Anda di halaman 1dari 14

TUGAS PAPER

MEMAHAMI DAMPAK STUNTING PADA KESEHATAN DAN PERKEMBANGAN


ANAK SEJAK DINI

Dosen Pengampuh : Prof. Dr. H. Ruslan Majid, M.Kes


Disusun Oleh:

Dinda Putri Aprilia J1A122022


Fitri Hajra Pandiana J1A122030
Hajratul Asfa J1A122032

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALUOLEO
2023
ABSTRAK

Stunting adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD), ditandai dengan
terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tinggi
badan yang normal dan sehat sesuai usia anak. Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan
merupakan penyebab tidak langsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan
perkembangan janin. Saat ini Indonesia masih mengalami kasus masalah gizi serius yang
ditunjukkan oleh tingginya prevalensi stunting (anak pendek) pada anak balita, yaitu masih
sebesar 37,2 persen. Anak yang menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang
lebih pendek saja, tetapi juga pada kecerdasan, kinerja, dan produktivitas. Maka dari itu perlu
diadakan dan diperhatikan upaya untuk mencegah stunting. Upaya perbaikan harus meliputi
upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara langsung (intervensi gizi spesifik)
dan upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara tidak langsung (intervensi gizi
sensitif).

Kata kunci: stunting, faktor gizi, pencegahan stunting

I. PENDAHULUAN

Pembangunan manusia mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan


bangsa. Semakin baik kualitas manusia dalam suatu bangsa, maka bangsa tersebut akan
semakin produktif dan kompetitif. Salah satu faktor penting dalam pembangunan manusia
adalah terpenuhinya gizi yang cukup dan seimbang pada setiap insan, mengingat kecukupan
gizi tersebut akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik, perkembangan mental,
kecerdasan, kualitas kerja, dan produktifitas ekonomi masyarakat.

Pembangunan manusia harus dilakukan sejak lahir ke dunia, karena anak usia dini
merupakan individu yang sedang mengalami proses perkembangan yang akan berlangsung
sepanjang hidupnya. Pada masa pertumbuhan anak, dibutuhkan asupan gizi yang baik sejak
anak berada dalam kandungan. Selain itu, periode emas pada anak sebaiknya dapat diberikan
asupan gizi dengan baik agar terhindar dari masalah-masalah gizi yang dapat menghambat
perkembangannya di masa depan. Indonesia masih mengalami masalah gizi yang belum
dapat ditanggulangi dengan baik, masalah gizi yang dihadapi Indonesia saat ini terbagi dalam
3 bentuk, yaitu: sudah dapat dikendalikan, yang belum selesai, dan ancaman baru. Masalah
yang sudah dapat dikendalikan diantaranya, kekurangan vitamin A (KVA) dan gangguan
akibat kekurangan Iodium (GAKI). Masalah yang belum selesai yaitu, tingginya prevalensi
anak balita Stunting (pendek) yang menjadi prioritas bagi Kemenkes (Kementrian
Kesehatan). Sedangkan masalah gizi yang menjadi ancaman baru yaitu, masalah gizi lebih
atau kegemukan. Di Indonesia, hampir 4 dari 10 anak berusia di bawah lima tahun
mengalami hambatan pertumbuhan berupa stunting (pendek). Dalam paper ini, akan dibahas
tentang masalah gizi di Indonesia yang belum selesai dan menjadi prioritas, yaitu Stunting.

Menurut Wahdah dkk dalam Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia (2015; 119-130),
salah satu masalah gizi yang berdampak buruk terhadap kualitas hidup anak dalam mencapai
tumbuh kembang yang optimal sesuai potensi genetiknya adalah stunting. Pengetahuan yang
kurang dapat menjadikan pola asuh ibu kurang sehingga mempengaruhi kejadian stunting
pada balita.

Stunting adalah suatu kondisi pada seorang yang memiliki panjang atau tinggi badan
kurang jika dibandingkan dengan umurnya. (Oktavia, 2020). Stunting adalah kondisi tinggi
badan seseorang lebih pendek dibanding tinggi badan orang lain pada umunya atau yang
seusia (Atikah, Rahayu, 2018). Kasus stunting merupakan permasalahan global dan tidak
hanya terjadi di Indonesia. Menurut (Hoffman et al, 2000; Bloem et al, 2013). Stunting
merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat akumulasi ketidak
cukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan (Mustika
& Syamsul, 2018).

Tinggi badan merupakan salah satu jenis pemeriksaan antropometri dan menunjukkan
status gizi seseorang. Adanya stunting menunjukkan status gizi yang kurang (malnutrisi)
dalam jangka waktu yang lama (kronis). Masalah malnutrisi di Indonesia merupakan masalah
kesehatan yang belum bisa diatasi sepenuhnya oleh pemerintah. Hal ini terbukti dari data-
data survei dan penelitian seperti Riset Kesehatan Dasar (2018) yang menyatakan bahwa
prevalensi stunting severe (sangat pendek) di Indonesia adalah 19,3%, lebih tinggi dibanding
tahun 2013 (19,2%) dan tahun 2007 (18%).

Dari hasil Studi status gizi Indonesia (SSGI) yang dilaksanakan tahun 2019 prevlensi
stunting di Indonesia sebesar 27,6% . Sedangkan di Provinsi Bali sebesar 14,4% dan jika
melihat persentase stunting di provinsi Bali tahun 2020 sebesar 6,1%, Persentase di
kabupaten Jembrana (2,3%), Tabanan (8,0%), Badung (6,1), Gianyar (4,8), Klungkung
(7,3%), Bangli (6,3%), Karangasem (10,8%), Buleleng (7,2%), dan Denpasar (1,5%).
Persentase stunting di provinsi Bali mengalami penurunan bila dibandingkan hasil Riskesdas
2018 dan studi status gizi indonesia (SSGI) 2019 (Provinsi Bali, 2020).
Torlesse H,.2016 menyatakan Stunting merupakan masalah kesehatan yang harus
diperhatikan dan ditangani sejak dini, karena berdampak sangat panjang untuk kehidupan
seseorang. Kejadian stunting merupakan suatu proses komulatif yang terjadi sejak kehamilan,
masa kanak – kanak dan sepanjang siklus kehidupan. (Boucot & Poinar Jr., 2018). Stunting
juga akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit degeneratif di usia dewasa.

Beberapa studi menunjukkan dampak akibat stunting adalah penurunan prestasi


akademik, meningkatkan risiko obesitas, lebih rentan terhadap penyakit tidak menular dan
peningkatan risiko penyakit degeneratif. Stunting patut mendapat perhatian lebih karena
dapat berdampak bagi kehidupan seorang, terutama risiko gangguan perkembangan fisik dan
kognitif apabila tidak segera ditangani dengan baik.

Pengalaman dan bukti Internasional menunjukkan bahwa dapat menghambat


pertumbuhan ekonomi dan menurunkan produktivitas pasar kerja, sehingga mengakibatkan
hilangnya 11% GDP (Gross Domestic Products) serta mengurangi pendapatan pekerja
dewasa hingga 20% (Atikah, Rahayu, 2018). Pencegahan stunting penting dilakukan sedini
mungkin untuk menghindari dampak jangka panjang yang merugikan. Upaya pencegahan
stunting secara dini harus dilakukan supaya wanita usia subur yang akan mempersiapkan
kehamilan sehingga 1000 hari pertama kehidupan (HPK) anak berhasil dipersiapkan dengan
baik

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan, sebagai berikut:


(1) Apa pengertian stunting?; (2) Apa saja penyebab stunting?; (3) Bagaimana karakteristik
dan dampak stunting pada anak?; (4) Apa saja upaya dan program yang dapat dilakukan
untuk menanggulangi stunting?
II. PEMBAHASAN

Pengertian Stunting

Nurlienda (2016) menjelaskan stunting (pendek) atau yang disebut tinggi badan
perpanjang badan terhadap umur yang rendah digunakan sebagai indikator malnutrisi kronis
yang menggambarkan riwayat kurang gizi anak dalam jangka waktu lama.

Sedangkan dalam jurnal WHO (2014) melaporkan tentang World Health Assembly
(WHA) yang dilaksanakan pada tahun 2012 yang dijelaskan bahwa stunting (pendek) pada
balita adalah salah satu yang paling signifikan hambatannya untuk pembangunan manusia,
secara global mempengaruhi sekitar 162 juta anak di bawah usia 5 tahun. Selanjutnya, dalam
jurnal WHO (2014) yaitu, WHA Global Nutrition Targets 2025: Stunting Policy Brief
menyatakan bahwa stunting adalah masalah umum yang terjadi pada anak-anak di dunia.
Stunting adalah keadaan tubuh yang sangat pendek hingga melampaui defisit 2SD di bawah
median panjang atau tinggi badan populasi berdasarkan standar dari World Health
Organization (WHO).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang


Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan sangat pendek
adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau
Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan
severely stunted (sangat pendek). Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang balita
sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya
berada di bawah normal.

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli yang telah dipaparkan diatas, dapat
disimpulkan bahwa stunting adalah kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dan
kurangnya gizi pada anak yang ditandai dengan terlambatnya pertumbuhan anak sehingga
mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia
anak pada umumnya.

Penyebab Munculnya Stunting

Kondisi stunting ini terjadi bukan karena keturunan namun karena masalah
kekurangan gizi dalam jangka waktu cukup lama terutama sejak dalam kandungan hingga
berumur 2 tahun (1000 hari pertama kehidupan). Periode sampai dengan umur 2 tahun ( 270
hari selama kehamilan dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi) inilah yang menjadi
penentu tingkat pertumbuhan seseorang (masa emas kehidupan).

Menurut Adriani (2012) mengungkapkan bahwa kejadian stunting pada anak


merupakan suatu proses kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan
sepanjang siklus kehidupan. Pada masa ini merupakan proses terjadinya stunting pada anak
dan peluang peningkatan stunting terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan. Faktor gizi ibu
sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak langsung yang memberikan
kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin.

Kusuma, dalam artikel Ilmu Gizi Universitas Diponegoro (2013), mengatakan bahwa
banyak faktor yang mempengaruhi stunting, diantaranya adalah panjang badan lahir, status
ekonomi keluarga, tingkat pendidikan dan tinggi badan orang tua. Panjang badan lahir
pendek merupakan salah satu faktor risiko stunting pada balita. Panjang badan lahir pendek
bisa disebabkan oleh faktor genetik yaitu tinggi badan orang tua yang pendek, maupun karena
kurangnya pemenuhan zat gizi pada masa kehamilan.

Selain panjang badan lahir dan tinggi badan orang tua, Kusuma (2013) juga
menjelaskan jika status ekonomi keluarga dan pendidikan orang tua juga merupakan faktor
risiko kejadian stunting pada balita. Status ekonomi keluarga dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain pekerjaan orang tua, tingkat pendidikan orang tua dan jumlah anggota
keluarga. Status ekonomi keluarga akan mempengaruhi kemampuan pemenuhan gizi
keluarga maupun kemampuan mendapatkan layanan kesehatan. Anak pada keluarga dengan
tingkat ekonomi rendah lebih berisiko mengalami stunting karena kemampuan pemenuhan
gizi yang rendah, meningkatkan risiko terjadinya malnutrisi. Tingkat pendidikan orang tua
akan berpengaruh terhadap pengetahuan orang tua terkait gizi dan pola pengasuhan anak,
dimana pola asuh yang tidak tepat akan meningkatkan risiko kejadian stunting.

Dari beberapa paparan penyebab terjadinya stunting oleh para ahli yang telah
dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab utama kejadian stunting pada anak
meliputi faktor gizi ibu selama kehamilan, faktor ekonomi dan pengetahuan orang tua yang
rendah terhadap pentingnya gizi juga sangat mempengaruhi resiko terjadinya stunting.

Karakteristik Stunting pada Anak


Adriani (2012) menjelaskan tentang beberapa karakteristik anak stunting sebagai berikut:

1. Anak yang stunting, pada usia 8-10 tahun lebih terkekang/tertekan (lebih pendiam,
tidak banyak melakukan eye-contact) dibandingkan dengan anak non-stunting jika
ditempatkan dalam situasi penuh tekanan.
2. Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah 5cm/tahun decimal.
3. Tanda tanda pubertas terlambat (payudara, menarche, rambut pubis, rambut ketiak,
panjangnya testis dan volume testis.
4. Wajah tampak lebih muda dari umurnya.
5. Pertumbuhan gigi yang terlambat.

Untuk mengetahui bagaimana anak dapat disebut stunting dapat dilakukan identifikasi
atau diagnosa awal (hal ini biasa dilakukan di Posyandu), sebagai berikut:

1. Mengetahui status gizi anak berdasarkan indeks antropometri panjang badan menurut
umur (PB/U) untuk usia 0-24 bulan, sebagai berikut:

2. Setelah mengetahui rata-rata panjang badan anak berdasarkan tabel di atas,


selanjutnya dapat dikategorikan pada tabel indeks di bawah ini:
Dampak Stunting bagi Anak

Kusuma dalam artikel Ilmu Gizi Universitas Diponegoro (2013), mengatakan bahwa
Stunting pada balita perlu menjadi perhatian khusus karena dapat menghambat
perkembangan fisik dan mental anak. Stunting berkaitan dengan peningkatan risiko kesakitan
dan kematian serta terhambatnya pertumbuhan kemampuan motorik dan mental. Balita yang
mengalami stunting memiliki risiko terjadinya penurunan kemampuan intelektual,
produktivitas, dan peningkatan risiko penyakit degeneratif di masa mendatang.

Menurut laporan UNICEF Indonesia (2012) menjelaskan beberapa fakta terkait stunting
dan dampaknya adalah sebagai berikut:

1. Stunting pada anak-anak akan menjadikan defisit jangka panjang dalam


perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara optimal di
sekolah, dibandingkan anak-anak dengan tinggi badan normal. Hal ini memberikan
konsekuensi terhadap kesuksesan anak dalam kehidupannya dimasa yang akan
datang.
2. Stunting akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembanangan anak.
3. Anak stunting dapat mengalami kegagalan pertumbuhan yang berlanjut pada masa
remaja dan kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunting dan
mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan produktivitas, sehingga
meningkatkan peluang melahirkan anak dengan BBLR.

Sedangkan WHA (2012) dalam jurnalnya menjelaskan jika stunting memiliki efek
jangka panjang pada individu dan masyarakat, termasuk: berkurangnya kognitif dan
perkembangan fisik, mengurangi kapasitas produktif dan kesehatan yang buruk, dan
peningkatan risiko penyakit degeneratif seperti diabetes. Jika kecenderungan ini terus
berlanjut, proyeksi menunjukkan bahwa 127 juta anak di bawah 5 tahun akan akan terhambat
pada tahun 2025. Oleh karena itu, sebagai investasi lebih lanjut dan tindakan yang diperlukan
untuk 2025, WHA menargetkan untuk mengurangi jumlah balita stunting di dunia menjadi
100 juta.

Kesimpulannya, dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada
penderita stunting, dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak,
kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh.
Sedangkan dalam jangka panjang yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan
kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko
tinggi untuk munculnya penyakit, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat
pada rendahnya produktivitas ekonomi.

Kasus Stunting di Indonesia

Sardjoko dalam Ermarini, dkk (2016:25) mengatakan bahwa dalam Riskesdas (2013)
diperoleh data yang menjelaskan jika saat ini Indonesia masih mengalami masalah gizi serius
yang ditunjukkan oleh tingginya prevalensi stunting (anak pendek) pada anak balita, yaitu
masih sebesar 37,2 persen. Oleh karena itu, Target penurunan prevalensi stunting (pendek
dan sangat pendek) pada anak baduta (dibawah 2 tahun) adalah menjadi 28 persen (RPJMN,
2015–2019). Seperti ditunjukkan dalam grafik di bawah ini:

Selain itu, data dari badan kesehatan dunia seperti WHO (World Health Organization)
memberitakan dalam website resminya bahwa diperkirakan terdapat 162 juta balita pendek
pada tahun 2012, jika tren berlanjut tanpa upaya penurunan, diproyeksikan akan menjadi 127
juta pada tahun 2025. Stunting banyak terjadi di negara-negara miskin dan berkembang
dibuktikan dengan perolehan data yang mengatakan bahwa sebanyak 56% anak pendek hidup
di Asia dan 36% di Afrika yang sebagian besar negara pada dua benua tersebut adalah negara
miskin dan berkembang (www.who.int).

Upaya dan Layanan Penanggulangan Untuk Mengatasi Stunting

Dalam upaya untuk menurunkan angka stunting di Indonesia, Kemenkes melalui


Infodatin (2016) mencanangkan bahwa pembangunan kesehatan Indonesia dalam periode
tahun 2015-2019 difokuskan pada empat program prioritas yaitu penurunan angka kematian
ibu dan bayi, penurunan prevalensi balita pendek (stunting), pengendalian penyakit menular
dan pengendalian penyakit tidak menular. Upaya peningkatan status gizi masyarakat
termasuk penurunan prevalensi balita pendek menjadi salah satu prioritas pembangunan
nasional yang tercantum di dalam sasaran pokok Rencana Pembangunan jangka Menengah
Tahun 2015-2019.

Upaya perbaikan harus meliputi upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan
secara langsung (intervensi gizi spesifik) dan upaya untuk mencegah dan mengurangi
gangguan secara tidak langsung (intervensi gizi sensitif). Intervensi gizi spesifik umumnya
dilakukan di sektor kesehatan, namun hanya berkontribusi 30%, sedangkan 70% nya
merupakan kontribusi intervensi gizi sensitif. Berikut paparan dari masing-masing upaya,
diantaranya:

a. Upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara langsung (intervensi gizi
spesifik)
Upaya intervensi gizi spesifik untuk balita pendek difokuskan pada kelompok
1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu Ibu Hamil, Ibu Menyusui, dan Anak 0-
24 bulan, karena penanggulangan balita pendek yang paling efektif dilakukan pada
1.000 HPK. Periode 1.000 HPK meliputi yang 270 hari selama kehamilan dan 730
hari pertama setelah bayi yang dilahirkan telah dibuktikan secara ilmiah merupakan
periode yang menentukan kualitas kehidupan. Oleh karena itu periode ini ada yang
menyebutnya sebagai "periode emas", "periode kritis", dan Bank Dunia (2006)
menyebutnya sebagai "window of opportunity".
b. Upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara tidak langsung (intervensi
gizi sensitif).
Upaya intervensi gizi sepesifik melibatkan berbagai sektor seperti ketahanan
pangan, ketersediaan air bersih dan sanitasi, penanggulangan kemiskinan, pendidikan,
sosial, dan sebagainya.

Berdasarkan dua jenis upaya perbaikan stunting tersebut, Adriani (2012) menjelaskan
bahwa upaya penanggulangan stunting paling efektif dilakukan pada 1000 hari pertama
kehidupan yang meliputi:

1. Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik dalam
mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang baik, sehingga
apabila ibu hamil dalam keadaan sangat kurus atau telah mengalami Kurang
Energi Kronis (KEK), maka perlu diberikan makanan tambahan kepada ibu hamil
tersebut. Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah.
2. Pada saat bayi lahir Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu
bayi lahir melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Bayi sampai dengan usia 6
bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI Eksklusif)
3. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi
diberi Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian ASI terus dilakukan
sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih. Bayi dan anak memperoleh kapsul
vitamin A, imunisasi dasar lengkap.
4. Memantau pertumbuhan Balita di posyandu merupakan upaya yang sangat
strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan.
5. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap rumah
tangga termasuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi,
serta menjaga kebersihan lingkungan. PHBS menurunkan kejadian sakit terutama
penyakit infeksi yang dapat membuat energi untuk pertumbuhan teralihkan
kepada perlawanan tubuh menghadapi infeksi, sehingga gizi sulit diserap oleh
tubuh dan terhambatnya pertumbuhan.
III. PENUTUP

kesimpulan

Stunting adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD), ditandai dengan
terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tinggi
badan yang normal dan sehat sesuai usia anak. Stunting merupakan kekurangan gizi kronis
atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan sebagai indikator jangka panjang
untuk gizi kurang pada anak. Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan
penyebab tidak langsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan
perkembangan janin.
Saat ini Indonesia masih mengalami kasus masalah gizi serius yang ditunjukkan oleh
tingginya prevalensi stunting (anak pendek) pada anak balita, yaitu masih sebesar 37,2
persen. Anak yang menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek
saja, tetapi juga pada kecerdasan, kinerja, dan produktivitas.
Maka dari itu perlu diadakan dan diperhatikan upaya untuk mencegah stunting. Upaya
perbaikan harus meliputi upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara langsung
(intervensi gizi spesifik) dan upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara tidak
langsung (intervensi gizi sensitif)
Kejadian balita stunting dapat dicegah dan ditanggulagi, yaitu dengan penyelamatan
1000 Hari Pertama Kelahiran (HPK), sejak janin dalam kandungan dengan cara melakukan
pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil, artinya setiap ibu hamil harus mendapatkan
makanan yang cukup gizi, mendapatkan suplementasi zat gizi dan terpantau kesehatannya.
Selain itu setiap bayi baru lahir hanya mendapat ASI saja sampai umur 6 bulan (eksklusif)
dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan
kualitasnya. Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi berumur 2 tahun.
Selain itu, perilaku hidup bersih (PHBS) yaitu penyedian lingkungan yang bersih dan
sanitasi yang baik juga menjadi upaya untuk menanggulangi stunting pada anak. Program
pengasuhan dan penanggulangan stunting adalah PKGBM (Program Kesehatan dan Gizi
Berbasis Masyarakat) dan paket IGE (Intervensi Gizi Efektif).
Daftar Pustaka
Adriani, Merryana. 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup.
Departemen Kesehatan. 2015. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019.
https://www.depkes.go.id. Diakses pada 31 Maret 2017.
Ermarini, Anggia, dkk. 2016. Menuju Generasi Emas: Cegah Stunting. Jakarta: LKPBNU.
Infodatin. 2016. Situasi Balita Pendek. ISSN 2442-7659. https://depkes.go.id. Diakses pada
02 Maret 2017.
Jalin belajar. 2013. Pemahaman Tentang Stunting. https://jalinbelajar.files.wordpress.com.
Diakses pada 22 Maret 2017.
Kusuma, Kukuh E. 2013. Faktor Resiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 2-3 Tahun.
https://ejournal.undip.ac.id. Diakses pada 02 Maret 2017.
Minarto. 2014. A New Initiative to Reduce Stunting. https://file.persagi.org/share/minarto-
stunting.pdf/. Diakses pada 30 Maret 2017.
Nurlienda. 2016. Artikel Populer: Yuk Kenali dan Cegah Anak Pendek.
https://www.wordpress.com. Diakses pada 27 Maret 2017.
Unicef Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian Gizi Ibu dan Anak. https://www.unicef.org.
Diakses pada 01 April 2017.
World Health Organization. 2014. WHA Global Nutrition Targets 2025: Stunting Policy
Brief. https://www..who.int/nutrition/global-target-2025/en/. Diakses pada 02 Maret
2017.
Wahdah, dkk. 2015. Faktor risiko kejadian stunting pada anak umur 6-36 bulan di Wilayah
Pedalaman Kecamatan Silat Hulu, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. [Jurnal Gizi dan
Dietetik Indonesia]. e-ISSN 2503-183X. Vol.03 No.02. http://ejournal.almaata.ac.id.
Diakses pada 02 April 2017.
LAMPIRAN

CONTOH GAMBAR ANAK STUNTING

Anda mungkin juga menyukai