Kelompok 5 Alternatif Penyelesaian Sengketa
Kelompok 5 Alternatif Penyelesaian Sengketa
PENGADILAN
FAKULTAS SYARIAH
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “MEDIASI DI DALAM (litigasi)
DAN DI LUAR PENGADILAN (non litigasi)”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Afrik Yunari,M.H. selaku dosen
pengampu mata kuliah Alternatif Penyelesaian Sengketa. Ucapan terima kasih juga kami
sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas makalah ini.
Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah.
Penyusun
xi
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan .................................................................................................... 11
B. Saran .............................................................................................................. 11
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mediasi adalah salah satu metode penyelesaian sengketa yang dilakukan baik di dalam
maupun di luar pengadilan. Di Indonesia, mediasi telah menjadi bagian integral dari
proses hukum. Smediasi sebagai mekanisme alternatif untuk menyelesaikan sengketa di
luar pengadilan, mediasi telah lama digunakan dalam berbagai kasus, termasuk bisnis,
lingkungan, tenaga kerja, tanah, perumahan, dan lainnya. Ini mencerminkan kebutuhan
masyarakat akan penyelesaian sengketa yang cepat, efektif, dan efisien.1
Hampir semua sengketa sipil yang diajukan ke pengadilan Indonesia harus terlebih
dahulu melalui proses mediasi yang ditugaskan oleh pengadilan selama maksimal 30 hari
plus 30 hari tambahan. Jika mediasi gagal, proses litigasi akan berlanjut seperti biasa.
Namun, jika mediasi berhasil, pihak-pihak dan mediator akan mengeksekusi perjanjian
penyelesaian (kesepakatan perdamaian) atau jika berhasil sebagian, maka proses litigasi
akan berlanjut untuk bagian yang belum terselesaikan.
Namun, penggunaan mediasi di Indonesia masih relatif rendah, hanya 4 persen dari
semua kasus yang diajukan di pengadilan. Agar mediasi dapat efektif, pemerintah harus
mereformasi beberapa undang-undang terkait penyelesaian sengketa baik di pengadilan
maupun di luar pengadilan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian mediasi yang dilakukan didalam (litigasi) dan diluar pengadilan
(non litigasi) ?
1
Bambang Sutiyoso, 2008, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,Gama Media,
Yogyakarta, hlm. 56.
1
2. Apa saja prinsip-prinsip mediasi ?
3. Apa keunggulan dan kelemahan mediasi ?
4. Apa tahapan-tahapan dalam mediasi ?
5. Apa permasalahan dalam mediasi ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui pengertian mediasi yang dilakukan didalam (litigasi) dan diluar
pengadilan (non litigasi), prinsip-prinsip mediasi, keunggulan dan kelemahan mediasi,
tahapan-tahapan dalam mediasi dan permasalahan mediasi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2
I Made Widnyana, Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR), Indonesia Business Law Center (IBLC)
bekerjasama dengan Kantor Hukum Gani Djemat & Partners, Jakarta, 2007, hlm.107
3
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, & Hukum Nasional,
Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2009, hlm.3
3
2. hukum tetap.berikut adalah penjabaran pengintegrasian mediasi yang ada didalam
hukum acara perdata :
a. Pasal 130 HIR/Pasal 154 RBg yang mengatur tentang kewajiban hakim dalam
mendamaikan para pihak yang berperkara.
b. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 1 Tahun 2002 tentang
Pemberdayaan Lembaga Perdamaian.
c. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan.
d. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan.
e. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan.
3. Mediasi yang dilakukan diluar pengadilan (UU No. 30 Tahun 1999) Mediasi
diluar pengadilan dilakukan oleh para pihak tanpa adanya proses perkara
dipengadilan, hasil kesepakatan yang diperoleh dari proses mediasi diluar
pengadilan ini dapat diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan pengukuhan
sebagai akta perdamaian yang memiliki kekuatan layaknya putusan pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde)
B. Prinsip-Prinsip Mediasi
4
lahirnya institusi mediasi.4 David Spencer dan Michael Brogan merujuk pada pandangan
Ruth Carlton tentang lima prinsip dasar mediasi.
Lima prinsip ini dikenal dengan lima dasar filsafat mediasi. Kelima prinsip tersebut
adalah; prinsip kerahasiaan (confidentiality), prinsip sukarela (volunteer) prinsip
pemberdayaan (empowerment), prinsip netralitas (neutrality), dan prinsip solusi yang unik
(a unique solution).5
4
John Michael Hoynes, Cretchen L. Haynes dan Larry Sun Fang, Mediattion: Positive Conflict
Management. Op.Cit. hlm 28.
5
Syahrizal Abbas...Op.Cit. hlm 28-30.
6
Takdir Rahmadi,” Mediasi penyelesaian sengketa melalui pendekatan mufakat”, PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2011, hlm. 22.
5
d. Prinsip keempat, netralitas (neutrality). Di dalam mediasi, peran seorang mediator
hanya menfasilitasi prosesnya saja, dan isinya tetap menjadi milik para pihak yang
bersengketa. Mediator hanyalah berwenang mengontrol proses berjalan atau
tidaknya mediasi. Dalam mediasi, seorang mediator tidak bertindak. layaknya
seorang hakim atau juri yang memutuskan salah atau benarnya salah satu pihak atau
mendukung pendapat dari salah satunya, atau memaksakan pendapat dan
penyelesaiannya kepada kedua belah pihak.
e. Prinsip kelima, solusi yang unik (a unique solution). Bahwasanya solusi yang
dihasilkan dari proses mediasi tidak harus sesuai dengan standar legal, tetapi dapat
dihasilkan dari proses kreativitas. Oleh karena itu, hasil mediasi mungkin akan lebih
banyak mengikuti keinginan kedua belah pihak, yang terkait erat dengan konsep
pemberdayaan masing-masing pihak.7
7
Syahrizal Abbas...Op.Cit. hlm 29-30.
6
- sebenarnya cukup sempit. Misalnya, mediasi sukarela di Skotlandia saat ini
memiliki tingkat keberhasilan penyelesaian sebesar 80% pada hari itu dan hingga
10% kasus lainnya diselesaikan sebelum proses litigasi dimulai.
- Hubungan di masa depan tetap terjaga. Para pihak cenderung mempertahankan
hubungan positif setelah menghadiri mediasi.8
b. Kelemahan Mediasi
- Semua orang adalah pecundang. Agar mediasi berhasil, para pihak harus bersedia
berkompromi, dan mereka tidak boleh mau mengakui apa pun. Oleh karena itu,
mediasi wajib dapat menekan para pihak untuk mengakui permasalahannya dan
membuat mereka merasa tidak puas terhadap sistem hukum. Pihak yang
'dirugikan' mungkin mempertanyakan mengapa mereka harus mengeluarkan uang
padahal mereka 'benar'.
- Lebih sedikit kasus yang diselesaikan di pengadilan. Hal ini dapat mengakibatkan
kurangnya preseden, karena mediasi merupakan proses yang bersifat rahasia
sehingga kasus tidak dilaporkan.
- Akses terhadap keadilan. Pihak yang berselisih memiliki hak untuk mengajukan
tuntutan hukum, dan oleh karena itu kewajiban mediasi hanya akan
memperpanjang proses dan menambah biaya tambahan. Hal ini mungkin
mempunyai dampak buruk terhadap akses terhadap keadilan.
1. Tahap Pra-Mediasi
Tahap pramediasi adalah tahap awal dimana mediator menyusun sejumlah
langkah dan persiapan sebelum mediasi benar-benar dimulai. Pada tahap ini
mediator melakukan beberapa langkah antara lain; membangun kepercayaan diri,
menghubungi para pihak, menggali dan memberikan informasi awal mediasi,
fokus pada masa depan, mengkoordinasikan pihak yang bersengketa, menentukan
8
Di akes dari https://www.open.edu/openlearn/money-business/leadership-management/justice-
fairness-and-mediation/content-section-6 pada 1 Maret 2024, pukul 20.03
7
siapa yang hadir, menentukan tujuan pertemuan, kesepakatan waktu dan tempat,
dan menciptakan rasa yang aman bagi kedua belah pihak untuk bertemu dan
membicarakan perselisihan yang dihadapi (Syahrizal Abbas, 2009: 37).9
Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi dalam PERMA No. 1 tahun 2016,
kepada para pihak yang bersengketa atau kuasanya, dan mendorong para pihak
untuk berperan langsung atau aktif dalam proses mediasi. Para pihak atau kuasa
hukumnya wajib berunding untuk memilih mediator dari daftar mediator yang
dimiliki oleh Pengadilan. Apabila para pihak atau kuasa hukum bersepakat
tentang pilihan mediator, maka wajib melaporkan kepada ketua majelis hakim,
dan ketua majelis hakim segera memberitahukan kepada mediator terpilih untuk
menjelaskan tugas. Sebaliknya, jika gagal harus segera diberitahukan kepada
ketua majelis, dan ketua majelis berwenang untuk menunjuk hakim bukan
pemeriksa pokok perkara yang bersertifikat pada pengadilan yang sama untuk
menjalankan fungsi mediator dengan menerbitkan penetapan (Susanti Adi
Nugroho, 2009: 188).10
2. Proses Mediasi
Proses Mediasi merupakan tahapan dimana Mediator memulai melakukan proses
Mediasi. Pada tahap ini pihak-pihak yang bersengketa sudah berhadapan satu
sama lain, dan memulai proses mediasi. Mediasi bersifat rahasia, sehingga
Mediator Hakim atau Mediator harus segera memusnahkan dokumen-dokumen
Mediasi setelah selesainya Mediasi tersebut. Mengenai sistem atau tata cara
pertemuan perundingan proses mediasi diatur dalam PERMA No. 1 tahun 2016,
didapati adanya 3 sistem pertemuan, yaitu:
a. Tertutup untuk umum; sistem ini merupakan sistem dasardalam mediasi pada
asasnya mediasi tidak bersifat terbuka untuk umum kecuali para pihak
menghendaki lain.
b. Terbuka untuk umum atas persetujuan para pihak; terbuka untuk umum atau
disclosure ataudalam peradilan disebut open court, yaitu sidang pengadilan
yangdinyatakan terbuka untuk umum.
9
Syahrizal Abbas, 2009, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional, Jakarta: Kencana.
10
Susanti Adi Nugroho, 2009, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta: PT.Telaga
Ilmu Indonesia
8
c. Sengketa publik mutlak terbuka untuk umum; sistem proses mediasi yang
ketiga, mutlak terbuka untuk umum (M. Yahya Harahap, 2008: 265).11
Jadi didalam proses mediasi ini ada juga permasalahan yang terjadi, berikutr yang
menjadi problematika dalam proses mediasi yaitu;
11
M. Yahya Harahap, 2008, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika.
9
b. Tekad bulat para pihak yang ingin menyelesaikan perkara melalui litigasi
c. Kurangnya keterampilan mediator dalam mendamaikan
d. Kurangnya sarana dan prasarana dalam pelaksanaan PERMA No. 1 Tahun 2016
tentang mediasi
e. Banyaknya perkara yang masuk membuat kurangnya memaksimalkan perkara
yang di mediasi secara tuntas dan optimal
f. Adanya presepsi dari para pihak yang tidak sejalan dengan keberadaan mediasi
g. Perkara yang sudah fatal juga menjadi salah satu gagalnya mediasi
h. Para pihak yang sangat tertutup enggan menjelaskan permasalahannya kepada
mediator.
Yang menjadi problematika yang dialami oleh mediator dalam menangani mediasi
yaitu tidak adanya itikad baik dari para pihak untuk berdamai, keteguhan hati para pihak
untuk menempuh jalur litigasi dan menganggap proses mediasi hanya membuang-buang
waktu. Para pihak yang kesulitan meredam amarah memacu permasalahan menjadi
semakin rumit dan mediator kesulitan untuk menengahi para pihak. Tidak adanya
negosiasi dari kedua pihak dan tetap dengan prinsip nya masing-masing.12
12
https://journal.trunojoyo.ac.id/iniciolegis/article/download/20833/8523 diakses pada 1 maret 2024,
pukul 21:05
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mediasi memiliki karakteristik yang merupakan ciri pokok yang membedakan dengan
penyelesaian sengketa yang lain. Dalam setiap proses mediasi terdapat metode, di mana
para pihak dan/atau perwakilannya, yang dibantu pihak ketiga sebagai mediator berusaha
melakukan diskusi dan perundingan untuk mendapatkan keputusan yang dapat disetujui
oleh para pihak. Secara singkat mediasi dapat dianggap sebagai suatu proses pengambilan
keputusan dengan bantuan pihak tertentu (facilitated decision-making atau facilitated
negotiation).
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini pastilah ada banyak kesalahan baik dari segi susunan
kata maupun dari materi yang disampaikan didalamnya, maka kami pihak penyusun
11
berharap agar adanya kritikan serta saran yang bersifat membangun dari para pembaca
yang mana nantinya akan membuat makalah ini lebih sempurna lagi.
12
DAFTAR PUSTAKA
I Made Widnyana, Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR), Indonesia Business Law Center
(IBLC) bekerjasama dengan Kantor Hukum Gani Djemat & Partners, Jakarta, 2007
John Michael Hoynes, Cretchen L. Haynes dan Larry Sun Fang, Mediattion: Positive Conflict
Management.
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafik, 2008.
Susanti Adi Nugroho, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta: PT.Telaga
Ilmu Indonesia, 2009.
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, & Hukum
Nasional, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2009
13