Anda di halaman 1dari 15

TINDAK PIDANA

MAKALAH
Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
HUKUM PIDANA
Dosen Pengampuh : Dea Larissa, S.H., M.H
Semester 3 Akademik 2023

Oleh Kelompok 1:

NABILA SAMIO SUDI (10900122111)


WAHYUNI (10900122104)
TRI ARIANTI SAPUTRI (10900122115)
AHMAD FAUZAN (10900122120)
ACHMED ZIAUL HAQ (10900122097)
MUH ARIEN ILHAM (10900122096)

PROGRAM STUDI ILMU FALAK


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALLAUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayahNya yang
telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah dengan judul
"TINDAK PIDANA” tepat pada waktunya
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
"HUKU". Kami juga berharap semoga pembuatan makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan. dalam pembuatan makalah ini
tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu kami ucapakan terima kasih
kepada Ibu Dea Larissa, S.H., M.H selaku dosen pengampuh. Serta pihak-pihak lain yang
turut membantu memberikan referensi buku
Penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca

Makassar, 13 Oktober 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan..............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................................3
A. Pengertian Tindak Pidana................................................................................................3
B. Unsur-Unsur Dalam Tindak Pidana................................................................................4
C. Pembagian Tindak Pidana...............................................................................................8
BAB III PENUTUP................................................................................................................11
A. Kesimpulan....................................................................................................................11
B. Saran..............................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran dan


kejahatan terhadap kepentingan umum. Pelanggaran dan kejahatan tersebut diancam
dengan hukuman yang merupakan penderitaan atau siksaan bagi yang bersangkutan.
Untuk tegaknya hukum pidana maka diberilah kewenangan kepada Lembaga
Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan. dimana para pelaku kejahatan atau penjahat
yang umumnya berasal dari kalangan ekonomi lemah brutal, dan marginal. Karena itu
tidak berlebihan jika kejahatan dianggap sebagai masalah sosial yang pada umumnya
bersumber dari masalah kemiskinan.

Hukum Pidana dengan sanksi yang keras dikatakan mempunyai fungsi yang
subsider artinya apabila fungsi hukum lainnya kuranga maka baru dipergunakan
Hukum Pidana, sering juga dikatakan bahwa Hukum Pidana itu merupakan ultimum
remedium. Ultimum remedium merupakan istilah hukum yang biasa dipakai dan
diartikan sebagai penerapan sanksi pidana yang merupakan sanksi pamungkas
(terakhir) dalam penegakan hukum. Sudikno Mertokusumo mengartikan bahwa
ultimum remedium sebagai alat terakhir.

Hukum pidana langsung berhadapan dengan hak asasi manusia. Hak asasi
manusia yang tertinggi ialah hak untuk hidup dan hukuman pidana mengenal pidana
mati, ada hak asasi untuk bebas bergerak, hukum pidana mengenal pidana penjara dan
sistem penahanan yang merampas hak bergerak, ada hak untuk memiliki ada pidana
perampasan dan seterusnya. Untuk menghilangkan pidana yang semena-mena karena
langsung menyentuh HAM, diperkenalkan beberapa asas akibat revolusi prancis yang
meletus karena pengenaan pidana yang semena-mena dan tidak adil3 , maka muncul
asas legalitas yang diperkenalkan oleh sarjana Anselmus von Feuerbach yang bahasa
latinnya “Nullum delictum nulla poena sine praevia legi poenali” (tidak ada delik
tidak ada pidana tanpa undang-undang sebelumnya)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengertian Tindak Pidana?

2. Bagaimana Unsur-Unsur Dalam Tindak Pidana?

3. Bagaimana Pembagian Tindak Pidana?

1
2

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Tindak Pidana

2. Untuk Mngetahui Unsur-Unsur Dalam Tindak Pidana

3. Untuk Mengetahui Pembagian Tindak Pidana


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana dalam Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Belan-da
yaitu “strafbaar feit”. Pembentuk undang-undang menggunakan kata “strafbaar feit”
untuk menyebut apa yang di kenal sebagai “tindak pidana” tetapi dalam Undang-
Undang Hukum Pidana tidak memberikan suatu penjelasan mengenai apa sebenarnya
yang dimaksud dengan perkataan “strafbaar feit”

Menurut Pompe perkataan “straf-baar feit” itu secara teoritis dapat


dirumuskan sebagai “suatu pelanggaran norma (ganggungan terhadap tertib hukum)
yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang
pelaku, dimana penjatuhan hukuman ter-hadap pelaku tersebut adalah perlu demi
terpelihanya tertib hukum dan terja-minnya kepentingan umum”.

Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang


dilakukan karena merupakan suatu kejahatan. Jika seseorang melakukan suatu tindak
pidana maka ia harus dipidanakan. Kata “Pidana” berarti hal yang “dipidanakan“,
yaitu yang oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai
halyang tidak enak dirasakannnya dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan1

Menurut Van Hamel, Tindak pidana adalah kelakuan orang (menselijke


gedraging) yang dirumuskan dalam undang-undang (wet), yang bersifat melawan
hukum, yang patut dipidana (strafwaardig) dan dilakukan dengan kesalahan. Dalam
pemerintahan suatu negara pasti diatur mengenai hukum dan pemberian sanksi atas
pelanggaran hukum tersebut. Hukum merupakan keseluruhan kumpulan peraturan-
peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan
pelaksanaannya dengan suatu sanksi.1 Hal ini berarti setiap individu harus mentaati
peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah di dalam berlangsungnya
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Masalah kejahatan dalam masyarakat mempunyai gejala yang sangat


kompleks dan rawan serta senantiasa menarik untuk dibicarakan. Hal ini dapat
dipahami karena persoalan kejahatan itu sendiri dalam tindakan yang merugikan dan
bersentuhan langsung dengan kehidupan manusia. Oleh karena itu upaya dan langkah-
langkah untuk memberantas kejahatan perlu senantisa dilakukan dalam hubungan
tersebut kendati kejahatan pembunuhan akhir-akhir ini menunjukan perkembangan
yang cukup meningkat. Dalam kondisi masyarakat yang sedang membangun, fungsi
hukum menjadi sangat penting, karena berarti harus ada perubahan secara berencana.
Untuk menciptakan perubahan dalam masyarakat, pemerintah berusaha untuk

1
Aris Prio Agus Santoso, Pengantar Hukum Pidana ( Yogyakarta: Pustaka baru press, 2021), cet. Ke-2,
h. 125

3
4

memperbesar pengaruhnya terhadap masyarakat dengan berbagai alat yang ada


padanya. Salah satu alat itu adalah “hukum pidana”. Dengan hukum pidana,
pemerintah menetapkan perbuatan-perbuatan tertentu sebagai tindak pidana baru.
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, dilarang
dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang
melanggar larangan tersebut

2. Menentukan kapan dan hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar
larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhkan pidana sebagaimana yang
telah diancamkan

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan


apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut
Dalam Hukum pidana pasti tidak akan lepas dari permasalahanpermasalahan pokok
yang merupakan salah satu bagian penting dalam proses perjalanannya hukum pidana,
adapun masalah pokok dalam hukum pidana, yaitu:
1. Perbuatan yang dilarang

2. Orang (Korporasi) yang melakukan perbuatan yang dilarang itu

3. Pidana yang diancamkan dan dikenakan kepada orang (Korporasi) yang


melanggar larangan itu

B. Unsur-Unsur Dalam Tindak Pidana

Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang-undang Hukum


Pidana (KUHP) pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri
dari unsur subjektif dan unsur objektif.

Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang
berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu
yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang
ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana
tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus di lakukan.2
Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah:

a. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau Culpa)

b. Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti yang
dimaksud dalam Pasal 53 ayat(1) KUHP

2
Prasetyo, T, Hukum Pidana Edisi Revisi ( Depok: PT Raja Grafindo Bakti, 2020), Cet. Ke-2, h. 1120.
5

c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam


kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain

d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachteraad seperti yang terdapat di


dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP; dan

e. Perasaan takut yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana
menurut Pasal 308 KUHP

Unsur-unsur Objektif dalam suatu tindak pidana adalah:


a. Sifat melawan hukum atau wederrechtelicjkheid

b. Kualitas dari si pelaku, misalnya kedaan sebagai seorang pegawai negeri di


dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai
pengurus atau komisaris dari suatu Perseroan Terbatas di dalam kejahatan
menurut Pasal 398 KUHP; dan

c. Kausalitas yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab


dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat

Pada dasarnya unsur tindak pidana tidak terlepas dua factor, yaitu factor di
dalam diri si pelaku itu sendiri dan factor lain yang timbul dari luar diri si pelaku atau
factor lingkungan
Mengenai unsur delik dikenal ada 2 aliran yakni aliran monisme (aliran klasik
oleh Simos) dan aliran dualisme (aliran modern oleh Moeljatno dan Andi Zainal
Abidin Farid). Menurut aliran monosme unsur-unsur peristiwa pidana merupakan
syarat seseorang untuk dipidana. Jadi seseorang yang melakukan tindak pidana dan
hendak dijatuhi pidana harus dipenuhi semua unsur-unsur dari tindak pidana dan jika
salah satu unsure tidak ada maka tidak boleh dipidana. Unsur delik menurut aliran
monisme adalah sebagai berikut:
a. Perbuatan mencocoki rumusan delik.

b. Ada sifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar)

c. Ada kesalahan (tidak ada alasan pemaaf)


Aliran monisme adalah aliran yang menggabungkan unsur objektif (perbuatan
pidana) dan unsur subjektif (pertanggungjawaban pidana) menjadi satu bagian yang
utuh. Semua unsur delik tersebut diatas harus terpenuhi jika akan memidana seorang
pelaku. Pandangan monisme memiliki akar historis yang berasal dari ajaran finale
handlingslehre yang dipopulerkan oleh Hans Welsel pada tahun 1931 yang mana inti
6

ajaran ini bahwa kesengajaan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan
dari perbuatan.3
Aliran Dualisme yaitu aliran yang memisahkan antara unsur-unsur tindak
pidana yaitu unsur objektif (unsur perbuatan) dan unsur subjektif (unsur
pertanggungjawaban pidana). Menurut aliran ini unsur objektif hanya dapat
dikandung dalam perbuatan pidana. Atas dasar itu, perbuatan pidana hanya dapat
dilarang karena tidak mungkin suatu perbuatan dijatuhi pidana. Sedangkan unsur sub-
jektif hanya dapat dikandung dalam pertanggungjawaban pidana yang ditujukan
kepada pembuat. Karenanya pemidanaan hanya diterapkan kepada pembuat setelah
terbukti melakukan perbuatan pidana dan dapat dipertanggungjawabkan atas
perbuatan yang dilakukan. Ini dengan mudah dapat diterapkan terhadap kasus yang
memperalat orang gila atau anak di bawah umur untuk melakukan kejahatan sebab
jika tidak maka pelaku intelektual tidak dapat dijangkau dalam hukum pidana
1. Jenis Jenis Delik

Ada berbagai jenis delik yang dikenal dalam hukum pidana, yaitu :4

a. Delik Kejahatan dan delik pelanggaran (Buku II dengan Buku III). Delik kejahatan
adalah delik yang dirumuskan dalam Buku II KUHP,sedangkan delik pelanggaran
dirumuskan dalam Buku III KUHP.Sering delik kejahatan disebut dengan
rechtdelicten, sedangkan pelanggran dengan wet delicten. Rechtdelicten
dikaitkan dengan perbuatan yang oleh masyarakat memang dirasakan sebagai
perbuatan yang anti social. Sedangkan wetdelicten dianggap sebagai perbuatan
yang karena diatur dalam undang-undang baru merupakan tindak
pidana.Contohnya, Pasal 303, Pasal 344 KUHP. Penggunaan istilah tersebut
sebenarnya tidak sepenuhnya tepat karena ada perbuatan yang baru merupakan
kejahatan karena diatur dalam undangundang. Demikian pula ada perbuatan
yang oleh masyarakat dari dulu dipandang sebagai perbuatan anti sosial namun
diatur dalam Buku III KUHP, contohnya : Pasal 489, 490, 506 KUHP.

b. Delik formil dan delik materiil; Delik formil adalah delik yang penekanannya pada
dilarangnya suatu perbuatan, contohnya Pasal 160, 209,210, 242, 263, 362 KUHP.
Sedangkan delik materiil adalah delik yang tekanannya pada dilarangnya akibat;
dalam hal ini bila akibat tidak terjadi maka perbuatan tersebut hanya berupa
percobaan tindak pidana saja, contohnya Pasal 187, 378, 338 KUHP

c. Delik commissionis, delik ommissionis, dan delik commissionis per ommissionem


commissa. Delik Commissionis adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap
larangan, delik ini dilakukan dengan tindakan aktif, baik delik tersebut
dirumuskan secara materiil maupun formil, contohnya Pasal 362 KUHP.
Sedangkan delik Omissionis adalah delik yang berupa pelanggran terhadap
perintah; delik ini merupakan perbuatan yang dilarang justru karena tidak
melakukan sesuatu (mengabaikan, membiarkan), contoh : Pasal 522 KUHP
tentang tidak hadir sebagai saksi, Pasal 531 KUHP tentang tidak menolong orang

3
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana (Bandung: Rineka Cipta, 2021), cet. Ke-2, h. 134-145
4
Bacthtiar, Metode Penelitian Hukum (Tangerang Selatan: Pamulang, 2019), h. 165
7

d. yang perlu pertolongan. Delik Comissionis per omissionem comissa adalah delik
yang berupa pelanggaran terhadap larangan tetapi dilakukan dengan pasif (tidak
berbuat), contohnya : seorang ibu yang membunuh anaknya dengan tidak
memberikan air susu (Pasal 338, 340 KUHP).

e. Delik dolus dan delik culpa; Delik dolus adalah delik yang mengandung unsur
kesengajaan, contohnya : Pasal 187, 197, 245, 263, 310, 338 KUHP. Sedangkan
delik culpa adalah delik yang mengandung unsur kealpaan, contohnya : Pasal
195, 197, 201, 203, 231 ayat (4), 359, 360 KUHP.

f. Delik tunggal dan delik berganda; delik tunggal yaitu delik yang bilamana
perbuatan tersebut cukup dilakukan satu kali saja. Sedangkan delik berganda
adalah perbuatan yang baru menjadi delik bila dilakukan berulang kali. Misalnya,
Pasal 481 KUHP tentang penadahan

g. Delik selesai (rampung) dan delik yang berlangsung terus (berlanjut); delik
selesai adalah tidak lebih dari satu perbuatan yang melakukan atau tidak
melakukan kewajiban hukum, atau menimbulkan suatu akibat tertentu.
Misalnya, membunuh, menghasut, mengambil (dalam tindak pidana pencurian).
Sedangkan delik yang berlangsung terus adalah perbuatan tersebut baru
menjadi delik bila keadaan yang dilarang tersebut berlangsung terus. Misalnya,
Pasal 333 yaitu tentang menghilangkan kemerdekaan orang lain

h. Delik aduan dan delik biasa. Delik aduan merupakan delik yang penuntutannya
didasari oleh adanya pengaduan dari pihak korban. Delik aduan berdasarkan
sifatnya dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

 Delik aduan mutlak (absolute). Delik aduan mutlak merupakan delik


yang baru dapat dituntut mutlak bila ada pengaduan (bilamana pelaku
kejahatannya lebih dari satu orang, korban tidak dapat hanya
mengadukan sebagian dari pelaku, semua pelaku harus diadukan dan
selanjutnya dilakukan penuntutan). Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan
Pasal 284, 310, 332 KUHP.
 Delik aduan relatif. Delik aduan relatif ini adalah delik biasa, namun
karena dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan dengan korban
(penuntutan seluruhnya didasarkan pada kehendak korban; bilamana
kejahatan dilakukan oleh lebih dari satu orang, korban dapat memilih
pelaku mana saja yang diadukan dan selanjutnya akan dilakukan
penuntutan

i. Delik sederhana dan delik yang terkualifikasi; Contoh delik sederhana yaitu Pasal
351, 362 KUHP. Disamping itu ada delik yang ada pemberatannya (delik yang
dikualifikasi), yaitu delik yang sederhana (memenuhi semua unsur dasar dari
delik) namun demikian disertai satu atau lebih keadaan tertentu (keadaan
khusus) yang memperberat berkaitan dengan pelaksanaan tindakan yang
bersangkutan, atau karena akibat-akibat khusus yang ditimbulkan oleh
perbuatan tersebut, diancam dengan sanksi pidana yang lebih berat daripada
sanksi yang diancamkan pada delik aslinya. Hal ini dapat dilihat dari tindak
8

j. pidana pencurian dalam Pasal 363 KUHP yang ancaman pidananya lebih berat
dari pencurian dalam Pasal 362 KUHP.

k. Delik Umum dan Delik Propiria; Delik Umum adalah tindak pidana yang dapat
dilakukan oleh siapapun. Sedangkan Delik Propiria merupakan delik yang hanya
dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu saja. Misalnya dalam delik jabatan,
delik yang hanya dapat dilakukan oleh militer, dan sebagainya.

l. Delik yang berupa kejahatan umum dan kejahatan politik; Kejahatanumum;


pelaku kejahatan umum biasanya termotivasi karena kepentingan pribadi,
sedangkan pelaku kejahatan politik (mereka yang memiliki keyakinan tertentu)
melakukan kejahatan di luar kepentingan-kepentingannya sendiri, bahkan
berdasarkan keyakinannya sengaja menentang perundang-undangan yang
berlaku

C. Pembagian Tindak Pidana

Perbuatan pidana juga dibedakan atas perbuatan pidana kesengajaan (delik dolus) dan
kealpaan (delik culpa). Delik dolus adalah delik yang memuat unsur kesengajaan.
Misalnya perbuatan pidana pembunuhan dalam Pasal 338 KUHP. Sedangkan delik
culpa adalah delik-delik yang memuat unsur kealpaan. Misalnya Pasal 359 KUHP
tentang kealpaan seseorang yang mengakibatkan matinya seseorang5

KUHP mengadakan pembagian ke dalam (2) jenis tindak pidana yaitu sebagai berikut:

a. Kejahatan (misdrijven), adalah perbuatan-perbuatan optimum yang dianggap


telah mengandung sifat ketidakadilan dan berdasarkan sifat itu supaya
perbuatan yang demikian itu sudah patut dilarang dan diancam hukuman.
Sungguhpun perbuatan itu belum dilarang dan diancam dengan hukum oleh
UU, toh perbuatan itu sudah patut dihukum. contoh : Pembunuhan, pencurian,
penipuan, dan lain-lainnya

b. Pelanggaran (overtredingen), adalah perbuatan-perbuatan yang hanya dapat


dihukum oleh karena dilarang oleh UU (die hen strafwaardigheid ontle nen
aan de wet). contoh : dilarang buang sampah sembarangan, dll
Dalam KUHP kita sebelum tahun 1918 dikenal 3 jenis tindak pidana, yaitu:
a. Kejahatan-kejahatan (misdaden)

b. Perbuatan-perbuatan buruk (wanbedrijven)

c. Pelanggaran-pelanggaran (overtredingen)

5
Azis Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus (Jakarta: Sinar Grafika, 2021), h. 90-92.
9

Tindak pidana dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) adalah


perilaku yang dilarang oleh hukum dan dapat dikenai sanksi pidana. KUHP mengatur
berbagai tindak pidana dan menjelaskan apa yang dianggap sebagai pelanggaran
hukum. Beberapa contoh tindak pidana dalam KUHP mencakup:
a. Pencurian: Tindak pidana ini melibatkan pengambilan barang milik orang lain
tanpa izin atau hak yang sah, dengan maksud untuk memiliki barang tersebut
secara melawan hukum. Pasal-pasal yang mengatur tindak pidana pencurian
meliputi pasal 362 hingga pasal 365 KUHP

b. Penggelapan: Penggelapan terjadi ketika seseorang menguasai barang milik orang


lain yang sudah diberikan kepercayaan dengan maksud untuk memiliki barang
tersebut secara melawan hukum. Tindak pidana penggelapan diatur dalam pasal
372 hingga pasal 377 KUHP

c. Pembunuhan: Tindak pidana ini melibatkan membunuh seseorang dengan sengaja


dan tanpa alasan sah menurut hukum. Tindak pidana pembunuhan diatur dalam
pasal 338 hingga pasal 340 KUHP

d. Pemerkosaan: Pemerkosaan adalah tindak pidana yang melibatkan penetrasi


seksual terhadap seseorang tanpa persetujuan yang sah. Tindak pidana
pemerkosaan diatur dalam pasal 285 hingga 292 KUHP

e. Penipuan: Tindak pidana penipuan terjadi ketika seseorang dengan sengaja


memperdaya orang lain untuk mendapatkan keuntungan atau mengakali mereka
dengan informasi palsu. Tindak pidana penipuan diatur dalam pasal 378 hingga
385 KUHP

f. Penganiayaan: Penganiayaan mencakup tindakan fisik yang menyebabkan cedera


atau rasa sakit kepada orang lain tanpa alasan sah. Tindak pidana penganiayaan
diatur dalam pasal 351 hingga 353 KUHP

g. Korupsi: Tindak pidana korupsi mencakup penerimaan atau pemberian suap,


nepotisme, dan penyalahgunaan kekuasaan dalam sektor publik. . Tindak pidana
korupsi diatur dalam undang-undang korupsi (UU No. 31 tahun 199)

h. Narkotika: KUHP juga mengatur tindak pidana terkait narkotika, termasuk


produksi, distribusi, dan penyalahgunaan narkotika.

i. Tindak Pidana Ekonomi: Ini mencakup tindak pidana seperti pencucian uang,
tindak pidana keuangan, dan lain-lain yang berkaitan dengan ekonomi.
10

KUHP memiliki berbagai pasal yang menjelaskan setiap tindak pidana, unsur-unsur,
dan sanksi yang dapat dikenakan. Penting untuk memahami bahwa peraturan KUHP
dapat berubah dari waktu ke waktu, dan aturan hukum yang berlaku saat ini mungkin
telah mengalami perubahan sejak pengetahuan saya yang terakhir pada September
2021. Jika Anda membutuhkan informasi lebih rinci tentang tindak pidana tertentu
dalam KUHP, Anda mungkin perlu berkonsultasi dengan seorang ahli hukum atau
memeriksa teks hukum yang paling mutakhir.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang


dilakukan karena merupakan suatu kejahatan. Jika seseorang melakukan suatu tindak
pidana maka ia harus dipidanakan. Kata “Pidana” berarti hal yang “dipidanakan“,
yaitu yang oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai
halyang tidak enak dirasakannnya dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan

Masalah kejahatan dalam masyarakat mempunyai gejala yang sangat


kompleks dan rawan serta senantiasa menarik untuk dibicarakan. Hal ini dapat
dipahami karena persoalan kejahatan itu sendiri dalam tindakan yang merugikan dan
bersentuhan langsung dengan kehidupan manusia. Oleh karena itu upaya dan langkah-
langkah untuk memberantas kejahatan perlu senantisa dilakukan dalam hubungan
tersebut kendati kejahatan pembunuhan akhir-akhir ini menunjukan perkembangan
yang cukup meningkat

Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang-undang Hukum


Pidana (KUHP) pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri
dari unsur subjektif, unsur objektif dan unsur delik

Tindak pidana dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) adalah


perilaku yang dilarang oleh hukum dan dapat dikenai sanksi pidana. KUHP mengatur
berbagai tindak pidana dan menjelaskan apa yang dianggap sebagai pelanggaran
hukum. Tindak pidana dalam KUHP mengatur tentang pencurian, penggelapan,
pembunuhan, pemerkosaan, penipuan, penganiyaan, korupsi, narkotika, kekerasaan.

B. Saran
Semoga Makalah ini dapat menambah sedikit ilmu kita tentang apa-apa saja
tentang Tindak Pinada. Dan semoga kita dapat mengambil manfaatnya.

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun sudah berusaha memaparkan dan


menjelaskan materi dengan semaksimal mungkin, tapi tidak menutup kemungkinan
adanya kekeliruan dalam penyusunannya, baik dari segi materi, maupun
penyusunannya, oleh karena itu penyusun mengharapakan sumbangsih pembaca
untuk penyempurnaan makalah selanjutnya, dan harapan bagi penyusun, semoga
makalah ini dapat memberi manfaat dalam proses evaluasi pendidikan

11
DAFTAR PUSTAKA

Bacthtiar, 2019 Metode Penelitian Hukum Tangerang Selatan: Pamulang


Moeljatno, 2021, Asas-Asas Hukum Pidana Bandung: Rineka Cipta, 2021

Prio , Aris Agus Santoso, 2021 Pengantar Hukum Pidana Yogyakarta: Pustaka baru press

Syamsuddin, Azis, 2021 Tindak Pidana Khusus Jakarta: Sinar Grafika

T, Prasetyo, 2020 Hukum Pidana Edisi Revisi Depok: PT Raja Grafindo Bakti, 2020

12

Anda mungkin juga menyukai