Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN AGREGAT KOMUNITAS KESEHATAN


POPULASI PENYAKIT KRONIK

MATA AJAR KEPERAWATAN AGREGAT KOMUNITAS

DOSEN PENGAMPU : NS. USMAN M.KEP

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 6

F.B.NYANGKO NIM. PL2321001

WIDYASTUTI MASNIA BEKTI PL2321015

SARI ASTUTI PL2321024

PROGRAM STUDI NERS REKOGNISI PEMBELAJARAN LAMPAU


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN MUHAMMADIYAH
KALIMANTAN BARAT

TAHUN 2024

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat limpahan kasih dan karunia-Nyalah kami dapat menyusun dan
menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik dan selesai tepat pada waktunya.
Adapun judul dari makalah ini adalah “ Asuhan Keperawatan Agregat Komunitas
Kesehatan Populasi Penyakit Kronik”.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Agregat Komunitas. Selain itu, tugas ini diharapkan dapat
memberikan tambahan wawasan dan informasi bagi mahasiswa keperawatan dalam
memberikan Asuhan Keperawatan Agregat Komunitas Kesehatan Populasi
Penyakit Kronik secara komprehensif. Kami selaku penulis tidak lupa untuk
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Almumtahanah, M.Kep selaku koordinator
mata kuliah Keperawatan Agregat Komunitas, dan dkepada Bapak Usman M.Kep
selaku dosen pengampu. Tidak lupa bagi pihak-pihak lain yang telah mendukung
dan memberikan suport dalam penyelesaian makalah ini, kami mengucapkan terima
kasih.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka
dari itu kami membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya membangun potensi
kami, agar kedepannya bisa mengerjakan makalah dengan lebih baik lagi. Semoga
makalah ini dapat memberi azas manfaat bagi para pembaca, dan bagi kami
khususnya sebagai penulis.

Sintang, Februari 2024

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 2
1.4 Manfaat .................................................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian........................................................................................... 4
2.2 Etiologi ............................................................................................... 5
2.3 Fase Penyakit Kronis ......................................................................... 5
2.4 Kategori Penyakit Kronis ................................................................... 6
2.5 Karakteristik (prevalansi dan masalah) .............................................. 6
2.6 Prevalansi Kasus di Indonesia ............................................................ 8
2.7 Manisfestasi ....................................................................................... 9
2.8 Pencegahan......................................................................................... 9
2.9 Penatalaksanaan ................................................................................ 10
2.10 Sifat Penyakit Kronik ........................................................................ 10
2.11 Dampak.............................................................................................. 10
2.12 Respon Klien ..................................................................................... 11
2.13 Program Promkes............................................................................... 12
2.14Tujuan Promkes .................................................................................. 13
BAB III. ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian .......................................................................................... 15
3.2 Merumuskan Masalah Keperawatan .................................................. 16
3.3 Rencana Keperawatan ........................................................................ 17

iii
3.4 Implementasi Keperawatan ................................................................ 18
3.5 Evaluasi Keperawatan ........................................................................ 19
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 20
3.2 Saran ................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 21

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Beberapa dekade terakhir ini kasus penyakit kronik dan terminal, seperti
penyakit kardiovaskuler, kanker, penyakit paru kronik, penyakit ginjal, dan
diabetes melitus (DM).(Abegunde, Mathers, Adam, Ortegon, & Strong, 2007)
cenderung mengalami trend yang semakin meningkat (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2014).Penyakit kronis merupakan permasalahan kesehatan
serius dan penyebab kematian terbesar di dunia. Penyakit kronis merupakan
penyakit yang berkepanjangan dan jarang sembuh sempurna. Pada tahun 2008,
penyakit kronis menyebabkan kematian pada 36 juta orang di seluruh dunia atau
setara dengan 36 % jumlah kematian di dunia (WHO, 2013). Berdasarkan hasil
temuan Riskesdas pada tahun 2013, penyakit kronis merupakan sepuluh penyebab
utama kematian di Indonesia (Kementrian Kesehatan RI, 2013). Penyakit kronik
didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan
gejala-gejala atau kecatatan yang membutuhkan pelaksanaan jangka panjang
(Smeltzer & Bare, 2008). Penyakitkronisdidefinisikanoleh partisipan sebagai penyakit
yang berlangsung terus menerus dan lama penyakit lebih dari 6 bulan, proses
penyembuhan memerlukan waktu yang lama dan membutuhkan proses, seseoran
gdenga npenyakit yang mengkonsumsi obat secara teru smenerus, pasien yang
memiliki nyeri hebat meskipun telah meminum obat nyeri dan mengganggu aktivitas
sehari hari pasien. Hal ini sesuai dengan yang dipaparkan bahwa pada saat individu
dengan penyakit kroni sakan mengalami masalah psikologis berupa perasaan sedih,
putus asa dan ketakutan dalam kehidupannya yang padaakhirnya penderita menjadi
stress dan depresidalamproses pengobatannya(Agustini, 2016)
Penyakit kronis yang merupakan penyakit tidak menular seperti diabetes
melitus dan hipertensi cukup tinggi prevalensi nya. International Diabetic
Federation (IDF) menyatakan bahwa pada tahun 2015 Indonesia menempati
peringkat ketujuh dari 10 negara di dunia dengan penduduk yang menderita
diabetes melitus sebanyak 10 juta penduduk dan diprediksi akan meningkat
menjadi peringkat keenam dengan 16,2 juta penduduk menderita diabetes melitus
pada tahun 2040 (International Diabetes Federation, 2015). Pada saat ini, jumlah

1
pasien diabetes melitus usia lanjut (lansia, berumur >65 tahun) di dunia
diperkirakan mencapai 450 juta orang (7% dari seluruh penduduk dunia), dan nilai
ini diperkirakan akan terus meningkat (WHO,2014).Prevalensi penyakit diabetes
melitus di Indonesia berdasarkan usia, yaitu pada usia 45-54 sebesar 9,70%, usia
55- 64 tahun sebesar 11,10%, dan usia 65-74 tahun sebesar 13,20%. Data Riskesdas
tahun 2013, menunjukan bahwa provinsi D.I Yogyakarta menduduki urutan
keenam dengan prevalensi 3% (Riskesdas, 2013).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal
tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari jantung
dan memompa keseluruh jaringan dan organ–organ tubuh secara terus–menerus
lebih dari suatu periode (Irianto, 2014).Masalah hipertensi di Indonesia cenderung
meningkat. Hasil Riset Kesehatan Dasar (2013), menyebutkan prevalansi
hipertensi di Indonesia berada pada angka kejadian sebesar 31,7%. Prevalansi
hipertensi di Daerah Istimewa Yogyakarta menurut Riskesdas (2013) adalah
sebesar 35,8% atau lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka nasional (31, 7%).
Prevalansi ini menempatkan DIY pada urutan ke -5 sebagai provinsi dengan kasus
hipertensi tertinggi. Dari seluruh jumlah lansia yang ada di Indonesia, penyakit
yang paling banyak diderita yaitu hipertensi (57,6%) (Kementrian Kesehatan
RI,2017). Penderita hipertensi lebih banyak terjadi pada lansia (55 %)
dibandingkanpada pralansia (50%) (Widiana dan Ani,2017).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaianakan asuhan keperawatan agregat komunitas pada penyakit kronik ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui mengenai pemberian Asuhan Keperawatan Agregat
Komunitas Kesehatan Populasi Penyakit Kronik.
1.3.2 Tujuan khusus
a. Mampu menjelaskan pengertian penyakit kronik
b. Mampu menjelaskan karaktiristik dan kondisi kronis (prevalansi
dan masalah)

2
c. Mampu menjelaskan mengenai promosi kesehatan pada penyakit
kronik.
d. Mampu mengimplementasikan askep pada penyakit kronik.

1.4 Manfaat Makalah


1.4.1 Bagi perawat
Dapat dijadikan dasar bagi perawat pelaksana dalam memberikan
Asuhan Keperawatan Agregat Komunitas Kesehatan Populasi Penyakit
Kronik.
1.4.2 Bagi institusi Pendidikan
Diharapkan Hasil penelitian dapat menjadi dasar untuk memperbarui
atau mengintegrasikan materi terkait Asuhan Keperawatan Agregat
Komunitas Kesehatan Populasi Penyakit Kronik dalam kurikulum
keperawatan. Mahasiswa keperawatan dapat belajar tentang strategi
dan intervensi yang efektif untuk meningkatkan pelayanan
keperawatan. Institusi pendidikan keperawatan dapat mengembangkan
modul edukasi yang dapat digunakan oleh perawat atau tenaga
kesehatan lainnya untuk memberikan edukasi kepada pasien.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Pengertian Penyakit Kronis


Penyakit kronik didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah
kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecatatan yang
membutuhkan pelaksanaan jangka panjang (Smeltzer & Bare, 2008). Penyakitk
ronis didefinisikan oleh partisipan sebagai penyakit yang berlangsung terus
menerus dan lama penyakit lebih dari 6 bulan,proses penyembuhan memerlukan
waktu yang lama dan membutuhkan proses, seseorang dengan penyakit yang
mengkonsumsi obat secara terus menerus, pasien yang memilik inyeri hebat
meskipun telah meminum obat nyeri dan mengganggu aktivitas sehari hari
pasien. Hal ini sesuai dengan yang dipaparkan bahwa pada saat individu dengan
penyakit kronis akan mengalami masalah psikologis berupa perasaan sedih,
putus asa dan ketakutan dalam kehidupannya yang pada akhirnya penderita
menjadi stress dan depresi dalam proses pengobatannya(Agustini, 2016).
WHO menjelasakn jika penyakit kronis adalah suatu penyakit yang
akan terjadi dalam kurun waktu panjang. Secara umum, adanya penyakit kronis
akan berkembang dengan cukup lambat. Tak hanya itu saja, pasanya terjadinya
suatu penyakit kronis karena beberapa faktor. Penyakit kronis adalah suatu
penyakit yang diderita dalam kurun waktu lama, yaitu sekitar lebih dari enam
bulan atau bahkan bertahun-tahun. Biasanya penyakit kronis tidak menimbulkan
gejala pada tahap awal, tetapi gejala akan muncul ketika penyakit tersebut mulai
memburuk atau semakin parah.
Penyakit kronis merupakan penyakit dengan ciri bersifat menetap,
menyebabkan ketidak- mampuan pada penderitanya, dan untuk me-
nyembuhkannya penderita perlu melakukan perawatan dalam periode waktu
yang lama (Mayo, 1956 dalam Lubkin & Larsen, 2006).

4
2.3 Etiologi
Penyakit kronis dapat diderita oleh semua kelompok usia,tingkat social
ekonomi, dan budaya .penyakit kronis cenderung menyebabkan kerusakan yang
bersifat permanen yang memperlihatkan adanya penurunan atau menghilangnya
suatu kemampuan untuk menjalankan berbagai fungsi, terutama muskuloskletal
dan organ-organ pengindraan. Ada banyak factor yang menyebabkan penyakit
kronis dapat menjadi kesehatan yang banyak ditemukan hampir diseluruh
negara, diantaranya kemajuan dalam bidang kedokteran modern yang telah
mengarah pada menurunnya angka kematian dari penyakit infeksi dan kondisi
serius lainya, nutrisi yang membaik dan peraturan yang mengatur keselamatan
di tempat kerja yang telah memungkinkan orang hidup lebih lama, dan gaya
hidup yang berkaitan dengan masyarakat modern yang telah meningkatkan
insiden penyakit kronis (Smeltzer& Bare, 2010 )

2.4 Fase Penyakit Kronis


Menurut Smeltzer & Bare (2008) ada sembilan fase dalam penyakit kronis, yaitu
:
1) Fase Pra-trajectory. Individu berisiko terhadap penyakit kronis karena
faktor-faktor genetik atau prilaku yang meningkatkan ketahanan seseorang
terhadap penyakit kronis.
2) Fase Trajectory. Adanya gejala yang berkaitan dengan penyakit kronis. Fase
ini sering tidak jelas karena sedang di evaluasi dan pemeriksaan diagnostic
sering dilakukan. 3)
3) Fase Stabil Terjadi ketika gejala-gejala dan perjalanan penyakit terkontrol.
Aktivitas kehidupan sehari-hari dapat tertangani dalam keterbatasan
penyakit. Terhadap gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. 4)
4) Fase tidak stabil. Periode ketidakmampuan untuk menjaga gejala tetap
terkontrol atau reaktivasi penyakit. Terdapat gangguan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari.

5
5) Fase akut Ditandai dengan gejala-gejala yang berat dan tidak dapat pulih atau
komplikasi yang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk
menanganinya.
6) Fase krisis Ditandai dengan situasi kritis atau mengancam jiwa yang
membutuhkan pengobatan atau perawatan kedaruratan.
7) Fase pulih Pulih kembali pada cara hidup yang diterima dalam batasan yang
dibebani oleh penyakit kronis.
8) Fase penurunan
Terjadi ketika perjalanan penyakit berkembang dan disertai dengan
peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan dalam mengatasi gejala-gejala.
9) Fase kematian
Ditandai dengan penurunan bertahap tahu cepat fungsi tubuh dan
penghentian hubungan individual.

2.5 Kategori
Menurut Christensen et al. ( 2006 ) ada beberapa kategori penyakit
kronis, yaitu seperti dibawah ini: a. Lived with illnesses. Pada kategori ini
individu diharuskan beradaptai dan mempelajari kondisi penyakitnya selama
hidup dan biasanya tidak mengalami kehidupan yang mengancam. Penyakit
yang termasuk dalam kategori ini adalah diabetes ,asma ,arthritis, dan epilepsy.
b. Mortal illnesses. Kategori ini secara jelas kehidupan individu terancam dan
individu yang menderita penyakit ini hanya bisa merasakan gejala-gejala
penyakit dan ancaman kematian. Peyakit dalam kategori ini adalah kanker dan
penyakit kardiokvaskuler . c. At risk illnesses.kategori penyakit ini sangat
berbeda dari dua kategori sebelumnya. Pada kategori ini tidak ditekankan pada
penyakitnya , tetapi pada resiko penyakitnya.penyakit yang termasuk dalam
kategori ini adalah hipertensi dan penyakit yang berhubungan dengan herditas.

2.6 Karakteristik kondisi kesehatan kronis (prevalansi dan masalah)


Meskipun tidak ada konsensus universal mengenai definisi tersebut,
istilah penyakit kronis sering digunakan ketika penyakit tersebut memiliki

6
perjalanan penyakit yang berkepanjangan dan tidak ada pengobatan kuratif, dan
ketika kondisi tersebut berdampak pada kehidupan dan fungsi seseorang serta
memerlukan pemantauan. dan tindakan pengelolaan khusus. Penyakit kronis
termasuk dalam kategori penyakit tidak menular (PTM), yang mencakup
sekelompok besar penyakit, seperti diabetes, hipertensi, stroke, penyakit
jantung, kondisi paru-paru, kanker, dan kondisi kesehatan mental. Istilah ini juga
dapat mencakup penyakit menular tertentu seperti HIV. Penyakit kronis terjadi
sepanjang umur. Karena munculnya pilihan pengobatan baru, perbaikan
manajemen penyakit, dan perbaikan kondisi kehidupan, anak-anak yang
didiagnosis dengan penyakit kronis semakin mampu bertahan hingga dewasa.
Demikian pula, orang-orang yang sebelumnya memiliki umur yang lebih pendek
secara signifikan karena penyakit kronis kini mengalami peningkatan umur
Panjang. Penyakit kronis adalah salah satu tantangan utama terkait kesehatan di
seluruh dunia dan saat ini menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan di
seluruh dunia. Mayoritas kondisi yang berkontribusi terhadap mortalitas dan
morbiditas di negara-negara berpendapatan tinggi seperti Eropa, AS, dan
Australia mencakup penyakit jantung iskemik, stroke, kanker paru-paru, depresi,
diabetes, serta nyeri punggung dan leher. Di negara-negara berpendapatan
rendah seperti negara-negara di Afrika dan negara-negara berpendapatan
menengah seperti Tiongkok, kondisi utama yang berkontribusi terhadap
kematian dan kesakitan adalah stroke, diabetes, dan depresi, serta penyakit
menular seperti diare, HIV, dan malaria, serta cedera lalu lintas.Risiko penyakit
jantung koroner, stroke iskemik, diabetes, dan kanker terus meningkat seiring
dengan meningkatnya indeks massa tubuh (BMI) dan obesitas, yang telah
menjadi masalah kesehatan utama, terutama di negara-negara berpenghasilan
tinggi dan menengah.
Selain itu, Institute for Health Metrics Evaluation melaporkan bahwa
jumlah orang yang menderita penyakit mental relatif besar namun stabil, karena
satu dari empat orang di dunia akan terkena gangguan mental dan neurologis
pada suatu saat dalam hidup mereka. Prevalensi meningkat seiring
bertambahnya usia, namun tingginya tingkat komorbiditas juga dilaporkan

7
terjadi pada populasi usia kerja. Banyak pasien yang datang ke layanan
kesehatan saat ini mempunyai dua atau lebih kondisi kronis. Di Eropa,
diperkirakan multimorbiditas (atau komorbiditas) mempengaruhi hingga 95%
populasi layanan kesehatan primer berusia 65 tahun ke atas. Sekitar 25,5%
populasi Amerika Serikat melaporkan memiliki lebih dari satu kondisi kronis,
dan prevalensinya meningkat menjadi 50% pada orang dewasa berusia 45-65
tahun, dan hingga 81% pada orang dewasa berusia lebih dari 65 tahun. Untuk
orang dewasa di atas 50 tahun, tingkat penyakit kronis multipel akan bervariasi
dari 45% di Tiongkok hingga 71% di Rusia.
Sekitar setengah dari individu dengan kondisi kronis komorbiditas
melaporkan keterbatasan fungsional dan lebih cenderung memiliki kesehatan
yang buruk; oleh karena itu, intervensi yang efektif diperlukan untuk
mengoptimalkan hasil kesehatan di hadapan penyakit kronis. Meskipun
perawatan medis dapat membantu mengurangi gejala dan mencegah komplikasi,
terkadang tidak ada pengobatan yang tersedia. Mengatasi komorbiditas,
termasuk masalah kesehatan mental, menekankan pentingnya mengembangkan
intervensi yang memperhatikan kesehatan seseorang secara keseluruhan.
Intervensi tersebut memerlukan pemahaman terhadap pasien sebagai mitra
kesehatan yang cerdas bersama dengan para profesional dan rekan sejawat.

2.7 Prevalansi Penyakit Kronis Di Indonesia


Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018 menunjukkan
prevalensi PTM mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013,
antara lain kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus, da hipertensi.
Prevalensi kanker naik dari 1,4% (Riskesdas 2013) menjadi 1,8%; prevalensi
stroke naik dari 7% menjadi 10,9%; dan penyakit ginjal kronik naik dari 2%
menjadi 3,8%. Berdasarkan pemeriksaan gula darah, diabetes melitus naik dari
6,9% menjadi 8,5%; dan hasil pengukuran tekanan darah, hipertensi naik dari
25,8% menjadi 34,1%. Kenaikan prevalensi PTM ini berhubungan dengan pola
hidup, antara lain merokok, aktivitas fisik, serta konsumsi buah dan sayur.

8
Beban penyakit kronis di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya.
Indonesia dapat berada di ambang epidemi apabila tidak ada kebijakan dan
kontrol khusus untuk penyakit tidak menular (PTM). Berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar tahun 2018 prevalensi PTM saat ini naik dari tahun survei
tahun 2013, yaitu stroke pada usia >15 (naik 56%), diabetes mellitus (naik 23%),
hipertensi pada usia >18 (32%), dan obesitas (47%).

2.8 Manifestasi
Karakteristik penyakit kronis adalah penyebabnya yang tidak
pasti,memiliki factor resiko yang multiple, membutuhkan durasi yang lama,
menyebabkan kerusakan fungsi atau ketidakmampuan, dan tidak dapat
disembuhkan secara sempurna (Smeltzer & Bare,2010) tanda-tanda lain
penyakit kronis adalah batuk dan demam yang berlangsung lama,sakit pada
bagian tubuh yang berbeda, diare berkepanjangan,kesulitan dalam buang air
kecil, dan warna kulit abnormal ( Heru, 2007 ).

2.9 Pencegahan
Sekarang ini pencegahan penyakit diartikan secara luas.dalam
pencegahan penyakit dikenal pencegahan primer,sekunder,dan tersier (Djauzi,
2009). Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau 11 mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Secara
garis besar upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum (melalui
pendidikan Kesehatan dan kebersihan lingkungan ) dan pencegahan khusus
(ditujukan kepada orang- orang yang mempunyai resiko dengan melakukan
imunisasi ) pencegahan sekunder merupakan upaya untuk menghambat
progresivitas penyakit,,menghindari komplikasi ,dan mengurangi
ketidakmampuan yang dapat dilakukan melalui deteksi dini dan pengobatan
secara cepat dan tepat. Pencegahan tingkat ketiga ini dapat dilakukan dengan
memaksimalkan fungsi organ yang mengalami kecacatan ( Budiarto &
Anggrein, 2007 ).

9
2.10 Penatalaksanaan
Kondisi kronis mempunyai ciri khas dan masalah penatalaksanaan yang
berbeda. Sebagai contoh , banyak penyakit kronis berhubungan. Dengan gejala
seperti nyeri dan keletihan. Penyakit kronis yang parah dan lanjut dapat
menyebabkan kecacatan sampai tingkat tertentu ,yang selanjunya membatasi
partisipasi individu dalam beraktivitas. Banyak penyakit kronis yang harus
mendapatkan penatalaksanaan teraur untuk menjaganya tetap terkontrol, seperti
penyakit gagal ginjal kronis.

2.11 Sifat Penyakit Kronik


Menurut Wristht Le (1987) mengatakan bahwa penyakit kronik
mempunyai beberapa sifat diantaranya adalah :
1) Progresi Penyakit kronik yang semakin lama semakin bertambah parah.
Contoh penyakit jantung.
2) Menetap Setelah seseorang terserang penyakit, maka penyakit tersebut akan
menetap pada individu. Contoh penyakit diabetes melitus .
3) Kambuh Penyakit kronik yang dapat hilang timbul sewaktu -waktu dengan
kondisi yang sama atau berbeda. Contoh penyakit arthritis.

2.12 Dampak
Dampak yang dapat ditimbulkan dari penyakit kronik terhadap l;ien
diantranya (purwanigsih dan kartina,2009) adalah:
1) Dampak psikologis Dampak ini dimanicestikan dalam perubahan perilaku,
yaitu; a. Klien menjadi pasif b. Tergantung c. Kekanak-kanakan d. Merasa
tidak nyaman e. Bingung f. Merasa menderita
2) Dampak somatic Dampak somatic adalah dampak yang ditimbulkan oleh
tubuh karena keadaan penyakitnya.keluhan somatic sesuai dengan
keadaan penyakitnya.
3) Dampak terhadap gangguan seksual Merupakan akibat dari perubahan
fungsi secara fisik (kerusakan organ)dan perubahan secara
psikologis(persepsi klien terhadap fungsi seksual)

10
4) Dampak gangguan aktivitas Dampak ini akan mempengaruhi hubungan
social sehingga huBungan sosial dapat terganggu baik secara total maupun
sebagian.
2.13 Respon Klien
Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon bio-
psiko-sosial- spritual ini akan meliputi respon kehilangan (purwaningsih dan
kartina,2009) :
1. Kehilangan kesehtan Respon yang ditimbulkan dari kehilangan Kesehatan
dapat berupa klien merasa takut cemas dan pandangan tidak realistis,
aktivitas terbatas.
2. Kehilangan kemandirian Respon yang ditimbulkan dari kehilangan
kemandirian dapat ditunjukan melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-
kanakan ,ketergantungan
3. Kehilangan situasi Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-
hari Bersama keluarga
4. Kehilangan rasa nyaman Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat
gangguan fungsi tubuh seperti panas, nyeri,dll
5. Kehilangan fungsi fisik. Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh
seperti klien dengan gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa.
6. Kehilangan fungsi mental Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilngan
fungsi mental seperti klien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat
berkonsentrasi dan berpikir efisien sehingga klien tidak dapat berpikir
secara rasional
7. Kehilangan konsep diri Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya
berubah mencakup bentuk dan fungsi sehingga klien tidak dapat berpikir
secara rasional(bodi image)oeran serta identitsnya hal ini dapat akan
mempengaruhi idealism diri dan harga diri rendah
8. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga

11
2.14 Program Promosi Kesehatan Pada Penyakit Kronis
Menurut Larsen, promosi kesehatan pada penyakit kronis melibatkan
“upaya untuk menciptakan gaya hidup sehat dan lingkungan yang sehat untuk
mencegah kondisi sekunder, termasuk mendidik individu untuk memenuhi
kebutuhan perawatan kesehatannya, meningkatkan kesempatan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari dan mengupayakan hasil
yang optimal. kesehatan. Kondisi sekunder ini mungkin mencakup masalah
medis, sosial, emosional, mental, keluarga, atau komunitas yang mungkin
dialami oleh individu dengan kondisi kronis atau disabilitas (hal. 367).”
Meskipun pengobatan dan perawatan profesional sangat penting, pasien
mempunyai peran penting dalam mempelajari sebanyak mungkin kondisi
mereka dan terlibat dalam pengelolaan penyakit mereka, dalam pencegahan
kekambuhan di masa depan dan dalam upaya promosi kesehatan. Hal ini
termasuk mengambil bagian dalam komunikasi dengan profesional kesehatan
mengenai masalah kesehatan serta upaya untuk menghindari faktor risiko seperti
gizi buruk, kurang aktivitas fisik, merokok, penyalahgunaan alkohol, dan isolasi
sosial, karena faktor risiko yang sama dapat menyebabkan penyakit kronis.
kondisi ini juga dapat memperburuk keadaan.
Menurut WHO, promosi kesehatan adalah proses mengupayakan
individu-individu dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka
mengandalkan factor-faktor yang mempengaruhi kesehatan sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatannya. Adapun program promosi Kesehatan yang
telah dicanangkan pemerintah yaitu :
a. Program Deteksi Dini Faktor Risiko PTM di POSBINDU
b. Program Gerakan Nusantara Tekan Angka Obesitas (GENTAS)
c. Program Pelayanan Terpadu (PANDU) PTM
d. Program Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Sekolah
e. Program Layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM)
f. Program Deteksi Dini Kanker
g. Program Pengendalian Thalasemia
h. Program Deteksi Dini dan Rujukan Kasus Katarak

12
i. Program Layanan Kesehatan Inklusi Disabilitas

2.15 Tujuan Promosi Kesehatan

Tujuan promosi kesehatan adalah meningkatkan kemampuan baik


individu, keluarga, kelompok dan masyarakat agar mampu hidup sehat dan
mengembangkan upaya kesehatan yang bersumber masyarakat serta
terwujudnya lingkungan yang kondusif untuk mendorong terbentuknya
kemampuan tersebut (Notoatmodjo, 2012). Menurut (Machfoedz, et al.,
2005), Promosi kesehatan merupakan proses perubahan, yang bertujuan
mengubah individu, kelompok dan masyarakat menuju hal-hal yang positif
secara terencana melalui proses belajar. Perubahan tersebut mencakup antara
lain pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui proses promosikeseahatan.
Adapun tujuan promosi jangka panjang adalah terciptanya perilaku sehat dan
tujuan jangka menengah adalah terciptanya pengertian, sikap, norma, dan
sebagainya. Sedangkan tujuan jangka pendek ialah tentang jangkauan
kelompok sasaran atau bisa juga menyangkut terlaksananya kegiatan-kegiatan
penyuluhan.
Menurut Kemenkes (2011) tujuan promosi kesehatan
memungkinkan individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan
meningkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang jelas mengenai
pemberdayaan diri sendiri. Proses pemberdayaan tersebut dilakukan
dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat serta sesuai dengan sosial
budaya setempat. Demi mencapai derajat kesehatan yang sempurna,
baik dari fisik, mental maupun sosial, masyarakat harus mampu
mengenal dan mewujudkan aspirasi dan kebutuhannya, serta mampu
mengubah atau mengatasi lingkungannya. Adapun secara rinci tujuan
promosi kesehatan adalah :
a. Tersedianya acuan secara berjenjang bagi pengelola program untuk dapat
menyelenggarakan program P2PTM secara optimal.
b. Tercapainya kesinambungan penyelenggaraan program.

13
c. memacu kemandirian masyarakat dalam pencegahan dan
penanggulangan PTM
d. untuk menurunkan kejadian penyakit tidak menular (PTM)
e. meningkatkan kualitas hidup sehat masyarakat yang berada di semua
tatanan.

14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN PENYAKIT KRONIK : DIABETES MELLITUS

3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar dari proses keperawatan. Data
diperoleh dari wawancara dengan pasien, keluarga dan dokumentasi
a. Identitas Klien yang meliputi nama, ttl, jenis kelamin, alamat, rekam
medik pasien.
b. Keluhan utama
Berdasarkan teori menurut Menurut PER KENI (2011), untuk
menentukan diagnosis diabetes melitus pada pasien yaitu dengan kadar
gula darah puasa > 126 mg/dl dan pada tes gula darah sewaktu >200
mg/dl.
c. Keluhan saat dikaji
(Manurung 2018), penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu
relative singkat harus menimbulkan kecurigaan, hal ini disebabkan
glukosa dalam darah tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel
kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. untuk
kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain
yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya pasien kehilangan lemak dan otot
sehingga menjadi kurus.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji riwayat kesehatan terdahulu apakah pasien sebelumnya sudah penah
menderita penyakit yang sama atau penyakit lain yang dapat menegakan
progrosis penyakit klien.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji riwayat kesehatan keluarga, kemungkinan ada keluarga terdekat
yang menderita penyakit yang sama atau penyakit yang diderita klien saat
ini karena adanya faktor genetik.
f. Riwayat psikososial

15
Kaji riwayat psikososial pasien terhadap penyakit yang diderita saat ini,
apakah berpengaruh terhadap kegiatan baik psikis maupun sosial klien.
g. Pemeriksaan fisik
Menurut Riyadi (2008) pemeriksaan fisik pada penderita diabetes antara
lain: status penampilan kesehatan: biasanya yang sering muncul adalah
kelemahan fisik, tanda-tanda vital: hipertensi (karena peningkatan
viskositas darah oleh glukosa sehingga terjadi peningkatan tekanan pada
dinding pembuluh darah dan beresiko terbentuknya plak pada pembuluh
darah. Kondisi ini terjadi pada fase diabetes melitus yang sudah lama atau
penderita yang memeng mempunyai bakat hipertensi). Berat badan:
melalui penampilan atau pengukuran, biasanya kurus (pada diabetes
melitus pada fase lanjutan dan lama tidak mengalami terapi), gemuk
(pada fase awal penyakit tau penderita lanjutan dengan pengobatan yang
rutin dan pola makan yang masih tidak terkontrol).
h. Pemeriksaan penunjang
Untuk menegakkan diagnosis seseorang terkena diabetes mellitus atau
tidak, maka dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :
 Gula darah puasa.
 Gula darah 2 jam setelah konsumsi glukosa 75 gram.
 HbA1c

3.2 Diagnosa
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia ( SDKI ) tahun
2017, diagnosa yang muncul pada hasil penelitian dan observasi yaitu sebanyak
3.
1) diagnosa keperawatan diantaranya ketidakstabilan kadar glukosa darah
berhubungan dengan hiperglikemia.
Pada diagnosis keperawatan pertama, ketidakstabilan kadar glukosa darah
berhubungan dengan hiperglikemia, ditandai dengan data subjektif pasien
mengatakan sering merasa haus, pasien mengatakan sering buang air kecil,
pasien mengeluh nafsu makannya menurun, pasien mengatakan badan

16
terasa lemah dan letih dan data objektif pasien tampak lemah, GDR : 424
mg/dl, memiliki riwayat diabetes.
2) defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien,
dan data objektif membran mukosa pasien tampak pucat dan kering,
konjungtiva pasien tampak anemis, IMT pasien berada dalam kategori
kurus, pasien mengalami penurunan BBdalam tiga bulan terakhir.
3) keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis.
pada diagnosis keperawatan ketiga, keletihan berhubungan dengan
kondisifisiologis ditandai dengan data subjektif pasien mengatakan badan
terasa lemah dan letih dan data objektif pasien tampak lemas, pasien tampak
mengantuk, aktivitas pasien tampak dibantu keluarga, GDR : 424 mg/dl.

3.3 Intervensi Keperawatan


1) Rencana keperawatan pada diagnosis ketidakstabilan kadar glukosa darah
berhubungan dengan hiperglikemia dapat mengidentiikasi factor resiko,
dengan kriteria hasil kestabilan kadar glukosa darah: tidak ada mengantuk,
tidak ada pusing, tidak ada lesu/lelah, tidak ada keluhan lapar, tidak ada
keluhan haus, kadar glukosa dalam darah dalam rentang normal kadar,
kadar glukosa dalam urine dalam rentang normal dan palpitasi membaik
.Kontrol resiko : menunjukkan kemampuan mengidentifikasi faktor resiko
meningkat, kemampuan melakukan strategi control resiko meningkat,
kemampuan modifikasi gaya hidup meningkat, kemampuan menghindari
factor resiko meningkat, dan adanya penggunaan fasilitas kesehatan.
Kontrol resiko : menunjukkan kemampuan mengidentifikasi faktor resiko
meningkat, kemampuan melakukan strategi control resiko meningkat,
kemampuan modifikasi gaya hidup meningkat, kemampuan menghindari
factor resiko meningkat, dan adanya penggunaan fasilitas kesehatan.
Rencana tindakan meliputi manajemen hiperglikemi yaitu observasi :
identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemi, monitor kadar glukosa
darah monitor tanda dan gejala hiperglikemi, kadar glukosa darah,
elektorlit, tekanan darah ortostatik dan frekuensi. Terapeutik : berikan

17
asupan cairan oral, konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada atau memburuk. Edukasi : anjurkan menghindari
olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dl, anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan olahraga, ajarkan pengelolaan diabetes. kolaborasi:
kolaborasi pemberian insulin, kolaborasi pemberian cairan. Identifikasi
resiko yaitu observasi: identifikasi resiko biologis, lingkungan maupun
perilaku, dan identifikasi risiko secara berkala. Terapeutik: tentukan metode
pengobatan resiko yang baik dan ekonomis, dan lakukan pengelolaan resiko
secara efektif.
2) Rencana keperawatan yang akan dilakukan pada pasien dengan diagnosis
defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
intervensi yang direncanakan yaitu : mengidentifikasi perubahan berat
badan, mengidentifikasi pola makan (mis : kesukaan/ketidaksukaan
makanan cepat saji), memonitor warna konjungtiva, memonitor asupan oral,
memonitor hasil laboratorium, menjelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan, menganjurkan pasien terkait dengan kebutuhan diet untuk
kondisi sakit, pastikan diet yang mencakup makanan tinggi kandungan serat
untuk mencegah konstipasi.
3) Rencana keperawatan yang akan dilakukan pada pasien dengan diagnosis
keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis intervensi yang
direncanakan yaitu : memonitor tanda tanda vital, mengidentifikasi fungsi
tubuh yang mengakibatkan kelelahan, memonitor kelelahan fisik dan
emosional, memonitor pola makan dan jam tidur, menganjurkan
menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang,
menganjurkan melakukan aktivitas secara bertahap, menganjurkan
meningkatkan asupan makanan.

3.4 Implementasi
1) Rencana keperawatan yang akan dilakukan pada pasien dengar diagnosis
keletihan berhubungan dengan kondisi fisiologis intervensi yang
direncanakan yaitu : memonitor tanda tanda vital, mengidentifikasi fungsi

18
tubuh yang mengakibatkan kelelahan, memonitor kelelahan fisik dan
emosional, memonitor pola makan dan jam tidur, menganjurkan
menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang,
menganjurkan melakukan aktivitas secara bertahap, menganjurkan
meningkatkan asupan makanan.
2) Implementasi keperawatan yang dilakukan berkaitan dengan diagnosa pada
diagnosa defisit nutrisi yang berhubungan dengan ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien, tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu
mengidentifikasi perubahan berat badan pasien, mengetahui kesukaan
pasien mengonsumsi makanan dari luar rumah sakit, memonitor warna
konjongtiva pasien : anemis, memonitor hasil laboratorium pasien,
memberikan obat rinitidine 2x1 amp secara iv menganjurkan pasien terkait
dengan kebutuhan diet untuk kondisi sakit, pastikan diet yang mencakup
makanan tinggi kandungan serat untuk mencegah konstipasi.
3) Implementasi keperawatan yang dilakukan berkaitan dengan diagnosa pada
diagnosa keletihan yang berhubungan dengan kondisi fisiologis tindakan
keperawatan yang dilakukan yaitu mengkaji status fisiologis pasien,
menganjurkan pasien untuk melakukan latihan jasmani secara bertahap dan
teratur, berjalan – jalan di sekiitar ruangan, memonitor intake asupan nutrisi
pasien.

3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk
mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai. Evaluasi ini
dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir yang teramati dengan
tujuan dan kriteria hasil yang dibuat dalam rencana keperawatan.

19
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
WHO menjelasakn jika penyakit kronis adalah suatu penyakit yang akan
terjadi dalam kurun waktu panjang. Secara umum, adanya penyakit kronis akan
berkembang dengan cukup lambat. Tak hanya itu saja, pasanya terjadinya suatu
penyakit kronis karena beberapa faktor. Penyakit kronis adalah suatu penyakit
yang diderita dalam kurun waktu lama, yaitu sekitar lebih dari enam bulan atau
bahkan bertahun-tahun. Biasanya penyakit kronis tidak menimbulkan gejala
pada tahap awal, tetapi gejala akan muncul ketika penyakit tersebut mulai
memburuk atau semakin parah. Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai
suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang
ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi
insulin. Tatalaksana yang benar pada penyakit kronik seperti DM, akan
membantu meningkatkan kualitas hidup pasien, dan peranan penting perawat
dalam membantu klien untuk dapat segera pulih baik secara fisik maupun psikis
klien.

3.2 Saran
3.2.1 Bagi Profesi Keperawatan
Diharapkan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan dalam bidang
keperawatan khususnya tatalaksana terhadap penyakit kronik dan
asuhan keperawatan agregat komunitas penyakit kronik : DM.
3.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan agar dapat memfasilitasi mahasiswa terhadap sumber-
sumber referensi yang terkini. Dan referensi dalam asuhan keperawatan
pada penyakit kronik : DM.

20
DAFTAR PUSTAKA

Alimatul, H. A. A. (2014). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik


Analisis Data. Jakarta Selatan: Salemba Medika.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013).
Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Keenam .Singapore:
Elseiver.Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013).
Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran Outcome Kesehatan
Edisi Kelima .Singapore: Elseiver.NANDA. (2017). NANDA-I Diagnosis
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.Jakarta: EGC.
Dewey, Jhon. 2003. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan . Jakarta: PT Raja
GrafindoPersada
Hipertensi Penyakit Paling Banyak Diidap Mayarakat . Kemenkes RI. 2018.
Hasil Utama Riskesdas 2018 Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Dharma, K.K. 2011.
Huang, I. (2016). Patofisiologi dan Diagnosis Penurunan Kesadaran pada
Penderita Diabetes Melitus. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Pelita
Harapan,Tangerang.JournalofHelathEducation.
Ihsan, Fuad H. 2005. Dasar-dasar kependidikan . Jakarta: PT Rineka Cipta
Joyce M. Black, & Jane Hokanson Hawks (2014). Keperawatan Medikal
Bedah (edisi 8). Singapore : Elsevier Pte Ltd.
Kemenkes, R. (2017). Profile Kesehatan Indonesia Tahun 2017. Ministry of
Health Indonesia. https://doi.org/10.1002/qj
Kemenkes. (2016). PTM Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak
Menular di Indonesia.
Kepatuhan Konsumsi Obat Pasien Hipertensi Pengukuran dan Cara
Meningkatkan Kepatuhan. Gresik: Granit Kemenkes RI. 2018.
Kurniati Amelia, et all. (2013). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana
Sheehy. Singapore : ELSEVIER
Metodologi Penelitian Keperawatan Panduan Melaksanakan Dan Menerapkan
Hasil Penelitian, (2023). Jakarta: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

21
Mosby: Elseiver.Smeltzer, Suzanne.C, Brenda.G.B., (2014). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC. Dinkes.
2019.
Nies, M. A. & McEwen, M. (2016). Keperawatan Kesehatan Komunitas dan
Keluarga
Profil Kesehatan Kalimantan Barat . Pontianak: Dinas Kesahatan Dinkes.
2019.
Profil Kesehatan Kota Pontianak . Pontianak: Dinas Kesehatan Ernawati, Dkk.
2020.

22

Anda mungkin juga menyukai