Anda di halaman 1dari 10

RMK PERPAJAKAN I

PAJAK PENGHASILAN : PPH PASAL 25 DAN PPH PASAL 29 (28A)

AJAR M. ALI

A031211142

PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2023
PPh Pasal 25
Pajak Penghasilan Pasal 25, disingkat PPh Pasal 25 merupakan angsuran PPh
yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak
berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU No. 7 tahun 1983 sebagaimana
diubah terakhir dengan UU No 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Pembayaran
angsuran setiap bulan itu sendiri dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak
dalam membayar pajak yang terutang. Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut
dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh
penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan.PPh Pasal 25 harus
dibayarkan/disetorkan paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa
pajak berakhir. Sementara untuk penyampaian SPT Masa PPh Pasal 25 paling lambat
20 hari setelah masa pajak berakhir.

Perhitungan Angsuran PPh Pasal 25

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 harus dihitung sesuai dengan ketentuan. Pada
umumnya, cara menghitung PPh Pasal 25 didasarkan kepada data SPT Tahunan tahun
sebelumnya. Artinya, kita mengasumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama dengan
penghasilan tahun sebelumnya, selisih tersebutlah yang akan di bayar sebagai
kekurangan pajak akhir tahun. Kekurangan bayar akhir tahun ini biasa dinamakan PPh
Pasal 29. Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan (PPh Pasal 25 ayat 1) adalah sebesar PPh yang
terutang menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan:

a) PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan pasal 23 serta
b) PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 22; dan
c) PPh yang dibayar/terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana
dimaksud
Contoh penghitungan angsuran PPh Pasal 25 ayat 1 bagi Wajib Pajak orang pribadi
dapat dilihat sebagai berikut:

Pajak Penghasilan yang terutang untuk tuan Ali berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun
2009 sebesar Rp 50.000.000,00. Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak
ketiga serta yang terutang atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2009 adalah sebagai
berikut:

a) Pemotongan PPh Pasal 21 melalui pemberi kerja sebesar Rp 15.000.000,00


b) Pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp 10.000.000,00
c) Pemotongan PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan sebesar Rp 2.500.000,00
d) Pembayaran pajak di luar negeri sebesar Rp 7.500.000,00 seluruhnya dapat
dikreditkan (sebagai PPh Pasal 24)

Maka:

Angsuran PPh Pasal 25 ayat 1 untuk tahun 2010 adalah:

PPh terutang berdasar SPT tahunan PPh tahun 2009 Rp 50.000.000,00

Kredit pajak :

PPh Pasal 21 Rp 15.000.000,00

PPh Pasal 22 Rp 10.000.000,00

PPh Pasal 23 Rp 2.500.000,00

PPh Pasal 24 Rp 7.500.000,00

Total kredit pajak Rp 35.000.000,00

Dasar penghitungan angsuran Rp 15.000.000,00

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan
(PPh Pasal 25 ayat 1) dalam tahun 2010 adalah:

Rp 15.000.000,00 : 12 = Rp 1.250.000,00
Angsuran PPh Pasal 25 untuk Bulan-Bulan Sebelum Batas Waktu Penyampaian
SPT Tahunan PPh

Mengingat batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan bagi


Wajib Pajak orang pribadi adalah akhir bulan ketiga tahun pajak berikutnya dan bagi
Wajib Pajak badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya, besarnya
angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum
SPT Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan belum dapat dihitung sesuai dengan
ketentuan diatas (PPh Pasal 25 ayat 1).

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk
bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan adalah sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun
pajak yang lalu. Misalnya, apabila SPT Tahunan PPh disampaikan oleh Wajib Pajak
pada bulan Februari 2010, maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar pada
bulan Januari 2010 adalah sebesar angsuran pajak bulan Desember 2009.

PPh Pasal 29

Pajak penghasilan pasal 29 akan terjadi apabila pajak terutang pada tahun pajak
berjalan melebihi jumlah kredit pajak yang telah dipotong atau dipungut pihak lain
maupun yang telah dibayar sendiri oleh Wajib Pajak. Dengan kata lain PPh pasal 29 ini
adalah Pajak Penghasilan Kurang Bayar yang harus disetor oleh Wajib Pajak ke Kas
Negara melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro. Sebaliknya apabila pajak
terutang pada tahun pajak berjalan kurang dari jumlah kredit yang telah dipotong atau
dipungut pihak lain maupun yang telah dibayar sendiri oleh Wajib Pajak, maka akan
timbul lebih bayar pajak, yang disebut sebagai Pajak Penghasilan pasal 28A.

Contohnya dapat dilihat sebagai berikut:

Pada tahun 2011 PT Amanah mencatat peredaran bruto sebesar Rp.


5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan Penghasilan Kena Pajaknya sebesar
Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Apabila pada tahun 2011 perusahaan telah
dipotong dan dipungut PPh pasal 22 sebesar Rp.2.000.000 (dua juta rupiah), PPh pasal
23 Rp.3.000.000 (tiga juta rupiah), maka bisa dilihat perhitungan PPh pasal 25 dan PPh
pasal 28A dan pasal 29-nya sebagai berikut :

Penghasilan Kena Pajak Rp. 100.000.000,00

PPh terutang : 25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00

Kredit pajak:

PPh pasal 22 Rp. 2.000.000,00

PPh pasal 23 Rp. 3.000.000,00

Total Kredit Pajak Rp. 5.000.000,00

Pajak Kurang Bayar (PPh pasal 29) Rp. 20.000.000,00

Apabila penghasilan yang diterima oleh PT. Amanah seluruhnya bersifat teratur, maka
angsuran PPh pasal 25 tahun 2012 sebesar Rp. 20.000.000,00 : 12= Rp. 1.666.667,00.

Diasumsikan pada contoh diatas, selain transaksi yang telah terjadi dari
peredaran bruto tersebut terdapat pula penyerahan Barang Kena Pajak ke Kemeteriaan
Sosial sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), sehingga terdapat
pemungutan PPh pasal 22 yang dilakukan oleh Bendaharawan Kementeriaan Sosial
sebesar 1,5% x Rp. 2.000.000,00 = Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) sehingga
penghitungan Pajak Terutang Tahunan PT. Amanah akan berubah menjadi sebagai
berikut :

Penghasilan Kena Pajak Rp. 100.000.000,00

PPh terutang : 25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00

Kredit pajak:

PPh pasal 22 Rp. 32.000.000,00

PPh pasal 23 Rp. 3.000.000,00

Total Kredit Pajak Rp. 35.000.000,00

Pajak Lebih Bayar (PPh pasal 28A) (Rp. 10.000.000,00)


Jurnal untuk PPh Pasal 28A Lebih Bayar

Contoh : PPh Pasal 28A untuk lebih bayar

Diketahui :

PPh Terutang Rp 30.000.000

Piutang PPh Pasal 22 Rp 1.000.000

Piutang PPh Pasal 23 Rp 2.000.000

Piutang PPh Pasal 24 Rp 12.000.000

Piutang PPh Pasal 25 Rp 20.000.000

Ditanyakan :

a) Hitung Kurang/Lebih Bayar


b) Buatlah jurnalnya
Jawaban

a) Menghitung Kurang / Lebih Bayar


PPh Terutang Rp 30.000.000
Kredit pajak :

PPh Pasal 22 Rp 1.000.000

PPh Pasal 23 Rp 2.000.000

PPh Pasal 24 Rp 12.000.000

PPh Pasal 25 Rp 20.000.000


total kredit pajak Rp 35.000.000
Lebih Bayar Rp 5.000.000
b) Jurnal
Pencatatan saat pada timbuk hutang pajak :
Ikhtisar Laba/Rugi Rp 30.000.000
Utang PPh Pasal 17 Rp 30.000.000
Pencatatan hutang PPh Pasal 28A:
Utang PPh Pasal 17 Rp 30.000.000
Piutang PPh Pasal 28A Rp 5.000.0000
Piutang PPh Pasal 22 Rp 1.000.000
Piutang PPh Pasal 23 Rp 2.000.000
Piutang PPh Pasal 24 Rp 12.000.000
Piutang PPh Pasal 25 Rp 20.000.000
Pencatatan pada saat pembayaran PPh Pasal 28A:
Kas Rp 5.000.000
Piutang PPh Pasal 28A Rp 5.000.000

Keterangan :

PPh Terutang > Kredit Pajak (maka Kurang Bayar (PPh Pasal 29))

PPh Terutang < Kredit Pajak (maka Lebih Bayar (PPh Pasal 28A))

PPh Terutang = Kredit Pajak (Nihil)

Kredit-Kredit Pajak

kredit pajak adalah memperhitungkan pajak penghasilan yang telah dibayar atau
dipungut di muka dengan jumlah pajak yang terutang pada akhir tahun pajak.
Sebagaimana telah diketahui, bahwa wajib pajak dalam negeri dikenakan pajak pada
saat penghasilan diperoleh atau diterima dan bersifat tidak final (dapat sebagai kredit
pajak), terkait dengan PPh pasal 21, PPh pasal 22 dan PPh pasal 23.

Dasar hukum

• UU No. 6/1983 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 18/2009 (UU KUP).
• UU No. 7/1983 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 36/2008 (UU PPh).
• Keputusan Menteri Keuangan No.164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar.

Perlakuan dalam praktek

Berdasarkan pasal 24 ayat 1 dan ayat 2 UU PPh dinyatakan bahwa:


a) Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri
yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap
pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
b) Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah sebesar pajak
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi
penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.

Agar dapat melakukan kredit pajak dengan baik, ada baiknya kita perlu memperhatikan
dasar pengakuan penghasilan. Dari dua ayat di atas maka dapat peroleh pengertian
bahwa:

a) Penghasilan yang “diterima” mengindikasikan bahwa penghasilan diakui pada saat


dibayar (cash basis), sedangkan penghasilan “diperoleh” menunjukkan penghasilan
diakui pada saat terjadinya walaupun uang belum diterima (accrual basis). Pajak
penghasilan di luar negeri ini bisa jadi telah dibayar (cash basis) atau belum dibayar
atau terutang (accrual basis) oleh wajib pajak.
b) Pajak yang telah dibayar atau terutang di luar negeri dapat digunakan sebagai
pengurang (kredit pajak) pajak yang terutang atas seluruh penghasilan pada tahun
pajak yang sama.
c) Batas kredit ditentukan menurut undang-undang.
d) Besarnya kredit pajak tidak boleh melebihi jumlah batas kredit pajak.

Penggabungan penghasilan

Wajib pajak menggabungkan (menjumlahkan) penghasilan yang diterima atau


diperoleh di luar negeri dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh didalam
negeri, guna menentukan jumlah pajak penghasilan yang terutang pada tahun pajak
berdasarkan tarif normal (pasal 17). Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar
negeri dilakukan dengan ketentuan berikut :

• Untuk penghasilan dari usaha dilakukan penggabungan dengan penghasilan dalam


tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut.
• Untuk penghasilan lainnya dilakukan penggabungan dengan penghasilan dalam
tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut.
• Untuk penghasilan berupa dividen, dilakukan penggabungan dengan penghasilan
dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan
Keputusan Menteri Keuangan.

Jenis-Jenis Kredit Pajak

Dalam konteks pajak penghasilan (PPh)

a) Kredit pajak PPh Pasal 22


Pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga-lembaga Negara lainnya. Pajak
ini berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan badan-badan
tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di
bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
b) Kredit pajak PPh Pasal 23
Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari: modal,
penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh
Pasal 21 yang dibayarkan atau terutang oleh Badan Pemerintah atau Subjek Pajak
Dalam Negeri, penyelenggara kegiatan, BUT.
c) Kredit pajak PPh Pasal 24
PPh pasal 24 mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang
dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak
penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri.
Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan
dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia. Indonesia menganut Tax credit
yang ordinary credit method dengan menerapkan per country limitation.
Batas Maksimum Kredit Pajak untuk setiap Negara (per Country Limitation)
Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka perhitungan
batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing Negara.
Rugi Usaha di Luar Negeri
Dalam menghitung penghasilan kena pajak, kerugian yang diderita oleh Wajib
Pajak di luar Negeri tidak boleh dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima
di dalam negeri (Indonesia).
d) Kredit pajak PPh Pasal 25
Dalam sistem perpajakan Indonesia dikenal istilah cicilan bulan Pajak Penghasilan
yang merupakan pembayaran pendahuluan atas PPh yang akan terutang di akhir
tahun berdasarkan SPT Tahunan PPh, yang dikenal dengan Angsuran PPh Pasal
25.
e) Kredit pajak PPh Pasal 26
Bagi subjek pajak orang pribadi luar negeri yang dalam suatu tahun pajak berubah
status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bagi Bentuk Usaha Tetap yang
terkena penerapan force of attraction.

Anda mungkin juga menyukai