain itu uraian materi yang akan ditanyakan (yang menuntut penalaran tinggi) tidak
selalu tersedia di dalam buku pelajaran. Oleh karena itu dalam penulisan soal HOTS,
dibutuhkan penguasaan materi ajar, keterampilan dalam menulis soal (kontruksi soal),
dan kreativitas guru dalam memilih stimulus soal sesuai dengan situasi dan kondisi
daerah di sekitar satuan pendidikan. Berikut dipaparkan langkah-langkah penyusunan
soal-soal HOTS.

1. Menganalisis KD yang dapat dibuat soal-soal HOTS


Terlebih dahulu guru-guru memilih KD yang dapat dibuatkan soal-soal HOTS. Tidak
semua KD dapat dibuatkan model-model soal HOTS. Guru-guru secara mandiri atau

27
melalui forum MGMP dapat melakukan analisis terhadap KD yang dapat dibuatkan
soal-soal HOTS.

2. Menyusun kisi-kisi soal

Kisi-kisi penulisan soal-soal HOTS bertujuan untuk membantu para guru dalam menulis
butir soal HOTS. Secara umum, kisi-kisi tersebut diperlukan untuk memandu guru dalam:
(a) memilih KD yang dapat dibuat soal-soal HOTS, (b) memilih materi pokok yang terkait
dengan KD yang akan diuji, (c) merumuskan indikator soal, dan (d) menentukan level
kognitif.

3. Memilih stimulus yang menarik dan kontekstual


Stimulus yang digunakan hendaknya menarik, artinya mendorong peserta didik untuk
membaca stimulus. Stimulus yang menarik umumnya baru, belum pernah dibaca oleh
peserta didik. Sedangkan stimulus kontekstual berarti stimulus yang sesuai dengan
kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, menarik, mendorong peserta didik untuk
membaca. Dalam konteks Ujian Sekolah, guru dapat memilih stimulus dari lingkungan
sekolah atau daerah setempat.

4. Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal

Butir-butir pertanyaan ditulis sesuai dengan kaidah penulisan butir soal HOTS. Kaidah
penulisan butir soal HOTS, agak berbeda dengan kaidah penulisan butir soal pada
umumnya. Perbedaannya terletak pada aspek materi, sedangkan pada aspek
konstruksi dan bahasa relatif sama. Setiap butir soal ditulis pada kartu soal, sesuai
format terlampir.

5. Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban

Setiap butir soal HOTS yang ditulis hendaknya dilengkapi dengan pedoman penskoran
atau kunci jawaban. Pedoman penskoran dibuat untuk bentuk soal uraian. Sedangkan
kunci jawaban dibuat untuk bentuk soal pilihan ganda, pilihan ganda kompleks
(benar/salah, ya/tidak), dan isian singkat.

28
G. Contoh Soal HOTS

1. Level Kognitif 1

Kompetensi Dasar : Membandingkan siklus hidup beberapa jenis makhluk hidup serta
mengaitkan dengan upaya pelestariannya.
Materi : Pertumbuhan hewan
Kelas/Sem : IV/2
Indikator Soal : Siswa dapat menentukan tahapan awal siklus hidup hewan tertentu
Level Kognitif : 1 (mengingat-C1)

Soal :
Tahapan pertumbuhan ayam dimulai dari ….
Kunci : telur
Skor : 1 (jika benar) atau 0 (jika salah)
Penjelasan:
Soal tersebut termasuk level kognitif 1 (mengingat-C1) karena mengukur pengetahuan
yang relevan dari ingatan.

Kompetensi Dasar: Membandingkan siklus hidup beberapa jenis makhluk hidup serta
mengaitkan dengan upaya pelestariannya.
Materi : Pertumbuhan hewan
Kelas/Sem : IV/2
Indikator Soal : Disajikan tahapan siklus hewan secara acak, siswa dapat
mengurutkan tahapan siklus pertumbuhan hewan tersebut.
Level Kognitif : 1 (memahami-C2)

Soal :
Perhatikan gambar berikut!

(1) (2) (3)


Urutan(4)pertumbuhan hewan pada gambar di atas adalah ….
A. (1), (2), (3), dan (4)
B. (2), (3), (4), dan (1)
C. (3), (1), (4), dan (2)
D. (3), (1), (2), dan (4)
Kunci : C. (3), (1), (4), dan (2)
Skor : 1 (jika benar) atau 0 (jika salah)
Penjelasan:
Soal tersebut termasuk level kognitif 1 (memahami-C2) karena mengukur pemahaman
siswa tentang konsep tertentu.

2. Level Kognitif 2
Kompetensi Dasar: Membandingkan siklus hidup beberapa jenis makhluk hidup serta
mengaitkan dengan upaya pelestariannya.
Materi : Pertumbuhan hewan
Kelas/Sem : IV/2

29
Indikator Soal : Disajikan dua gambar hewan, siswa dapat membandingkan siklus
hidup kedua hewan tersebut.
Level Kognitif : 2 (menerapkan-C3)

Soal :
Perhatikan gambar berikut :

Jelaskan tiga perbedaan siklus hidup dari kedua gambar tersebut!


Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran:
Kunci Jawaban Skor

• Ayam bertelur sedangkan kucing melahirkan; dan/atau


• ayam dari bertelur → anak ayam → ayam dewasa → induk ayam
sedangkan kucing dari melahirkan → anak kucing → kucing dewasa;
dan/atau
• Ayam mengalami perubahan bentuk berbeda-beda, sedangkan kucing
tidak
Jika kosong atau jawaban salah 0
Jika 1 jawaban benar 1
Jika 2 jawaban benar 2

Jika 3 jawaban benar 3


Penjelasan:
Soal tersebut termasuk level kognitif 2 (menerapkan-C3) karena siswa menerapkan
pengetahuan dan pemahaman yang mereka miliki untuk membandingkan dua fenomena.

3. Level Kognitif 3

Kompetensi Dasar : Membandingkan siklus hidup beberapa jenis makhluk hidup


serta mengaitkan dengan upaya pelestariannya.
Materi : Pertumbuhan hewan
Kelas/Sem : IV/2
Indikator Soal : Disajikan siklus daur hidup hewan tertentu, siswa dapat
menyimpulkan peristiwa yang akan terjadi jika suatu fenomena
kegiatan manusia mempengaruhi siklus tersebut.
Level Kognitif : 3 (menganalisis-C4)
Soal :
Apa yang akan terjadi terhadap siklus pertumbuhan kupu-kupu apabila kebutuhan
kain sutra meningkat dengan tajam?
Kunci :
Kebutuhan kain sutra yang meningkat mengakibatkan kebutuhan ulat sutra meningkat
sehingga mengakibatkan menurunnya jumlah populasi kepompong dan kupu-kupu.
Lambat laun kupu-kupu bisa punah.

Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran:


Jawaban Skor

30
Rumusan Butir Soal

Jika kosong atau jawaban salah 0


Kain sutra meningkat maka kebutuhan ulat sutra meningkat 1
Kain sutra meningkat maka kebutuhan ulat sutra meningkat sehingga 2
mengakibatkan menurunnya jumlah populasi kepompong
Kain sutra meningkat maka kebutuhan ulat sutra meningkat sehingga 3
mengakibatkan menurunnya jumlah populasi kepompong dan kupu-kupu
Kebutuhan kain sutra yang meningkat mengakibatkan kebutuhan ulat 4
sutra meningkat sehingga mengakibatkan menurunnya jumlah populasi
kepompong dan kupu-kupu. Lambat laun kupu-kupu bisa punah.

Penjelasan:
Soal tersebut termasuk level kognitif 3 (menganalisis-C4) karena siswa harus
menganalisis dan menggabungkan beberapa konsep dan informasi baru yang tidak
familiar.

Jenjang SMP

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia/ SMP-MTs


Kelas/Kurikulum : VII/2013
Kompetensi Dasar : 3.6 Menelaah Stuktur dan aspek kebahasaan teks prosedur tentang cara
melakukan sesuatu dan cara membuat ( cara memainkan alat
music/tarian daerah,cara membuat kuliner khas daerah dan lain-lain)
dari berbagai sumber yang dibaca dan didengar.
Materi : Teks prosedur
Indikator Soal : Disajikan sebuah teks prosedur, peserta didik dapat menilai ketepatan
sebuah program terkait denga nisi teks.
Level Kognitif : Penalaran (L3)
Bentuk Soal : Uraian

Cermati teks berikut :

Kuman penyakit sangat mudah ditularkan melalui tangan. Pada saat makan, kuman dapat
dengan cepat masuk ke dalam tubuh yang bisa menimbulkan penyakit. Tangan terkadang
terlihat bersih secara kasat mata, tetapi tetap mengandung kuman. Sabun dapat
membersihkan kotoran dan membunuh kuman. Tanpa sabun, kotoran dan kuman masih
tertinggal di tangan. Berikut langkah Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS):

1. Basahi seluruh tangan dengan air bersih mengalir;


2. Gosok sabun ke telapak, punggung tangan, dan sela jari;
3. Bersihkan bagian bawah kuku-kuku;

31
4. Bilas tangan dengan air bersih mengalir;
5. Keringkan tangan dengan handuk/tisu atau keringkan dengan diangin-anginkan.
Sumber: www.p2ptm.kemkes.go.id
Pertanyaan

Sebuah sekolah mengadakan program mencuci tangan dengan menyediakan air yang
disediakan dalam baskom, satu handuk kecil, dan sabun di depan tiap kelas. Apakah
program tersebut efektif bagi kesehatan peserta didik? Berikan alasanmu dengan mengaitkan
isi teks!

32
Pedoman Penskoran

Jawaban Skor

Jika peserta didik hanya menjawab “Tidak efektif“ 1

Jika peserta didik dapat menyebutkan alasan “Sebab mencuci tangan lebih 1

efektif (lebih bersih) bila menggunakan air yang mengalir daripada

menggunakan air dalam baskom“ atau mencuci tangan dengan air yang

mengalir bisa mengurangi kuman

Skor maksimum 2

Penjelasan :

Soal ini termasuk HOTS karena jawaban tidak terdapat secara eksplisit ditemukan pada
teks sehingga peserta didik harus menafsirkan isi teks terlebih dahulu.

Matematika

Mata Pelajaran/ Matematika/ SMP-MTs

Jenjang

Kelas/Kurikulum VII / 2013

Kompetensi Dasar 3.2 Menjelaskan dan melakukan operasi hitung bilangan

bulat dan pecahan dengan memanfaatkan berbagai

sifat operasi

Materi Operasi hitung bilangan bulat

Indikator Soal Diberikan gambar papan sasaran panahan dalam olah raga

yang terdiri atas lima lingkaran warna beserta skornya dan

2 orang atlet berlomba memperebutkan juara, peserta didik

dapat menentukan kondisi sehingga atlet peringkat kedua

Level Kognitif Penalaran (L3)

Bentuk Soal Pilihan Ganda

33
Rumusan Butir Soal

Dalam pertandingan olahraga panahan, skor perolehan dihitung berdasarkan papan sasaran
seperti pada gambar berikut.

Pada babak final Tono dan Sahrul diberi kesempatan memanah 10 kali. Setelah memanah
sebanyak 9 kali diperoleh hasil sebagai berikut.

Warna

Atlet

Biru Kuning Merah Hijau Ungu

Tono 1 2 2 3 1

Sahrul 2 1 1 3 2

34
Sahrul bertanya kepada Andri, temannya yang dikenal pintar, bagaimana agar ia dapat
memenangkan pertandingan pada kesempatan memanah ke-10? Bila Andri dapat memberi
pernyataan yang benar, manakah pernyataan tersebut?

3. Panah Sahrul mengenai sasaran lingkaran biru, sedangkan panah Tono mengenai sasaran
lingkaran kuning

4. Panah Sahrul mengenai sasaran lingkaran biru, sedangkan panah Tono mengenai sasaran
lingkaran merah

5. Panah Sahrul mengenai sasaran lingkaran merah, sedangkan panah Tono mengenai
sasaran lingkaran kuning

6. Panah Sahrul mengenai sasaran lingkaran merah, sedangkan panah Tono mengenai
sasaran lingkaran hijau

Kunci : B

Penjelasan:

Soal ini termasuk HOTS karena untuk bisa menjawab pertanyaan, peserta didik harus terlebih
dahulu menganalisis berbagai kemungkinan hasil yang diperoleh sehingga dapat memprediksi
dengan tepat. Berikut pembahasannya:

Perolehan setelah 9 kali kesempatan memanah adalah


Skor Tono = (1 × 5) + (2 × 4) + (2 × 3) + (3 × 2) + (1 × 1)
=5+8+6+6+1=26
Skor Sahrul = (2 × 5) + (1 × 4) + (1 × 3) + (3 × 2) + (2 × 1)
=10+4+3+6+2=25

Pilihan jawaban A. Jika pada kesempatan memanah ke 10, Sahrul mengenai sasaran
lingkaran biru dan Tono mengenai sasaran lingkaran kuning, perolehan skor akhir mereka
adalah sebagai berikut:
Skor akhir Sahrul =25+5=30

Skor akhir Tono =26+4=30

Dengan skor akhir tersebut, mereka seri (tidak ada yang menang maupun kalah).

Pilihan jawaban B. Jika pada kesempatan memanah ke 10, Sahrul mengenai sasaran lingkaran
biru dan Tono mengenai sasaran lingkaran merah, perolehan skor akhir mereka adalah sebagai
berikut:
Skor akhir Sahrul =25+5=30

Skor akhir Tono =26+3=29

Dengan skor akhir tersebut, Sahrul memenangkan pertandingan.

35
Pilihan jawaban C. Jika pada kesempatan memanah ke 10, Sahrul mengenai sasaran lingkaran
merah dan Tono mengenai sasaran lingkaran kuning, perolehan skor akhir mereka adalah sebagai
berikut:

Skor akhir Sahrul =25+3=28

Skor akhir Tono =26+4=30

Dengan skor akhir tersebut, Tono memenangkan pertandingan.

Pilihan jawaban D. Jika pada kesempatan memanah ke 10, Sahrul mengenai sasaran lingkaran
merah dan Tono mengenai sasaran lingkaran hijau, perolehan skor akhir mereka adalah sebagai
berikut:

Skor akhir Sahrul =25+3=28

Skor akhir Tono =26+2=28

Dengan skor akhir tersebut, mereka seri (tidak ada yang menang maupun kalah).

36
Contoh soal pada level 1 mata pelajaran Biologi:

Di antara eubacteria berikut yang dapat menimbulkan sakit perut (diare)


pada manusia adalah….

A. Psedomonas sp
B. Thiobaccilus ferrooksidan
C. Clostridium botulinum
D. Escerichia coli
E. Acetobacter xylinum
Penjelasan:

Soal di atas termasuk level 1 karena hanya membutuhkan kemampuan


mengingat atau menghafal nama bakteri penyebab diare.

Contoh soal pada level 2 mata pelajaran Ekonomi:

Jumlah uang yang beredar di masyarakat sebesar Rp100 milyar, tingkat harga
umum yang berlaku Rp200.000,00 dan jumlah barang yang diperdagangkan
5.000.000 unit, maka kecepatan uang yang beredar menurut teori kuantitas
Irving Fisher adalah …..

A. 5 kali
B. 10 kali
C. 50 kali
D. 100 kali
E. 1000 kali
Penjelasan:

Soal di atas termasuk level 2 karena untuk menjawab soal tersebut, peserta
didik harus mampu mengingat teori kuantitas Irving Fisher selanjutnya digunakan
untuk menentukan kecepatan

Berikut disajikan contoh soal level 3 mata pelajaran PJOK.

Seorang pemain penyerang melakukan serangan ke gawang.Pemain yang bertahan


berupaya untuk mempertahankan daerah pertahanan dan merebut bola.Penjaga
gawang berupaya agar gawangnya tidak kemasukan bola. Perhatikan gambar berikut!
Dalam merancang strategi pertahanan, pemain-pemain manakah yang harus
merebut bola untuk menutup ruang apabila pembawa bola menuju ke arah
pertahanan bagian kanan?

A. 1 dan 2
B. 1 dan 4
C. 1 dan 5
D. 2 dan 4
E. 4 dan 5
Penjelasan:

Soal di atas termasuk level 3 (penalaran) karena untuk menjawab soal tersebut,
peserta didikharus mampu mengingat dan memahami materi faktual, konseptual,
dan prosedural tentang teknik bertahan, serta mampu menggunakannnya dalam
permainan sepak bola.Selanjutnya, dengan melakukan analisis terhadap situasi
(stimulus) yang diberikan peserta didik mampu menentukan strategi bertahan
dengan tepat menggunakan konsep teknik bertahan dalam permainan sepak
bola.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Memecahkan suatu masalah merupakan aktivitas dasar kehidupan
manusia, karena melibatkan proses berpikir agar dapat memecahkan berbagai
masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut menegaskan
bahwa berpikir kritis bukan hanya sebatas teori, namun sudah menjadi kebutuhan
hidup. Oleh karena itu pendidikan memiliki peran penting dalam mempersiapkan
peserta didik agar mampu berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini dukungan dari berbagai pihak terkait
sangatlah diperlukan agar mampu mempersiapkan generasi penerus bangsa yang
mampu berpikir kritis dan kreatif dalam menghadapi tantangan era global.
Instrument Penilaian HOTS yang dirancang oleh guru disesuaikan dengan
Design pembelajaran HOTS yang telah dirancang. Pendidik Mata Pelajaran PPKN
dan berbasis keagamaan diharapkan melengkapi Instrument penilaian sikap
disesuaikan dengan rancangan design pembelajaran. Dalam penilaian
pengetahuan dengan design pembelajaran hots memudahkan dulu dalam
melakukan penilaian hasil pembelajaran. Terkait penilaian keterampilan guru
diharapkan merancang instrument disesuaikan dengan design pembelajaran yang
telah disusun. Soal-soal HOTS yang dirancang mengukur kemampuan level kognitif
yang lebih tinggi dari C4 – C6 transfer satu konsep ke konsep lainnya, memproses
dan menerapkan informasi, mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-
beda,menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah, dan menelaah ide dan
informasi secara kritis. Soal-soal yang berbasis HOTS tidak berarti soal yang lebih
sulit umumnya soal HOTS mengukur dimensi metakognitif, tidak sekadar
mengukurdimensi faktual, konseptual, atau prosedural saja. Dimensi metakognitif
menggambarkan kemampuan menghubungkan beberapa konsep yang berbeda,
menginterpretasikan, memecahkan masalah (problem solving), memilih strategi
pemecahan masalah, menemukan (discovery) metode baru, berargumen (reasoning),
dan mengambil keputusan yang tepat.

B. Rekomendasi
Masing-masing guru mata pelajaran hendaknya kreatif
mengembangkan soal-soal HOTS sesuai dengan KI-KD yang memungkinkan dalam
mata pelajaran yang diampunya. Wawasan guru terhadap isu-isu global,
keterampilan memilih stimulus soal, serta kemampuan memilih kompetensi yang diuji,
merupakan aspek-aspek penting yang harus diperhatikan oleh guru, agar dapat
menghasilkan butir-butir soal yang bermutu.
Daftar Pustaka

Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan dan Kebudayaan. 2018. Buku
Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan Berfikir Tingkat Tinggi.
Jakarta: 2018
Kemendikbud, 2016. Panduan Penilaian Untuk Sekolah Dasar. Jakarta. Direktorat
Pembinaan Sekolah Dasar. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Kemendikbud, 2017. Panduan Penilaian oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan untuk
Sekolah Menengah Pertama. Jakarta. Direktorat Pembinaan SMP. Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Kemendikbud, 2017. Panduan Penilaian oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan untuk
Sekolah Menengah Atas. Jakarta. Direktorat Pembinaan SMA. Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Metiri Group. 2003. enGauge 21st Century Skills: Helping Students Thrive in the Digital
Age
Modul Penulisan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) Untuk Ujian Sekolah,
Direktorat Pembinaan SMA, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2016.
Modul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS). Direktorat Pembinaan SMA,
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan 2017.
Permendikbud No. 21 Tahun 2016 tentang Isi Pendidikan dasar dan Menengah
Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah.
Permendikbud No. 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan Dasar dan
Menengah.

Anda mungkin juga menyukai