Anda di halaman 1dari 3

HANCUR

Apakah kamu pernah merasa kehidupanmu seperti benar-benar hancur?

Pertamakali aku bisa merasakan bahwa kehidupanku terasa benar-benar hancur adalah
saat dimana aku dikeluarkan dari sekolah. Ketika itu aku masih duduk di bangku SMP dan tentu
saja, kosa kata mengenai kehancuran tidak banyak kumiliki.saat itu aku hanya bisa merasakan,
belum bisa mengungkapkan.

Berkali-kali aku kedapatan merokok oleh guru saat jam sekolah, aku dan juga beberapa
temanku yang lain dipanggil ke ruangan kepala sekolah, disana kami tidak dimarahi sama
sekalil. Kepala sekolah hanya duduk dan memegang beberapa tumpuk surat sambil berkata
“kalian di keluarkan dari sekolah, berikan surat panggilan ini kepada orang tua kalian. Setelah ini
terserah kalian, mau melanjutkan belajar sampai jam terakhir atau langsung pulang, yang jelas
besok hanya orang tua kalian saja yang datang”.

Sesampainya di rumah, aku tidak berani langsung bertemu bapak dan ibu. Aku masuk di
kamar mandi, menuang pasta gigi banyak-banyak ke sikat gigi, dan membuka kran air. Aku
menangis sambil menggosok gigiku, hanya kegiatan semacam itulah yang bisa sedikit
menyamarkan suara tangis yang tumpah karna tidak mampu aku tahan.

Selesai dengan tangisanku, aku mulai berfikir bagaimana cara yang tepat untuk
menyampaikan surat panggilan itu kepada orang tuaku. Sebab, aku tahu bahwa esok saat
bapak/ibu ku datang kesekolah, itu adalah hari dimana aku resmi dikeluarkan dari sekolah.

Akhirnya kuberanikan diri untuk memberikan surat itu kepada orang tuaku sembari aku
mengantongi beberapa jawaban dari ribuan peluru pertanyaan yang mungkin akan ditancapkan
ketelingaku. Walaupun kadang kenakalan tidak memerlukan banyak alasan toh itu harus tetap
aku siapkan. Sungguh sangat di luar dugaanku. Mereka samasekali tidak marah. Malah bapak
meredam ketakutanku. Sikap itulah yang membuat hatiku merasa semakin hancur dari apa yang
aku rasakan ketika didalam kamar mandi. Tangisku pecah, aku telungkup di kasur, kubenamkan
kepala di tumpukan bantal sambil terus menangis hingga tertidur.

****

Tahun 2011 aku bersekolah di luar kota. Orang tua ku tidak memberi aku ATM.
Tujuannya agar aku bisa pulang kerumah seminggu sekali sekaligus sebagai salah satu cara agar
aku terhindar dari kenakalan remaja saat liburan sekolah. Naik ke kelas dua, lagi-lagi aku
dikeluarkan dari sekolahan. Kali ini tidak memakai surat panggilan. Entah kenapa, kesedihan dan
kehancuran tidak separah yang pernah aku alami saat aku masih SMP, aku sempat berpikir
bahwa itu karena aku sudah mempunyai pengalaman yang sama di jenjang sebelumnya. Arghhh,
ternyata aku salah. Bertahun-tahun setelah itu, perasaan yang pernah aku alami ketika SMP hadir
kembali.

****

Tahun 2014 aku belajar di kampus negeri. Itu adalah pertama kalinya aku bisa masuk ke
perguruan negeri. Dari SD sampai SMA aku selalu gagal untuk bersekolah di perguruan negeri.
“Semua sekolahan sama saja yang paling penting adalah belajarnya”. Kalimat itu yang selalu
diucapkan oleh orang tua ku.

Aku diterima di perguruan tinggi seni. Segalanya tampak baru, baik dimata maupun di
telingaku. Sebagai orang desa dengan pengetahuan dan skil pas-pasan, aku keheranan melihat
orang bisa melukis sebebas itu, aku keheranan melihat orang bermain musik sebebas itu, aku
keheranan melihat tarian sebeba itu, aku serba keheranan. Tidak pernah aku melihat hal seperti
itu sebelumnya. Kondisi itu membuat aku tidak fokus dengan tujuan dan cita-citaku, aku kembali
dikeluarkan dari tempatku belajar. Aku kembali merasakan panas dingin di sekujur tubuh. Aku
mulai mencari alasan untuk kebodohanku dan lagi-lagi, bapak mencoba menenangkanku.

****

Bertahun kemudian, aku sengaja tidak menambahkan tahunnya, karena aku sebenarnya
malas mengingat peristiwa itu. Aku menemukan seorang perempuan yang aku cintai dan
berengseknya, dia juga mencintaiku. Pengetahuan tentang kita adalah sepasang kekasih yang
saling mencintai inilah yang mendasari kehancuranku. Karena banyak hal yang tidak bisa saling
kita toleransi, hubungan kita berakhir.aku kembali hancur. Aku sempat mengira bahwa ini adalah
kehancuranku yang terakhirkali. Sebab saat itu aku merasa seperti tidak akan ada perasaan
hancur yang bisa menyaingi ini. Namun, lagi-lagi seperti biasanya. Aku kembali salah karena.

****

Baru-baru ini aku mengalami kehancuran yang mungkin tidak pernah tergantikan dengan
kehancuran yang lain. Bapakku meninggal disaat cita-citanya yang dititipkan kepadaku dan cita-
citaku yang sedang aku kejar belum bisa menunjukkan wujudnya. Semua masih terasa sangat
jauh.

Disaat semua yang kulakukan hanya ingin kubuktikan kepada bapak dan ibuku. Tiba-tiba
bapak harus segera menghadiri panggilan dari yang maha Agung. “pak, semua masih sama
seperti sedia kala. Anak-anakmu masih tetap berlari ditengah jalan yang telah ia pilih. Mimpi-
mimpimu yang kau titipkan kepada kami masih tetap terjaga dengan baik, semoga sebentar lagi
segera terwujud. Istri-istrimu masih sehat semua. Rutinitasku bertambah satu lagi. Mencari
lelucon untuk menjaga kejenakaan keluarga ini. Baik-baik disana, saat waktu kami tiba juga.
Jangan biarkan kami tidak bisa menemukanmu. Kumohon beri tanda untuk kami, akan kuajak
juga cucu-cucumu. Aku yakin engkau pasti sangat rindu dengan kelucuannya”

Lalu, Apakah kamu pernah merasa kehidupanmu seperti benar-benar hancur?

Mrikiniki wonosari
Januari 2023

Anda mungkin juga menyukai