Seminar Jiwa Bab 1,3,4
Seminar Jiwa Bab 1,3,4
Disusun oleh:
Bimo Cahya Pambudi 2435003
Desty Fajariah 2435004
E. Dwi Aryani 2435010
Margareta Ayu M 2435002
Puput Endah .R 2435005
Dian Ramadhan 243500
Weny 243500
Pembimbing Akademik :
Ns. Aprida Manurung, M. Kep
Pembimbing Klinik :
Ns. Della Cantika Ramona, S.Kep
Penulis menyadari dalam penulisan proposal ini masih jauh dari kata sempurna,
banyak kekurangan baik dari segi materi ataupun penulisan, oleh karena itu kritik dan saran
yang bersifat membangun guna diperbaiki di masa yang akan datang.
Penulis,
2
DAFTAR ISI
BAB 1...................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................5
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................................................5
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................................................6
E. Ruang Lingkup Penelitian.........................................................................................................6
BAB II...................................................................................................................................................7
TINJAUAN TEORI...............................................................................................................................7
BAB III..................................................................................................................................................8
ANALISA JURNAL.............................................................................................................................8
BAB IV...............................................................................................................................................12
KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................13
3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Halusinasi merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan
menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakkan dan perilaku aneh yang
menggangu. Halusinasi merupakan satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, penciuman. Klien merasakan stimulus yang
sebenarnya tidak ada, selain itu, perubahan persepsi sensori tentang suatu objek,
gambaran, pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi
semua system penginderaan, pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, atau
pengecapan (Keliat et al., 2022). Klien yang terdiagnosis memiliki halusinasi
pendengaran biasanya mempunyai diagnosa medis skizofrenia. Skizofrenia adalah
salah satu gangguan jiwa yang berat yang mempengaruhi pikiran, perasaan dan
perilaku individu. Skizofrenia terpecahnya dan terpisahnya antara kognisi, afeksi dan
tingkah laku sehingga kurang adanya kesesuaian antara pemikiran dan emosi atau
antara persepsi seseorang tentang realitas dan apa yang benar-benar terjadi skizofrenia
adalah bagian dari gangguan psikosis yang ditandai dengan kehilangan pemahaman
terhadap realitas dan hilangnya daya tilik diri (Yudhantara & Istiqomah, 2018,
Sovitriana, 2019).
Pada tahun 2019, 1 dari setiap 8 orang di dunia hidup dengan gangguan jiwa
atau 970 juta orang diseluruh dunia hidup dengan gangguan mental, kecemasan dan
depresi. Gangguan persepsi sensori: halusinasi dimiliki oleh 24 juta orang atau 1 dari
300 orang di seluruh dunia (World Health Organization, 2022). Menurut Riskesdas
( 2019) 282.654 orang dengan gangguan jiwa skizofrenia dengan Provinsi terbanyak
yaitu Jawa Barat dengan 55.133 orang, lalu Jawa Timur dengan 43.890 dan Jawa
Tengah dengan 37.516 orang, sedangkan Sumatera Selatan memiliki 8.538 orang
4
yang mengidap skizofrenia. Pada tahun 2022, Sumatera Selatan mengalami
peningkatan orang dengan gangguan jiwa skizofrenia, yaitu sebanyak 17.534 orang
dengan daerah terbanyak berada di Kota Palembang sebanyak 3.479 orang, lalu
Banyuasin sebanyak 1.777 dan Ogan Komering Ilir sebanyak 1.726 (Dinas Kesehatan
Prov. Sumatera Selatan, 2023).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk memberikan terapi
psikoreligius: dzikir sebagai tindakan mandiri perawat pada klien yang terdiagnosis
gangguan perubahan sensori: halusinasi untuk mengontrol halusinasi.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pelaksanaan intervensi pada klien dengan halusinasi dengan
memberikan terapi psikoreligius: dzikir
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui efektivitas dzikir dalam menurunkan halusinasi
b. Mengetahui perasaan klien setelah diberikan terapi psikoreligius: dzikir
5
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan pembuatan laporan ini dapat menambah wawasan civitas akademika
dalam tatalaksana mandiri perawat pada klien yang terdiagnosis gangguan persepsi
sensori: halusinasi dengan pemberian terapi psikoreligius:dzikir.
2. Bagi Instansi Keperawatan
Diharapkan pembuatan laporan ini dapat menjadi salah satu referensi dalam
pemberian asuhan keperawatan pada klien yang terdiagnosis gangguan persepsi
sensori: halusinasi.
3. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan pembuatan laporan ini menjadi salah satu referensi dalam pemilihan
pemberian terapi secara mandiri oleh perawat di pelayanan kesehatan pada klien yang
terdiagnosis gangguan persepsi sensori: halusinasi.
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
`BAB II
TINJAUAN TEORI
4. Etiologi
Menurut Nita Fitria (2014) penyebab dari halusinasi adalah
A. Faktor Predisposisi
1. Faktor Perkembangan
7
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan interpersonal maka
individu mengalami stres dan kecemasan.
2. Faktor Sosiokultural
Sebagai faktor dimasyarakat yang dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan sehingga orang tersebut merasa kesepian dilingkungan yang
membesarkannya.
3. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa, jika seseorang
mengalami stres yang yang berlebihan maka didalam tubuhnya akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
huffofena dan dimethytransferase.
4. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan
stresdan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi
reslistis.
5. Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui tetapi hasil
study menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.
B. Faktor Presipitasi
Adanya rangsangan dari lingkungan seperti partisipasi klien dalam kelompok
terlalu lama, tidak diajak berkomunikasi, obyek yang ada dilingkungan dan
juga suasana sepi atau terisolasi sering menjadi mencetus terjadinya halusinasi.
C. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak aman,
gelisah dan bingung, berperilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan serta tidak mampu membedakan keadaan nyata dan
tidak nyata.
5. Klasifikasi
8
Menurut struart and sundeen (1998) dalam buku Fitria (2014) jenis halusinasi
serta ciri objektif dan subjektif lain yang mengalami halusinasi adalah :
Jenis halusinasi Data subjektif Data objektif
9
kejang atau penyakit
serebrovaskular
4. Sumber Koping
Individu dapat mengatasi stres dan ansietas dengan menggunakan sumber
koping yang ada dilingkungannya. Sumber koping tersebut dijadikan sebagai modal
untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat
10
membantu seseorang mengintregrasikan pengalaman yang menimbulkan stres dan
mengadopsi strategi koping yang efektif (Fitria 2014)
5. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian
stres, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme
pertahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri (Fitria 2014)
Menurut Sutejo (2017,p.17) Mekanisme koping yang sering digunakan klien
dengan halusinasi meliputi :
a. Regresi, berhubungan dengan proses informasi dan upaya yang digunakan untuk
menanggulangi ansietas. Energi yang tersisa untuk aktivitas sehari-hari tinggal
sedikit, sehingga klien menjadi malas beraktivitas sehari-hari.
b. Proyeksi, dalam hal ini, klien mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau suatu benda.
c. Menarik diri, klien sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh
6. Pohon Masalah
Menurut Fitria (2014) pohon masalah dari perubahan persepsi sensori halusinasi
sebagai berikut :
Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan Effect
11
respon maladaptif meliputi adanya waham, halusinasi, kesukaran proses emosi, proses
tidak terorganisasi, dan isolasi sosial : menarik diri.
Respon Adaptif Respon Maladaptif
12
c. Respon maladaptif
adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-
norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon maladaptif ini meliputi:
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang
tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
4) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif
mengancam.
13
d) Disorientasi waktu, tempat, orang atau situasi
e) Curiga
f) Melihat ke satu arah
g) Mondar-mandir
h) Bicara sendiri
a. Pada saat pelaksanaan terapi aktivitas diajarkan kembali cara- cara ibadah,
terutama pada klien yang sudah dilakukan rehabilitasi
b. Sumber daya manusia khusus yang tenaga kesehatan yang ada dirumah sakit
jiwa harus dibekali dengan pengetahuan agama yang cukup, atau dapat
bekerjasama dengan rohaniawan
c. Terapi psikologi ini tidak bertujuan untuk merubah agama klien, namun
untuk menggali sumber koping
d. Terapi psikoreligius dapat dipadukan dengan terapi lingkungan yang dibuat
dengan sedemikian rupa sehingga ada kesan religiusnya, seperti: dipasang
kaligrafi, ayat- ayat, fasilitas ibadah, buku dan musik religi
e. Pada saat pelaksanaan terapi kelompok, hal yang didiskusikan dapat berupa
keagamaan, akhlak dan lain sebagainya.
2. Bentuk-Bentuk Dzikir
(Dalimunthe, 2008) membagi dzikir menjadi tiga yaitu : dzikir jahr, dzikir khafi dan dzikir
haqiqi.
a. Dzikir Jahr
Dzikir jahr merupakan dzikir yang dilakukan dengan suara yang keras. Dzikir ini
disebut juga dengan dzikir lisan yaitu dengan mengucapkan tasbih, tahmid, tahlil,
takbir dan atau menyebut nama Allah SWT dan sifat-sifat-Nya. Dzikir tingkat ini
adalah dzikir pada taraf elementer dan dilakukan dengan lisan sehingga akan
membimbing hati seseorang agar selalu ingat kepada Allah.
b. Dzikir Khafi
Dzikir khafi merupakan dzikir yang dilakukan secara khusyuk oleh ingatan hati, baik
disertai dengan dzikir lisan maupun tidak. Orang yang sudah mampu melakukan
15
dzikir khafi dalam hatinya senantiasa memiliki hubungan dengan Allah SWT dan
selalu merasakan akan kehadiran Allah SWT kapan dan dimana saja.
c. Dzikir Haqiqi
Dzikir haqiqi adalah dzikir yang dilakukan dengan seluruh jiwa raga baik lahiriah
maupun batiniah dengan menjaga seluruh jiwa raga dari larangan Allah SWT dan
mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya serta tiada yang diingat selain Allah. Untuk
mencapai tingkatan dzikir haqiqi maka diperlukan latihan terlebih dahulu dan dimulai
dari tingkat dzikir jahr dan dzikir khafi.
3. Manfaat
Dzikir artinya mengingat Allah SWT untuk membersihkan pikiran secara
psikologis. Akal, perasaan, dan jasad seakan tenggelam kedalam qudrah dan iradah
Allah, sehingga terbebas dari segala ketakutan, kegelisahan, dan rasa sakit.
Selanjutnya seseorang akan memperoleh rahmat-Nya berupa kedamaian, ketentraman,
dan kebahagiaan, serta kesehatan dan kebugaran jasmani. Tawakal dan berserah diri
kepada-Nya menimbulkan ketenangan batin dan keteduhan jiwa sehingga terhindar
dari stress, rasa cemas, takut, dan gelisah (Zamry, 2012)
4. Etika Bedzikir
Dzikir akan menjadi khusyu’ dan membekas dalam hati apabila dilakukan
sesuai dengan adab yang diajarkan dalam Islam. Apabila tidak, maka dzikir hanya
sekedar ucapan belaka dan tidak akan membekas sama sekali. Menurut Baidi Bukhori
menyatakan bahwa adab berdzikir diantaranya adalah :
a. Kekhusyu’an dan kesopanan yaitu dengan menghadirkan makna kalimat-
kalimat dzikir, berusaha memperoleh kesan-kesannya, dan memperhatikan
maksud-maksud serta tujuan-tujuannya.
b. Merendahkan suara sewajarnya disertai dengan konsentrasi penuh.
c. Menyesuaikan dzikir dengan suara jamaah, apabila dzikir dibaca secara
berjamaah, maka tidak seorang pun yang mendahului atau terlambat.
d. Bersih pakaian dan tempat, hal ini menyebabkan adanya konsentrasi penuh,
kejernihan hati dan keikhlasan niat.
e. Setelah selesai berdzikir dengan penuh kekhusyu’an dan kesopanan, hendaknya
meninggalkan perkataan yang tidak berguna yang dapat menghilangkan faedah
dzikir sehingga efek dzikir akan selalu melekat pada diri seorang yang berdzikir.
16
DAFTAR PUSTAKA
https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=639569.
Feri Agustriyani (2024) Terapi Non Farmakologi Pada Pasien Skizofrenia. 1st
Tim Pokja SPO DPP PPNI (2017) SDKI. 1st edn. Edited by Tim Pokja SPO DPP
Zamry (2012) Sehat Tanpa Obat : Cara Islami Meraih Kesehata Jasmani dan
https://perpustakaan.jakarta.go.id/book/detail?cn=INLIS00000000079337
2.
17
18
BAB III
ANALISA JURNAL
ASPEK URAIAN
Populasi / Masalah yang ada dijurnal ini adalah mengenai keadaan pasien yang
Problem difokuskan pada salah satu masalah penting dalam kasus asuhan
keperawatan halusinasi pendengaran yaitu sebanyak 2 pasien. Halusinasi
dapat berasal dari ketidakmampuan pasien dalam menghadapi stressor
dan kurangnya kemampuan dalam mengontrol halusinasi.
19
Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran Sebelum dan Sesudah Pemberian Terapi Psikoreligius:Dzikir
Pertanyaan Tn.M
Hari 1 Hari 2 Hari 3
Pre Post Pre Post Pre Post
Mampu menurunkan frekuensi halusinasi setelah berdzikir 0 0 0 0 0 1
Menjelaskan manfaat berdzikir terhadap halusinasi 0 0 0 1 1 1
Mampu berdzikir saat muncul halusinasi 0 0 0 0 0 1
Mampu melafalkan bacaan dzikir 0 0 0 1 1 1
Mampu menyampaikan perasaannya setelah berdzikir 0 0 0 1 1 1
Pada hari pertama hasil observasi dan wawancara pada Tn.M sebelum dan sesudah diberikan terapi psikoreligius:dzikir dapat mengikuti
kegiatan dari awal hingga akhir namun belum mampu untuk menerapkan dzikir untuk mengontrol halusinasinya. Pada hari kedua sebelum diberikan
terapi psikoreligius:dzikir klien belum mampu menerapkan dzikir untuk mengontrol halusinasinya, setelah diberikan terapi psikoreligius:dzikir
selama 10 menit, Tn.M sudah mampu menjelaskan kembali manfaat dari berdzikir ketika halusinasinya muncul, mampu melafalkan dzikir yaitu
mengucapkan Astagfirullahal’adzim, Subhanallah, Alhamdulillah dan Allahuakbar, klien mengatakan setelah berdzikir membuat perasaannya tenang.
Pada hari ketiga sebelum diberikan terapi psikoreligius:dzikir klien telah mampu menjelaskan manfaat dzikir dalam mengontrol halusinasi,
melafalkan dzikir dan menyampaikan perasaannya setelah berdzikir, setelah diberikan terapi psikoreligius:dzikir klien mengatakan halusinasinya
belum muncul lagi dan sudah mampu mempraktikkan berdzikir dengan melafalkan Astagfirullahal’adzim sebanyak 3 kali, Subhanallah 33 kali,
Alhamdulillah 33 kali dan Allahuakbar 33 kali.
20
Pertanyaan Tn.D
Hari 1 Hari 2 Hari 3
Pre Post Pre Post Pre Post
Mampu menurunkan frekuensi halusinasi setelah berdzikir 0 0 0 0 0 1
Menjelaskan manfaat berdzikir terhadap halusinasi 0 1 1 1 1 1
Mampu berdzikir saat muncul halusinasi 0 0 0 0 0 1
Mampu melafalkan bacaan dzikir 0 0 0 0 1 1
Mampu menyampaikan perasaannya setelah berdzikir 0 0 0 1 1 1
Pada hari pertama sebelum diberikan terapi psikoreligius:dzikir pada Tn.D, klien belum mampu melafalkan bacaan dzikir, belum tahu
manfaat dzikir dalam mengontrol halusinasi, belum tahu bahwa dzikir dapat menurunkan frekuensi halusinasi. Setelah diberikan terapi
psikoreligius:dzikir klien sudah mampu menjelaskan Kembali manfaat dari berdzikir dalam mengontrol halusinasi namun belum dapat melafalkan
dzikir untuk penerapannya. Pada hari kedua sebelum diberikan terapi psikoreligius:dzikir, klien masih belum mampu melafalkan dzikir untuk
penerapannya, setelah diberikan terapi psikoreligius:dzikir klien mengatakan hatinya menjadi tentram Ketika diajarkan dzikir oleh perawat. Pada hari
ketiga sebelum diberikan terapi psikoreligius:dzikir klien mengetahui manfaat dzikir dalam mengontrol halusinasi, klien sudah mampu melafalkan
dzikir dan mengungkapkan perasaannya. Setelah diberikan terapi psikoreligius:dzikir klien mengatakan dzikir dapat membuat halusinasinya tidak
muncul lagi ketika diterapkan dan dapat mengontrol halusinasinya, klien mampu melafalkan dzikir dengan benar dan mengatakan jiwanya tentram.
21
Pertanyaan Tn.MW
Hari 1 Hari 2 Hari 3
Pre Post Pre Post Pre Post
Mampu menurunkan frekuensi halusinasi setelah berdzikir 0 0 0 0 0 1
Menjelaskan manfaat berdzikir terhadap halusinasi 0 0 0 1 1 1
Mampu berdzikir saat muncul halusinasi 0 0 0 1 1 1
Mampu melafalkan bacaan dzikir 1 1 1 1 1 1
Mampu menyampaikan perasaannya setelah berdzikir 0 1 1 1 1 1
Pada hari pertama pemberian terapi psikoreligius:dzikir Tn.MW mampu melafalkan dzikir namun belum mengetahui jumlah dari setiap
pelafalan dzikir tersebut, klien belum mengetahui manfaat dari dzikir terhadap halusinasinya sehingga klien belum pernah menerapkan dzikir jika
halusinasi muncul. Setelah diberikan terapi psikoreligius:dzikir, klien mampu melafalkan Astagfirullahal’adzim sebanyak 3 kali, Subhanallah 33 kali,
Alhamdulillah 33 kali dan Allahuakbar 33 kali dan mengatakan pikirannya tenang dan tidak memikirkan hal yang aneh-aneh. Pada hari kedua,
sebelum pemberian terapi psikoreligius:dzikir klien belum dapat menjelaskan kembali manfaat dzikir dalam mengontrol halusinasinya. Setelah
diberikan terapi psikoreligius:dzikir klien mampu berdzikir dengan tepat dan mampu menerapkan dzikir jika halusinasi muncul, klien mengatakan
pikirannya tenang. Pada hari ketiga sebelum diberikan terapi psikoreligius:dzikir klien dapat mengulang kembali manfaat dzikir dalam mengontrol
halusinasi dan melafalkan dzikir serta menyampaikan perasaannya, setelah diberikan terapi psikoreligius:dzikir klien mengatakan ia akan rutin
berdzikir dan halusinasinya belum muncul dari hari pertama penerapan terapi psikoreligius:dzikir, klien mengatakan setiap berdzikir membuat
pikirannya tenang.
22
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
D. Kesimpulan
E. SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka saran yang dapat
7. Bagi Yayasan
23
Diharapkan dapat meningkatkan pelayanan yang ada Yayasan Mitra Mulia
Pendengaran
8. Bagi Keluarga
kerumah.
9. Bagi Mahasiswa
24
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Prov. Sumatera Selatan. (2023). Profil Kesehatan Provinsi Sumatera
Selatan 2022.
Erviana, I., & Hargiana, G. (2018). Aplikasi Asuhan Keperawatan Generalis Dan
Psikoreligius Pada Klien Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Penglihatan Dan
Pendengaran.
Keliat, B. A., Hamid, A. Y., Daulima, N., & Wardani, I. Y. (2022). Asuhan Keperawatan
Jiwa. EGC.
Wahyuni, L., Rizal, A., Agustina, M., & Noviyanti, L. (2024). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Sonpedia Publishing Indonesia.
Wenny, B. P. (2023). Asuhan Keperawatan Jiwa Klien Dengan Halusinasi, Waham Dan
Perilaku Kekerasan (M. E. Negeri (ed.)).
25
Lampiran
26