Anda di halaman 1dari 6

RMK PERPAJAKAN I

PPN dan PPn BM :

Kelompok Pemungut PPN, Pengertian Pengecer, & Cara


Perhitungan PPN

AJAR M. ALI

A031211142

PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2023
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi dalam negeri oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi, Badan, dan Pemerintah. Dalam penerapannya, Badan atau perorangan yang membayar
pajak ini tidak diwajibkan untuk menyetorkan langsung ke kas negara, melainkan lewat pihak
yang memotong PPN. Pajak Pertambahan Nilai bersifat objektif, tidak kumulatif, dan
merupakan pajak tidak langsung. Subjek pajaknya terdiri dari Pengusaha Kena Pajak (PKP)
dan non PKP, harus dipahami subjek pajak ini berbeda dengan Wajib Pajak. Subjek pajak
belum memiliki kewajiban untuk membayar pajak sedangkan Wajib Pajak sudah memiliki
kewajiban untuk membayar pajak.

Undang-Undang yang Mengatur PPN

Terdapat tiga kali perubahan Undang-Undang PPN di Indonesia. Adapun perubahan yang
terjadi disebabkan karena adanya pergantian model pemungutan pajak dan peraturan
perundang-undangan agar bisa lebih sederhana dan adil untuk masyarakat. Berikut adalah
perubahan UU PPN di Indonesia:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah diciptakan untuk mengatur tentang PPN dan PPnBM dan
disahkan pada 1 April 1985.
2. Setelah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983, terdapat perubahan kedua yaitu Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2000 Tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 8
Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah. Perubahan ini dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan sistem
perpajakan yang tepat untuk masyarakat juga untuk meningkatkan penerimaan negara.
3. Perubahan ketiga adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Untuk
melengkapi kekurangan pada Undang-Undang PPN sebelumnya, Undang-Undang ini
bertujuan memberikan keadilan hukum dan keamanan bagi negara dan masyarakat dengan
sistem perpajakan yang jauh lebih sederhana. Sampai tahun 2018 ini, Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009 masih digunakan.

Objek PPN

1. Barang atau Jasa yang Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


a. Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah
Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
b. Impor Barang Kena Pajak.
c. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean.
d. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
e. Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan ekspor Jasa Kena Pajak
oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
f. Kegiatan Membangun Sendiri bangunan dengan luas lebih dari 200m2 yang dilakukan
di luar lingkungan perusahaan dan/atau pekerjaan oleh Orang Pribadi atau Badan yang
hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain.
g. Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang
pajak masukan yang dibayar pada saat perolehan aktiva tersebut boleh dikreditkan.
2. Barang atau Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
a. Barang hasil pertambangan atau pengeboran (minyak mentah, asbes, batu bara, gas
bumi, dan lain-lain).
b. Barang Kebutuhan Pokok (beras, jagung, susu, daging, kedelai, sayuran, dan lainnya).
c. Makanan dan minuman yang disajikan di rumah makan atau restoran. d. Uang dan emas
batangan.
d. asa pelayanan medis, pelayanan sosial, jasa keuangan, asuransi, pendidikan dan
sebagainya.

Dasar Pengenaan Pajak PPN

Untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai
digunakan nilai yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
sendiri terdiri dari:

1. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak.
2. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
3. Nilai Impor adalah uang yang digunakan sebagai dasar penghitungan Bea Masuk ditambah
pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak.
4. Nilai Ekspor adalah uang atau biaya yang diminta oleh eksportir.
5. Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak yang
diatur oleh Menteri Keuangan.

DPP PPN (Dasar Pengenaan Pajak PPN) yang diatur dalam Pasal 9 ayat 1 sebagai berikut:

1. Untuk penyerahan BKP atau pemanfaatan BKP tidak berwujud, DPP-nya adalah jumlah
harga jual.
2. Untuk pengimporan BKP, DPP-nya adalah nilai impor (definisi nilai impor lihat Pasal 1
angka 20 UU PPN).
3. Untuk pengeksporan BKP, DPP-nya adalah nilai ekspor.
4. Untuk kasus penyerahan BKP/JKP tertentu, DPP-nya adalah nilai lain. Nilai lain adalah
suatu jumlah yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagai Dasar Pengenaan PPN atas jenis
penyerahan BKP/JKP tertentu.

Kelompok Pemungut PPN

Undang-Undang PPN mendefinisikan Pengusaha Kena Pajak (PKP) sebagai pengusaha


yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang
dikenai pajak sesuai dengan Undang-Undang PPN. Dalam peraturan tersebut, pengusaha wajib
melaporkan usahanya unt uk dikukuhkan sebagai PKP bila melakukan penyerahan
BKP/JKP di dalam daerah pabean atau melakukan ekspor BKP, JKP, dan ekspor BKP tidak
berwujud. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 tentang
Batasan Pengusaha Kecil PPN, pengusaha yang wajib menjadi PKP adalah pengusaha yang
dalam satu tahun buku memiliki omzet minimal Rp4,8 miliar. Namun, meskipun pengusaha
belum mencapai omzet tersebut, pengusaha dapat mengajukan permohonan sebagai PKP.

Dalam PPN dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok:

1. Badan Usaha Milik Negara


BUMN merupakan badan usaha yang sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara dan
berasal dari kekayaan negara. BUMN terdiri dari Persero, yang sahamnya minimal 51%
dimiliki oleh pemerintah, dan Perum, yang mana seluruh modalnya dimiliki pemerintah.
2. Kontraktor atau pemegang izin
Kontraktor atau pemegang izin/kuasa merupakan salah satu pemungut PPN. Yang dimaksud
kontraktor atau pemegang izin/kuasa dijelaskan dalam Pasal 1 PMK-73/PMK.03/2010,
yakni:

a. Kontraktor yang memiliki kontrak kerja sama dengan pengusaha minyak dan gas bumi.
b. Kontraktor atau pemegang izin/kuasa pengusaha sumber daya panas bumi yang meliputi
kantor pusat, cabang, ataupun unitnya.

Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) merupakan pihak yang menjalin kontrak dengan
pemerintah RI, badan usaha tetap atau perusahaan pemegang hak pengelolaan dalam suatu
blok atau wilayah kerja dan memiliki hak untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi gas
dan minyak bumi di Indonesia.
3. Bendaharawan Pemerintah
Bendaharawan pemerintah merupakan bendaharawan atau pejabat yang melakukan
pembayaran yang dananya berasal dari APBD/APBN. Bendaharawan pemerintah terdiri
dari bendaharawan pemerintah pusat dan daerah (provinsi, kabupaten, atau kota).
Jadi, yang dimaksud pemungut PPN dan PPnBM dari kalangan bendaharawan pemerintah
adalah:

a. Pejabat yang ditunjuk menteri atau ketua lembaga sebagai bendahara dan/atau
bendahara proyek.
b. Direktorat Jenderal Anggaran yang sekarang menjadi Direktorat Jenderal
Perbendaharaan.
c. Bendahara pemerintah pusat juga daerah.
Pengecer

PPN Masukan untuk penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pedagang Eceran dengan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto, sebesar 80% (delapan puluh persen) dikalikan dengan
Pajak Keluaran. Pajak Keluaran dihitung dengan cara mengalikan nilai peredaran bruto dan
atau penerimaan bruto yang terutang Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak yang
bersangkutan dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai.

Pedagang eceran adalah pengusaha yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
melakukan penyerahan barang dengan cara sebagai berikut:

a. melalui suatu tempat penjualan eceran atau langsung mendatangi dari satu tempat
konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
b. dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa
didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak,atau lelang; dan
c. pada umumnya penyerahan barang atau transaksi jual beli dilakukan secara tunai dan
penjual atau pembeli langsung menyerahkan atau membawa barang yang dibelinya.
Termasuk dalam pengertian Pedagang Eceran adalah pengusaha yang dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya melakukan penyerahan jasa dengan cara sebagai berikut:

a. melalui suatu tempat penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen akhir atau
langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
b. dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran
tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
c. pada umumnya pembayaran atas penyerahan jasa dilakukan secara tunai.

Contoh tempat penjualan eceran yaitu toko dan kios.

Yang dimaksud dengan "konsumen akhir" adalah pembeli yang mengkonsumsi secara
langsung barang tersebut, dan tidak digunakan atau dimanfaatkan untuk kegiatan produksi atau
perdagangan.

Cara Perhitungan PPN

PPN mengikat pembeli dan penjual. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, PPN adalah
kewajiban dari pembeli sehingga dibayarkan oleh pembeli itu sendiri. Namun, kewajiban
pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN merupakan kewajiban penjual/Pengusaha Kena
Pajak (PKP). Penjual/PKP kemudian melaporkan pemungutan PPN secara akumulatif ke
Ditjen Pajak. Bukti pungutan PPN ini disebut dengan faktur pajak. Di dalam sebuah faktur
pajak dicantumkan beberapa hal seperti, nama, alamat, barang atau jasa yang dibeli, NPWP,
dll. Penjual wajib melaporkan faktur pajak paling lambat pada akhir bulan terjadinya transaksi.

Perhitungan PPN yang terutang dilakukan dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar
Pengenaan Pajak (DPP). Proses perhitungan tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:

PPN = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Contoh:

Seorang PKP bernama Gaby menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual
Rp25.000.000.

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 10% x Rp25.000.000 = Rp2.500.000

PPN sebesar Rp2.500.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha
Kena Pajak Gaby.

Anda mungkin juga menyukai