Anda di halaman 1dari 26

SEMINAR

ANALISA JURNAL KEPERAWATAN JIWA TERAPI


PSIKORELIGIUS : DZIKIR PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
PENDENGARAN

Disusun oleh:
Bimo Cahya Pambudi 2435003
Desty Fajariah 2435004
E. Dwi Aryani 2435010
Margareta Ayu M 2435002
Puput Endah .R 2435005
Dian Ramadhan 243500
Weny 243500

Pembimbing Akademik :
Ns. Aprida Manurung, M. Kep

Pembimbing Klinik :
Ns. Della Cantika Ramona, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS
PALEMBANG
2024
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami hanturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan
rahmatnya penulis dapat menyelesaikan Analisa Jurnal Keperawatan Jiwa Terapi
Psikoreligius : Dzikir Pada Pasien Dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
Pendengaran.
Analisis jurnal menggunakan Analisa pico yang kami implementasikan terhadap salah
satu pasien yang ada di Yayasan Mitra Mulia Husada Palembang, maka dengan itu kami
berterima kasih kepada, Bapak/Ibu/Saudara/i:

1. Istiqlal, SKM, MH selaku Ketua Yayasan Mitra Mulia Husada Palembang


2. Ns. Junaidi, S.Kep selaku wakil Ketua Yayasan Rehabilitasi Mitra Mulia Husada
Palembang
3. Ns. Della Cantika Ramona, S.Kep selaku pembimbing lapangan atau CI di Yayasan
Mitra Mulia Husada Palembang.
4. Dr. Antonius Singgih Setiawan S.E., M.Si selaku Rektor Universitas Katolik Musi
Charitas Palembang
5. Srimiyati, S.Kep, Ners., M. Kep selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Katolik Musi Charitas Palembang
6. Ns. Bangun Dwi Hardika, M.K.M Selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Katolik Musi Charitas Palembang.
7. Ns. Aprida Manurung, M.Kep selaku Koordinator dan Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Praktik Profesi Keperawatan Jiwa
8. Ns. Novita Anggraini, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Keperawatan
Jiwa
9. Kepada anggota kelompok yang telah bekerja sama dalam proses pembuatan laporan
dan dan juga seminar yang akan berlangsung.

Penulis menyadari dalam penulisan proposal ini masih jauh dari kata sempurna,
banyak kekurangan baik dari segi materi ataupun penulisan, oleh karena itu kritik dan saran
yang bersifat membangun guna diperbaiki di masa yang akan datang.

Palembang, 01 Mei 2024

Penulis,

2
DAFTAR ISI

BAB 1...................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................5
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................................................5
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................................................6
E. Ruang Lingkup Penelitian.........................................................................................................6
BAB II...................................................................................................................................................7
TINJAUAN TEORI...............................................................................................................................7
BAB III..................................................................................................................................................8
ANALISA JURNAL.............................................................................................................................8
BAB IV...............................................................................................................................................12
KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................13

3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Halusinasi merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan
menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakkan dan perilaku aneh yang
menggangu. Halusinasi merupakan satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, penciuman. Klien merasakan stimulus yang
sebenarnya tidak ada, selain itu, perubahan persepsi sensori tentang suatu objek,
gambaran, pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi
semua system penginderaan, pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, atau
pengecapan (Keliat et al., 2022). Klien yang terdiagnosis memiliki halusinasi
pendengaran biasanya mempunyai diagnosa medis skizofrenia. Skizofrenia adalah
salah satu gangguan jiwa yang berat yang mempengaruhi pikiran, perasaan dan
perilaku individu. Skizofrenia terpecahnya dan terpisahnya antara kognisi, afeksi dan
tingkah laku sehingga kurang adanya kesesuaian antara pemikiran dan emosi atau
antara persepsi seseorang tentang realitas dan apa yang benar-benar terjadi skizofrenia
adalah bagian dari gangguan psikosis yang ditandai dengan kehilangan pemahaman
terhadap realitas dan hilangnya daya tilik diri (Yudhantara & Istiqomah, 2018,
Sovitriana, 2019).

Halusinasi pendengaran adalah gangguan stimulus dimana munculnya suara


asing terutama suara manusia yang biasanya terdengar seseorang mengutarakan
pikirannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu (Wahyuni et al., 2024)
Sedangkan menurut Wenny (2023) halusinasi pendengaran adalah persepsi
pendengaran yang keliru yang biasanya mendengar suara manusia, hewan, musik atau
mesin yang sering ditemukan pada gangguan psikiatri.

Pada tahun 2019, 1 dari setiap 8 orang di dunia hidup dengan gangguan jiwa
atau 970 juta orang diseluruh dunia hidup dengan gangguan mental, kecemasan dan
depresi. Gangguan persepsi sensori: halusinasi dimiliki oleh 24 juta orang atau 1 dari
300 orang di seluruh dunia (World Health Organization, 2022). Menurut Riskesdas
( 2019) 282.654 orang dengan gangguan jiwa skizofrenia dengan Provinsi terbanyak
yaitu Jawa Barat dengan 55.133 orang, lalu Jawa Timur dengan 43.890 dan Jawa
Tengah dengan 37.516 orang, sedangkan Sumatera Selatan memiliki 8.538 orang
4
yang mengidap skizofrenia. Pada tahun 2022, Sumatera Selatan mengalami
peningkatan orang dengan gangguan jiwa skizofrenia, yaitu sebanyak 17.534 orang
dengan daerah terbanyak berada di Kota Palembang sebanyak 3.479 orang, lalu
Banyuasin sebanyak 1.777 dan Ogan Komering Ilir sebanyak 1.726 (Dinas Kesehatan
Prov. Sumatera Selatan, 2023).

Pemberian tindakan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai standar


diharapkan mampu meningkatkan kemampuan penderita halusinasi dalam mengontrol
diri dan menurunkan gejala-gejala halusinasi. Pasien halusinasi dapat diberikan
asuhan keperawatan dengan cara menggunakan strategis pelaksanaan SP 1 sampai
dengan SP 4. SP 1 membantu pasien mengenali halusinasi, menjelaskan cara-cara
mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan
menghardik. SP 2 melatik pasien mengontrol halusinasi dengan cara minum obat
secara teratur dengan menggunakan prinsip 5 benar. SP 3 melatih pasien mengontrol
halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. SP 4 mengajarkan pasien
cara mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas kegiatan sesuai dengan
jadwal yang telah ditentukan (Erviana & Hargiana, 2018, Keliat et al., 2022).

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk memberikan terapi


psikoreligius: dzikir sebagai bentuk pemberian SP 4 pada klien yaitu mengajarkan
pasien cara mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas pada 3 klien yang
memiliki halusinasi pendengaran di Yayasan Mitra Mulia Husada.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk memberikan terapi
psikoreligius: dzikir sebagai tindakan mandiri perawat pada klien yang terdiagnosis
gangguan perubahan sensori: halusinasi untuk mengontrol halusinasi.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pelaksanaan intervensi pada klien dengan halusinasi dengan
memberikan terapi psikoreligius: dzikir
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui efektivitas dzikir dalam menurunkan halusinasi
b. Mengetahui perasaan klien setelah diberikan terapi psikoreligius: dzikir

5
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan pembuatan laporan ini dapat menambah wawasan civitas akademika
dalam tatalaksana mandiri perawat pada klien yang terdiagnosis gangguan persepsi
sensori: halusinasi dengan pemberian terapi psikoreligius:dzikir.
2. Bagi Instansi Keperawatan
Diharapkan pembuatan laporan ini dapat menjadi salah satu referensi dalam
pemberian asuhan keperawatan pada klien yang terdiagnosis gangguan persepsi
sensori: halusinasi.
3. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan pembuatan laporan ini menjadi salah satu referensi dalam pemilihan
pemberian terapi secara mandiri oleh perawat di pelayanan kesehatan pada klien yang
terdiagnosis gangguan persepsi sensori: halusinasi.

E. Ruang Lingkup Penelitian


Laporan ini termasuk kedalam laporan dalam bidang keperawatan jiwa dengan
topik untuk mengetahui efektivitas pemberian terapi psikoreligius: dzikir pada klien
yang terdiagnosis gangguan persepsi sensori: halusinasi. Intervensi diberikan selama 3
hari dari tanggal 3, 4 dan 6 Mei 2024 dengan melibatkan 3 orang klien yang berada di
Yayasan Mitra Mulia Husada yang terdiagnosa gangguan persepsi sensori: halusinasi.

6
BAB II
TINJAUAN TEORI

`BAB II
TINJAUAN TEORI

1. Konsep Dasar Gangguan Persepsi Sensori


3. Pengertian
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering didapati pada pasien
dengan gangguan jiwa, yang identik dengan skizofrenia, pasien dengan
skizofrenia diantaranya mengalami halusinasi. Halusinasi adalah suatu keadaan
dimana pasien mengalami perubahan sensori persepsi yang disebabkan stimulus
yang sebenarnya itu tidak ada. (Sutejo (2017) dalam Randy p.1 (2023)
Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan persepsi, seperti merasakan persepsi palsu seperti suara pengelihatan
pengerabaan atau pengindraan. Persepsi klien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada selain itu perubahan persepsi sensori, halusinasi juga
diartikan sebagai persepsi sensori tentang suara objek, gambar dan pikiran yang
sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi semua sistem
pengindraan. Seperti pengindraan, pengelihatan, pendengaran, penciuman,
perabaan atau pengecapan (Cook dan fontaine, 1987 dalam fitria, 2014)
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan pada
pola stimulus yang mendekat (yang diperkarsai secara internal dan eksternal)
disertai dengan suatu pengurangan berlebihan atau kelainan berespons terhadap
stimulus (Towsend, 1998, dalam Fitria, 2014)

4. Etiologi
Menurut Nita Fitria (2014) penyebab dari halusinasi adalah
A. Faktor Predisposisi
1. Faktor Perkembangan
7
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan interpersonal maka
individu mengalami stres dan kecemasan.
2. Faktor Sosiokultural
Sebagai faktor dimasyarakat yang dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan sehingga orang tersebut merasa kesepian dilingkungan yang
membesarkannya.
3. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa, jika seseorang
mengalami stres yang yang berlebihan maka didalam tubuhnya akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
huffofena dan dimethytransferase.
4. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan
stresdan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi
reslistis.
5. Faktor Genetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui tetapi hasil
study menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.

B. Faktor Presipitasi
Adanya rangsangan dari lingkungan seperti partisipasi klien dalam kelompok
terlalu lama, tidak diajak berkomunikasi, obyek yang ada dilingkungan dan
juga suasana sepi atau terisolasi sering menjadi mencetus terjadinya halusinasi.

C. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak aman,
gelisah dan bingung, berperilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan serta tidak mampu membedakan keadaan nyata dan
tidak nyata.

5. Klasifikasi

8
Menurut struart and sundeen (1998) dalam buku Fitria (2014) jenis halusinasi
serta ciri objektif dan subjektif lain yang mengalami halusinasi adalah :
Jenis halusinasi Data subjektif Data objektif

Halusinasi dengar Mendengar suara menyuruh 10. Mengarahkan


(auditory-hearing melakukan sesuatu yang telinga kesumber
voices or sounds) berbahaya suara
Mendengar suara yang 11. Bicara atau
mengajak becakap-cakap tertawa sendiri
Mendengar seseorang yang 12. Marah-marah
sudah meninggal tanpa sebab
Mendengar suara yang 13. Menutup telinga
mengancam diri klien atau 14. Mulut komat-
orang lain atau suara lain kamit
yang membahayakan 15. Ada gerakan
tangan
Halusinasi 1. Melihat seseorang yang 1. Tatapan mata pada
penglihatan sudah meninggal, melihat tempat tertentu
(visual-seeing makhluk tertentu, melihat 2. Menunjuk kea rah
persons or things) bayangan hantu atau tertentu
sesuatu yang menakutkan, 3. Ketakuan pada objek
cahaya, monster yang yang dilihat
memasuki perawat

Halusinasi 1. Mencium sesuatu seperti 1. Ekspresi wajah


penciuman bau mayat, darah, bayi, seperti mencium
(olfactory- feses, bau masakan, sesuatu dengan
smelling odors) parfum yang gerakan cuping
menyenangkan hidung, mengarahkan
2. Klien sering mengatakan hidung pada tempat
mencium bau sesuatu tertentu
3. Tipe halusinasi ini sering
menyertai klien dimensia,

9
kejang atau penyakit
serebrovaskular

Halusinasi 1. Klien mengatakan ada 1. Mengusap,


perabaan (tactile- yang meraba tubuhnya menggaruk-garuk,
feelingbodily seperti tangan, binatang meraba-raba
sensations) kecil, makhluk halus permukaan kulit,
2. Merasakan sesuatu terlihat menggerak-
dipermukaan kulit, gerakkan anggota
merasakan sangat panas badan seperti
atau dingin, merasakan merasakan suatu
tersengat aliran listrik rabaan.

Halusinasi 1. Klien merasakan sedang 1. Seperti mengecap


pengecapan makan makanan tertentu, sesuatu. Gerakan
(gustatory- rasa tertentu atau mengunyah, meludah
experiencing mengunyah sesuatu atau muntah.
tastes)

Cenesthetic & 1. Klien melaporkan bahwa 1. Klien melihat


kinesthetic fungsi tubuhnya tidak menatap tubuhnya
hallucination dapat terdeteksi misalnya sendiri dan terlihat
tidak ada denyutan di merasakan sesuatu
otak, atau sensasi yang aneh tentang
pembentukan urin dalam tubuhnya.
tubuhnya, perasaan
tubuhnya melayang diatas
bumi

4. Sumber Koping
Individu dapat mengatasi stres dan ansietas dengan menggunakan sumber
koping yang ada dilingkungannya. Sumber koping tersebut dijadikan sebagai modal
untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat

10
membantu seseorang mengintregrasikan pengalaman yang menimbulkan stres dan
mengadopsi strategi koping yang efektif (Fitria 2014)
5. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendalian
stres, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan mekanisme
pertahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri (Fitria 2014)
Menurut Sutejo (2017,p.17) Mekanisme koping yang sering digunakan klien
dengan halusinasi meliputi :
a. Regresi, berhubungan dengan proses informasi dan upaya yang digunakan untuk
menanggulangi ansietas. Energi yang tersisa untuk aktivitas sehari-hari tinggal
sedikit, sehingga klien menjadi malas beraktivitas sehari-hari.
b. Proyeksi, dalam hal ini, klien mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau suatu benda.
c. Menarik diri, klien sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh
6. Pohon Masalah
Menurut Fitria (2014) pohon masalah dari perubahan persepsi sensori halusinasi
sebagai berikut :
Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan Effect

Perubahan Persepsi Sensori = Halusinasi Core Problem

Isolasi Sosial Causa

Harga Diri Rendah Kronis

7. Rentang Respon Halusinasi


Menurut Sutejo (2017. p.10) Halusinasi merupakan gangguan dari
persepsi sensori, sehingga halusinasi merupakan gangguan dari respons neurobiologi.
Oleh karenanya, secara keseluruhan, rentang respon halusinasi mengikuti kaidah
rentang respon neurobiologi. Rentang respon neurobiologi yang paling adaptif adalah
adanya pikiran logis, persepsi akurat, emosi yang konsisten dengan pengalaman,
perilaku cocok, dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Sementara itu,

11
respon maladaptif meliputi adanya waham, halusinasi, kesukaran proses emosi, proses
tidak terorganisasi, dan isolasi sosial : menarik diri.
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pikiran Logis Pikiran kadang menyimpang Kelainan Pikiran


Persepsi Akurat Ilusi Halusinasi
Emosi Konsisten Emosi berlebihan Tidak mampu mengatur
emosi
Perilaku Sosial Perilaku ganjil Ketidak teraturan
Hubungan Sosial Menarik Diri Isolasi Sosial
Rentang respon neurobiologi (Stuart,2013)

Berdasarkan rentang respon neurobiologis dapat dijelaskan sebagai


berikut :
a. Respon adaptif
adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial budaya yang berlaku.
Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu
masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut.
1) Respon adaptif sebagai berikut:
a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
d) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
e) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.

b. Respon psikososial meliputi:


1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan.
2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang
benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera.
3) Emosi berlebihan atau berkurang.
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran.
5) Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindar interaksi dengan orang lain.

12
c. Respon maladaptif
adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-
norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon maladaptif ini meliputi:
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang
tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
4) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima
sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif
mengancam.

8. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala pada pasien halusinasi dengan gangguan persepsi sensori halusinasi
menurut SDKI (Tim Pokja SPO DPP PPNI, 2017, p. 190) :
a. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif
a) Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
b) Merasakan sesuatu melalui indera perabaan, penciuman, penglihatan atau
pengecapan
2) Objektif
a) Distorsi sensori
b) Respon tidak sesuai
c) Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba atau mencium
sesuatu
b. Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif
a) Menyatakan kesal
2) Objektif
a) Menyendiri
b) Melamun
c) Konsentrasi buruk

13
d) Disorientasi waktu, tempat, orang atau situasi
e) Curiga
f) Melihat ke satu arah
g) Mondar-mandir
h) Bicara sendiri

2. Konsep Terapi Psikoreligius Dzikir


1. Pengertian
Dzikir (Feri Agustriyani, 2024) merupakan bentuk masdar dari fi’il madhi
dzakara yang tediri dari bab tsulasi mujarrad. Sedangkan dalam tinjauan
maknanya berarti mengingat, memperhatikan, mengenang, mengambil pelajaran,
mengenal atau mengerti. sementara dalam tinjauan istilah para ulama bervariasi
dalam memaknai dzikir. Namun hakikatnya sama yaitu mengingat maka intinya
dengan berdzikir dapat mengingat kebesaran Allah. Sementara media yang
digunakan untuk berdzikir adalah lisan dan hati. Oleh karena itu dzikir adlaah
usaha yang sungguh-sungguh untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara
mengingat Allah secara berkelanjutan yang disertai hadirnya hati. Al-Ghazali
mengatakan bahwa hadirnya hati itu merupakan pemberian Allah yang harus
diusahakan. Maka tidak ayal jika Abdul Wahid mengatakan dzakir (orang yang
berdzikir) yang tidak disertai dengan hudur al-Qalbi tidak disebut dzikir, malahan
hanya disebut membaca sebuah bacaan.
Menurut Yusuf dan Fani Oktaviansanti dalam (Feri Agustriyani, 2024) buku
Terapi Psikoreligius yaitu dzikir secara islami, yaitu suatu perlakuan dan
pengobatan yang ditujukan kepada penyembuhan suatu penyakit mental, kepada
setiap individu dengan kekuatan batin atau rohani, yang berupa ritual keagamaan
bukan pengobatan dengan obat-obatan dengan tujuan untuk memperkuat iman
seseorang agar ia dapat mengembangkan potensi diri dan fitrah beragama yang
dimilikinya secara optimal dengan cara mensosialkan nilai-nilai yang terkandung
didalam Al-Quran dan As-Sunnah kedalam diri. seperti melakukan shalat wajib,
berdoa dan berzikir dari perbuatan tersebut dapat membuat hidup selaras,
seimbang dan sesuai dengan ajaran agama.
Terapi psikoreligius adalah terapi dengan pendekatan keagamaan dengan
berbagai ilmu ritual keagamaanya. WHO telah menyempurnakan batasan sehat
14
dengan menambahkan satu elemen keagamaan sehingga sehat adalah tidak hanya
sehat dalam arti fisik, psikologik, dan sosial, tetapi juga sehat menjadi
biopsikososiospiritual. Suatu studi penelitian menemukan bahwa angka frekuensi
kunjungan ketempat ibadah lebih merupakan indikator dan faktor yang efektif
dalam hubungannya dengan penurunan angka bunuh diri. Sedangkan pasien yang
tidak diberikan terapi psikoreligius memiliki resiko empat kali lebih besar untuk
melakukan bunuh diri.

Penerapan terapi psikoreligius dirumah sakit jiwa (Feri Agustriyani, 2024)

a. Pada saat pelaksanaan terapi aktivitas diajarkan kembali cara- cara ibadah,
terutama pada klien yang sudah dilakukan rehabilitasi
b. Sumber daya manusia khusus yang tenaga kesehatan yang ada dirumah sakit
jiwa harus dibekali dengan pengetahuan agama yang cukup, atau dapat
bekerjasama dengan rohaniawan
c. Terapi psikologi ini tidak bertujuan untuk merubah agama klien, namun
untuk menggali sumber koping
d. Terapi psikoreligius dapat dipadukan dengan terapi lingkungan yang dibuat
dengan sedemikian rupa sehingga ada kesan religiusnya, seperti: dipasang
kaligrafi, ayat- ayat, fasilitas ibadah, buku dan musik religi
e. Pada saat pelaksanaan terapi kelompok, hal yang didiskusikan dapat berupa
keagamaan, akhlak dan lain sebagainya.
2. Bentuk-Bentuk Dzikir
(Dalimunthe, 2008) membagi dzikir menjadi tiga yaitu : dzikir jahr, dzikir khafi dan dzikir
haqiqi.
a. Dzikir Jahr
Dzikir jahr merupakan dzikir yang dilakukan dengan suara yang keras. Dzikir ini
disebut juga dengan dzikir lisan yaitu dengan mengucapkan tasbih, tahmid, tahlil,
takbir dan atau menyebut nama Allah SWT dan sifat-sifat-Nya. Dzikir tingkat ini
adalah dzikir pada taraf elementer dan dilakukan dengan lisan sehingga akan
membimbing hati seseorang agar selalu ingat kepada Allah.
b. Dzikir Khafi
Dzikir khafi merupakan dzikir yang dilakukan secara khusyuk oleh ingatan hati, baik
disertai dengan dzikir lisan maupun tidak. Orang yang sudah mampu melakukan

15
dzikir khafi dalam hatinya senantiasa memiliki hubungan dengan Allah SWT dan
selalu merasakan akan kehadiran Allah SWT kapan dan dimana saja.
c. Dzikir Haqiqi
Dzikir haqiqi adalah dzikir yang dilakukan dengan seluruh jiwa raga baik lahiriah
maupun batiniah dengan menjaga seluruh jiwa raga dari larangan Allah SWT dan
mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya serta tiada yang diingat selain Allah. Untuk
mencapai tingkatan dzikir haqiqi maka diperlukan latihan terlebih dahulu dan dimulai
dari tingkat dzikir jahr dan dzikir khafi.
3. Manfaat
Dzikir artinya mengingat Allah SWT untuk membersihkan pikiran secara
psikologis. Akal, perasaan, dan jasad seakan tenggelam kedalam qudrah dan iradah
Allah, sehingga terbebas dari segala ketakutan, kegelisahan, dan rasa sakit.
Selanjutnya seseorang akan memperoleh rahmat-Nya berupa kedamaian, ketentraman,
dan kebahagiaan, serta kesehatan dan kebugaran jasmani. Tawakal dan berserah diri
kepada-Nya menimbulkan ketenangan batin dan keteduhan jiwa sehingga terhindar
dari stress, rasa cemas, takut, dan gelisah (Zamry, 2012)

4. Etika Bedzikir
Dzikir akan menjadi khusyu’ dan membekas dalam hati apabila dilakukan
sesuai dengan adab yang diajarkan dalam Islam. Apabila tidak, maka dzikir hanya
sekedar ucapan belaka dan tidak akan membekas sama sekali. Menurut Baidi Bukhori
menyatakan bahwa adab berdzikir diantaranya adalah :
a. Kekhusyu’an dan kesopanan yaitu dengan menghadirkan makna kalimat-
kalimat dzikir, berusaha memperoleh kesan-kesannya, dan memperhatikan
maksud-maksud serta tujuan-tujuannya.
b. Merendahkan suara sewajarnya disertai dengan konsentrasi penuh.
c. Menyesuaikan dzikir dengan suara jamaah, apabila dzikir dibaca secara
berjamaah, maka tidak seorang pun yang mendahului atau terlambat.
d. Bersih pakaian dan tempat, hal ini menyebabkan adanya konsentrasi penuh,
kejernihan hati dan keikhlasan niat.
e. Setelah selesai berdzikir dengan penuh kekhusyu’an dan kesopanan, hendaknya
meninggalkan perkataan yang tidak berguna yang dapat menghilangkan faedah
dzikir sehingga efek dzikir akan selalu melekat pada diri seorang yang berdzikir.

16
DAFTAR PUSTAKA

Dalimunthe, K. A. H. & R. P. (2008) Dahsyatnya Do’a dan Dzikir. 1st edn.

Edited by Imron Rosyidi. Jakarta: QultumMedia. Available at:

https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=639569.

Feri Agustriyani (2024) Terapi Non Farmakologi Pada Pasien Skizofrenia. 1st

edn. Edited by Moh. Nasrudin. Pekalongan: PT Nasya Expanding

Management. Available at: https://play.google.com/books/reader?


id=CXD2EAAAQBAJ&pg=GBS.PR3.

Tim Pokja SPO DPP PPNI (2017) SDKI. 1st edn. Edited by Tim Pokja SPO DPP

PPNI. Jakarta Selatan.

Zamry (2012) Sehat Tanpa Obat : Cara Islami Meraih Kesehata Jasmani dan

Ruhani. 1st edn. Edited by Zamry. Bandung: Marja. Available at:

https://perpustakaan.jakarta.go.id/book/detail?cn=INLIS00000000079337

2.

17
18
BAB III
ANALISA JURNAL
ASPEK URAIAN

Populasi / Masalah yang ada dijurnal ini adalah mengenai keadaan pasien yang
Problem difokuskan pada salah satu masalah penting dalam kasus asuhan
keperawatan halusinasi pendengaran yaitu sebanyak 2 pasien. Halusinasi
dapat berasal dari ketidakmampuan pasien dalam menghadapi stressor
dan kurangnya kemampuan dalam mengontrol halusinasi.

Masalah yang kami angkat untuk pemberian terapi psikoreligius adalah


perubahan persepsi sensori: halusinasi yang muncul pada 3 klien yang
ada di Yayasan Mitra Mulia Husada yaitu Tn.M, Tn. D dan Tn. MW.

Intervention Terapi psikoreligius : dzikir, dapat diterapkan pada pasien halusinasi,


karena ketika dzikir dengan tekun dan memusatkan perhatian yang
sempurna dapat memberikan dampak saat halusinasinya muncul pasien
bisa menghilangkan suara-suara yang tidak nyata dan lebih dapat
menyibukkan diri dengan melakukan terapi dzikir, pasien mengetahui apa
yang harus dilakukan ketika halusinasi muncul, pasien mengetahun
waktu muncul halusinasi, dan pasien mampu melapor kepada perawat
ketika halusinasi muncul Perawat perlu mengetahui penatalaksanaan
intervensi nonfarmakologi untuk mengulangi halusinasi.

Kami memberikan intervensi pada 3 orang klien tentang terapi


psikoreligius selama 3 hari diwaktu luang klien dengan membaca istigfar
3 kali, tasbih 33 kali, tahmid 33 kali dan takbir 33 kali selama 10 menit.
Menggunakan instrument wawancara sebanyak 6 butir pertanyaan yang
pengukurannya dilakukan sebelum dan sesudah pemberian terapi dengan
nilai 0 untuk tidak dan nilai 1 untuk ya.

Comparation Tidak ada intervensi pembanding dalam jurnal ini.

Outcome Hasil penelitian menggambarkan bahwa adanya perubahan berupa


penurunan frekuensi halusinasi setelah berdzikir, mampu menjelaskan
manfaat berdzikir, mampu berdzikir saat halusinasi muncul, mampu
melafalkan bacaan dzikir dan mampu menyampaikan perasaan setelah
berdzikir.

Hasil intervensi yang kami berikan dari 3 klien tersebut menyatakan


perasaannya lebih tenang setelah melakukan dzikir.

19
Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran Sebelum dan Sesudah Pemberian Terapi Psikoreligius:Dzikir

Pertanyaan Tn.M
Hari 1 Hari 2 Hari 3
Pre Post Pre Post Pre Post
Mampu menurunkan frekuensi halusinasi setelah berdzikir 0 0 0 0 0 1
Menjelaskan manfaat berdzikir terhadap halusinasi 0 0 0 1 1 1
Mampu berdzikir saat muncul halusinasi 0 0 0 0 0 1
Mampu melafalkan bacaan dzikir 0 0 0 1 1 1
Mampu menyampaikan perasaannya setelah berdzikir 0 0 0 1 1 1

Pada hari pertama hasil observasi dan wawancara pada Tn.M sebelum dan sesudah diberikan terapi psikoreligius:dzikir dapat mengikuti
kegiatan dari awal hingga akhir namun belum mampu untuk menerapkan dzikir untuk mengontrol halusinasinya. Pada hari kedua sebelum diberikan
terapi psikoreligius:dzikir klien belum mampu menerapkan dzikir untuk mengontrol halusinasinya, setelah diberikan terapi psikoreligius:dzikir
selama 10 menit, Tn.M sudah mampu menjelaskan kembali manfaat dari berdzikir ketika halusinasinya muncul, mampu melafalkan dzikir yaitu
mengucapkan Astagfirullahal’adzim, Subhanallah, Alhamdulillah dan Allahuakbar, klien mengatakan setelah berdzikir membuat perasaannya tenang.
Pada hari ketiga sebelum diberikan terapi psikoreligius:dzikir klien telah mampu menjelaskan manfaat dzikir dalam mengontrol halusinasi,
melafalkan dzikir dan menyampaikan perasaannya setelah berdzikir, setelah diberikan terapi psikoreligius:dzikir klien mengatakan halusinasinya
belum muncul lagi dan sudah mampu mempraktikkan berdzikir dengan melafalkan Astagfirullahal’adzim sebanyak 3 kali, Subhanallah 33 kali,
Alhamdulillah 33 kali dan Allahuakbar 33 kali.

20
Pertanyaan Tn.D
Hari 1 Hari 2 Hari 3
Pre Post Pre Post Pre Post
Mampu menurunkan frekuensi halusinasi setelah berdzikir 0 0 0 0 0 1
Menjelaskan manfaat berdzikir terhadap halusinasi 0 1 1 1 1 1
Mampu berdzikir saat muncul halusinasi 0 0 0 0 0 1
Mampu melafalkan bacaan dzikir 0 0 0 0 1 1
Mampu menyampaikan perasaannya setelah berdzikir 0 0 0 1 1 1

Pada hari pertama sebelum diberikan terapi psikoreligius:dzikir pada Tn.D, klien belum mampu melafalkan bacaan dzikir, belum tahu
manfaat dzikir dalam mengontrol halusinasi, belum tahu bahwa dzikir dapat menurunkan frekuensi halusinasi. Setelah diberikan terapi
psikoreligius:dzikir klien sudah mampu menjelaskan Kembali manfaat dari berdzikir dalam mengontrol halusinasi namun belum dapat melafalkan
dzikir untuk penerapannya. Pada hari kedua sebelum diberikan terapi psikoreligius:dzikir, klien masih belum mampu melafalkan dzikir untuk
penerapannya, setelah diberikan terapi psikoreligius:dzikir klien mengatakan hatinya menjadi tentram Ketika diajarkan dzikir oleh perawat. Pada hari
ketiga sebelum diberikan terapi psikoreligius:dzikir klien mengetahui manfaat dzikir dalam mengontrol halusinasi, klien sudah mampu melafalkan
dzikir dan mengungkapkan perasaannya. Setelah diberikan terapi psikoreligius:dzikir klien mengatakan dzikir dapat membuat halusinasinya tidak
muncul lagi ketika diterapkan dan dapat mengontrol halusinasinya, klien mampu melafalkan dzikir dengan benar dan mengatakan jiwanya tentram.

21
Pertanyaan Tn.MW
Hari 1 Hari 2 Hari 3
Pre Post Pre Post Pre Post
Mampu menurunkan frekuensi halusinasi setelah berdzikir 0 0 0 0 0 1
Menjelaskan manfaat berdzikir terhadap halusinasi 0 0 0 1 1 1
Mampu berdzikir saat muncul halusinasi 0 0 0 1 1 1
Mampu melafalkan bacaan dzikir 1 1 1 1 1 1
Mampu menyampaikan perasaannya setelah berdzikir 0 1 1 1 1 1

Pada hari pertama pemberian terapi psikoreligius:dzikir Tn.MW mampu melafalkan dzikir namun belum mengetahui jumlah dari setiap
pelafalan dzikir tersebut, klien belum mengetahui manfaat dari dzikir terhadap halusinasinya sehingga klien belum pernah menerapkan dzikir jika
halusinasi muncul. Setelah diberikan terapi psikoreligius:dzikir, klien mampu melafalkan Astagfirullahal’adzim sebanyak 3 kali, Subhanallah 33 kali,
Alhamdulillah 33 kali dan Allahuakbar 33 kali dan mengatakan pikirannya tenang dan tidak memikirkan hal yang aneh-aneh. Pada hari kedua,
sebelum pemberian terapi psikoreligius:dzikir klien belum dapat menjelaskan kembali manfaat dzikir dalam mengontrol halusinasinya. Setelah
diberikan terapi psikoreligius:dzikir klien mampu berdzikir dengan tepat dan mampu menerapkan dzikir jika halusinasi muncul, klien mengatakan
pikirannya tenang. Pada hari ketiga sebelum diberikan terapi psikoreligius:dzikir klien dapat mengulang kembali manfaat dzikir dalam mengontrol
halusinasi dan melafalkan dzikir serta menyampaikan perasaannya, setelah diberikan terapi psikoreligius:dzikir klien mengatakan ia akan rutin
berdzikir dan halusinasinya belum muncul dari hari pertama penerapan terapi psikoreligius:dzikir, klien mengatakan setiap berdzikir membuat
pikirannya tenang.

22
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

D. Kesimpulan

Setelah dilakukan intervensi keperawatan pada 3 pasien dengan diagnosa

Halusinasi Pendengaran di Yayayasan Mitra Mulia Husada selama 3 hari

maka kelompk mengambil kesimpulan bahwa adanya pengaruh setelah

diberikan intervensi terapi psikoreligius dzikir terbukti bermanfaat untuk

mengontrol halusinasi pendengaran, manfaat terapi akan lebih maksimal

apabila dilakukan secara berkala dan bertahap. Sehingga perawat dapat

melakukan intervensi non farmakologi tersebut untuk mengontrol halusinasi

pendengaran pada pasien gangguan jiwa.

E. SARAN

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka saran yang dapat

diberikan sebagai berikut :

6. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat menambah referensi, pengetahuan dan keterampilan

bagi mahasiswa khususnya tentang pemberian asuhan keperawatan

keperawatan pada pasien jiwa, sehingga mahasiswa lebih profesional

dalam mengaplikasikan pada kasus secara nyata.

7. Bagi Yayasan

23
Diharapkan dapat meningkatkan pelayanan yang ada Yayasan Mitra Mulia

Husada terutama dalam menerapkan asuhan keperawatan jiwa khususnya

dengan masalah utama Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

Pendengaran

8. Bagi Keluarga

Diharapkan terapi psikoreligius Dzikir dapat digunakan secara konsisten

untuk mengontrol dan mengatasi halusinasi setelah pasien pulang

kerumah.

9. Bagi Mahasiswa

Diharapakan dapat meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan

mahasiswa tentang ilmu keperawatan jiwa sesuai perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Serta mengetahui terlebih dahulu beberapa

masalah utama dan diagnosa medis yang meliputi keperawatan jiwa.

24
DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kesehatan Prov. Sumatera Selatan. (2023). Profil Kesehatan Provinsi Sumatera
Selatan 2022.

Erviana, I., & Hargiana, G. (2018). Aplikasi Asuhan Keperawatan Generalis Dan
Psikoreligius Pada Klien Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Penglihatan Dan
Pendengaran.

Keliat, B. A., Hamid, A. Y., Daulima, N., & Wardani, I. Y. (2022). Asuhan Keperawatan
Jiwa. EGC.

Riskesdas. (2019). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2018.

Sovitriana, R. (2019). Dinamika Psikologis Kasus Penderita Skizofrenia. Uwais Inspirasi


Indonesia.

Wahyuni, L., Rizal, A., Agustina, M., & Noviyanti, L. (2024). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Sonpedia Publishing Indonesia.

Wenny, B. P. (2023). Asuhan Keperawatan Jiwa Klien Dengan Halusinasi, Waham Dan
Perilaku Kekerasan (M. E. Negeri (ed.)).

World Health Organization. (2022). Mental Disorder.

Yudhantara, D. S., & Istiqomah, R. (2018). Sinopsis Skizofrenia. Universitas Brawijaya


Press.

25
Lampiran

26

Anda mungkin juga menyukai