Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN

POSISI TUMBUHAN OBAT


BERDASARKAN MANFAAT
KIMIA DAN BOTANI

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK : 6
Celianisa MAYLA : (224820103025)
ELLISA YUNIAR : (224820103038)
SHEILA VIRGINIA : (224820103045)
Semester : 4 (Empat)
Dosen Pengampu : Susanti Delina S.Pd., M,Kes

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
‘AISYIYAH PALEMBANG
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman flora yang
tinggi. Beberapa jenis tanaman yang tumbuh di Indonesia menghasilkan senyawa tertentu yang
berkhasiat sebagai obat dan sebagai bahan baku utama dalam industri obatobatan. Kekayaan
sumberdaya alam yang dimiliki selayaknya diketahui oleh rakyat Indonesia dan dapat
memanfaatkannya untuk meningkatkan kesejahteraan, termasuk dalam memelihara
kesehatannya.
Tanaman obat didefinisikan sebagai tanaman yang sebagian atau seluruh bagiannya
dimanfaatkan sebagai obat atau bahan pembuatan obat (Nugraha dan Agustiningsih, 2015).
Kemampuan menyembuhkan dan efek positif beberapa tanaman obat telah diketahui sejak lama
sebelum ditemukannya obat-obatan kimia. Penggunaan tanaman sebagai obat digunakan dengan
cara diminum, dihirup, ditempel, atau dioleskan pada bagian tubuh yang sakit agar senyawa
kimia yang berkhasiat obat mencapai atau merangsang sel-sel tubuh yang sakit. Bagian-bagian
tanaman seperti daun, batang, akar, bunga, buah, rimpang dan umbi-umbian dapat dimanfaatkan
untuk memelihara kesehatan dan menyembuhkan penyakit.
Penggunaan tanaman obat kimia digunakan seiring dengan kemajuan di bidang
pengobatan modern dan terbukti mampu menyembuhkan berbagai penyakit. Kenyataannya,
penggunaan obat kimia dalam jangka waktu lama dapat memimbulkan efek samping yang
merugikan bagi kesehatan. Kesadaran masyarakat terhadap dampak negatif penggunaan obat-
obatan kimia menyebabkan sebagian orang kembali tertarik unuk menggunakan bahan-bahan
alami dalam memelihara kesehatannya. Penggunaan obat-obatan kimia tetap diperlukan untuk
pengobatan penyakit-penyakit yang serius. Istilah back to nature yang kerap disuarakan semakin
mendorong pemanfaatan obat-obatan herbal.

1.2. Tujuan
a. Untuk mengetahui cara budidaya tanaman obat
b. mengetahui kandungan tanaman obat
c. mengetahui manfaat kimia tanaman obat

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Budidaya Tanaman Obat
Menurut Nasution (2018), keanekarahan hayati yang terdapat di dalam hutan tropis
merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai. Eksplorasi tanaman secara tidak terkendali
dapat mengakibatkan musnahnya jenis tanaman tertentu, termasuk tanaman yang berkhasiat obat
apabila tidak diserta dengan tindakan budidaya. Budidaya tanaman obat dapat dilakukan di
pekarangan sebagai apotik hidup. Pembuatan apotik hidup biasanya dilakukan di sekitar
pemukiman warga agar mudah didapat pada saat dibutuhkan warga.
Tanaman obat adalah tanaman yang memiliki khasiat obat dan digunakan sebagai obat
dalam penyembutun maupun pencegahan penyakit. Pengertian berkhasiat obat adalah zat aktif
yang berfungsi mengobati penyakit tertentu atau jika tidak mengandung zat aktif tertentu tapi
menganhung efek resultan sinergi dari berbagai zat yang berfungsi mengobati (Flora, 2008).
Tanaman obat tidak berarti tumbuhan yang ditanam sebagai tanaman obat Tanaman obat
yang tergolong rempah-rempah atau bumbu dapur, tanaman pagar, tanaman buah, tanaman sayur
atau bahkan tanaman har juga dapat digunakan sebagai tanaman yang di manfaatkan untuk
mengobati berbagai macam penyakit Penesan-penemuan kedokteran modem yang berkembang
pesat menyebabkan pengobatan tradisional terlihat ketinggalan zaman.Banyak obat-obatan
modem yang terbuat dari tanaman obat, hanya saja peracikannya diakukan secara klinis
laboratories sehingga terkesan modem. Penemuan kedokteran modern juga mendukung
penggunaan obat-obatan tradisional (Hariana, 2008).
Tanaman obat didefinisikan sebagai jenis tanaman yang sebagian, seluruh tanaman dan
atau eksudat tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan atau ramkan obat-obatan. Eksudat
tanaman adalah isi sel yang secara spontan kekuar dari tanaman atau dengan cara tertentu
sengaja dikekarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati
lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi dari tanamannya (Herdiani, 2012).

Tanaman obat pada umaamnya memiliki bagian-bagian tertentu yang digunakan sebagai obat,
yaitu:
1. Akar (radix) misalnya pacar air dan cempaka.
2. Rimpang (rhizome) misalnya kunyit, jahe, temulawak
3. Umbi (tuber) misalnya bawang merah, bawang putih, teki
4. Bunga (flos) misalnya jagang, piretri dan cengkih
5. Buah (fruktus) misalnya delima, kapolaga dan mahkota dewa

2.2 Klasifikasi Tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus)


Klasifikasi tanaman kumis kucing sebagai berikut (USDA, 2015) :
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Tubiflorae
Familia : Labiatae / Lamiaceae
Genus : Orthosiphon
Spesies : Orthosiphon stamineus Benth.

2.2.1 Morfologi Tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus)


Tanaman kumis kucing memiliki nama latin Orthosiphon stamineus. Di beberapa daerah
tanaman ini dikenal dengan beberapa nama lokal yaitu kutum, mamam, bunga laba-laba, remuk
jung, remujung, kumis kucing, songot koceng.

Gambar 1. Kumis kucing

Tanaman kumis kucing memiliki ketinggian 0,3-1,5 m dan memiliki batang 4-sudut.
Daunnya sederhana, memiliki lebar 2-4 cm dan panjang 4-7 cm. Bunganya berwarna putih, biru
atau ungu. Ketika bunga terbuka, benang sari dan putik meluas jauh melampaui kelopak, yang
terlihat seperti "kumis kucing". Tanaman kumis kucing banyak ditemukan di negara tropis
seperti Asia dan Australia. Budidaya tanaman ini dapat dilakukan di dataran dengan ketinggian
500-1200 mdpl dengan curah hujan lebih dari 3000 mm/tahun. Kondisi tanah yang subur dan
gembur dengan pH 5-7,7, mengandung banyak humus, memiliki aliran air yang baik dan terkena
sinar matahari langsung merupakan habitat yang cocok untuk budidaya tanaman ini (Herliana,
2013).
2.3 Klasifikasi Tanaman Seledri (Apium graviolens L)
Kedudukan tanaman seledri dalam taksonomi tumbuhan, diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Umbelliferales
Family : Umbelliferae (Apiaceae)
Genus : Apium
Species : Apium graviolens L.
(Rukmana, 2003)
2.3.1 Morfologi Tanaman Seledri (Apium graviolens L)
Daun seledri yang tumbuh dalam pola roset atau berupa daun majemuk menyirip dengan
lima atau tujuh anak daun. Daun melekat pada batang dengan tangkai daun panjang dan
berdaging. Tangkai daun tegak dan lebar dengan pangkal melingkup atau membentuk talang.
Tangkai daun yang lebih muda lebih lembut (Halfacre dan Barden, 2004).

Gambar 2. seledri

Tepi daun seledri umumnya bergerigi dengan pangkal maupun ujungnya runcing.
Tulang-tulang daun menyirip dengan ukuran panjang 2-7,5 cm, dan lebar 2-5 cm. Tangkai daun
tumbuh tegak keatas atau kepinggir atang, panjang sekitar 5 cm, berwarna hijau keputihan.
Batang seledri sangat pendek sehingga tidak kelihatan (Rukmana, 2003).
2.4 Proses Penanaman tanaman Obat
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan antara lain adalah
1. Pengelolahan lahan : media tanamyaitu polybag yang diisi tanah dan pupuk sekam.
2. Pembibitan : Bibit yang digunakan bibit yang sudah tumbuh.
3. Penyiraman; Dilakukan setiap hari, saat pagi dan sore hari. Sistem pembuangan air pun
juga perlu diperhatikan.
4. Penyulaman; Yaitu penanaman kembali tanaman yang rusak, mati atau tumbuh tidak
normal.
5. Pemupukan; pupuk organik (Sekam),
6. Penyiangan; kompetisi antara tanaman dan gulma dalam mendapatkan hara dan cahaya
matahari.
7. Pembumbunan; Dilakukan dengan tujuan untuk memperkokoh tanaman, menutup bagian
tanaman di dalam tanah, dan memperbaiki aerasi tanah.

BAB III

METODELOGI
3.1 Waktu Dan Tempat

 Penanam dilakasanakan pada tanggal 20 maret 2024 di depan gedung klinik Pratama

3.2 Anggota Kelompok

 Penanaman ini dilakukan berkelompok dengan anggota 3 orang.

3.3 Metode Pelaksanaan

a. Alat

Alat yang digunakan meliputi :

Cangkul, cetok, ember, garbu pengambur,

b. Bahan

Bahan yang digunakan meliputi :

Pupuk sekam, tanah polibag bibit kumis kucing, seledri dan air

c. Cara kerja

1. Siapkan Alat Dan Bahan

2.Menyiapkan Bahan Polibag Yang Di Isi Tanah

3. Tanam Bibit Di Dalam Polibag Yang Sudah Diisi Tanah Dengan Kedalaman Yang Sesuai.

4. Siram Tanaman Dan Beri Pupuk Sesuai Kebutuhan Tanaman

5. Pastikan Tanaman Terkena Sinar Matahari

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Kandungan Tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus)
Tanaman kumis kucing mengandung senyawa-senyawa flavonoid polimetoksilasi,
fenilpropanoid (turunan asam kafeat), dan terpenoid (terutama diterpen dan triterpen). Flavonoid
yang paling menonjol, yang diisolasi dari ekstrak daun kumis kucing adalah sinensetin,
eupatorin, 3'-hydroxy-5,6,7,4'- tetramethoxy flavones, 20–23 tetramethylcutellarein, 20
salvegenin, ladanein, vomifoliol, 7 ,3 ', 4'-triO-methylluteolin, dan scutellarein tetramethylether
(Ameer et.al., 2012). Sinensitin merupakan senyawa golongan flavonoid yang menjadi senyawa
fitokimia paling penting dan menjadi senyawa marker dari tanaman kumis kucing (Himani et al.,
2013).

4.1.1 Manfaat kimia tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus)


Tanaman herbal telah banyak digunakan dalam pengobatan tradisional selama
berabadabad di seluruh dunia. Penggunaan suatu tanaman yang digunakan sebagai obat
tradisional memerlukan penelitian ilmiah untuk mengetahui khasiat yang terkandung di
dalamnya agar dapat dijamin kebenarannya. Orthosiphon stamineus telah lama digunakan dalam
pengobatan tradisional di India Timur, Indo Cina, Asia Tenggara, dan daerah tropis Australia
dimana tanaman ini biasanya ditemukan . Di Indonesia tanaman ini dikenal sebagai kumis
kucing (cat’s whiskers) (Silalahi M., 2019). Secara tradisional, Orthosiphon stamineus
bermanfaat sebagai aktivitas antioksidan, anti inflamasi, anti hipertensi, antidiabetes, dan anti
mikroba serta memiliki efek diuretic.
Daun Orthosiphon stamineus biasanya digunakan sebagai teh herbal untuk diuretik, untuk
mengobati rematik, diabetes, gangguan saluran kemih, edema, demam, influenza, hepatitis,
penyakit kuning, batu empedu, dan hipetensi . Daun Orthosiphon stamineus diperkenalkan
sebagai teh untuk kesehatan di Eropa dan Jepang (Ameer OZ, 2012).
Untuk infeksi saluran kemih diobati dengan cara rebusan daun segar yang diminum dua
kali sehari, meskipun tidak ada pengetahuan yang sistematis mengenai dosis yang diperlukan
untuk perawatan yang efektif. Rebusan dari daun kering juga sering digunakan untuk pengobatan
stranguria dan disuria. Selain itu, rebusan daun kumis kucing di Filipina digunakan untuk
menghilangkan asam urat. Ranting muda dan daun kumis kucing digunakan untuk pengobatan
sakit punggung di Negara Malaysia. Batang kering dan daun biasanya diseduh sebagai teh untuk
berbagai keperluan, dari mengobati gangguan peradangan hingga penyakit pada saluran
urogenital (Gimbun J, et al, 2018).
4.2 Kandungan tanaman Seledri (Apium graviolens L)
Seledri merupakan salah satu herbal yang sering digunakan untuk dioalah dalam
makanan dan juga sebagai tanaman untuk pengobatan. Seledri memiliki sedikit rasa pedas dan
aroma yang khas sehingga banyak digunakan sebagai bumbu penyedap pada berbagai produk
makanan (Kolarovic et al, 2010). Aroma khas pada seledri berasal dari turunan ftalid. Ftalid
dikenal memiliki sifat antiinflamasi, antitumor dan insektisida. Sebesar 74,6- 76,6% ftalid
terdapat di daun, bagian batang sebesar 56,8-74,1%, dan bagian akar sebesar 57,7-79,7%
(Sellami, Ibtissem Hamrouni et al, 2012).
4.2.1 Manfaat kimia tanaman Seledri (Apium graviolens L)
Daun seledri mengandung vitamin A, B1, B2, B6, C, E, K, P dan mineral lain seperti Fe,
Ca, P, Mg dan Zn. Kandungan vitamin C dalam seledri efektif untuk menguatkan sistem imun
sehingga tubuh menjadi resisten terhadap penyakit. Begitu juga dengan Ca, P dan Mg yang dapat
memperkuat tubuh. Selain itu, Mg dan Fe dalam seledri mampu meringankan efek anemia.
Jumlah yang ideal antara Fe dan Mg pada seledri merupakan jumlah (rasio) yang ideal untuk
dapat membantu menghentikan perkembangan penyakit kanker (Tyagi, Satyanand et al, 2013)
Selain itu, seledri memiliki kandungan kalori yang rendah dengan nilai gizi yang tinggi, hal
tersebut berkenaan dengan senyawa antioksidan yang terkandung dalam seledri (Rizzo, V. and
G. Muratore. 2009).
Seledri (Apium graveolens var. dulce) telah lama digunakan dalam pengobatan herbal,
masih populer hingga saat ini, dan mungkin akan terus digunakan di masa depan, karena
mengandung berbagai zat fitokimia bioaktif yang memberikan efek terapeutik. Berbagai
senyawa metabolit pada seledri seperti ftalid, kumarin dan apigenin diketahui memiliki sifat
sebagai antiinflamasi dan pereda nyeri, antioksidan, antiulser, antibakteri, antimalaria dan
larvasidal, antikanker, antijamur, antikalkuli, antihipertensi, peningkat kesuburan, antitiroid, dan
antidiabetes.

BAB IV
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
a.Cara budidaya tanaman obat meliputi : Pengelolaan lahan, Waktu Tanam , Penanaman dan
Pembibitan serta pemeliharaan.
b. kandungan tanaman obat :
1. kandungan kumis kucing : Tanaman kumis kucing mengandung senyawa-senyawa
flavonoid polimetoksilasi, fenilpropanoid (turunan asam kafeat), dan terpenoid (terutama
diterpen dan triterpen).
2. kandungan seledri : Daun seledri mengandung vitamin A, B1, B2, B6, C, E, K, P dan
mineral lain seperti Fe, Ca, P, Mg dan Zn. Kandungan vitamin C dalam seledri efektif untuk
menguatkan sistem imun sehingga tubuh menjadi resisten terhadap penyakit.
c. khasiat tanaman obat
1. khasiat kumis kucing : Daun Orthosiphon stamineus biasanya digunakan sebagai teh
herbal untuk diuretik, untuk mengobati rematik, diabetes, gangguan saluran kemih, edema,
demam, influenza, hepatitis, penyakit kuning, batu empedu, dan hipetensi . Daun
Orthosiphon stamineus diperkenalkan sebagai teh untuk kesehatan di Eropa dan Jepang
2. khasiat seledri : mengandung berbagai zat fitokimia bioaktif yang memberikan efek
terapeutik. Berbagai senyawa metabolit pada seledri seperti ftalid, kumarin dan apigenin
diketahui memiliki sifat sebagai antiinflamasi dan pereda nyeri, antioksidan, antiulser,
antibakteri, antimalaria dan larvasidal, antikanker, antijamur, antikalkuli, antihipertensi,
peningkat kesuburan, antitiroid, dan antidiabetes.

DAFTAR PUSTAKA
Herdiani, E. 2012. Potensi Tanaman Obat Indonesia [Online]. Indonesia: BBPP
Lembang. Available: http://www.bbpp lembang.info/index.php/arsip/artikel/
artikel-pertanian/585-potensi-tanaman-obatindonesia
Himani 2013
Ameer OZ, Salman IM, Asmawi MZ, Ibraheem ZO, Yam MF. Orthosiphon stamineus:
traditional uses, phytochemistry, pharmacology, and toxicology. J Med Food.
2012;15(8):678-690.
Gimbun J, Pang SF, Yusoff MM. Orthosiphon stamineus (Java Tea). Elsevier Inc.; 2018.
doi:10.1016/b978-0-12-812491-8.00047-3
Halfarce dan Bardebn 2004. Horticulture. Mc. Graw-hill. Book company . United Stanted of
America.
Herdiani, E. 2012. Potensi Tanaman Obat Indonesia [Online]. Indonesia: BBPP
Lembang. Available: http://www.bbpp lembang.info/index.php/arsip/artikel/
artikel-pertanian/585-potensi-tanaman-obatindonesia
Himani 2013
Kolarovic, Jovanka, Mira Popovic, Janka Zlinská, Svetlana Trivic, and Matilda Vojnovic.
2010. “Antioxidant Activities of Celery and Parsley Juices in Rats Treated with
Doxorubicin.” Molecules 15(9):6193– 6204.
Silalahi M. Orthosiphon stamineus Benth (Uses and Bioactivities). Indones J Sci Educ.
2019;3(1):26. doi:10.31002/ijose.v3i1.729
Nugraha, S.P., dan Agustiningsih, W.S., 2015. Pelatihan Penanaman Tanaman Obat
Keluarga (TOGA). Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan Vol.4 No.1: 58-62.
Sellami, Ibtissem Hamrouni et al. 2012. “Essential Oil and Aroma Composition of Leaves,
Stalks and Roots of Celery (Apium Graveolens Var. Dulce) from Tunisia.” Journal of
Essential Oil Research 24(6):513–21.
Tyagi, Satyanand et al. 2013. “Medical Benefits of Apium Graveolens (Celery Herb).”
Journal of Drug Discovery and Therapeutics 1(5):36– 38.
Rizzo, V. and G. Muratore. 2009. “Effects of Packaging on Shelf Life of Fresh Celery.”
Journal of Food Engineering 90(1):124–28.

Anda mungkin juga menyukai