Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ACUTE LUNG OEDEMA


(ALO) DI RUANG ANTURIUM RSD DR. SOEBANDI JEMBER

oleh
Azin Linggar Pramila, S. Kep.
NIM 212311101102

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2022

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PEMBELAJARAN LURING

Laporan Pembelajaran Luring Stase Keperawatan Medikal pada Program Studi


Pendidikan Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Jember yang disusun
oleh :

Nama : Azin Linggar Pramila, S.Kep.


NIM : 212311101102

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:


Hari/Tanggal :
Tempat : Ruang Anturium RSD dr. Soebandi Jember

Jember, Januari 2022


TIM PEMBIMBING
Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

................................................... .........................................................
................................................. ....................................................

Mengetahui,
Kepala Ruang Anturium RSD dr. Soebandi
Kabupaten Jember

........................................................
..................................................

2
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan berikut disusun oleh:


Nama : Azin Linggar Pramila, S.Kep
NIM : 212311101102
Judul : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien Acute Lung
Oedema (ALO) di Ruang Anturium RSD dr. Soebandi Jember

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:


Hari/Tanggal:
Tempat : Ruang Anturium Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember

Jember, Januari 2022

TIM PEMBIMBING
Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

............................................................ ......................................................
.................................................... .................................................

Mengetahui,
Kepala Ruang Anturium RSD dr. Soebandi
Kabupaten Jember

....................................................................
....................................................

3
DAFTAR ISI

BAB 1. KONSEP PENYAKIT ..................................................................... 1


1.1 Review Anatomi Fisiologi .......................................................... 1
1.2 Definisi........................................................................................ 4
1.3 Epidemiologi .............................................................................. 5
1.4 Etiologi ....................................................................................... 5
1.5 Klasifikasi .................................................................................. 6
1.6 Patofisiologi ................................................................................ 8
1.7 Manifestasi Klinis ...................................................................... 9
1.8 Pemeriksaan Penunjang .............................................................. 10
1.9 Penatalaksanaan .......................................................................... 13
1.10 Komplikasi ................................................................................. 15
1.11 Prognosis .................................................................................... 16
BAB 2. CLINICAL PATHWAY................................................................... 17
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN BERDASAR TEORI ...................... 18
3.1 Assessment / Pengkajian Keperawatan ....................................... 18
3.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................... 26
3.3 Intervensi Keperawatan ............................................................. 27
3.4 Implementasi Keperawatan......................................................... 36
3.5 Evaluasi Keperawatan................................................................. 36
3.6 Discharged Planning .................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 38

4
BAB 1. KONSEP PENYAKIT

1.1 Review Anatomi Fisiologi


A. Anatomi Paru-Paru

Gambar 1.1 Anatomi Paru-Paru (Utama, 2018)


Menurut Kuntoadi (2019) paru-paru adalah organ vital pernapasan yang
terletak di rongga dada (meiastinum), dimana bagian atasnya menyerupai kerucut
(apex), bagian bawah melekat pada otot diafragma, dan terlindungi serta struktur
tulang selangka. Paru-paru berbatasan dengan tulang rusuk dibagian lateral,
jantung dibagian medial, dan otot diafragma dibagian inferior. Sebagian besar
paru-paru disususun oleh gelembung alveoli yang terdiri dari sel-sel endotel
maupun epitel. Paru-paru dibungkus oleh selaput yakni membran pleura yang
merupakan suatu membran halus (serosa) dengan struktur double-membran.
Double-membran tersebut yaitu pleura parietal (membran sektor) terletak melekat
pada dinding dada, dan pleura visceral (membran dalam) yang melekat langsung
dengan paru-paru. Paru-paru terbagi menjadi dua bagian yaitu dekstra dengan
berat 620 gram dan sinistra dengan berat 560 gram. Masing-masing paru-paru
terpisah antara satu dengan lainnya oleh jantung, pembuluh-pembuluh besar, dan
struktur lain di dalam rongga dada.
1) Paru dekstra lebih besar daripada sinistra karena mempunyai 3 lobus
yaitu lobus superior, medius, inferior yang terpisah oleh fisura
horizontal dan oblique. Lobus-lobus tersebut disusun oleh lobules. Paru

1
dekstra memiliki 10 segmen yakni 3 buah terdapat pada lobus superior,
2 buah di lobus medius, dan 5 buah di lobus inferior.
2) Paru sinistra hanya mempunyai 2 lobus (superior, inferior) yang terpisah
oleh fisura oblique. Paru sinistra memiliki 8 segmen yakni 4 buah
terdapat pada lobus superior dan 4 buah di lobus inferior.
B. Fisologi Paru-Paru

Gambar 1.2: Fisiologi Paru-Paru (Aung dkk., 2019)


Menurut Aung dkk. (2019) pernapasan atau ventilasi, merupakan
pergerakan udara karena adanya perbedaan tekanan yang mana penyebabnya
adalah perubahan volume paru-paru. Tekanan udara normal yaitu 760 mmHg.
Tekanan udara diberikan pada semua permukaan yang bersentuhan dengan udara.
Ventilasi diinduksi oleh sifat fisik paru-paru, antara lain tegangan permukaan,
elastisitas, dan kepatuhan terhadap zona penghantar dan bronkiolus terminal,
terjadi karena perbedaan tekanan antara kedua ujung saluran udara. Aliran udara
melalui bronkiolus berbanding lurus dengan perbedaan tekanan dan berbanding
terbalik dengan hambatan gesekan terhadap aliran.
Proses pemenuhan kebutuhan oksigen (O2) melalui pertukaran gas dengan
karbon dioksida (CO2) untuk metabolisme sel disebut dengan respirasi. Respirasi
terjadi ketika kondisi tubuh mengalami kekurangan O2 kemudian organ
pernapasan menghirup O2 yang berada diluar tubuh (inspirasi). Apabila tubuh
kelebihan CO2 maka respon tubuh adalah mengeluarkannya (ekspirasi) sehingga
terjadi keseimbangan antara CO2 dan O2 dalam tubuh (Wahyuningsih &

2
Kusmiyati, 2017). Di dalam paru-paru, CO2 yang merupakan salah satu hasil
buangan metabolisme akan menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler
darah ke alveoli, kemudian setelah melalui pipa bronkial dan trakea dikeluarkan
melalui hidung maupun mulut. Semua proses ini dikontrol agar darah yang
meninggalkan paru-paru menerima CO2 dan O2 dengan jumlah yang tepat. Ketika
tubuh sedang melakukan pergerakan, darah yang datang menuju paru-paru
membawa terlalu banyak CO2 dan sedikit O2. Jumlah CO2 yang tidak dapat
dikeluarkan menyebabkan konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini
akan menstimulus pusat pernapasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan
dan kedalaman pernapasan (E.Weinberger dkk., 2018).
Proses pernapasan pada paru-paru terbagi menjadi 4 tahap antara lain:
1) Ventilasi paru merupakan suatu gerakan pernapasan yang bertujuan
menukar udara dari luar dengan udara didalam alveolus
2) Aliran darah yang kaya dengan O2 melewati paru dibawa keluar menuju
seluruh sel atau jaringan tubuh. Sedangkan aliran darah yang kaya
dengan CO2 yang berasal dari seluruh sel atau jaringan tubuh diangkut
menuju paru-paru.
3) Distribusi, aliran udara maupun darah yang mengalir dengan frekuensi
dan kecepatan yang tepat untuk didistribusikan ke seluruh sel atau
jaringan tubuh
4) Difusi, apabila gas melewati membran alveoli dan pembuluh kapiler
maka CO2 akan berdifusi terlebih dahulu daripada O2
Paru-paru memiliki beberapa fungsi untuk proses metabolisme dalam tubuh.
Menurut Syaifuddin, (2011) antara lain:
1) Tempat terjadinya proses inspirasi-ekspirasi atau pertukaran gas antara
oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2)
2) Mengontrol kadar pH (asam-basa) yaitu mengubah tekanan atau
mengkompensasi CO2 yang bersifat asam dengan cara dikeluarkan dari
tubuh
3) Menjadi lapisan pelindung shock jantung
4) Memfiltrasi (penyaringan) darah beku yang terbentuk dalam suatu vena

3
5) Mempengaruhi konsentrasi obat atau suatu zat biologis dalam
pengobatan darah
6) Mengubah Angiotensin I menjadi Angiotensin II melalui enzim
angiotensin-converting
7) Memberi aliran udara untuk menciptakan suara
8) Menjadi reservoir darah didalam tubuh dimana volume darah paru + 450
mililiter atau 9% dari total keselurahan volume darah pada sistem
sirkulasi.

1.2 Definisi
Menurut Rampengan (2014) Acute Lung Oedema (ALO) atau disebut juga
dengan Edema paru akut merupakan suatu kondisi dimana cairan dari vaskular
paru berpindah menuju interstisial dan alveoli. Faktor penyebabnya adalah adanya
tekanan intravaskular yang tinggi (kardiogenik) atau permeabilitas membran
kapiler yang meningkat (non-kardiogenik), sehingga terjadi ekstravasasi yang
cepat dan hasil akhirnya adalah akumulasi atau penumpukan cairan serosa atau
serosanguinosa secara abnormal dibagian parenkim paru. Hal ini, mengakibatkan
berkurangnya pertukaran gas pada tingkat alveolar, yang berlanjut hingga
berpotensi menyebabkan gagal napas (Utama, 2018). Menurut Quessland
Ambulance Service (2020) edema paru merupakan salah satu manifestasi adanya
kongesti paru tindak lanjut, dimana dinding kapiler mengalami kebocoran cairan,
merembes ke jalan nafas sehingga pertukaran gas menjadi terganggu dan
menurunkan komplians paru seperti dispnea hebat dan hipoksia.
Edema paru kardiogenik termasuk kedalam kondisi kegawatdaruratan
medis karena ventrikel kiri mengalami kegagalan berat yang dimanifestasikan
dengan distress pernapasan dan takipnea secara cepat serta progresif. Kondisi
ini diikuti dengan penurunan PaO 2 dan P(A-a)O2. Edema yang terjadi secara luas
dan akut, berpotensi mengakibatkan kematian dalam waktu singkat. Selain itu,
edema paru akut dapat disebabkan oleh inhalasi gas yang mememberi rangsangan,
seperti karbon monoksida, overdosis obat barbiturat atau opiat, dan pemberian
cairan infus, plasma, tranfusi darah yang terlalu cepat (Malek & Soufi, 2021).

4
1.3 Epidemiologi
Penelitian yang dilakukan Chinocel (2016) di 600 rumah sakit di Eropa,
Australia, dan Amerika Latin menyebutkan bahwa pada (37%) pasien gagal
jantung akut mengalami edema paru akut. Selain itu, Romania melaporkan edema
paru akut teridentifkasi pada (29%) pasien gagal jantung akut. Sebanyak 2,1 juta
pasien edema paru di Inggris memerlukan pengobatan dan monitoring secara
komprehensif. Di Amerika Serikat sekitar 5,5 juta penduduk, dan Jerman
sebanyak 6 juta jiwa mengalami edema paru. Angka tersebut memerlukan jumlah
yang cukup besar dan membutuhkan perhatian dalam pemberian bantuan medis
secara komperehensif (Rampengan, 2014). Sebagian besar pasien yang
mengalami gagal jantung kronis akan mengalami satu periode pengobatan edema
paru di rumah sakit (Purvey & Allen, 2017).
Edema paru akut merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa yang
mana diperkirakan sebanyak 75.000 sampai 83.000 kasus/100.000 orang yang
mengalami gagal jantung dan fraksi ejeksi yang rendah. Angka kematian pada
enam tahun terakhir adalah (85%) dengan pasien gagal jantung kongestif. Tingkat
mortalitas kurang lebih 12.000 per 100.000 pasien yang dirawat di rumah sakit
dimana rata-rata waktu terserang edema paru hingga kematian adalah 10 hari.
Angka mortalitas yang terjadi di rumah sakit lebih tinggi berhubungan dengan
fungsi miokard ventrikel kiri. Edema paru akut umumnya lebih sering menyerang
laki-laki daripada perempuan, dan lansia (>65 tahun) memiliki risiko yang lebih
tinggi terkena penyakit ini (Iqbal & Gupta, 2021).

1.4 Etiologi
Etiologi edema paru akut dapat disebabkan karena 2 hal yakni kardiogenik
dan non-kardiogenik. Menurut (Utama, 2018) faktor pencetus terjadinya edema
paru akut antara lain :
1) Kardiogenik
a. Meningkatnya tekanan vena paru tidak disertai gangguan fungsi
ventrikel kiri maupun steosis mitral

5
b. Meningkatnya ekanan vena paru sekunder disertai dengan gangguan
fungsi ventrikel kiri
c. Kapiler paru sekunder yang mengalami peningkatan disebakan oleh
tekanan arteri pulmonalis yang meningkat
d. Ekslampsia
e. Post cardioversions
2) Non-Kardiogenik
a. Peningkatan permeabilitas kapiler paru (ARDS)
b. Secara langsung : aspirasi asam lambung, pengambilan terlalu cepat
pneumotorak atau efusi pleura, tenggelam, emboli lemak, kontusio
paru, pneumonia berat, emboli cairan amnion, inhalasi bahan kimia,
keracunan oksigen
c. Secara tidak langsung : sepsis, trauma berat, syok hipovolemia,
transfusi darah berulang, luka bakar, anafilaksis, koagulasi
intravaskula diseminata, prankreatitis akut, post cardiopulmonary
bypass
d. Peningkatan tekanan kapiler paru : sindrom kongesti vena (pemberian
cairan berlebih, transfusi darah, gagal ginjal)
e. Tekanan onkotik interstitial yang meningkat
f. Adanya partikel asing pada sitem sirkulasi misalnya bisa ular dan
bakteri

1.5 Klasifikasi
Menurut Umara dkk. (2021) edema paru akut dapat diklasifikasikan antara
lain sebagai berikut :
1) Berdasarkan penyebab
a) Kardiogenik
Edema paru kardiogenik atau kelebihan volume timbul karena
peningkatan yang cepat dalam tekanan hidrostatik kapiler paru.
Kondisi ini terjadi ketika curah jantung mengalami penurunan
walaupun terdapat peningkatan resistensi sistemik yang berakibat

6
lebih banyakya darah yang kembali ke atrium kiri daripada darah
yang meninggalkan ventrikel kiri. Peningkatan tekanan vena
pulmonal berakibat tekanan hidrostatik kapiler di paru-paru lebih
besar dari tekanan onkotik darah sehingga filtrasi cairan protein
keluar dari kapiler. Hal ini biasanya terlihat pada gangguan yang
melibatkan fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri (miokarditis
akut termasuk etiologi lain dari kardiomiopati non-iskemik, infark
miokard akut), fungsi katup (regurgitasi aorta/mitral dan stenosis
dalam kisaran sedang hingga berat), ritme (fibrilasi atrium dengan
respon ventrikel yang cepat, takikardia ventrikel, derajat tinggi, dan
blok jantung derajat ketiga).
b) Non-kardiogenik
Edema paru nonkardiogenik disebabkan oleh cedera paru yang
menyebabkan perubahan permeabilitas kapiler sehingga terjadi
pergerakan cairan kaya protein menuju alveolar dan kompartemen
interstisial. Protein yang bocor dari kapiler dapat meningkatkan
tekanan onkotik interstisial sehingga dapat melebihi tekanan darah
dan cairan. Edema paru akut dengan hipoksemia berat disebut
sebagai sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) dan terlihat
dalam berbagai kondisi yang secara langsung mempengaruhi paru-
paru, seperti pneumonia, cedera inhalasi, atau tidak langsung, seperti
sepsis, pankreatitis akut, trauma berat dengan syok, transfusi darah.
2) Berdasarkan pembentukan
a) Stadium pertama
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan
kapasitas difusi gas CO2 sehingga keluhan yang muncul biasanya
sesak napas ketika aktivitas.
b) Stadium kedua
Edema interstisial dimana tandanya adalah dilatasi pada ruang
perivaskuler dan peribronkial, serta getah bening mengalami

7
peningkatan. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur, hilus
menjadi kabur, dan septa interlobaris menebal. Sering terjadi
takipnea yang merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri.
c) Stadium ketiga
Edema pada bagian alveolar ketika cairan bergerak masuk lebih
cepat ke dalam alveoli dibandingkan pembersihan oleh batu atau
getah bening paru. Pasien akan mengalami sesak berat dengan batuk
berbuih kemerahan.

1.6 Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari terjadinya edema paru disebabkan karena
adanya gangguan berbagai proses fisiologis yang kompleks dalam menjaga
keseimbangan filtrasi cairan dan zat terlarut membran kapiler paru sehingga
menimbulkan ketidakseimbangan. Normalnya pertukaran cairan terjadi diantara
vascularbed dan ruang interstitium sedangkan pada edema paru pertukaran cairan
terjadi pada saat aliran cairan dari vaskuler ke dalam ruang interstitial meningkat.
Normalnya tekanan kapiler paru 8-12 mmHg dan tekanan osmotik koloid 28
mmHg (Jufan dkk, 2020). Laju filtrasi cairan ditentukan oleh perbedaan tekanan
hidrostatik dan onkotik antara kapiler paru dan ruang interstisial yang dapat
menyebabkan edema paru.
Edema paru akut kardiogenik dapat terjadi akibat dekompensasi akut pada
gagal jantung kronik maupun akibat gagal jantung akut pada infark miokard
dimana terjadinya bendungan dan peningkatan tekanan di jantung dan paru akibat
melemahnya pompa jantung. Kenaikan tekanan hidrostatik kapiler paru
menyebabkan transudasi cairan ke dalam ruang interstisial paru, dimana tekanan
hidrostatik kapiler paru lebih tinggi dari tekanan osmotik koloid plasma.
Sedangkan pada edema paru akut non-kardiogenik permeabilitas kapiler paru
yang meningkat dibandingkan dengan tekanan vaskular paru yang meningkat
seperti pada edema paru kardiogenik (Kurniati dkk., 2018). Terdapat tiga
tingkatan fisiologi dari akumulasi cairan pada pasien yang mengalami edema paru
menurut Umara (2021) yaitu :

8
a) Tahap kompensasi (tahap 1)
Terjadi ketika ada akumulasi cairan yang meningkat namun masih
diimbangi dengan peningkatan aliran limfatik yang menyebabkan tidak
adanya akumulasi bersih cairan
b) Tahap edema perihiliar (tahap 2)
Terjadi perkembangan tahap 1 dimana ada aliran limfatik diikuti dengan
peningkatan akumulasi cairan dan juga edema mulai berkembang pada
bronkeolus serta pada pembuluh darah yang ada pada paru
c) Tahap edema alveolar (tahap 3)
Pada tahapan ini, akumulasi cairan lebih lanjut tejadi dan berjalan ke
sekitar perifer membrane alveolar, tahap edema ini termasuk tahap 3a.
Sedangkan tahap 3b terjadi saat penimbunan cairan terjadi di alveolar
kemudian mengganggu dinding alveolar kemudian mengakibatkan
gangguan pertukaran gas

1.7 Manifestasi Klinis


Menurut Utama (2018), seseorang yang terkena edema paru akut akan
mengalami distensi dan pembuluh darah kecil meningkatkan kapasitas disfungsi
gas karbon monoksida. Umumnya, keluhan yang muncul adalah sesak napas dan
hasil auskultasi ditemukan suara tambahan ronkhi pada lapang paru ketika
inspirasi. Setelah itu, pada fase lanjutan pasien akan mengalami edema paru
interstisial yakni kaburnya batas pembuluh darah, lalu kekaburan hilus dan
penebalan interlobilaris.
Iqbal & Gupta (2021) menyebutkan manifestasi yang muncul pada pasien
edema paru akut antara lain :
1) Awitan sesak napas yang muncul secara tiba tiba, perasaan asfiksia
(kehabisan napas), tangan basah dan dingin, sianotis pada kuku ataupun
bibir, perubahan kulit menjadi warna abu-abu
2) Lebih mudah mengalami kelelahan, cepat sesak walaupun hanya
melakukan aktivitas biasa (dyspna on exertion), takipnea, dan pusing

9
3) Serangan khas biasanya terjadi pada malam hari setelah terbaring
beberapa jam dimana awalnya muncul perasaan cemas, gelisah, dan
kesulitan tidur
4) Nadi teraba lemah dan cepat (takikardi), terjadi distensi vena jugularis
5) Terdengar suara ronkhi atau crackles saat diauskultasi
6) Batuk-batuk hebat yang menyebabkan jumlah sputum mukoid
meningkat
7) Sputum berjumlah banyak, berwarna merah muda dan berbusa, serta
disertai darah
8) Nyeri pada dada
9) Edema paru yang semakin berkembang dapat menyebabkan ansietas
memberat menjadi panik, pasien mulai bingung lalu mengalami
penurunan kesadaran (stupor)
10) Jika dalam kondisi hiperadegranik terjadi peningkatan tekanan darah
11) Diaforesis atau keringat yang keluar sangat banyak
12) Jika ditemukan hipotensi, menunjukkan kondis ventrikel kiri yang parah
dan syok kardiogenik

1.8 Pemeriksaan Penunjang


Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis acute lung oedema yaitu :
1) Foto Thoraks
Tahap awal terjadi adanya kardiomegali dengan adanya peningkatan
kardiotoraks sebanyak 50%. Kemudian tahap menengah terjadi edema
interstisial, garis kerley B, kemudian adanya manset peribronkial dan
juga adanya fisura interlobar yang menebal. Sedangkan pada tahap akhir
terjadi edema alveolus dan terjadi efusi pleura. Adapun hasil dari x-ray
yaitu adanya pelebaran dan penebalan hilus, coracan paru meningkat
lebih dari 1/3 lateral, kranialisasi vaskuler dan juga hilus yang berkabut
(batas tidak jelas) (Umara dkk., 2021).

10
Gambar 1.3 Foto Thoraks Pasien Edema Paru (Utama, 2018)
2) Pemeriksaan laboratorim
a) Hasil Analisa Gas Darah (AGD) menunjukkan hasil PO2 dan PCO2
yang menurun di awal. Pada perkebangan selanjutnya, terjadi
peningkatan PCO2 dan PO2 yang semakin menurun. Kasus yang
berat biasanya ditemukan asidosis respiratorik dan hiperkapnea
b) Enzim jantung akan meningkat jika penyebab ALO adalah infark
miokard. Peningkatan kadar brain natriuretic peptide (BNP) di
dalam darah sebagai respon terhadap peningkatan tekanan di
ventrikel; kadar BNP >500 pg/ml dapat membantu menegakkan
diagnosis edema paru kardiogenik (Utama, 2018)
3) Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG menujukkan adanya 2 garis atau 3 garis yang
disebut B lines. Bilateral B lines akan sering ditemukan pada jaringan
paru dengan edema intersisial.

Gambar 1.4 Pemeriksaan USG Thoraks pada edema paru (Umara dkk., 2021)

11
4) Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG digunakan untuk melihat adanya ganguan pada
jantung. Contohnya sinus takikardia dengan hipertropi atrium kiri
ataupun fibrilasi atrium, tergantung dari penyebab kegagalan jantung,
gambaran pembesaran (hipertrofi) ventrikel kiri, atrium kiri, iskemik
miokard, infark, dan aritmia (Utama, 2018).
5) Ekokardiogram
Pemeriksaan ini akan memunculkan gambar jantung dalam kondisi
bergerak. Dilakukan dengan tujuan mengatahui sejauh mana kondisi
aliran darah, kinerja katup, dan otot jantung. Ekokardiogram juga bisa
menunjukkan konsentrasi cairan di sekitar jantung.
6) Pulmonary Artery Catheter
Tabung yang panjang dan juga tipis disisipkan kedalam vena dada atau
leher kemudian dimajukan melalui ruang sisi kanan dari jantung dan
diletakkan ke dalam kapiler paru atau pulmonary capillaries. Kemudian
alat ini nantinya mengukur tekanan dalam pembuluh paru dan disebut
pulmonary artery wedge pressure. Apabila bernilai 18 mmHg atau lebih
dapat diindikasikan edema paru kardiogenik sedangkan apabila kurang
dari 18 mmHg maka termasuk non kardiogenik. Penempatan kateter
swan-gaz dan interpretasi dapat dilakukan hanya di ICU (Utama, 2018).
7) Pemeriksaan ICON
Pemeriksaan untuk monitoring hemodinamik non-invase. Alat ICON
digunakan untuk melihat TFC (Torachic Fluid Content) yang berguna
untuk menilai cairan ekstra dan intravaskuler pada paru-paru, biasanya
dikatakan mengalami edema paru apabila mendapatkan nilai TFC
sebesar 27-40k/ohn (Jufan dkk, 2020).
8) Pemeriksaan PICCO (Pulse Contour Cardiac Output)
Pemeriksaan ini merupakan tindakan invasif untuk melihat secara
lengkap hemodinamik dan volumetric. PICCO bisa membantu
penegakan diagnosis edema paru dengan menggunakan patokan nilai
EVLWI yaitu mengetahui jumlah air yang berada di paru-paru baik

12
dalam interstesial, intrasel, alveolar, dan cairan limfa. Normalnya
bernilau <7mL/KgBB (Jufan dkk, 2020).

1.9 Penatalaksanaan
Menurut Rampengan (2014) tujuan penatalaksanaan yang dilakukan untuk
pasien edama paru akut yaitu :
1) Mengendalikan hipoksemia
2) Memperlambat pengembalian darah vena ke jantung
3) Memperbaiki fungsi jantung
4) Relakasasi fisik dan mental
5) Mengurangi volume yang bersirkulasi
6) Memperbaiki pertukaran pernapasan
Prinsip penatalaksanaan meliputi pemberian oksigen yang adekuat, restriksi
cairan, dan mempertahankan fungsi kardiovaskular lain .
1) Oksigenasi
Hipoksemia umum pada edema paru merupakan ancaman utama bagi
susunan saraf pusat, baik berupa turunnya kesadaran sampai koma maupun
terjadinya syok. Oleh karena itu suplai oksigen merupakan terapi intervensi
yang penting untuk meningkatkan pertukaran gas dan menurunkan kerja
pernapasan, mengoptimalisasi unit fungsional paru sebanyak mungkin, serta
mengurangi overdistensi alveolar
a. Pemberian oksigen dengan Bag and Mask 10 lpm mencegah hipoksemia
dan perbaikan asidosis pada klien edema paru akut
b. Diberikan dalam konsentrasi yang adekuat untuk menghilangkan hipoksia
dan dipsnea
c. Oksigen dengan tekanan intermiten atau tekanan kontinu jika tanda-tanda
hipoksia menetap
d. Pada kasus ringan oksigen bisa diberikan dengan kanul hidung atau
masker muka (face mask). Continuous positive airway pressure (CPAP)
sangat membantu pada pasien edema paru kardiogenik.

13
e. Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik, jika terjadi gagal napas.
Intubasi (slang endotrakela atau trakeostomi) agar volume tidal adekuat
dan konsenttasi oksigen yang diperlukan dapat diberikan. Intubasi dapat
mempermudah pengisapan untuk mengeluarkan sekresi yang banyak
f. Tekanan ekspirasi akhir positif
g. Gas darah arteri (GDA). Parameter untuk asidosis respiratorik adalah
hasil pemeriksaan AGD yang meliputi pH, PaCO2 dan PaO2
2) Farmakoterapi
a. Nitrogliserin (NTG) dapat menurunkan preload secara efektif, cepat,
dan efeknya dapat diprediksi. Pemberian NTG secara intra vena diawali
dengan dosis rendah (20µg/menit) dan kemudian dinaikkan secara
bertahap (dosis maksimal 200µg/menit). Contoh obat jenis nitrat adalah
glyceryl trinitrate yang diberikan dengan menyemprotkan 2 puff
sublingual.
b. Diuretik (menurunkan preload ): furosemid (lasix) IV untuk membuat
efek diuretik cepat. Loop diuretics (furosemide) dapat menurunkan
preload melalui 2 mekanisme, yaitu: diuresis dan venodilatasi. Dosis
furosemide dapat diberikan per oral 20-40 mg/hari pada keadaan yang
ringan hingga 5-40 mg/jam secara infus pada keadaan yang berat.
c. Morfin (menurunkan preload) : IV dalam dosis kecil untuk mengurangi
ansietas dan dipsnea merupakan kontraindikasi pada cedera vaskular
serebral, penyakit pulmonal kronis atau syok kardiogenik. Siapkan selalu
nalokson hidroklorida (Narcan) untuk depresi pernapasan luas. Morfin
sulfat digunakan untuk menurunkan preload dengan dosis 3 mg secara
intra vena dan dapat diberikan berulang. morfin sulfat 10-15 mg IV. Obat
ini dapat mengurangi tekanan atrium kiri dan rasa cemas untuk
menangani hipoksemia.
d. Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACE inhibitors)
menunurunkan after load, serta memperbaiki volume sekuncup dan
curah jantung. Pemberian secara intra vena (enalapril 1,25 mg) ataupun
sublingual (captopril 25 mg) akan memperbaiki keluhan pasien. Pada

14
suatu meta analisis didapati bahwa pemberian ACE inhibitors akan
menurunkan angka mortalitas
a. Digitalis : obat golongan β blocker, yaitu digoxin untuk memperbaiki
kekuatan kontraksi jantung, diberikan dengan kewaspadaan tinggi pada
pasien dengan MI akut. Digoxin hanya diberikan pada pasien dengan
rapid atrial fibrillation. Digoxin diberikan dengan dosis 500 µg via
intravena.
e. Aminofilin : untuk mengi dan bronkospasme, drip IV kontinu dalam dosis
sesuai berat badan.
f. Obat-obatan golongan inotropik diberikan pada edema paru kardiogenik
yang mengalami hipotensi, yaitu dobutamin 2-20 µg/kg/menit atau
dopamin 3-20 µg/kg/menit.
3) Perawatan Suportif
a. Pasien diberi posisi fowler tinggi. Baringkan pasien tegak, dengan tungkai
dan kaki dibawah, lebih baik bila kaki terjuntai disamping tempat tidur,
untuk membantu arus balik vena ke jantung
b. Yakinkan pasien, gunakan sentuhan untuk memberikan kesan relitas yang
konkret
c. Maksimalkan waktu kegiatan di tempat tidur
d. Berikan informasi yang sering, sederhana, jelas tentang apa yang sedang
dilakukan untuk mengatasi kondisi dan apa makna respons terhadap
pengobatan

1.10 Komplikasi
Menurut Malek & Soufi (2021) komplikasi yang muncul pada kasus edema
paru akut umumnya disebabkan oleh faktor pencetus yang mendasarinya karena
penyakit ini akibat dari gangguan fisiologis kompleks baik jantung, hati,
keterlibatan sistem multiorgan, rangsangan toksik. Beberapa komplikasi umum
yang dapat terjadi yaitu :
1) Risiko aritmia (fibrilasi atrium, fibrilasi ventrikel, takikardia
ventrikel)

15
2) Tromboemboli (emboli paru, DVT, stroke)
3) Perikarditis
4) Penyakit jantung katup
5) Serangan jantung
6) Tamponade
7) Sindrom Dressler
8) Hipoksia dan hipoksemia berat yang menyebabkan kerusakan organ
akhir dan kegagalan multi-organ
9) Kematian

1.11 Prognosis
Edema paru adalah keadaan dekompensasi akut karena penyakit jantung
atau nonkardiak. Tindakan sementara seperti oksigenasi tambahan, diuretik, nitrat,
dan morfin membantu mengelola dispnea, hipoksemia. Namun, manajemen
definitif dari penyebab yang mendasarinya diperlukan untuk mencegah
kekambuhan. Prediksi prognostik sulit untuk diukur, mengingat sejumlah besar
etiologi edema paru kardiogenik dan non-kardiogenik serta data kematian masing-
masing. Keadaan lanjut edema paru pada ARDS memiliki hasil yang semakin
membaik. Kematian di rumah sakit telah menurun dari (60%) dari tahun 1967
sampai 1981 menjadi kisaran (30%) sampai (40%) pada 1990-an. Selanjutnya,
analisis studi mortalitas ARDS menunjukkan penurunan mortalitas secara
keseluruhan sekitar (1,1%) per tahun dari 1994 hingga 2006. Prognosis
menggunakan data mortalitas sangat bervariasi dan tergantung pada proses
pencetus ARDS (Malek & Soufi, 2021). Pasien dengan edema paru kardiogenik
mengalami kondisi mengkhawatirkan saat pulang sebesar (74%) dan sebanyak
(50%) dapat bertahan hidup setelah satu tahun. Angka kematian 6 tahun terakhir
adalah sebanyak 85% dengan komplikasi pasien gagal jantung kongesif (Iqbal &
Gupta, 2021).

16
BAB 2. CLINICAL PATHWAY
KARDIOGENIK:
Penyakit arteri coroner, Etiologi NON-KARDIOGENIK:
kardiomiopati, gangguan, katup Infeksi paru, lung injury, paparan
jantung, hipertensi toxic, reaksi alergi, ARDS

Peningkatan tekanan/ volume atrium kiri Kerusakan dinding kapiler paru

Penigkatan vena pulmonal Gangguan permeabilitas endotel kapiler paru

Tekanan kapiler >25 mmHg Akumulasi cairan Cairan & protein masuk ke aveoli
mendadak

s
EDEMA PARU AKUT (ALO)

Cairan masuk ke Penurunan Cairan berubah Kurang terpapar Khawatir akibat


alveoli ekspansi paru menjadi serous dan informasi dari kondisi
mengandung darah kesehatan yang dialami
Dinding kapiler Hipoventilasi
alveoli rusak Penumpukan cairan DEFISIT Merasa tidak
mengganggu jalan PENGETAHUAN berdaya
Dispnea
napas
Perubahan
membrane alveolar Ancaman
POLA NAPAS TIDAK EFEKTIF
- kapiler Suara ronkhi kematian

Ketidakseimbangan
Hambatan difusi Sering terjaga ANSIETAS
antara suplai dan Batuk berbuih
O2 dan CO2 saat tidur pink forty
kebutuhan O2

PCO2 meningkat Metabolisme Tidur tidak BERSIHAN JALAN


PO2 rendah meningkat efektif NAPAS TIDAK
EFEKTIF
GANGGUAN Peningkatan GANGGUAN
PERTUKARAN GAS kebutuhan energi POLA TIDUR
Peradangan pada
bronkus
Hipoksia ATP berkurang Intake nutrisi
tidak adekuat Reaksi peradangan
Penurunan saturasi Kelelahan, keletihan meningkatkan suhu basal
O2 di perifer
RISIKO
INTOLERANSI DEFISIT
PERFUSI PERIFER HIPERTERMIA
AKTIVITAS NUTRISI
TIDAK EFEKTIF
17
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN TEORI

3.1 Pengkajian/Assesment Keperawatan


A. Identitas Pasien
1) Nama dan jenis kelamin
Jenis kelamin laki-laki umumnya lebih sering terkena ALO
2) Umur dan tanggal lahir
Biasanya lansia lebih sering terkena ALO dengan gagal jantung
3) Status perkawinan
Status perkawinan tidak mempengaruhi individu mengalami ALO
4) Agama dan ras/suku
Agama dan suku tidak mempengaruhi individu mengalami ALO
5) Alamat/tempat tinggal
Penyakit ini juga dapat terjadi karena penderita berada di dataran
tinggi, biasanya di atas 2400 meter.
6) Pekerjaan
Pekerjaan dengan risiko paparan asap atau inhalasi bahan kimia dapat
berisko terkena ALO
7) Pendidikan
Tingkat pendidikan tidak mempengaruhi seseorang terkena ALO.
Tetapi kurangnya pengetahuan dapat menyebabkan pasien ALO
mengalami keparahan terhadap penyakitnya dikarenakan tidak
mengetahui faktor penyebab dan bagaimana cara mengatasi ALO
dengan tepat
8) Tanggal MRS
Kapan pasien datang ke rumah sakit (meliputi hari, tanggal, jam)
9) Tanggal pengkajian
Kapan perawat melakukan assesment kepada pasien
10) Sumber informasi
Pengkajian dapat dilakukan secara langsung pada pasien, keluarga
pasien, maupun catatan rekam medis

18
B. Riwayat Kesehatan
1) Diagnosa medik
Diagnosa medik yang ditegakkan oleh dokter yaitu ALO kardiogenik
atau ALO non-kardiogenik dan atau tanpa penyakit penyerta lainnya
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering mendorong pasien dengan ALO ke
pelayanan kesehatan adalah sesak napas yang datang secara tiba-tiba
3) Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan sesak napas yang berat sehingga timbul
diaphoresis. Serangan khas biasanya terjadi pada malam hari setelah
terbaring beberapa jam dimana awalnya muncul perasaan cemas,
gelisah, dan kesulitan tidur Selain itu, timbulnya beberapa gangguan
yang berhubungan dengan ALO yang dirasakan here and now seperti
kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, batuk hebat disertai
sputum berwarna kemerahan/merah muda, berbusa, dan nyeri dada
4) Riwayat penyakit terdahulu
a) Penyakit yang pernah dialami
Riwayat kesehatan pasien dapat didahului dengan penyakit
sebelumnya seperti adanya gagal jantung kiri ataupun stenosis pada
katup mitral untuk edema paru kardiogenik, sedangkan pada pasien
edema paru non kardiogenik dapat terjadi karena adanya infeksi
paru seperti pneumonia. Penyakit seperti hipertensi, diabetes
melitus dan kolesterol juga dapat mempengaruhi kondisi pasien
dengan ALO
b) Alergi
Pasien mungkin mengalami alergi yang bisa menimbulkan reaksi
inflamasi seperti peningkatan mukus atau yang lain
c) Imunisasi
Kaji terkait imunisasi yang telah didapat. Umumnya imunisasi
pasien sudah lengkap

19
d) Life style
Mungkin pasien memiliki kebiasaan hidup terpapar dengan bahan
kimia, polusi udara, kebiasaaan merokok, ketergantungan alkohol,
narkotika yang dapat membuat imunitas tubuh menurun
e) Obat yang dikonsumsi
Kaji obat yang dikonsumsi pasien
5) Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah terdapat anggota keluarga yang memiliki penyakit yang
sama dengan pasien atau apakah keluarga ada yang memiliki riwayat
penyakit yang berhubungan dengan ALO misalnya penyakit jantung,
hipertensi

C. Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan


No Pola Fungsi Komponen Pengkajian
1 Pola persepsi Mengkaji bagaimana persepsi pasien dan keluarga terkait
dan sehat dan sakit. Mengkaji bagaimana kebiasaan pasien
pemeliharaan dan keluarga jika sedang mengalami sakit (tenaga
kesehatan kesehatan apa yang dijadikan rujukan). Pasien ALO
memungkinkan terjadi perubahan persepsi dan
pemelirahaan kesehatan karena kurangnya informasi
terhadap kesehatan.
2 Pola nutrisi Berdasarkan antopometri, biomedical sign, clinical sign,
dan dan diet makan, mayoritas pasien ALO menujukkan
metabolik adanya penurunan berat badan karena terjadi peningkatan
kebutuhan metabolisme, kelemahan, intake makanan
berkurang karena penurunan nafsu makan akibat gejala
sesak, mual dan muntah yang dirasakan.
3 Pola Hal yang perlu dikaji terkait pola miksi dan defekasi
eliminasi pasien yang meliputi karakteristik urine dan feses seperti
frekuensi, jumlah, warna, bau, karakter, berat jenis,

20
menggunakan alat bantu atau tidak dan kemandirian
serta melakukan perhitungan balance cairan. Biasanya,
pasien ALO mengalami kelelahan dan dilakukan tirah
baring sehingga akan memiliki permasalahan pada
perawatan diri eliminasi misalnya menggunakan kateter,
pispot, pampers, dll untuk pembuangan hasil eliminasi.
4 Pola aktivitas Pasien ALO biasanya mengeluhkan adanya sesak napas,
dan latihan nyeri pada dada, batuk produktif, kelemahan otot
sehingga dapat mengganggu aktifitas sehari-hari. Pasien
juga cenderung mengalami kelelahan dan mengalami
intoleransi aktivitas akibat adanya ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen, SPO2 menurun dan
RR meningkat. Pada pasien ALO kardiogenik akan
ditemukan bunyi jantung tambahan dan mengalami
takikardia
5 Pola tidur Biasanya pasien ALO sering mengalami kesulitan tidur,
dan istirahat ketidakpuasan tidur karena sesak napas yang dirasakan
6 Pola Kognitif Perawat melakukan pengkajian terkait pengetahuan,
dan orientasi, tingkat kesadaran, daya rasa, daya raba, daya
Sensori pendengaran, daya penglihatan, nyeri (PQRST),
kemampuan berkomunikasi, cara pasien meminimalisir
gejala yang dirasa. Saat dilakukan pengkajian tidak dapat
berbicara dalam kalimat lengkap, dianjurkan untuk
menggunakan pertanyaan tertutup yang hanya
membutuhkan jawaban ya atau tidak atau anggukan
kepala sebagai tanggapan. Biasanya pasien ALO
mengalami penurun kognitif karena kadar O2 dalam
tubuh rendah.
7 Pola persepsi Hal yang dikaji terkait adanya perubahan konsep diri,
diri gambaran diri, identitas diri, ideal diri, dan harga diri

21
sebelum dan saat sakit. Biasanya pasien ALO mengalami
sesak napas, intoleransi aktivitas dapat menjadikannya
lebih emosional dan khawatir berlebih terkait
penyakitnya.
8 Pola peran Hal yang dikaji terkait dukungan yang dimiliki pasien,
dan hubungan seperti keluarga yang menunggu atau hubungan dengan
teman/kerabat. Pasien ALO yang harus menjalani
hospitalisasi memungkinkan mengalami masalah
interaksi sosial dengan orang sekitar karena pasien sesak
dan tidak mampu bicara.
9 Pola Pada pasien ALO bisa mengalami penurunan hasrat
seksualitas seksual akibat sesak napas, kelelahan, dan intoleransi
dan aktivitas yang dialami serta harus dirawat inap sehingga
reproduksi bisa mengganggu pola seksualitasnya.
10 Pola Pasien dengan ALO umumnya akan memiliki rasa
mekanisme ansietas selama menjalani pengobatan, stres akibat
coping- kurang terpapar informasi dan mekanisme koping
stress individu berbeda-beda dimana bisa bersifat konstruktif
ataupun dektruktif.
11 Pola tata Hal yang dikaji terkait sistem nilai dan keyakinan pasien
nilai dan terhadap cara penanganan masalah kesehatan, serta
kepercayaan aktivitas ibadah selama sakit. Umumnya tidak ditemukan
masalah pada sistem nilai dan keyakinan pasien, namun
gejala yang timbul dapat mengganggu kegiatan spiritual
dan ibadah pasien.

D. Pemeriksaan Fisik
1. Status fisiologis
a) Keadaam umum : pasien biasanya lemah, sesak napas, keringat
berlebih, ekstremitas dingin, sianosis, dan agitasi

22
b) Kesadaran : Compos Mentis E4V5M6, namun tidak menutup
kemungkinan terjadi penurunan kesadaran karena prognosis
penyakit yang memburuk
c) Tanda-tanda vital (TTV) : kemungkinan muncul nilai abnormal
yang disebabkan oleh gangguan fungsi ataupun bentuk. Misalnya
terjadi peningkatan pada peningkatan nadi (takikardi), RR
(takipnea), dan suhu (hipertermia). ALO kardiogenik akan
mengalami peningkatan tekanan darah (hipertensi). Jika pasien
mengalami hipotensi maka dapat menjadi indikator terjadinya
disfungsi sistolik ventrikel kiri yang parah dan juga adanya syok
kardiogenik

2. Pemeriksaan head to toe


a) Wajah
Pasien ALO tampak sianosis, diaforesis, ekspresi wajah gelisah
b) Mata
Ketika pasien ALO mengalami dipsnea parah yang dapat
membatasi oksigen masuk kedalam paru-paru, maka terjadi
kekurangan pertukaran gas, pasien akan mengalami kelelahan,
terlihat mata cowong dan konjungtiva anemis
c) Telinga
Umumnya tidak ada masalah pada telinga
d) Hidung
Dapa terlihat adanya pernapasan cuping hidung dan menggunakan
otot bantu pernapasan
e) Mulut
Bibir tampak pucat atau sianosis, kondisi mulut kotor karena pasien
mengeluarkan sputum berwarna kemerahmudaan saat batuk
f) Leher
Mengalami peningkatan tekanan vena jugularis

23
g) Dada :
1) Paru-paru
Umumnya, ditemukan takipnea dimana RR > 24 kali permenit
dan atau dispnea, vocal fremitus suara kiri dan kanan tidak
sama, adanya pelebaran batas paru-paru, irama irreguler.
Biasanya terdapat suara tambahan ronkhi atau crackles pada
lapang paru. Dapat ditemukan juga retraksi dinding dada
2) Jantung
Pada pasien ALO sering ditemukannya takikardi yaitu nadi
>100 kali pemenit, terdengar bunyi redup pada jantung, gallop
pada bunyi jantung 3 dan 4 dan murmur karena lesi katup mitral.
h) Abdomen
Dapat terjadi anoreksia, mual, muntah, kehilangan berat badan, dan
atau adanya nyeri pada abdomen
i) Urogenital
Pasien ALO biasanya perlu dipasang kateter urin
j) Ekstremitas
Pasien mengalami penurunan fungsi dari ekstremitas atas dan
bawah. Pasien tidak mampu beraktivitas karena sesak yang
dirasakan. Pasien ALO mengalami kelelahan sehingga
mengharuskan tirah baring sehingga ekstremitas jarang digunakan
sehingga berisiko atropi
k) Kulit dan kuku
Pasien ALO mengalami kekurangan suplai oksigen ke jaringan
perifer ditandai dengan CRT >3 detik, adanya sianosis, akral
dingin, ujung jari berwarna abu-abu dan basah

24
No Pemeriksaan Kardiogenik Non-Kardiogenik
1. Anamnesis Kejadian Penyakit yang
kardiovaskular (+) mendasari (+)
2. Pemeriksaan fisik
a. Akral Dingin Hangat, nadi kuat
b. S3 galop/kardiomegali (+) (-)
c. Tekanan vena jugular Meningkat Tidak meningkat
d. Ronki Basah Kering
3. Penunjang
a. EKG Iskemia/ infark Normal
b. Foto toraks Distribusi perihiler Distribusi perifer
c. Enzim kardiak Dapat meningkat Normal
d. PCWP/ Pulmonary >18 mmHg <18 mmHg
Atery Chateter (Swan-
Ganz)
e. Rasio PaO2/ FiO2 Normal atau sedikit <300
menurun
f. Hipoksemia (+) Berat
g. Rasio protein edema <0,5 >0,7
dan plasma
Tabel 3.1 Perbedaan hasil pemeriksaan ALO kardiogenik dan non-kardiogenik

25
3.2 Diagnosa Keperawatan
1) (D.0001) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas
2) (D.0003) Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-
kapiler
3) (D.0005) Pola napas tidak efektif b.d hipoventilasi
4) (D.0009) Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan aliran arteri/vena
5) (D.0055) Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur
6) (D.0056) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
7) (D.0080) Ansietas b.d ancaman terhadap kematian
8) (D.0111) Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
9) (D.0130) Hipertermia b.d proses penyakit
10) (D.0032) Risiko defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme

26
3.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1. (D.0001) Bersihan jalan Tujuan (1.01011) Manajemen Jalan Napas
napas tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
hipersekresi jalan napas 3x24 jam, maka bersihan jalan napas 1. Kaji pola napas seperti frekuensi, kedalaman, dan usaha
meningkat napas
Kriteria hasil 2. Kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi,
(L.01001) Bersihan Jalan Napas wheezing, gurgling, dsb
Indikator Skala Skala Ket. 3. Monitor sputum seperti jumlah, aroma, dan warna
awal capaian sputum yang dihasilkan
Batuk efektif 2 5 Meningkat Terapeutik
Produksi 1 4 Cukup 4. Pertahankan jalan napas tetap paten dengan head tilt dan
sputum menurun chin lift
mengi 2 4 Cukup
5. Atur posisi Semi Fowler atau Fowler
menurun
6. Beri minuman yang hangat
7. Lakukan fisioterapi dada
8. Lakukan penghisapan lendir <15 detik
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, dan
mukolitik jika perlu

27
(1.01006) Latihan Batuk Efektif
Observasi
10. Identifikasi kemampuan batuk
11. Monitor adanya retensi sputum
Terapeutik
12. Posisikan Semi Fowler atau Fowler
13. Pasang perlak dan beri bengkok di pangkuan pasien
14. Buang sputum pada tempat yang disediakan
Edukasi
15. Jelaskan manfaat dan langkah melakukan teknik batuk
efektif
16. Anjurkan tarik napas dalam 4 detik lewat hidung, selama
2 detik ditahan, dan dikeluarkan lewat mulut posisi
mencucu dalam 8 detik
17. Anjurkan pengulangan tarik napas dalam sebanyak 3x
18. Anjurkan batuk dengan kuat setelah tarik napas dalam
ketiga
2. (D.0003) Gangguan Tujuan (1.01014) Pemantauan respirasi
pertukaran gas b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
perubahan membran 3x24 jam, maka pertukaran gas meningkat 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
alveolus-kapiler Kriteria hasil 2. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
(L.01003) Pertukaran Gas hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot, ataksis)
Indikator Skala Skala Ket. 3. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
awal capaian 4. Monitor saturasi oksigen
Dispnea 2 4 Cukup 5. Monitor nilai AGD

28
menurun 6. Monitor hasil x-ray toraks
Bunyi napas 2 4 Cukup Terapeutik
tambahan menurun 7. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Nafas cuping 2 4 Cukup 8. Dokumentasikan hasil pemantauan
hidung menurun Edukasi
Nilai AGD 2 4 Cukup 9. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
membaik
10. Informasikan hasil pemantauan
(I. 01026)Terapi Oksigen
Observasi
11. Monitor kecepatan aliran oksigen
12. Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi
yang diberikan cukup
13. Monitor efektifitas terapi oksigen
Terapeutik
14. Bersihkan sekret pada mulut, hidung, dan trakea, jika perlu
15. Pertahankan kepatenan jalan napas
Edukasi
16. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di
rumah
Kolaborasi
17. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
3. (D.0005) Pola napas Tujuan (1.01002) Dukungan Ventilasi
tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
hipoventilasi 3x24 jam, maka pola napas membaik 1. Identifikasi otot bantu napas mengalami kelelahan

29
Kriteria hasil 2. Identifikasi efek ketika terjadi perubahan posisi terhadap
(L.01004) Pola Napas pernapasan
Indikator Skala Skala Ket. 3. Monitor status respirasi dan oksigenasi
awal capaian Terapeutik
Penggunaan 2 4 Cukup 4. Pertahankan kepatenan jalan napas
otot bantu menurun 5. Atur posisi Fowler atau Semifowler
napas 6. Fasilitasi mengubah posisi untuk posisi yang senyaman
Frekuensi 2 4 Cukup
mungkin
napas membaik
7. Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
Kedalaman 2 4 Cukup
Edukasi
napas membaiks
8. Ajarkan cara melakukan teknik relaksasi napas dalam
9. Ajarkan cara melakukan batuk efektif
4. (D.0009) Perfusi perifer Tujuan 1.02079 Perawatan Sirkulasi
tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
penurunan aliran 3x24 jam, maka perfusi perifer meningkat 1. Periksa sirkulasi perifer seperti kondisi nadi perifer,
arteri/vena Kriteria hasil pengisian kapiler, edema perifer, warna, suhu.
L.02011 Perfusi Perifer 2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
Indikator Skala Skala Ket. 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, bengkak pada
awal capaian ekstremitas
Denyut nadi 3 5 Meningkat Terapeutik
perifer 4. Hindari pemasangan IV line atau pengambilan darah
Warna kulit 2 5 Menurun pada daerah yang mengalami keterbatasan perfusi
pucat 5. Hindari pengukuran TD di daerah yang mengalami
Edema 2 4 Cukup keterbatasan perfusi

30
perifer menurun Edukasi
Pengisian 2 5 Membaik 6. Anjurkan menggunakan obat pengontrol tekanan darah,
kapiler antikoagulan, penurun kolesterol jika perlu
7. Anjurkan program rehabilitasi vaskular
8. Anjurkan diet rendah garam
5. (D.0055) Gangguan Tujuan (1.05174) Dukungan Tidur
pola tidur b.d kurang Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
kontrol tidur 3x24 jam, maka pola tidur membaik 1. Identifikasi pola aktifitas dan tidur
Kriteria hasil 2. Identifikasi faktor pengganggu tidur baik fisik ataupun
(L.05045) Pola Tidur psikis
Indikator Skala Skala Ket. 3. Identifikasi makanan/minuman yang bisa mengganggu
awal capaian proses tidur
Keluhan sulit 2 4 Cukup 4. Identifikasi konsumsi obat tidur
tidur menurun Terapeutik
Keluhan sering 2 4 Cukup 5. Modifikasi lingkungan
terjaga menurun
6. Fasilitasi sebelum tidur untuk menghilangkan stres
Keluhan 2 4 Cukup
7. Tetapkan jadwal tidur yang rutin
istirahat tidan menurun
8. Lakukan prosedur yang dapat membuat kenyamanan
cukup
meningkat
Edukasi
9. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
10. Ajarkan relaksasi non-farmakologi misalnya relaksasi otot
autogenik

31
6. (D.0056) Intoleransi Tujuan (1.05178) Manajemen Energi
aktivitas b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
ketidakseimbangan 3x24 jam, maka toleransi aktivitas meningkat 1. Identifikasi fungsi tubuh yang terganggu sehingga
antara suplai dan Kriteria hasil menyebabkan kelelahan
kebutuhan oksigen (L.05047) Toleransi Aktivitas 2. Identifikasi adanya kelelahan fisik maupun emosional
Indikator Skala Skala Ket. 3. Monitor pola tidur
awal capaian 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan ketika hendak
Kemudahan 2 5 Meningkat beraktifitas
dalam Terapeutik
melakukan 5. Sediakan kondisi lingkungan rendah stimulus dan nyaman
aktifitas sehari-
6. Lakukan ROM pasif atau aktif
hari
7. Beri aktifitas distraksi relaksasi
Keluhan lelah 2 4 Cukup
menurun
Edukasi
Dispnea saat 1 4 Cukup 8. Anjurkan untuk tirah baring
beraktifitas menurun 9. Anjurkan melaksanaan aktifitas bertahap
Perasaan 2 4 Cukup 10. Ajarkan strategi koping dalam meminimalisir tingkat
lemah menurun kelelahan
7. (D.0080) Ansietas b.d Tujuan 1.09314 Reduksi Ansietas
ancaman terhadap Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
kematian 1x24 jam, maka tingkat ansietas menurun 1. Monitor tanda-tanda ansietas
Terapeutik
2. Ciptakan suasana terapeutik
3. Pahami situasi yang membuat ansietas dengarkan dengan
penuh perhatian

32
Kriteria hasil 4. Gunakan pendekatan tenang dan meyakinkan
L.0993 Tingkat ansietas Edukasi
Indikator Skala Skala Ket. 5. Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang akan dialami
awal capaian 6. Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
Verbalisasi 2 5 Menurun pengobatan, dan prognosis
khawatir akibat 7. Latih teknik relaksasi
kondisi yang
dihadapi
Perilaku 2 5 Menurun
gelisah
Perilaku 2 5 Menurun
tegang
8. (D.0111) Defisit Tujuan (1.23470) Edukasi Edema
pengetahuan b.d kurang Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
terpapar informasi 3x24 jam, maka tingkat pengetahuan 1. Identifikasi tingkat kesiapan serta kemampuan dalam
meningkat menerima informasi
Kriteria hasil 2. Monitor pemahaman pasien dan keluarga setelah edukasi
(L.12111) Tingkat Pengetahuan Terapeutik
Indikator Skala Skala Ket. 3. Sedikan media maupun materi yang akan digunakan
awal capaian dalam pendidikan kesehatan (formlir balance cairan)
Perilaku sesuai 1 5 Meningkat 4. Atur jadwal pertemuan sesuai kesepakatan
anjuran 5. Beri kesempatan bertanya
Perilaku sesuai 2 5 Meningkat Edukasi
dengan
6. Jelaskan terkait definis, penyebab, dan tanda gejala
pengetahuan
edema

33
7. Ajarkan cara penanganan dan pencegahan edema
8. Instruksikan pasien dan keluarga menjelaskan kembali
pendidikan kesehatan yang telah diberikan
9. (D.0130) Hipertermia Tujuan (1.15506) Manajemen Hipertermia
b.d proses penyakit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
3x24 jam, maka termoregulasi membaik 1. Identifikasi faktor penyebab hipertermia
Kriteria hasil 2. Monitor suhu
(L.14134) Termoregulasi 3. Monitor output urin
Indikator Skala Skala Ket. 4. Monitor komplikasi karena hipertermia
awal capaian Terapeutik
Kulit merah 2 5 Menurun 5. Lepas atau longgarkan baju maupun celana
Pucat 3 5 Menurun 6. Beri kompres hangat
Suhu tubuh 3 5 Membaik 7. Ganti linen setiap hari apabila terjadi pengeluaran
keringat berlebih
Edukasi
8. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian antipiretik
10. (D.0032) Risiko defisit Tujuan (1.03119) Manajenemen Nutrisi
nutrisi b.d peningkatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
3x24 jam, maka status nutrisi membaik 1. Identifikasi stasus nutrisi
kebutuhan metabolisme
2. Identifikasi makanan yang menjadi kesukaan pasien
3. Identifikasi banyak kalori yang dibutuhkan dan jenis
nutrien

34
4. Monitor BB
Kriteria hasil Terapeutik
(L.03030) Status Nutrisi 5. Melakukan oral hygiene ketika akan memulai makan
Indikator Skala Skala Ket. 6. Sajikan makanan semenarik mungkin dan suhu yang
awal capaian sesuai
Porsi makan 2 5 Meningkat 7. Berikan diet rendah kolesterol, mengurangi asupan garam
yang serta control tekanan darah pada edema paru kardiogenik
dihabiskan Edukasi
BB 2 4 Cukup
8. Anjurkan makan dengan posisi duduk
membaik
Kolaborasi
Nafsu makan 1 4 Cukup
9. Kolaborasi medikasi sebelum memulai makan seperti
membaik
Membran 2 5 Membaik antiemetik
mukosa 10. Kolaborasi dengan ahli gizi terkait penentuan berapa
banyak kalori yang pasien butuhkan dan jenis nutriennya

35
3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh seorang perawat menyesuaikan tujuan, kriteria hasil, dan intervensi yang
telah disusun. Kegiatan implementasi meliputi koordinasi kegiatan pasien,
keluarga, perawat, yang bertujuan mengawasi dan mencatat respon pasien
terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Pelaksanaan implementasi harus
berpusat pada kebutuhan pasien, membantu masalah kesehatan yang dialami
pasien, dan mencapai tujuan maupun kriteria hasil yang sudah ditetapkan
(Ali,2014).

3.5 Evaluasi Keperawatan

Menurut Ali (2014) evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari


proses asuhan keperawatan yang disusun secara terstruktur dan sistematis terkait
hasil yang diamati dengan pencapaian tujuan dan kriteria hasil di tahap intervensi
keperawatan. Jika tujuan dan kriteria hasil tercapai maka pasien dapat keluar dari
siklus proses asuhan keperawatan, namun jika tidak tercapai makan akan tetap
dilakukan proses asuhan keperawatan mulai dari pengkajian ulang hingga
modifikasi penyusunan intervensi. Evaluasi mencerminkan suatu kemajuan atau
kemunduran dalam diagnosa keperawatan. Evaluasi keperawatan ditulis dengan
format SOAPIE yang artinya :
a) S: repon subjektif pasien
b) O: data objektif yang didapatkan perawat dengan melihat kondisi pasien
setelah dilakukan tindakan keperawatan
c) A: analisis perkembangan masalah keperawatan pasien, apakah belum
teratasi, teratasi sebagian, atau teratasi
d) P: perencanaan intervensi yang akan diimplementasikan pada pertemuan
selanjutnya, apakah dimodifikasi, dilanjutkan, atau dihentikan
e) I : pelaksanaan sesuai dengan intervensi yang disusun untuk mengatasi
masalah keperawatan
f) E : penilaian efek dari tindakan asuhan keperawatan yang telah
diberikan apakah mencapai tujuan kriteria hasil yang ditetapkan

36
3.6 Discarged Planning
Pelaksanaan discharged planning bertujuan untuk membantu kondisi pasien
sejak pulang dari Rumah Sakit sampai ke rumah. Rencana tindak lanjut yang
dapat dilakukan antara lain :
1) Jelaskan pada pasien dan keluarga terkait jenis, indikasi, dosis, waktu dan
cara konsumsi obat pulang yang telah diresepkan,
2) Anjurkan pasien untuk meminum obat yang elah diresepkan sesuai dengan
dosis dan waktu yang dianjurkan,
3) Anjurkan pasien untuk melakukan kontrol ke pelayanan kesehatan secara
rutin,
4) Ajarkan pada keluarga pasien tanda-tanda kekambuhan dan anjurkan
keluarga untuk membawa pasien ke pelayanan kesehatan jika terjadi
kekambuhan,
5) Anjurkan pasien untuk tidak melakukan aktivitas terlalu berat,
6) Anjurkan pasien diet rendah kolesterol, mengurangi asupan garam serta
control tekanan darah pada edema paru kardiogenik

37
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Z. 2014. Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC.

Aung, H. H., A. Sivakumar, S. K. Gholami, S. P. Venkateswaran, B. Gorain, dan


Shadab. 2019. An Overview of the Anatomy and Physiology of the Lung.
Elsevier Inc. Nanotechnology-Based Targeted Drug Delivery Systems for
Lung Cancer.

Chinocel, O. 2016. Epidemiology, Pathophysiology, and In-Hospital Management


of Pulmonary Edema. Journal of Cardiovascular Med. 17: 92-104.

E.Weinberger, S., B. A.Cockrill, dan J. Mandel. 2018. Pulmonary anatomy and


physiology: the basics. Principles of Pulmonary Medicine. 1(1).

Iqbal, M. A dan M. Gupta. 2021. Cardiogenic Pulmonary Edema. Amerika


Serikat: National Library of Medicine.

Jufan, A. Y, B. Adiyanto dan A. R. Arifin. 2020. Manajemen dan Stabilisasi


Pasien Dengan Edema Paru Akut. Jurnal Komplikasi Anestesi. 7(3):61-73.

Kuntoadi, G. Bagus. 2019. Buku Ajar Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa


APIKES semester 1. Bandung: Panca Terra Firma.

Kurniati, A., Y. Trisyani dan S. Ikaristi. 2018. Keperawatan Gawat Darurat dan
Bencana. Singapore: Elsevier.

Malek, R dan S. Soufi. 2021. Pulmonary Edema. Amerika Serikat: National


Library of Medicine.

Queensland Ambulance Service. 2020. Clinical Practice Quidelines: Respiratory/


Acute Pulmonary Oedema. https://ambulance.qld.gov.au/clinical.html
[Diakses 9 Januari 2022].

Rampengan, S. H. 2014. Edema paru kardiogenik akut. Jurnal Biomedik (JBM).


6(3):149–156.

Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi : Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk


Keperawatan & Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI.

38
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi Cetakan II. Jakarta: DPP
PPNI.

Umara, A. F., I. S. M. Wulandari, D. K. Rukmi, E. Supriadi, L. E. Silalahi, D.


Damayanti, N. Malisa, R. R. Sinaga, E. Siagian, U. Faridah, J. Yunding, D.
R. Mataputun, dan J. Jainurakhma. 2021. Keperawatan Medikal Bedah
Sistem Respirasi. Jakarta: Yayasan Kita Menulis.

Utama, S. Y. A. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi.


Yogyakarta: Deepublish.

Wahyuningsih, S. P., dan Kusmiyati Y. 2017. Buku ajar Kebidanan Anatomi


Fisiologi. Jakarta : BPPSDM Kemenkes RI.

39

Anda mungkin juga menyukai