Anda di halaman 1dari 2

Kontribusi Remaja Melalui Organisasi Dalam Membangun Jiwa

Kepemimpinan untuk Siap Menjadi Future Leader Jabar 2045

Remaja menurut WHO adalah mereka yang berada pada tahap transisi antara masa
kanak-kanak dan dewasa. Masa ini bisa disebut masa labil anak karena banyak sekali hal
yang ingin mereka coba dan mereka rasakan. Tak jarang remaja yang berada di fase transisi
ini tidak dapat memimpin dirinya sendiri untuk melakukan dan mengatur sesuatu dengan
baik, oleh karena itu banyak sekali penyimpangan yang dilakukan oleh para remaja yang
diakibatkan oleh degredasi kepemimpinan seperti adanya penyalah gunaan obat-obatan
terlarang, penyimpangan seksual, bunuh diri, keraguan terhadap kemampuan diri, dan masih
banyak lagi kasus yang berawal dari individu yang gagal mempin dirinya ketika dihadapkan
pada suatu masalah.
Pemimpin yang dihadapkan pada kedaan genting harus mampu merespon masalah
tersebut dengan cepat sedangka remaja yang berada pada masa labil ini memerlukan waktu
untuk menentukan keputusan mana yang terabaik. Menjadi remaja yang memiliki nilai future
leader pada dirinya adalah suatu peran yang dapat memberikan kekuatan besar akan
perubahan-perubahan positif untuk setiap aspek kehidupan, khususnya remaja sebagai pelajar
dan agen penggerak bangsa. Kemampuan yang harus dimiliki seorang pemimpin muda
dimasa depan yaitu ia yang mampu mengajak seluruh organisasinya untuk bisa beradaptasi
dan berkolaborasi agar dapat mengatasi ketidaksesuian yang terjadi. Kemajuan organisasi
atau khususnya pada suatu daerah dapat ditentukan dari seorang yang mempin seperti
pernyataan Thoha (1983) yang menyatakan bahwa sebuah organisasi akan dikatakan berhasil
atau bahkan gagal ditentukan oleh kepemimpinan yang ada pada organisasi tersebut.
Degredasi kepemimpan yang terjadi dapat berdampak besar terhadap Indonesia
terutama bagi Jawa Barat sendiri seperti terjadinya tindakan radikal dimasyarakat, bahkan
dapat memunculkan sikap primordialisme, etnosentrisme, dan stereotip masyarakat . Menurut
Bambang (2013) dalam artikelnya menyatakan bahwa penyakit kepemimpinan yang muncul
dan sangat berbahaya yaitu society of responsibility shirfters yang kemudian melahirkan
safety player (Seseorang yang mementingkan diri sendiri) seharusnya pemimpin memiliki
integritas yang tinggi dan memiliki sikap kepedulian seperti yang nyatakan Supriyono (2020)
bahwa seorang pemimpin harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap
bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai
dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan
kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi.
Kemampuan-kemampuan tersebut perlu ditanamkan pada jiwa remaja mengingat adanya fenomena
kepemimpinan nasional dewasa ini yang mengalami penurunan kualitas dan keberpihakan pemimpin
dengan munculnya tindakan radikal remaja di masyarakat.
Berdasarkan permasalahan di atas memicu dan memberikan tantangan kepada diri untuk bisa
membangun jiwa kepemimpinan sejak dini agar menjadi pemimpin masa depan yang visoner,
mengedepankan nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, kemampuan berkomunikasi, dan meningkatkan
kreativitas memalui kegiatan organisasi. Kelabilan yang di alami oleh setiap remaja dapat
menimbulkan lemahnya nilai kepemimpinan dimasa yang akan datang, oleh karena itu perlu adanya
tindakan untuk mencegah hal demikian. upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalah tersebut
harus adanya sinergi dari pemerintah daerah maupun pusat, salah satunya adalah dalam bidang
pendidikan. Adanya penerapan Kurikulum Merdeka dalam pembelaran mengupayakan peserta didik
untuk berani berpendapat, kritis, mengasah kreativitas, dan berkomunikasi dengan baik terhadap
temanya. Sikap tersebut merupakan sikap fundamental seorang pemimpin, sesuai dengan pernyataan
yang dari Kemendikbudristek (2022) bahwa profil pelajar Pancasila menitik beraktkan kepada enam
dimensi yaitu : 1) beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, 2) mandiri,
3) bergotong-royong, 4) berkebinekaan global, 5) bernalar kritis, dan 6) kreatif. Berdasarkan
pernyataan tersebut sikap yang ditumbuhkan akan menjadi karakter future leader yang harus dimiliki
remaja sebagai pelajar. Namun pada kenyataannya dimensi atau nilai-nilai tersebut belum cukup
diimplementasikan dengan baik untuk mengatasi kelabilan remaja, karena banyak remaja yang masih
kehilangan arah dan kebingungan untuk menemukan jati dirinya, sehingga tidak tau cara yang tepat
untuk memimpin dirinya sendiri.
Upaya yang dapat dilakukan sesuai kondisi kelabiilan remaja saat ini adalah dengan
mengoptimalkan dan mengaktualiusasikan diri melalui kegiatan yang akan memunculkan jiwa
kepemimpinan remaja, hal tersebut menjadi sebuah motivasi diri untuk segera menjadi remaja yang
berperan aktif yaitu dengan berorganisasi. Organisasi yang sedang diperankan saat ini yakni Pelajar
Islam Indonesia (PII). Organisasi ini berskala nasional dan memiliki tujuan utama yaitu kesempurnaan
pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan syariat islam. Dalam organisasi ini peran yang
ditanggungjawabkan yaitu bidang eksternal yang berfokus pada kegiatan literasi dan kependidikan
yang didalamnya mengedapankan nilai kepemimpinan. Kegiatan yang dilakukan meliputi seminar,
membuat sebuah komunitas, melakasanakan program kerja Tunas yakni program kerja yang
mengharuskan setiap anggota PII untuk menjadi seorang (relana) dalam mengajar serta membentuk
peserta Tunas sesui dengan tujuan utama PII, dan mengadakan forum obrolan untuk para ketua osis
dari setiap sekolah yang ada di Cicalengka, Kabupaten Bandung.
Dari setiap kegiatan dan proses menjadi anggota Pelajar Islam Indonesia (PII) hingga
sampai menjadi pengurus di daerah kabupaten Bandung tersebut membangun diri baik secara
intrapetrsonal maupun interpersonal. Intrapersonal yang terbangun yaitu dapat mengatur waktu
sedemikian mungkin agar tidak melupakan kewajiban sebagai pelajar, meningkatkan kedisiplinan diri
terhadap setiap tanggung jawab, meningkatkan kepercayaan diri, menjadi berani mengambil
keputusan, dan mampu mengatasi isu-isu global yang terjadi saat ini. Dampak interpersonal yang
dapat dirasakan yakni menjadi individu yang adaptif, terbangunya relasi yang begitu luas, dan
menjadi pribadi yang dapat berkomunikasi dengan baik. Begitu besar damapak terhadap diri setelah
berkontribusi sebagai anggota Pelajar Islam (PII), dampak ini menjadi dasar untuk siap bereperan
sebagai future leader Jawa Barat 2045.

Anda mungkin juga menyukai