Anda di halaman 1dari 4

1. Paparkan pendapat anda terkait konsep pemerolehan bahasa pertama dan kedua!

2. Terdapat beberapa pandangan para ahli (nativis, behavioris, dan kognitivisme) terkait
pemerolehan bahasa pertama dan kedua, silakan kemukakan pemahaman anda terkait beberapa
pandangan tersebut!
JAWAB
1. Pemerolehan bahasa (Language acquisition) adalah proses pemilikan kemampuan
berbahasa secara ilmiah.
Proses pemerolehan bahasa memiliki karakteristik berikut:
• Berjalan secara spontan, tanpa sadar, dan tanpa beban.
• Terjadi secara langusung dalam situasi informal, tanpa melalui pembelajaran
formal.
• Didorong oleh kebutuhan, baik kebutuhan untuk memahami maupun dipahami
orang lain.
• Berlangsung secara terus menurus dalam konteks berbahasa yang nyata dan
bermakna.
• Diperoleh secara lisan melalui tindak berbahasa menyimak/ mendengarkan dan
berbicara.
Pemerolehan bahasa sendiri merupakan produk dari adanya interaksi nyata antara orang
satu dengan orang yang lain di lingkungan sekitarnya. Pemerolehan bahasa pada anak
sendiri dibagi menjadi dua, yaitu bahasa pertama dan bahasa kedua. Bahasa merupakan
alat komunikasi yang diperoleh manusia sejak lahir. Penguasaan sebuah bahasa oleh
seorang anak dimulai dengan perolehan bahasa pertama yang sering kali disebut bahasa
ibu. Pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses yang sangat panjang sejak anak belum
mengenal sebuah bahasa sampai fasih berbahasa. Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa
adalah proses yang berlangsung di dalam otak anak-anak ketika dia memperoleh bahasa
pertamanya atau bahasa ibunya. Tahap pemerolehan bahasa pertama dibagi menjadi empat
tahap, yaitu tahap pemerolehan kompetensi dan performansi, tahap pemerolehan semantik,
tahap pemerolehan sintaksis dan tahap pemerolehan fonologi. Pemerolehan bahasa
pertama, atau yang kerap disebut bahasa ibu, merupakan proses kreatif dimana aturan-
aturan bahasa dipelajari anak berdasarkan input yang diterimanya dari bentuk
tersederhana hingga bentuk yang paling kompleks. Anak akan lebih cepat menguasai
bahasa jika ia memperoleh bahasa dalam masa emas atau periode ideal (critical age) yaitu
usia 6-15 tahun. Pada teori lain diasumsikan bahwa usia kritis tersebut berkisar 0-6 tahun,
namun pada intinya batasan periode ideal yang dimaksud adalah prapubertas. Menurut
Lanneberg (dalam Subyakto, 1992) pada masa emas otak manusia masih sangat elastis
sehingga memungkinkan seorang anak memperoleh bahasa pertama dengan mudah
dan cepat. Adapun pada usia pubertas telah dicapai kematangan kognitif pada saat
selesainya fungsi-fungsi otak tertentu, khususnya fungsi verbal yang menjadi mantap
di bagian otak sebelah kiri. Hal inilah yang disebut lateralisasi. Masa kritislah yang
bertanggung jawab atas lateralisasi yang membuat proses pemerolehan bahasa secara
alamiah akan berkurang hingga akhirnya hilang sama sekali. Perkembangan bahasa
pertama anak lebih mudah ditandai dari panjang ucapannya. Panjang ucapan anak kecil
merupakan indikator atau petunjuk perkembangan bahasa yang lebih baik daripada urutan
usianya. Jumlah morfem rata-rata per ucapan dapat digunakan sebagai ukuran panjangnya.
Ada lima tahapan pemerolehan bahasa pertama. Setiap tahap dibatasi oleh panjang ucapan
rata-rata tadi. Untuk setiap tahap ada Loncatan Atas (LA). Walaupun perkembangan
bahasa setiap anak sangat unik, namun ada persamaan umum pada anak-anak, ada
persesuaian satu sama lain semua mencakup eksistensi, noneksistensi, rekurensi, atribut
objek, dan asosiasi objek dengan orang. Dilihat dari unsur dasar pembentukannya,
kombinasi yang dibuat anak pada periode ini mengekspresikan dua unsur deretan dasar
pelaku (agen) + tindakan (aksi) + objek. Semua kombinasi dua unsur terjadi, misalnya
Agen + Aksi + Objek, Agen + Objek. Pada masa tahap 2 ada tiga sarana ekspresif yang
dipakai oleh anakanak, yang dapat membuat kalimat-kalimat mereka menjadi lebih
panjang, yaitu kemunculan morfem-morfem gramatikal secara inklusif dalam ujaran anak,
pengertian atau penyambungan bersama-sama hubungan dua hal tersebut, dan perluasan
istilah dalam suatu hubungan/relasi. Perkembangan pemerolehan bunyi anak-anak
bergerak dari membuat bunyi menuju ke arah membuat pengertian. Periode pembuatan
pembedaan atas dua bunyi dapat dikenali selama tahun pertama, yaitu (1) periode
vokalisasi dan prameraban serta (2) periode meraban. Anak lazimnya membuat pembedaan
bunyi perseptual yang penting selama periode ini, misalnya membedakan antara bunyi
suara insani dan noninsani antara bunyi yang berekspresi marah dengan yang bersikap
bersahabat, antara suara anak-anak dengan orang dewasa, dan antara intonasi yang
beragam. Anak-anak mengenali makna-makna berdasarkan persepsi mereka sendiri
terhadap bunyi kata-kata yang didengarnya. Anak-anak menukar atau mengganti ucapan
mereka sendiri dari waktu ke waktu menuju ucapan orang dewasa, dan apabila anak-anak
mulai menghasilkan segmen bunyi tertentu, hal itu menjadi perbendaharaan mereka.
Perkembangan ujaran kombinatori anak-anak dapat dibagi dalam 4 bagian, yaitu
perkembangan negatif/penyangkalan, perkembangan Teori Belajar Bahasa 
interogatif/pertanyaan, perkembangan penggabungan kalimat, dan perkembangan sistem
bunyi. Ada 3 tipe struktur interogatif yang utama untuk mengemukakan persyaratan, yaitu
pertanyaan yang menuntut jawaban ya atau tidak, pertanyaan yang menuntut informasi,
dan pertanyaan yang menuntut jawaban salah satu dari yang berlawanan (polar).
Penggabungan beberapa proposisi menjadi sebuah kalimat tunggal memerlukan rentangan
masa selama beberapa tahun dalam perkembangan bahasa anak-anak. Pada umumnya,
cara-cara menggabungkan kalimat menunjukkan gerakan melalui empat dimensi yaitu
gabungan dua klausa setara menuju gabungan dua klausa yang tidak setara, klausa-klausa
utama yang tidak tersela menuju penggunaan klausa-klausa yang tersela, yaitu
menyisipkan klausa bawahan pada klausa utama, susunan klausa yang memuat kejadian
tetap menuju susunan klausa yang bervariasi, dan dari penggunaan perangkatperangkat
semantik-sintaktis yang kecil menuju perangkat yang lebih diperluas. Pada perkembangan
masa sekolah, orientasi seorang anak dapat berbeda-beda. Ada anak yang lebih impulsif
daripada anak yang lain, lebih refleksif dan berhati-hati, cenderung lebih jelas dan nyata
dalam berekspresi, lebih senang belajar dengan bermain-main, sementara yang lain lebih
pragmatis dalam pemakaian bahasa. Di masa ini setiap bahasa anak akan mencerminkan
kepribadiannya sendiri. Siswa taman kanakkanak memiliki rasa bahasa, bagian-bagiannya,
hubungannya, bagaimana cara kerjanya sehingga mereka mampu mengenal serta
mengapresiasi bahasa yang dipakai dalam cara yang mengagumkan serta tidak lazim.
Selama masa sekolah anak mengembangkan dan memakai bahasa secara unik dan
universal. Pada saat itu, anak menandai atau memberinya ciri sebagai pribadi yang ada
dalam masyarakat itu. Perkembangan bahasa pada masa sekolah dapat dibedakan dengan
jelas dalam 3 bidang, yaitu struktur bahasa, pemakaian bahasa, dan kesadaran
metalinguistik.
( Sumber : Modul PDGK4204 hal 1.28 ).
2. a. Pandangan Nativitis
Menurut pandangan ini, setiap anak yang lahir dilengkapi dengan kemampuan bawaan
atau alami untuk dapat berbahasa. Kemampuan berbahasa itu disebut dengan “piranti
pemerolehan Bahasa” atau (language acquisition device atau LAD) yang berpusat di
otak. Diuraikan pandangan Nativis tentang pemerolehan Bahasa terdapat 3 macam
yaitu :
1. Bahasa adalah kemampuan manusiawi. Dengan kata lain, semua manusia yang
normal dapat berbahasa dan hanya manusia yang dapat berbahasa.
2. Penentu utama bagi pemerolehan bahasa pertama ialah Alat Pemerolehan Bahasa
Language Acquisition Device yang dibawa sejak lahir dan yang dilengkapi dengan
seperangkat kategori linguistik yang sistematis. Dengan alat ini semua anak yang
normal dapat memperoleh bahasa yang ada di lingkungannya, apapun bahasanya.
3. Proses pemerolehan bahasa terdiri atas serangkaian hipotesis tentang bahasa yang
sedang dipelajarinya. Hipotesis-hipotesis ini selalu diperbaiki dan diperbaharui atau
ditinggalkan sesuai dengan data linguistik yang diperolehnya.
b. Pandangan Behavioritis
Menurut Behavioritis, penguasaan Bahasa anak ditentukan oleh rangsangan yang
diberikan lingkungan. Anak tidak memiliki peranan aktif, hanya sebagai penerima
pasif. Kaum Behaviorisme, menekankan pentingnya peniruan dan menyatakan bahwa
belajar bahasa melibatkan pembentukan hubungan antara stimulus dan respons dan
penguatan. Pembentukan ini melalui proses pembiasaan (conditioning) dan
pengulangan-pengulangan. Karena adanya stimulus internal atau eksternal, anak
memberikan respons dengan mengucapkan ujaran tertentu, dan jika ujaran itu benar ia
akan menerima penguatan dari orang dewasa di sekelilingnya. Bila hal ini terjadi
berulang kali, maka ujaran-ujaran tersebut telah dikuasai olehnya. Pandangan
Behaviorisme ini mendapat kritikan tajam dari kaum Nativisme. Pertama, penelitian
pemerolehan bahasa menunjukkan bahwa banyak dari ujaran-ujaran anak-anak
berjalan melalui tahapan sistematis dalam menyusun tata bahasa yang berbeda dengan
tata bahasa orang tuanya. Kedua, anak-anak, dan orang dewasa, mampu mengucapkan
banyak kalimat yang belum pernah mereka dengar. Ini tentunya bukan faktor meniru.
Ketiga, anak-anak dari kalangan bahasa tertentu, misalnya, dari bahasa Inggris,
tampaknya semua belajar bahasa dengan pola perkembangan yang sama. Keempat,
anak-anak mampu menciptakan kata-kata yang tidak digunakan oleh orang dewasa di
sekitarnya. Dengan kata lain, mereka mempunyai kreativitas leksikal (lexical
creativity). Kelima, orang-orang dewasa cenderung memerikan penguatan pada
informasi yang benar, bukan pada bentuk ujaran.
b. Pandangan Kognitif
Menurut pandangan ini, penguasaan dan perkembangan Bahasa anak ditentukan oleh
daya kognitifnya. Dengan kata lain, anaklah yang berperan aktif untuk terlibat dengan
lingkungannya agar penguasaan bahasanya dapat berkembang secara optimal..
Perkembangan ini tergantung pada keterlibatan anak secara aktif dengan
lingkungannya. Perkembangan kognitif ini pun bertahap sehingga perkembangan
keterampilan berbahasa juga bertahap sesuai dengan urutan perkembangan kognitif.
( Sumber : Modul PDGK4204 hal 1.15 – 1.33 ).

Anda mungkin juga menyukai