Anda di halaman 1dari 26

TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN

“Studi Kasus Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah dan Langkah-langkah Teknis
Penanggulangannya”

Disusun oleh:
Nama: Farhan Ramadhan
NIM : 225040207111072
Kelas: Agroekoteknologi P

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 2


BAB I LATAR BELAKANG ...................................................................................................... 3
1.1 Kondisi Umum Terkait Permasalahan yang Ada .......................................................................... 3
1.2 Perumusan Masalah yang Terjadi ................................................................................................. 4
1.3 Dampak-Dampak dari Permasalahan terhadap Produksi Tanaman dan Kesehatan ...................... 4
Lingkungan ......................................................................................................................................... 4
BAB II Analisis Masalah dan Solusi ........................................................................................... 6
2.1 Analisis Alur Pikir Terjadinya Masalah..................................................................................... 6
2.2 Analisis Penyebab Masalah .......................................................................................................... 8
2.3 Solusi dari Akar Masalah .............................................................................................................. 8
BAB III Rekomendasi Strategi Konservasi Tanah dan Air ....................................................... 12
3.1 Tindakan Managemen Tanah ...................................................................................................... 12
3.2 Teknologi Konservasi secara Vegetatif ....................................................................................... 14
3.3 Teknologi Konservasi secara Mekanis (Sipil Teknis) ................................................................. 17
3.4 Langkah-Langkah Penerapan di Lapangan ....................................................................... 22
4.1 Kesimpulan ............................................................................................................................. 24
4.2 Saran........................................................................................................................................ 24
BAB I LATAR BELAKANG
1.1 Kondisi Umum Terkait Permasalahan yang Ada
Indonesia memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Sumber daya alam merupakan hal
penting dalam kehidupan, tanpa adanya sumber daya alam maka keberlangsungan hidup tidak akan
berjalan. Melimpahnya sumber daya ini dapat dilihat dari luas lahan Indonesia yang besar. Lahan
merupakan salah satu sumber daya yang dikelola manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam
kehidupan. Pemanfaatan lahan sebagai salah satu sumberdaya, perlu dilakukan pertimbangan yang tepat
dalam mengambil keputusan, hal ini dikarenakan tingginya persaingan dalam penggunaan lahan (baik
dari sektor pertanian maupun sektor non pertanian). Bertambahnya jumlah populasi manusia yang kian
meningkat dari tahun ke tahun, menjadikan sektor pertanian sebagai salah satu sektor yang terdampak
akibat kenaikan jumlah populasi manusia. Dimana, sektor pertanian akan terus dituntut agar dapat
menghasilkan produk hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan Dalam kegiatan budidaya
pertanian, sangat berkaitan dengan peran lahan untuk menunjang aktivitas budidaya pertania. Namun
aktivitas pertanian yang terlalu intensif atau praktik yang kurang tepat dalam upaya peningkatan hasil
pertanian, dapat menimbulkan permasalah pada lahan seperti perubahan atau penurunan kualitas
sumberdaya. Salah satunya adalah terjadi degradasi lahan.
Degradasi lahan merupakan suatu kondisi dimana lahan tersebut mengalami penurunan kualitas
yang menyebabkan penurunan produktivitas hasil dari budidaya pertanian atau dicirikan dengan
adanyan penurunan dari sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Menurut Lubis (2021) menyebutkan
bahwa, di Indonesia luas lahan terdegradasi mencapai 4.477.459 ha, seluas 1.777.679 mengalami
degradasi bobot dan sisanya terdegradasi ringan-sedang. Sedangkan data dari BPS (2013), luas lahan
kritis di Indonesia adalah 27 juta ha termasuk sangat kritis seluas 5 juta ha. Degradasi lahan disebabkan
karena adanya konversi (alih fungsi lahan) seperti dari lahan pegunungan atau lahan hutan untuk
penggunaan lahan lain. Alih fungsi lahan hutan di daerah yang berlereng, meningkatkan resiko
terjadinya degradasi lahan akibat dari adanya penggunaan lahan yang kurang tepat (tidak berdasarkan
kemampuan ataupun kesesuaian lahan).

Gambar 1. Kondisi Lahan Terdegradasi di Sumberjaya, Lampung


Salah satu contoh kasus degradasi lahan yaitu lahan degradasi yang terletak di
Sumberjaya, Lampung. Berdasarkan gambar yang telah disajikan, dapat dilihat bahwa lahan di
Sumberjaya, Lampung ini memiliki bukit-bukit berlereng dengan tanah yang menyembul di permukaan
dan tidak terdapat tegakan di atasnya. Puncak-puncak bukit terlihat sangat tajam dan menukik ke
bawah. Pada lahan tersebut juga sangat minim sekali vegetasi. Hal inilah yang menyebabkan tanah
tersebut mengalami degradasi. Lahan terbuka di lereng yang curam tersebut rawan mengalami
degradasi yang disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya yaitu erosi. Menurut Alie (2015), erosi
merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan air dan angin yang disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu iklim, sifat tanah, topografi dan vegetasi penutup tanah. Bahaya erosi menjadi
ancaman yang serius yang akan mempengaruhi penurunan kualitas dari suatu lahan. Terjadinya erosi
dapat disebabkan oleh minimnya tanaman tahunan pada suatu lahan. Hal ini dapat menjadi parah
apabila ditambah dengan intensitas curah hujan yang tinggi. Indonesia sebagai negara tropis umumnya
memiliki intensitas curah hujan yang tinggi. Tanaman tahunan memiliki sistem perakaran yang luas
sehingga daya cengkeraman terhadap tanah lebih kuat sehingga tanah tidak mudah mengalami erosi.
Dengan minimnya vegetasi pada lahan, ketika curah hujan yang intensif air tidak dapat menyerap ke
dalam tanah karena tidak adanya daya cengkeraman terhadap tanah.
1.2 Perumusan Masalah yang Terjadi
1. Apa penyebab permasalahan lahan di Sumberjaya, Lampung
2. Bagaimana dampak permasalahan kondisi lahan yang terdegradasi tersebutterhadap
produksi tanaman dan kesehatan lingkungan sekitar.
3. Bagaimana solusi yang harus diterapkan untuk mengendalikan masalah degradasilahan
yang terjadi di Sumberjaya, Lampung.
1.3 Dampak-Dampak dari Permasalahan terhadap Produksi Tanaman dan Kesehatan
Lingkungan
Degradasi lahan merupakan suatu proses atau tahapan penurunan produktivitas suatu lahan
yang bersifat sementara maupun tetap. Lahan terdegradasi biasa disebut dengan lahan yang sudah tidak
produktif, lahan kritis, atau lahan yang dibiarkan untuk tidak dikelola sehingga ditumbuhi semak
belukar. Umumnya degradasi lahan disebabkan karena adanya penggunaan dan/atau pengelolaan lahan
yang kurang tepat. Degradasi lahan biasanya akan terjadi dengan adanya konversi (alih fungsi)
penggunaan lahan dari lahan hutan menjadi keperluan lainnya. Pada lahan pertanian (khususnya
pertanian di lahan kering), degradasi lahan utamanya terjadi karena adanya erosi tanah yang dipercepat,
penggunaan mesin-mesin pertanian, dan pemakaian bahan kimia pertanian yang berlebihan.
Dampak dari degradasi lahan pada daerah perbukitan yaitu dapat mempengaruhi fungsi serta
manfaat lahan bagi manusia dan bagi lingkungan. hilangnya berbagai vegetasi pada daerah perbukitan
menjadi gerbang dari berbagai dampak negatif yang akan dirasakan oleh manusia serta lingkungan.
Kerusakan yang terjadi pada daerah perbukitan ini dapat menurunkan fungsi hidrologis dari lahan
tersebut (Tutuarima et al., 2021). Kemudian apabila terjadi kerusakan hutan di bagian hulu akibat
degradasi lahan, maka pasokan air juga akan terganggu. Gangguan tersebut antara lain meningkatnya
aliran permukaan ketika musim penghujan dikarenakan hilangnya pohon dan tutupan lahan lainnya
yang memiliki fungsi menahan air atau intersepsi air hujan, serta berkurangnya air ketika musim
kemarau disebabkan berkurangnya pasokan air tanah yang semakin berkurangnya kemampuan tanah
untuk menginfiltrasi air yang jatuh ke tanah. Dampak pasokan air yang terganggu akibat dari
menurunnya fungsi hidrologi dari lahan adalah lahan menjadi kering dan kurang produktif yang
disebabkan oleh berkurangnya kandungan dan pasokan air dalam tanah.
Dampak degradasi lahan lainnya adalah hilangnya lapisan tanah atas yang subur yang
disebabkan oleh erosi. Tutupan tanah seperti berbagai semak, seresah, dan juga pohon yang membantu
menghambat jatuhnya air hujan yang beresiko tinggi membawa 2

tanah bagian atas atau top soil menuju hilir melalui limpasan permukaan, apabila tutupan lahan ini
menghilang yang diakibatkan oleh menghilangnya tutupan lahan dan vegetasi, maka air hujan dan
limpasan permukaan akan dengan mudah mencapai tanah sehingga dapat menyebabkan erosi. Selain
itu, bila kemiringan dari lahan atau lereng tersebut terbilang cukup curam dan tidak ada vegetasi yang
berguna untuk menahan tanah di lahan tersebut maka akan menimbulkan bencana tanah longsor yang
merugikan.

Kerusakan struktur tanah diawali dengan penurunan kestabilan agregat tanah sebagai akibat dari
pukulan air hujan dan kekuatan limpasan permukaan. Penurunan kestabilan agregat tanah berkaitan
dengan penurunan kandungan bahan organik tanah, aktivitas perakaran tanaman dan mikroorganisme
tanah. Penurunan ketiga agen pengikat agregat tanah tersebut selain menyebabkan agregat tanah relatif
mudah pecah sehingga menjadi agregat atau partikel yang lebih kecil juga menyebabkan terbentuknya
kerak di permukaan tanah (soil crusting) yang mempunyai sifat padat dan keras bila kering. Agregat
atau partikel-partikel yang halus akan terbawa aliran air ke dalam tanah sehingga menyebabkan
penyumbatan pori tanah. Pada saat hujan turun kerak yang terbentuk di permukaan tanah juga
menyebabkan penyumbatan pori tanah. Akibat proses penyumbatan pori tanah ini porositas tanah,
distribusi pori tanah, dan kemampuan tanah untuk mengalirkan air mengalami penurunan dan limpasan
permukaan akan meningkat. Menghilangnya bagian top soil yang disebabkan oleh erosi akan
menyebabkan lahan semakin tidak produktif, sehingga tanaman yang ditanam pada lahan tersebut
menjadi tidak dapat tumbuh dengan optimal sehingga dapat menyebabkan hasil yang didapat tidak
maksimal. Hal ini mendorong para petani untuk melakukan pemupukan pada tanaman mereka, namun
dengan semakin mahalnya harga pupuk serta rendahnya hasil yang didapatkan dari ladang atau lahan
pertanian mereka menyebabkan semakin berkurang kesejahteraan para petani tersebut.
BAB II Analisis Masalah dan Solusi
2.1 Analisis Alur Pikir Terjadinya Masalah
Jumlah penduduk yang saat ini semakin meningkat karena berjalannya waktu hal ini
menyebabkan banyaknya alih fungsi lahan mulai dari daerah hutan hingga daerah persawahan yang
mengakibatkan beberapa permasalahan baru, seperti yang diungkapkan oleh Suprianto et al., (2019)
karena alih fungsi lahan hutan seperti hilangnya fungsi hutan yang berperan sebagai hidrologi air,
pengatur keseimbangan hama, pengatur kelembaban dan pengatur dalam proses pembuahan tanaman
merupakan permasalahan lingkungan yang baru, hal tersebut didorong oleh beberapa faktor untuk
pengalihan fungsi lahan yang dibagi menjadi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal terdiri
dari faktor teknis, ekonomis, dan sosial, sedangkan untuk faktor eksternal sendiri terdiri dari migrasi,
kebijakan pembangunan pemerintah daerah spasial dalam tata guna ruang wilayah dan laju
pertumbuhan penduduk. Analisis kondisi lahan di Sumberjaya Lampung yang diamati, dapat di diambil
hipotesis terjadi degradasi lahan yang disebabkan karena inovasi teknis, konservasi tanah dan air,
pembangunan jalan dan infrastruktur, dan pengaturan penguasaan tanah. Akan tetapi keberadaan hutan
dianggap kurang memberikan manfaat secara langsung untuk masyarakat sekitar yang membutuhkan
lahan untuk digarap, karena hal itu konflik kepentingan antar kelestarian sumberdaya alam sebagai
kelestarian untuk ekologi dengan kebutuhan ekonomipun terjadi di Kecamatan Sumberjaya, Lampung.
Sehingga diperlukan solusi dengan alih fungsi lahan kawasan hutan untuk menghasilkan komposisi
tutupan lahan yang optimal yang berfungsi sebagai penyedia jasa lingkungan sekaligus peningkatan
pendapatan masyarakat yang perlu dilakukan untuk mencapai keberlanjutan ekonomi, sosial dan
ekologi dari ekosistem hutan yang lebih baik lagi.
Lahan Hutan di Sumberjaya Lampung setelah diamati menunjukkan kondisi yang kritis lahan
yang jika tidak dilakukan konservasi segera akan ditakutkan terjadi penurunan daya dukung tanah.
Tanah yang mengalami penurunan fungsi atau degradasi jika penurunan kualitas lahan tersebut masih
berlanjut. Wahyunto dan Dariah (2014) menyatakan gejala penurunan kualitas lahan di lapangan dapat
dicirikan dengan berkurangnya vegetasi yang menutupi lahan dan gejela erosi yang dapat ditandai
dengan banyaknya torehan atau alur drainase yang mempengaruhi fungshidrologi dan daerah di
sekitarnya. Kerusakan yang diakibatkan tersebut dapat berupa erosi pada skala tertentu yang merugikan
mulai dari segi ekonomi, kemampuan lahan dalam produksi tanaman pada kondisi optimum, dan tanah
akan mengalami degradasi unsur hara. Ketidakmampuan lahan pada pemberian hasil produksi tanaman
yang optimal akan menyebabkan kerugian pada petani dari segi pendapatannya yang berkurang. Akan
tetapi, petani juga terkadang melakukan tindakan yang malah mengakibatkan degradasi lahan yang
berupa penggunaan bahan kimia yang berlebih , alih fungsi lahan hutan menjadi area perumahan
(nonpertanian),dan degradasi lahan karena pengelolaan pertanian yang intensif.
Verbist, et al., (2004) berpendapat bahwa alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian yang
berupa sistem tanam yang terbuka dari aspek lingkungan mengakibatkan lahan menjadi tidak dapat
diolah untuk lahan berkelanjutan yang merupakan faktor utuma dari menurunnya ketersediaan air di
hilir sungai dan hilangnya fungsi perlindungan DAS. Hal ini didukung dengan pendapat Habibah et al.,
yang menyatakan Sedimentasi pada saluran irigasi dapat menyebabkan pendangkalan saluran sehingga
kapasitas saluran menjadi berkurang dan tidak mampu menampung depit limpasan yang terjadi, dampak
yang sering terlihat karena alih fungsi lahan tersebut seperti menurunnya tingkat kesuburan lahan
pertanian yang terjadi pada jangka pendek maupun jangka panjang, meningkatnya erosi tanah dan
sedimentasi pada sungainya. Erosi sendiri berawal dari penghancuran agregat tanah oleh air hujan
sehingga menyebabkan aliran air pada permukaan yang akhirnya akan mengikis lapisan tanah dan
menuju ke tempat yang lebih rendah dan terjadi pengendapan berupa sedimentasi di sungai, waduk, dan
juga laut. Hal ini juga menyebabkan unsur hara yang terkandung pada tanah juga menghilang,
sehingga petani berusaha mengembalikan unsur hara tersebut dengan penambahan bahan kimia ke
dalam tanah dengan tujuan tanah dapat kembali menyediakan unsur hara dan dapat mengembalikan
kondisi tanah seperti semula. Apabila hal tersebut dilakukan secara intensif makan dapat mengakibatkan
kerusakan ekosistem secara tidak langsung dan merugikan petani karena biaya perawatan juga akan
bertambah, sedimentasi pada sungai juga sama kondisinya pada daerah hulu yang tanahnya terbawa
oleh aliran air yang menyebabkan luapan air sungai hingga menyebabkan banjir
2.2 Analisis Penyebab Masalah
Penyebab terjadinya masalah pada suatu lahan yaitu adanya kemiringan lereng yang dapat
menyebabkan terjadinya suatu erosi. Kemiringan lereng memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
terjadinya erosi dan semakin tinggi nilai kemiringan lereng maka laju sedimentasinya semakin
meningkat (Yusuf et al., 2018). Berdasarkan gambar pada lahan yang berada di Sumberjaya Lampung,
lahan tersebut mengalami kerusakan berat yang mengakibatkan terjadi suatu erosi. Erosi yang terjadi
secara terus menerus seperti pada gambar dapat menyebabkan terjadinya bencana alam yaitu tanah
longsor ataupun bahkan dapat terjadi bencana alam yang lebih parah lainnya. Selain kemiringan
terjadinya erosi pada gambar tersebut juga dapat disebabkan karena kurangnya tutupan pada lahan.
Lahan yang terbuka tanpa ditutupi kanopi dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya erosi yang
tinggi dibandingkan dengan lahan yang memiliki penutup.
Tutupan lahan atau vegetasi memiliki peran penting dalam aliran permukaan dan laju erosi
tanah yaitu melindungi tanah dari daya rusak yang ditimbulkan air terutama saat hujan Pitaloka et al.,
(2019). Kegiatan manusia juga menjadi penyebab masalah terbesar dalam kerusakan lahan yang dapat
menyebabkan menurunnya kualitas fisik, kimia maupun biologi tanah, berkurangnya hasil tanaman
serta kurangnya unsur hara akibat terbawa aliran air akibat terjadinya hujan. Contoh kegiatan manusia
yang dapat menjadi penyebab masalah yaitu kegiatan ekploitasi besar besaran, hal tersebut berpengaruh
pada kondisi tanah yang mengakibatkan penurunan pada kualitas lahan. Selain terjadinya penurunan
kualitas tanah pada lahan juga terlihat bahwa lahan pada daerah sumberjaya tersebut mengalami
kekurangan air. Hal tersebut dapat diketahui dari gambar dimana lahan terlihat sangat kering.
Penyebab masalah ini tidak hanya menjadi penyebab kerusakan pada satu daerah saja,
melainkan dapat menjadi suatu masalah mulai dari daerah hulu hingga daerah hilir. Erosi yang terjadi
di daerah hulu akan mengalir terbawa oleh aliran arus sungai menuju daerah hilir dengan membawa
berbagai unsur hara. Kemudian pada daerah hilir akan terjadi pengendapan yang dibawa arus sungai
dari daerah hulu. Dengan adanya sedimentasi dapat menyebabkan sungai menjadi dangkal dan adanya
penurunan kualitas air. Erosi tidak bisa dihilangkan sama sekali atau tingkat erosinya nol, khususnya
untuk lahan-lahan pertanian. Budidaya perkebunan di dataran tinggi dihadapkan pada faktor pembatas
biofisik seperti lereng yang relatif curam, kepekaan tanah terhadap erosi dan longsor dan curah hujan
yang tinggi (Idjudin, 2011). Kesalahan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan di
dataran tinggi dapat menimbulkan kerusakan biofisik berupa degradasi kesuburan tanah dan
ketersediaan air yang dampaknya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di lahan dataran tinggi, tetapi
juga di bagian hilirnya.
2.3 Solusi dari Akar Masalah
Degradasi lahan akan berdampak buruk terhadap produktivitas lahan serta ekonomi
masyarakat. Lahan yang terdegradasi tidak hanya berdampak terhadap produktivitas lahan, tetapi juga
akan berpengaruh terhadap perubahan iklim global. Degradasi lahan menjadikan suatu lahan memiliki
tingkat kesuburan (baik fisik, kimia, dan/atau biologi) yang rendah sehingga tidak dapat mendukung
pertumbuhan tanaman secara optimal, juga bisa dikategorikan sebagai lahan suboptimal. Laju degradasi
lahan yang tinggi menandakan 5 bahwa bahan organik yang sangat rendah (<1%) yang terdapat di
beberapa kondisi lahan yang miring dan kering.

Kondisi lahan pada sumberjaya Lampung yakni miring dan kering menjadikan degradasi lahan menjadi
suatu permasalahan yang umum. Erosi merupakan salah satu penyebab utama degradasi lahan miring
dan kering. Upaya dalam menghindari kemungkinan terjadinya degradasi pada suatu lahan, makan
dilakukan konservasi untuk mengelola suatu lahan agar tetap lestari (Dariah dan Heryani, 2014).
Pemanfaatan lahan kering berlereng untuk produksi pangan memerlukan penerapan teknologi
konservasi tanah dan air yang tepat untuk meningkatkan produktivitas lahan secara berkelanjutan dan
menjaga kelestarian lingkungan. Konservasi tanah dan air melalui pendekatan agroekosistem dapat
meningkatkan keuntungan usaha tani, memperbaiki ketahanan pangan, dan meningkatkan produktivitas
lahan secara berkelanjutan (FAO 2011). Aspek penting dalam konservasi tanah dan air pada lahan kering
terdegradasi di daerah tropis ialah penutup tanah organik karena dapat memengaruhi aktivitas biologi
tanah, serta peningkatan bahan organik dan kesuburan tanah (Lahmar et al. 2011).
Kondisi lahan pada sumberjaya Lampung kering berlereng menjadikan erosi pada saat musim
hujan dan kekeringan pada musim kemarau menjadi suatu masalah utama. Maka dari itu untuk
menanggulangi masalah ini, perlu dilakukan tindakan-tindakan konservasi tanah. Keberhasilan
pengendalian erosi sangat ditentukan dari pengelolaan tanah yang baik dan tindakan-tindakan
argronomis. Menurut pendapat Idjudin (2011), tindakan konservasi tanah dalam mengendalikan erosi
tanah dapat dilakukan dengan beberapa cara adalah sebagai berikut:
1. Mengatur aliran permukaan sehingga dapat mengalir dengan kekuatan yang tidak merusak
Tujuan utama pembuatan saluran drainase adalah untuk mencegah genangan dengan
mengalirkan air aliran permukaan, sehingga kekuatan air mengalir tidak merusak tanah,
tanaman, dan/atau bangunan konservasi lainnya. Di areal rawan longsor, pembuatan saluran
drainase ditujukan untuk mengurangi laju infiltrasi dan perkolasi, sehingga tanah tidak terlalu
jenuh air, sebagai faktor utama pemicu terjadinya longsor.
2. Memperbaiki dan menjaga keadaan tanah agar memiliki ketahanan terhadap penghancuran
agregasi tanah dan pengangkutan, kemudian meningkatkan daya serap air di permukaan tanah

Gambar 2. Daya serap air


3. Membuat tanah sedapat mungkin tertutup dari energi perusak
Tanaman penutup tanah pada umumnya adalah jenis legum menjalar yang ditanam di antara
tanaman tahunan, secara bergilir dengan tanaman semusim atau tanaman tahunan dan sebagai
tanaman pemula (pionir) untuk rehabilitasi lahan kritis. Fungsi tanaman penutup adalah untuk
menutupi tanah dari terpaan langsung air hujan, rehabilitasi lahan kritis, menjaga kesuburan
tanah, dan menyediakan bahan organik.
Pendekatan konservasi yang telah disarankan diatas, maka dapat diketahui hal yang perlu
dilakukan untuk mencegah terjadinya degradasi lahan pada lahan sumberjaya. Berdasarakan pendapat
Sutrisno dan Heryani (2013) yang berpendapar bahwa untuk mengurangi degradasi lahan juga dapat
dilakukan:
1. Penerapan pola usaha tani konservasi seperti agroforestri, tumpang sari, dan pertanian terpadu,
2. Penerapan pola pertanian organik ramah lingkungan untuk menjaga kesuburan tanah, dan
3. Peningkatan peran serta kelembagaan petani.
Usaha tani konservasi terbaik yaitu kombinasikan teknologi konservasi tanah dengan mengurangi
panjang lereng dan pengelolaan tanaman karena dapat menurunkan erosi dan aliran permukaan. Agar
dapat diadopsi masyarakat, teknologi konservasi tanah dan air harus sederhana dan merupakan hasil
perbaikan dari teknik konservasi yang biasa diterapkan petani setempat.
Lahan sumberjaya Lampung yang memiliki kondisi kering diperlukannya juga upaya
melakukan konservasi air. Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah
seefisien mungkin dan pengaturan waktu aliran yang tepat, sehingga tidak terjadi banjir yang merusak
pada musim hujan dan terdapat cukup air pada musim kemarau. Perbaikan drainase akan meningkatkan
efisiensi pemakaian air oleh tanaman, karena hilangnya air yang berlebih (excess water) akan
memungkinkan akar tanaman berkembang lebih luas ke lapisan tanah yang lebih dalam daripada hanya
terbatas di lapisan atas yang dangkal yang akan cepat kering jika permukaan air tanah menurun.
Efisiensi penggunaan air dinyatakan dalam banyaknya hasil yang di dapat per satuan air yang
digunakan, yang dapat dinyatakan dalam kilogram bahan keing per meter kubik air. Efisiensi
penggunaan air irigasi dapat ditingkatkan dengan:
1. Mengurangi banyaknya air yang diberikan
2. Mengurangi kebocoran-kebocoran saluran irigasi
3. Meningkatkan produktivitas
4. Pergiliran pemberian air
5. Pemberian air secara terputus
Berdasarkan pendapat Sutrisno dan Heryani (2013), konservasi air juga dapat dilakukan dengan
cara membuat embung dan waduk-waduk sejenisnya pada umumnya dilakukan untuk meningkatkan
ketersediaan air, yang berdampak terhadap produksi pertanian, produktivitas lahan, dan pendapatan
petani. Panen hujan dan aliran permukaan selain dapat meningkatkan keberlanjutan sistem usahatani
lahan kering juga dapat menekan laju erosi, sedimentasi, dan bahkan risiko banjir apabila aliran
permukaan yang dipanen cukup signifikan.
BAB III Rekomendasi Strategi Konservasi Tanah dan Air
3.1 Tindakan Managemen Tanah
Tanah merupakan sumber daya alam yang ada dan sangat dibutuhkan bagi makhluk hidup.
Tanah dimanfaatkan dan dikelola dengan sedemikian rupa agar dapat memenuhi kebutuhan hidup.
Namun, didalam pemanfaatan dan pengelolaannya masih ditemukan bahwa adanya ketidaksesuaian
dengan ketentuan dan potensi yang dimiliki tanah tersebut, sehingga tanah yang ada pun mengalami
penurunan kualitas dan produktivitasnya. Tanah yang mengalami hal tersebut perlu dilakukan upaya
pengelolaan dan pemanfaatan yang tepat. Adapun beberapa upaya yang dapat dilakukan dengan tujuan
mempertahankan produktivitas tanah serta kualitasnya, yaitu seperti melakukan pengolahan tanah
konsevasi yang tepat dan sesuai. Pengolahan tanah merupakan perlakuan atau kegiatan yang dilakukan
pada tanah agar terciptanya keadaan tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman (Indria, 2005).
Pengolahan tanah yang diterapkan yakni Olah Tanah Konservasi (OTK), pada teknik ini dilakukan
pengolahan tanah untuk meminimalkan gangguan terhadap tanah. Olah tanah konservasi merupakan
sistem pengolahan yang tetao memeprtahankan setidaknya 30% sisa tanaman menutup permukaan
tanah.
Pengolahan tanah pada dasarnya dilakukan untuk memperbaiki tanah. Pengolahan tanah
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan yang bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah dengan
menggunakan alat sehingga tanah menjadi gembur, serta memiliki aerasi dan drainase tanah yang
menjadi lebih baik agar tanaman yang ditanam pada tanah tersebut dapat tumbuh serta mampu
berproduksi secara maksimal. Pengolahan tanah konservasi ialah sistem pengolahan tanah dengan
menggunakan tanaman dan memanipulasi gulma atau sisa tanaman sebagai mulsa yang dilakukan
sedemikian rupa agar kemudian mempu meminimalisir laju erosi dengan cara mengurangi daya rusak
air hujan yang jatuh serta aliran permukaan (Jambak et al, 2017). Ciri olah tanah konservasi yaitu
dengan berkurangnya pembongkaran atau pembalikan tanah dan penggunaan sisa tanaman sebagai
mulsa serta terkadang disertai dengan penggunaan herbisida untuk menekan pertumbuhan gulma.
Menurut pernyataan Adrina et al. (2012) terdapat beberapa cara olah tanah secara konservasi, yaitu
Tanpa Olah Tanah (zero tillage), Olah Tanah Seperlunya (reduced tillage), dan Olah Tanah Strip (strip
tillage).
Pengolahan lahan Tanpa Olah Tanah merupakan cara penanaman tanpa memerlukan persiapan
lahan, kecuali membuka lubang kecil untuk meletakkan benih. Tanpa olah tanah biasanya dicirikan oleh
sangat sedikitnya gangguan terhadap permukaan tanah dan adanya penggunaan sisa tanaman sebagai
mulsa yang menutupi sekitar 60-80% permukaan lahan. Gulma dihilangkan dengan menggunakan
herbisida. Pengolahan tanah Olah Tanah Seperlunya (reduced tillage) yaitu pengolahan tanah yang
dilakukan dengan mengurangi frekuensi pengolahan. Pengolahan tanah dilakukan sekali dalam setahun
atau sekali dalam dua tahun. Hal ini bergantung pada tingkat kepadatan tanah dan sisa tanaman
disebarkan di atas permukaan tanah sebagai mulsa setelah pengolahan tanah. Pada tanahtanah yang
cepat padat seperti pada tanah bertekstur berat, pengolahan tanah dapat dilakukan sekali dalam setahun,
sedangkan pada tanah-tanah bertekstur sedang pengolahan tanah dapat dilakukan sekai dalam dua
tahun.
Pengolahan tanah yakni dengan Olah Tanah Strip (strip tillage) merupakan pengolahan tanah
yang dilakukan hanya pada strip-strip atau alur-alur yang akan ditanami, umumnya strip-strip tersebut
dibuat mengikuti kontur. Bagian lahan diantara dua strip dibiarkan tidak terganggu/diolah, kemudian
sisa tanaman disebar sebagai mulsa diantara dua strip dan menyisakan zona sekitar strip tanpa adanya
mulsa (Sari, 2022). Pengolahan tanah secara OTS merupakan metode yang sangat efektif dalam
mengurangi erosi dan run off serta dapat meningkatkan produktifitas tanah pada tanah-tanah yang
bergelombang atau miring. Kemudian untuk menambah keefektifan metode ini, dapat disertai dengan
pembuatan alur-alur pendek yang dibuat searah dengan kontur agar dapat menangkap air run off yang
nantinya akan digunakan untuk penyimpanan cadangan air yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan
lain.
Praktik konservasi yang diperlukan guna mengendalikan erosi dapat dilakukan dengan tindakan
agronomis dan mekanik. Adapun tindakan agronomis meliputi tanaman penutup (cover crop), rotasi
tanaman, pertanaman jalur, pertanaman ganda, pertanaman dengan kerapatan tinggi, pemberian mulsa,
wanatani, dan penghutanan kembali. Pertanaman dengan kerapatan tinggi dapat menambah beban
mekanik pada lereng, maka untuk kawasan rawan longsor lahan dalam penghijauan atau reboisasi tidak
boleh terlalu rapat dan bukan ditanami pohon besar-besar. Tindakan mekanik yaitu seperti pengolahan
tanah seperlunya, pengolahan tanah menurut kontur (strip), dan saluran menurut kontur, pembuatan
teras, dan atau pembuatan jalur-jalur air. Tindakan pengolahan lahan yang dapat mengurangi daya
dukung lereng seperti pertanaman dengan kerapatan tinggi, penerasan, pembuatan jalur aliran air.
Tindakan reboisasi secara bertahap dan perubahan pola pertanian dari pertanian semusim menjadi
pertanian tanaman tahunan yang memiliki fungsi lindung perlu dilakukan guna mencegah erosi dan
longsor meliputi pembuatan teras, pembuatan guludan, dan pengembangan tanaman penyubur serta
penutup tanah sangat perlu dilakukan untuk upaya peningkatan konservasi tanah dan air.
Konservasi tanah dan air diketahui sebagai upaya yang sangat penting dan perlu dilakukan
dalam melaksanakan kegiatan pertanian. Tidak adanya konservasi tanah yang efektif hanya akan
mempengaruhi keberlangsungan produktivitas suatu lahan dalam pemanfaatannya untuk menunjang
sektor pertanian. Konservasi tanah memiliki arti luas yaitu penempatan setiap bidang tanah pada metode
penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan
syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah, sedangkan dalam arti sempit
konservasi tanah ialah upaya yang dilakukan untuk mencegah kerusakan tanah akibat erosi dan
memperbaiki tanah yang telah rusak.
Adapun konservasi air merupakan usaha penyimpanan air secara maksimal pada musim
penghujan dan pemanfaatannya secara efisien pada musim kemarau. Konservasi tanah dan konservasi
air selalu berjalan beriringan dimana saat melakukan tindakan konservasi tanah juga dilakukan tindakan
konservasi air (Raka et al., 2011). Menurut Roni (2015), terdapat tujuan dari koservasi tanah dan air
yaitu untuk mencegah kerusakan tanah oleh erosi, memperbaiki tanah yang rusak, dan menetapkan kelas
kemampuan tanah, serta tindakan-tindakan atau perlakuan agar tanah tersebut dapat dipergunakan untuk
waktu yang berkelanjutan.
Konservasi dibagi menjadi tiga metode, yaitu konservasi secara mekanis, vegetatif, dan kimia.
Teknik konservasi tanah di Indonesia diarahkan pada tiga prinsip utama yaitu perlindungan permukaan
tanah terhadap pukulan butir-butir hujan, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah seperti pemberian
bahan organik atau dengan cara meningkatkan penyimpanan air, dan mengurangi laju aliran permukaan
sehingga menghambat material tanah dan hara terhanyut. Dalam perencanaan konservasi maka harus
disertakan pertimbangan yaitu seperti nilai batas erosi yang masih dapat diabaikan (tolerable soil loss).
Apabila besarnya erosi pada tanah dengan sifat-sifat tersebut lebih besar daripada angka erosi yang
masih dapat diabaikan, maka sangat diperlukan tindakan konservasi.
Konservasi mekanis metode sipil teknis ialah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan
terhadap tanah dan pembuatan bangunan yang bertujuan untuk meminimalisir aliran permukaan dan
erosi serta meningkatkan kelas kemampuan tanah. Konservasi secara mekanis meliputi pembuatan teras
gulud, teras kebun, teras kredit, dan teras individu, roral, mulsa vertikal, barisan batu, saluran drainase
(saluran pengelak, saluran pembuangan air dan bangunan terjunan), pembuatan bedengan searah kontur.
Olah tanah konservasi (olah tanah seperlunya, tanpa olah tanah, pengolahan tanah menurut kontur)
(Muhardiono, 2019).
Konservasi vegetatif merupakan pemanfaatan tanaman atau vegetasi maupun sisasisa tanaman
sebagai media pelindung tanah dari erosi, penghambat laju aliran permukaan, peningkatan kandungan
lengas tanah, serta perbaikan sifat fisik, biologi dan kimia tanah. Tanaman yang dimanfaatkan berfungsi
sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan butir air hujan maupun terhadap daya angkut air aliran
permukaan (run off), serta meningkatkan peresapan air ke dalam tanah. Konservasi vegetatif meliputi
reforestation, agroforestry, seperti alley cropping, strip cropping, grass strip, barisan sisa tanaman,
tanaman penutup tanah (cover crop), penerapan pola tanam yaitu pergiliran tanaman (crop rotation),
tumpang sari (intercropping), dan tumpang gilir (relay cropping).
Konservasi kimiawi merupakan setiap penggunaan bahan-bahan kimia baik organik maupun
anorganik yang bertujuan untuk memperbaiki sifat tanah dan menekan laju erosi, seperti dengan dengan
pemanfaatan soil conditioner atau bahan-bahan pemantap tanah dalam hal memperbaiki struktur tanah
sehingga tanah akan tetap resisten terhadap erosi. Konservasi kimiawi meliputi pembenah tanah (soil
conditioner) seperti polyvinil alcohol (PVA), urethanised (PVAu), sodium polyacrylate (SPA),
polyacrilamide (PAM), vinylacetate maleic acid (VAMA) copolymer, polyurethane, polybutadiene
(BUT), polysiloxane, natural rubber latex, dan asphalt (bitumen) untuk meningkatkan stabilitas agregat
tanah (Roni, 2015).
3.2 Teknologi Konservasi secara Vegetatif
Teknologi konservasi tanah dan air secara vegetatif adalah teknologi yang digunakan dalam
memelihara dan memperbaiki kondisi tanah serta air tanah agar tidak mengalami kerusakan maupun
yang telah mengalami kerusakan agar dapat digunakan kembali sesuai dengan kemampuan serta daya
guna yang lebih produktif dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Konservasi tanah dan air secara
vegetatif dilakukan untuk melindungi bagian permukaan tanah dengan cara memanfaatkan tanaman.
Tanaman yang digunakan pada upaya konservasi ini dapat berupa tanaman legum yang menjalar,
tumbuhan semak belukar, tanaman pepohonan, rerumputan, maupun jenis-jenis tanaman lainnya yang
memiliki fungsi sebagai penutup tanah dan mengendalikan adanya aktivitas erosi dan aliran air
permukaan dari permukaan tanah yang menjadi bagian dari lahan pertanian.
Konservasi tanah dan air yang dilakukan secara vegetatif dapat berperan dalam menanggulangi
masalah erosi dan limpasan aliran permukaan, memperbaiki kondisi sifat fisik tanah, dapat memelihara
kondisi kelembaban tanah, dapat mengurangi pengaruh dari terjadinya cekaman air terhadap tanaman
sehingga produktivitas tanaman pada suatu lahan dapat dipertahankan. Menurut Roni (2015), teknik
konservasi tanah dan air secara vegetatif adalah penggunaan tanaman atau vegetasi dan sisa tanaman
sebagai media pelindung tanah terhadap erosi, mencegah percepatan aliran permukaan, meningkatkan
kelembaban tanah dan memperbaiki sifat-sifat tanah baik secara fisik,kimia, dan biologi.Tanaman atau
sisa tanaman memiliki fungsi sebagai pelindung terhadap pengaruh tetesan air hujan dan daya angkut
air yang mengalir ke permukaan (run-off) dan meningkatkan penyerapan air kedalam tanah.
Berdasarkan kondisi lahan di Daerah Sumberjaya, Lampung yang terdegradasi terdapat
beberapa teknik konservasi tanah dan air yang dapat dilakukan secara vegetatif menggunakan tanaman
sebagai tanaman penutup maupun melindungi permukaan. Adapun teknik konservasi tanah dan air
secara vegetatif yang dapat diterapkan pada lahan tersebut yaitu meliputi penggunaan tanaman penutup,
melakukan budidaya dengan sistem lorong, menggunakan tanaman pagar, menggunakan mulsa organik
dari bahan hijauan maupun sisa panen, penanaman tumbuhan rumput, dan menggunakan sistem tanam
agroforestri. Berikut adalah pejelasan detail dari masing-masing strategi konservasi tanah dan air yang
dapat diterapkan di Daerah Sumberjaya, Lampung.
1. Pengunaan tanaman penutup
Salah satu penerapan teknik secara vegetatif adalah dengan menggunakan tanaman
penutup tanah. Tanaman penutup tanah (cover crop) merupakan tanaman semusim maupun tahunan
yang berasal dari jenis tanaman legume yang memiliki kemampuan tumbuh yang baik dan cepat
meskipun dalam kondisi lahan yang kering, sehingga secara umum tanaman penutup ditanam di lahan
kering agar dapat menutup dan melindungi permukaan tanah. Tanaman penutup tanah memiliki peran
efektif yang dapat mengurangi erosi dan kecepatan aliran air permukaan pada tanah terdegradasi,
sehingga tanah yang terangkut akibat hujan dapat berkurang. Menurut Budiwati (2014), tanaman
penutup tanah memiliki fungsi menahan atau mengurangi daya rusak dari butiran hujan yang jatuh dan
aliran air diatas permukaan tanah, memasok bahan organik tanah melalui batang, ranting, dan daun mati
yang jatuh, dan dapat menyerap air dan melakukan transpirasi. Tanaman penutup yang ditanam pada
lahan kering atau terdegradasi akibat erosi seperti pada Daerah Sumberjaya, Lampung mempunyai
kemampuan untuk memperbaiki sifat fisik tanah baik secara fisik, kimia, maupun biologi. Menurut
Chozin et al., (2018), Dengan terbaikinya kondisi pada tanah maka menyebabkan kondisi tanah tersebut
memiliki ketersediaan air tanah yang berada didalamnya juga akan terbaiki dikarenakan pada
permukaan tanah yang ditanami tanaman penutup (covercrop) maka kemampuan tanah dalam
menyerap dan menahan air juga semakin baik.

Gambar 3. Arachis pintoi sebagai penutup tanaman penutup.


Tanaman penutup tanah memiliki banyak ragam jenis, adapun beberapa jenis tanaman penutup
yang sudah banyak diketahui untuk mengendalikan erosi dan memperbaiki kerusakan akibat degradasi
lahan yaitu Dolichus lablab, Crotalaris sp., Canavalia sp., Vigna sp., Tephrosia sp., Dioscroea sp.,
Ipomea batatas, Mucuna sp., dan Arachis Pintoi. Tanaman Arachis pintoi biasa digunakan sebagai
rumput atau tanaman penutup yang memiliki fungsi sebagai untuk mengendalikan erosi dan juga dapat
memperbaiki tanah (Erfandi, 2016). Berdasarkan kondisi yang terjadi di Daerah Sumberjaya, Lampung
dapat dilakukan langkah penerapan di lapangan dengan membiarkan populasi rerumputan, semak
belukar atau menanami tanaman arachis pintoi yang ada pada kawasan sampai populasinya tinggi dan
mampu menutup sebagian besar kawasan yang terdegradasi. Selain itu dapat dilakukan dengan
menanami tanaman tahunan.
2. Budidaya dengan sistem tanam lorong

Budidaya dengan sistem tanam lorong (alley cropping) merupakan sistem budidaya dengan
menggunakan tanaman pagar yang ditanam sesuai dengan garis kontur untuk mengontrol tingkat erosi
yang terjadi pada suatu lahan dan antara tanaman pagar tersebut ditanami dengan tanaman semusim.
Menurut Ariani et al., (2018), Budidaya dengan sistem lorong dapat meningkatkan unsur hara di dalam
tanah, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, serta meningkatkan kesuburan tanah melalui
aktifitas fauna dalam tanah sehingga dengan sistem ini dapat menurunkan erosi dan memperlambat air
hujan yang mengalir diatas permukaan tanah. Pengendalian erosi melalui sistem tanam lorong sangat
tergantung pada jenis tanaman pagar yang ditanam, jenis tanah, kemiringan lereng, jarak tanam yang
digunakan serta waktu penanaman.

Budidaya dengan sistem tanam lorong (alley cropping) paling dominan diterapkan pada kondisi
lahan berlorong dan di areal humid dan subhumid tropic. Langkah penerapan sistem pertanaman lorong
diiringi dengan penanaman tanaman pagar yang berupa tanaman pohon maupun leguminosa yang dapat
mengikat nitrogen. Setelah tanaman pagar tumbuh dengan baik, tanaman pagar sebaiknya dipangkas
secara teratur agar tidak menimbulkan naungan bagi tanaman utama (Ariani et al., 2018).
3. Penggunaan Mulsa Organik dari Bahan Hijauan

Gambar 5. Mulsa Organik dari Sisa Panen


Mulsa merupakan bahan-bahan yang terbuat dari (sisa tanaman, serasah, sampah, plastik atau
bahan-bahan lain) yang disebar atau menutup permukaan tanah untuk melindungi tanah dari kehilangan
air melalui evaporasi. Mulsa organik ialah mulsa yang berasal dari sisa panen atau bahan hijauan yang
dihasilkan dari pemangkasan tanaman pagar dan strip rumput. Pemberian mulsa organik pada lahan
terdegradasi seperti pada lahan di Sumberjaya, Lampung dapat berpotensi dalam memperbaiki tata
udara tanah serta ketersediaan air untuk mencukupi kebutuhan tanaman. Bahan-bahan organik yang
dapat digunakan sebagai mulsa organik cukup beragam diantaranya dari daun, pelepah, dan jerami yang
kemudian ditutupkan pada bagian permukaan tanah secara merata. Dengan kondisi tata udara tanah
yang lebih baik sehingga aktivitas erosi tanah juga lebih mudah untuk ditekankan. Menurut Antari et
al., (2014) dalam upaya konservasi tanah dan air, mulsa memiliki peranan sebagai pelindung permukaan
tanah dari butiran-butiran air hujan yang mampu membawa partikel di permukaan tanah, menurunkan
laju pemadatan tanah, mengurangi laju penguapan (evaporasi) yang dapat menimbulkan kandungan
atau simpanan air di dalam tanah menurun, mendukung aktivitas mikroorganisme di dalam tanah dan
hasil pelapukannya dapat meningkatkan kandungan sumber bahan organik tanah.
4. Sistem Tanam Agroforestri

Gambar 6. Sistem Tanam Agroforestri


Sistem tanam agroforestri merupakan strategi konservasi dengan penggabungan budidaya
tanaman semusim dan tanaman tahunan berupa tanaman pohon. Tujuan tanaman tahunan dalam upaya
konservasi ini adalah untuk meminimalkan laju erosi melalui kanopi yang dapat membantu mengurangi
pengaruh dari tetesan air hujan. Tanaman tahunan yang memiliki luas cakupan lebih luas jika
dibandingkan tanaman semusim akan membuat air hujan yang jatuh tidak langsung bersentuhan dengan
permukaan tanah melainkan mengalir melalui batang. Pada daerah Sumberjaya, Lampung dapat
diterapkan sistem tanam agroforestri dikarenakan memiliki permukaan yang berlereng sehingga dengan
penanaman penggabungan tanaman semusim dan tanaman tahunan dapat menurunkan tingginya laju
erosi dan aliran air pada permukaan tanah. Selain dipengaruhi oleh tutupan dari atas permukaan tanah,
penekanan laju erosi juga dipengaruhi oleh sistem perakan di dalam tanah dalam penahan aliran alir
(Mardiatno dan Marfai et al., 2021). Menurut Maria et al. (2012) sistem agroforestri juga akan lebih
efektif apabila dikolaborasikan dengan strategi konservasi yang lain seperti misalnya dengan konservasi
mekanis seperti membuat teras bangku, membuat saluran pembuangan untuk sedimentasi. Selain
mengurangi laju erosi dan aliran permukaan pada suatu lahan, ternyata sistem agroforestri masih
memiliki peran seperti meningkatkan kawasan resapan air tanah, menurunkan laju evapotranspirasi,
meningkatkan kandungan unsur hara di dalam tanah, menjaga tanah dari base flow saat musim kemarau,
dan melindungi ekologi di kawasan hulu.
3.3 Teknologi Konservasi secara Mekanis (Sipil Teknis)
Teknik konservasi tanah secara mekanis atau disebut juga sipil teknis adalah upaya
menciptakan fisik lahan atau merekayasa bidang olah lahan pertanian hingga sesuai dengan prinsip
konservasi tanah sekaligus konservasi air. Teknik ini meliputi: guludan, pembuatan teras gulud, teras
bangku, teras individu, teras kredit, pematang kontur, teras kebun, barisan batu, dan teras batu. Tujuan
dari konservasi tanah dan air adalah menjaga dan memelihara agar tanah dan lahan tidak rusak dan
prodyktivitasnya sesuan dengan perundukan ekologis, ekonomi, dan sosial secara berkesinambungan
untuk jangka waktu yang tidak terbatas. Selain itu konservasi tanah dan air dikhususkan untuk
menurunkan atau mencegah dampak negatif dari erosi, sedimentasi dan juga banjir. Beberapa fungsi
metode mekanik dalam konservasi tanah menurut Karyati dan Sarminah (2018) adalah:
1. Memperlambat terjadinya aliran permukaan (run off)
2. Manampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak
3. Memperbaiki ataupun memperbesar ilfiltrasi air ke dalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah
4. Penyedia air bagi tanaman
Adapun penerapan konservasi secara mekanis yang dapat dilakukan: 1.
Pembuatan Teras pada Lahan dengan Lereng Curam

Gambar 7. Pembuatan Teras pada Lahan dengan Lereng Curam


Pada lahan pertanian yang berada di daerah dengan kemiringan lebih dari 8% biasa dilakukan
pembuatan teras. Teras ini dibuat untuk tanaman-tanaman petanian produktif dikarenakan
pembuatannya yang memerlukan waktu yang lama dan teknik yang sulit. Lama jika dilakukan pada
tanaman semusim akan menjadi tidak ekonimis. Menurut Karyati dan Sarminah (2018), merupakan
jenis-jenis teras untuk konservasi tanah dan air yaitu teras datar, teras kridit, teras pematang/ guludan,
serta teras bangku.
1) Teras Datar
Merupakan teras yang dibuat pada tanah dengan kemiringan kurang dari 3 %. adapun manfaat dari
teras datar ini adalah untuk menahan dan menyerap air. Teras ini dibuat sejajar kontur dengan jalan
membuat tanggul yang diberi saluran baik di atas maupun dibawahnya. Tanah untuk pembuatan tanggul
diambil dari kedua sisi tanggul. Teras datar dirancang dengan jalan menggali tanah dari garis tinggi
serta tanah galiannya ditimbunkan ke tepi luar, sehingga air dapat tertahan serta terkumpul.

Gambar 8. Sketsa Teras Datar (Karyati dan Sarminah, 2018)


2) Teras Kridit
Merupakan teras yang dibuat pada tanah dengan kemiringan 3-10 %. tujuannya adalah untuk
mempertahankan kesuburan tanah. Pembuatan teras ini dimulai dengan membuat jalur penguat teras
guludan sejajar garis kontur dan ditanami tanaman seperti lontorogung dan lain-lain. Jarak antar jalur
512 m. Tanaman penguat teras sebaiknya dibuat rapat, namun bila tidak mungkin maka guludan
sebaiknya ditanami rumput atau diberi batu.
Gambar 9. Sketsa Teras Kridit (Karyati dan Sarminah, 2018)
3) Teras Pematang/ Guludan
Merupakan teras yang dibuat pada tanah dengan kemiringan 10-40% untuk mencegah
terjadinya kehilangan lapisan tanah. Teras pematang ini adalah teras dengan bentuk pematang, dibuat
sejajar garis kontur, berjajar dari atas ke bawah dengan kemiringan sekitar 0,1% ke arah saluran
pembuangan air (water way) atau datar bila tanahnya bertekstur lepas dan daya menyerap airnya tinggi.
Puncak pematang diusahakan agar tidak dilampaui air (luapan air) karena mampu mengakibatkan
rusaknya pematang.
Gambar 10. Sketsa Teras Pematang/Guludan (Karyati dan Sarminah, 2018)
Berdasarkan kondisi lahan di Sumberjaya Lampung, penerapan jenis teras yang tepat ada teras
bangku. Teras bangku pada umumnya dibuat pada tanah-tanah dengan kemiringan 10-30% yang
gunanya untuk mencegah hilangnya lapisan tanah akibat erosi yang menimbulkan penurunan kualitas
tanah (degradasi). Pembuatan teras dilakukan dengan jalan jalan memotong lereng dan meratakan tanah
di bagian bawah sehingga menjadi suatu deretan bentuk bangku. Langkah pertama ditentukan batas
lapangan yang akan di teras dan saluran airnya. Teras bangku merupakan serangkaian bidang datar atau
hampir datar yang miring ke sebelah dalam sekitar 3%. Bidang-bidang tersebut dibatasi oleh bidang
tegak dengan kemiringan 2:1 agar air permukaan tidak mengalir ke arah tepi teras. Pada tepi teras dibuat
pematang dengan lebar sekitar 20 cm dan tinggi 30 cm, ditanami penguat seperti lamtoro gung,
kaliandra atau rumput untuk makanan ternak.
Penerapan kombinasi penanaman beberpa jenis tanaman dan teras menghasilkan aliran
permukaan dan erosi tanah berbeda. Pembuatan teras yang disertai dengan tanaman penguat teras yang
rapat juga dapat menekan laju erosi antara 16-20 ton.ha/tahun. Dan dengan pengaplikasian konservasi
dengan baik pada lahan berlereng 15-45 % dapat mengendalikan erosi sampai mendekati batas laju erosi
yang diperbolehkan sebesar 6-8 ton/ha/tahun.

Gambar 11. Sketsa Teras Bangku (Karyati dan Sarminah, 2018) 2.


Saluran Pembuangan Air dan Terjunan Air
Gambar 12. Sketsa Saluran Pembuangan (Karyati dan Sarminah, 2018)
Pembuatan saluran pembungan air (water way) ditujukan untuk menghindarkan aliran
permukaan tidak terkumpul pada sebarang tempat sehingga nantinya pembuangan air ini akan
mengarahkan aliran air ketampat yang lebih aman dari erosi jurang serta meresapkan air ke dalam tanah.
Sedangkan manfaat terjunan air yang merupakan kelengkapan dari saluran pembuangan air adalah agar
air yang jatuh di saluuran pembuangan air tidak menyebabkan erosi dan menimicu terjadinya longsor.
Pembangunan saluran pembuangan air dilakukan menurut arah lereng yang merupakan saluran
pembuangan air aliran permukaan yang berasal dari saluran air yang ada di dalam teras. Menurut
Karyati dan Sarminah (2018) adalah:
a) Persiapan lapangan
Persiapan ini dibuat lakukan dalam dua tahap yaitu yang pertama adalah pembuatan saluran air
yang meliputi penyiapan rancangan teknis, pemancangan patok induk tegak lurus kontur yang
merupakan as/poros saluran pembuangan air dengan jarak maksimum antara dua patok 5 m. serta
pemancangan patok pembantu di kanan/kiri patok induk untuk menggambarkan lebar atas saluran
pembuangan air.
Persiapan kedua adalah pembuatan banguan terjunan yang meliputi pemancangan patok-patok
disepanjang saluran pembuangan air untuk menentukan letak terjunan, jarak antara dua patok
disesuaikan dengan lebar bidang olah teras. Kemudian letak bangunan terjunan harus lebih ke dalam
dari pada talud teras dan pada tanah asli (bukan tanah urugan). Setelah itu adalah penggalian tanah
menurut patok yang telah dipancang dengan arah tegak lurus ke bawah sedalam 0,5-1,5 m diukur dari
bidang olah.

b) Pembuatan
1) Pembuatan bangunan saluran pembuangan air
Hal pertama yang digunakan penggalian tanah sesuai dengan profil, kemudian dasar SPA
(saluran pembuangan air) pada teras bangku dibuat dengan kemiringan 0,1-0,5 % ke arah luar sehingga
perbedaan tinggi sasar saluran yang berjarak 5 m adalah 0,5-2,5. Setiap jarak 1 meter sepanjang saluran
pembungan air ditanami gebalan rumput selebar 20 cm melintang saluran pembuangan air.
2) Pembuatan bangunan terjunan
Hal pertama yang perlu dilakukan adalah dua atau tiga potong bambu bulat ditanam ke dalam
tanah 0,5 meter, sedangkan yang berada dipermukaan saluran dipasangan setinggi bangunan terjunan.
Kemudian bambu dibelah dan dipasang melintang terjunan dan kulit bagian luar bambu diletakkan di
bagian luar. Setelah itu, pemasangan bambu disusun mulai dari bawah dengan kedua ujungnya yang
dimasukkan ke dalam bagian kanan kiri dinding saluran pembuangan air dan diikatkan pada bambu
bulat.
3) Pemeliharan
Pemeliharaan dapat dilakukan dengan pembersihan saluran dari endapan dan perbaikan bambu
apabila terjadi kerusakan karena sudah lapuk atau karena akibat yang lainnya.
3. Bangunan Terjunan Air (BTA)

Gambar 13. Bangunan Terjunan Air


Pembuatan bangunan terjunan air dilakukan selain pembuatan saluran pembuangan air.
Bangunan terjunan air merupakan suatu bangunan terjunan yang dibuat jika kemiringan permukaan
lebih curam daripada kemiringan maksimum pada jarak jarak tertentu pada saluran pembuangan air
bergantung pada kemiringan lahan yang biasanya terbuat dari batu, kayu, maupun bambu (Sistem
Informasi Komunikasi Penataan Ruang DIY, 2020). Adapun tujuan pembuatan BTA adalah sebagai alat
bantu dalam mengarahkan aliran air dari ketinggian yang lebih tinggi menuju yang lebih rendah guna
menekan terjadinya erosi, memperkecil aliran permukaan yang terjadi, serta meningkatkan peresapan
air ke dalam tanah.
3.4 Langkah-Langkah Penerapan di Lapangan
Strategi konservasi yang telah dirancang sedemikian rupa tidak akan berdampak bagi
lingkungan apabila tidak diterapkan di lapangan. Penerapan strategi konservasi tanah dan air
membutuhkan tahapan agar masyarakat atau pihak yang berkepentingan dapat menerima rekomendasi
yang diberikan. Tahapan penerapan konservasi yang telah dirancang menurut Wahyudi (2014) adalah :
1. Identifikasi lokasi-lokasi yang terdampak erosi dan lokasi-lokasi yang tergolong dalam areal
potensial kritis erosi.
Tahapan ini merupakan tahapan yang penting dikarenakan dalam tahapan ini dapat diketahui
bukan saja lokasi yang telah mengalami degradasi lahan atau erosi namun juga lokasi-lokasi yang
memiliki kemungkinan akan mengalami erosi apabila tidak segera dilakukan konservasi.
2. Sosialisasi rancangan rekomendasi konservasi tanah dan air
Metode pelaksanaan tahapan sosialisasi dengan melibatkan partisipasi kelompok
tani/Gapoktan/ kelompok lainnya yang memiliki peran dalam mengelola sumber daya alam pada lahan
di Sumberjaya Lampung. Sosialisasi juga akan mendapat pendampingan dari Dinas Pertanian Lampung
sehingga partisipan akan lebih mudah untuk menerima. Pemaparan sosialisasi akan disertai dengan
pemaparan bahaya yang ditimbulkan akibat degradasi lahan.
3. Pelaksanaan konservasi tanah dan air
Rancangan yang telah dibuat diterapkan secara bertahap dibimbing oleh Dinas Pertanian
Lampung. Tahapan ini harus disertai dengan bimbingan teknis pelaksanaan pada setiap prosesnya
sehingga masyarakat terus mendapatkan bimbingan.
Tahapan pelaksanaan akan dilanjutkan dengan tahap monitoring dan evaluasi yang bertujuan
untuk memantau bagaimana jalannya konservasi, berikut merupakan tahapan monitoring dan evaluasi
:
1. Monitoring pelaksanaan kegiatan oleh staf Dinas Pertanian Lampung
Kegiatan ini dilaksanakan selama pelaksanaan agar rancangan yang dibuat dapat diterapkan
dengan sebaik mungkin. Tahapan monitoring dilakukan agar dapat mengetahui dampak dari konservasi
yang dilakukan terhadap lingkungan.
2. Laporan monitoring mingguan
Laporan berisi informasi perkembangan tahapan konservasi dan keuangan disertai dengan
dokumentasi kegiatan.
3. Evaluasi kegiatan konservasi
Tahapan berupa penilaian kesesuaian antara rancangan dengan hasil pelaksanaan yang ada di
lapangan. Output yang dihasilkan dari tahapan ini adalah solusi atas setiap kendala yang terdapat di
lapangan agar pelaksanaan berikutnya dapat lebih baik. Hasil evaluasi juga akan menjadi bahan dalam
menyusun rancangan konservasi selanjutnya.
BAB IV
Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan
Lahan yang berada di Sumberjaya Lampung mengalami degradasi lahan yang diakibatkan oleh
alih fungsi lahan. Kerusakan yang terjdai ini mengakibatkan tanah menjadi longsor dan juga erosi.
Terjadinya hal ini dikarenakan adanya pola pemanfaatan lahan yang kurang memperhatikan penerapan
kelestarian lingkungan yang baik seperti dengan melakukan sebuah konservasi. Tindakan konservasi
yang baik akan mengurangi besaran dan dampak erosi yang terjadi. Penerapan konservasi tanah yang
mencakup konservasi secara mekanis dan vegetatif berupa rekayasa kondisi lahan dan penanaman
tanaman dengan perakaran yang kuat disesuaikan dengan kemampuan lahan mamp membuat tanah
menjadi kokoh kembali dan tidak mudah mengalami erosi. Konservasi air juga sangatlah berdampak
pada pengendalian kondisi lahan miring seperti ini. Sehingga konservasi tanah dan air berhubungan
satu sama lain. Pemilihan tindakan konservasi juga perlu diperhatikan agar tidakan yang dilakukan tidak
memperbesar kerusakan tahan yang muncul akibat adanya erosi.
4.2 Saran
Pemilihan strategi konservasi tanah dan air harus memperhatikan kondisi lahan agar tindakan
konservasi yang dilakukan berjalan dengan optimal sehingga mampu menurunkan tingkat erosi dan
tetap menjaga kelestarian tanah. Pada kasus ini, selain para petani peran dari masyarakat sangatlah
diperlukan untuk bersama-sama mengelola dan mengkonservasi lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Adrinal, A., Saidi, A., dab Gusmini, G. 2012. Perbaikan Sifat Fisiko-Kimia Tanah Psamment dengan
Pemulsaan Organik dan Olah Tanah Konservasi Pada Budidaya Jagung. Jurnal Solum, 9(1):
25-35.
Alie, M. E. R. 2015. Kajian Erosi Lahan Pada DAS Dawas Kabupaten Musi BanyuasinSumatera Selatan
(Doctoral dissertation, Sriwijaya University).
Antari, R. Wawan, dan Manarung, G. M.E. 2014. Pengaruh Pemberian Mulsa Organik
Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tanah serta Pertumbuhan Akar Kelapa Sawit. Fakultas
Pertanian Universitas Riau
Ariani, R., dan Haryati, U. 2018. Sistem Alley Cropping: Analisis SWOT dan strategi implementasinya
di lahan kering DAS hulu. J. Sumberd. Lahan, 12, 13-31.
BPS. 2013. Dalam Erfandi., dan Nurjaya. 2014. Potensi Jerami Padi Untuk Perbaikan Sifat Fisik Tanah
Pada Lahan Sawah Terdegradasi, Lombok Barat. Prosiding Seminar Nasional Pertanian
Organik.
Budiwati, B. (2014). Tanaman Penutup Tanah Untuk Mencegah Erosi. Jurnal Ilmiah WUNY, 16(4).
Chozin, M. A., Guntoro, D., dan Murtilaksono, K. 2018. Perbandingan Arachis pintoi dengan Jenis
Tanaman Penutup Tanah Lain sebagai Biomulsa di Pertanaman Kelapa Sawit Belum
Menghasilkan. Jurnal Agronomi Indonesia. 4(2): 215-221.
Dariah, A. dan Heryani, N., 2014. Pemberdayaan lahan kering suboptimal untuk mendukung kebijakan
diversifikasi dan ketahanan pangan.
Erfandi, D. (2016). Aspek Konservasi Tanah dalam Mencegah Degradasi Lahan pada Lahan Pertanian
Berlereng. In Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian.
Erfandi., dan Nurjaya. 2014. Potensi Jerami Padi Untuk Perbaikan Sifat Fisik Tanah Pada Lahan Sawah
Terdegradasi, Lombok Barat. Prosiding Seminar Nasional Pertanian Organik.
FAO. 2011. Socio-economic analysis of conservation agriculture in Southern Africa. REOSA Network
Paper 02. Johannesburg, South Africa.
Habibah, E.G., Farhan, N.G., dan Hazmi, H. 2012. Perubahan Sifat Kesuburan Tanah dan Akibatnya
pada Pertumbuhan Tanaman. UIN Sunan Gunung Jati.
Idjudin, A.A., 2011. Peranan konservasi lahan dalam pengelolaan perkebunan. Jurnal sumberdaya
lahan, 5(2): 103-116.
Indria, A. T. 2005. Pengaruh Sistem Pengolahan Tanah dan Pemberian Macam Bahan Organik Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.).
Jambak, M. K. F. A., Baskoro, D. P. T., dan Wahjunie, E. D. 2017. Karakteristik Sifat Fisik Tanah Pada
Sistem Pengolahan Tanah Konservasi (Studi Kasus: Kebun Percobaan Cikabayan). Buletin
Tanah dan Lahan, 1(1): 44-50.
Karyati dan Sarminah, S. 2018. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Samarinda: Mulawarman Uni
Lahmar, R., B.A. Bationo, N. Lamso, Y. Guéro, dan P. Tittonell. 2011. Tailoring conservation agriculture
technologies to West Africa Semi-Arid Zones: Building on traditional local practices for soil
restoration. Field Crops Research.
22

Lubis, N. 2021. Pengaruh Mikoriza dan Mikroba Pelarut Fosfat Terhadap Serapan P dan Pertumbuhan
dan Produksi Kacang Hijau (Vigna radiata L.) Pada Bekas Lahan Sawah. Juripol (Jurnal
Institusi Politeknik Ganesha Medan), 4(2): 179-189.
Mardiatno, D., dan Marfai, M. A. 2021. Analisis bencana untuk pengelolaan daerah aliran sungai
(das): studi kasus kawasan hulu das Comal. UGM PRESS.
Maria, R., Lestiana, H., dan Mulyono, A. 2012. Upaya Konservasi Tanah dan Air dengan Agroforestri
di Subang Selatan. Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI.
167-176.
Muhardiono, I. 2019. Konservasi Tanah dan Air Lahan Miring dengan Metode Mekanik (Countour
Farming).
Pitaloka, D., Talifatim, M., Nurrohman, R., dan Safitri, E. D. 2019. Teknik Konservasi Lahan
Menggunakan Metode Kanopi Tanaman Labu Siam (Sechium Edule) Di Desa
Sumber Brantas Batu Malang. Viabel: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Pertanian. 13(2): 36-40
Raka, I. D. N., Wiswasta, I. A., dan Budiasa, I. M. 2011. Pelestarian Tanaman Bambu Sebagai Upaya
Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah di Daerah Sekitar Mata Air Pada Lahan Marginal di
Bali Timur. Jurnal Agrimeta, 1(01).
Roni, N. G. K. 2015. Konservasi tanah dan air. dalam Buku Ajar, Bali: Fakultas Peternakan
Universitas Udayana.
Sari, W. W. 2022. Olah Tanah dan Bermacam Tekniknya. Materi Lokalita. Diakses pada 24 Februari
2023. http://cybex.pertanian.go.id/artikel/100312/olah-tanah-dan-bermacamtekniknya/
Sistem Informasi Komunikasi Penataan Ruang Daerah Istimewa Yogyakarta. 2020. Bangunan Terjunan
Air. [Online]: http://www.sipr.jogjaprov.go.id/ Diakses pada 25 Februari 2023.
Suprianto., Eri Cahrial dan Hendar Nuryaman. 2019. Faktor-Faktor Pendorong Alih Fungsi Lahan
Sawah Di Kota Tasikmalaya. Jurnal Agristan. 1(1): 1-11.
Sutrisno, N. and Heryani, N., 2013. Teknologi konservasi tanah dan air untuk mencegah degradasi lahan
pertanian berlereng.
Tutuarima, C. T., Talakua, S. M., dan Osok, R. M. 2021. Penilaian Degradasi Lahan dan Dampak
Sedimentasi terhadap Perencanaan Bangungan Air di Daerah Aliran Sungai Wai Ruhu, Kota
Ambon. Jurnal Budidaya Pertanian, 17(1): 43-51.
Verbist, B., dan Pasya, G., 2004. Perspektif Sejarah Status Kawasan Hutan, Konflik dan
Negosiasi Di Sumberjaya, Lampung Barat – Propinsi Lampung. Agrivita 26 (1): 2027.
Wahyudi, 2014. Teknik Konservasi Tanah serta Impelementasinya pada Lahan Terdegradasi dalam
Kawasan Hutan. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan.6(2):71-85.
Wahyunto dan Dariah. 2014. Degradasi Lahan di Indonesia: Kondisi Existing, Karakteristik, dan
Penyeragaman Definisi Mendukung Gerakan Menuju Satu Peta. Jurnal Sumberdaya Lahan. Vol
8(2): 81-93.
Yusuf, M. F., Yakub, S., Emi, S., Agung, M., Aton, P., Zufianldi, Z., 2018. Pengaruh Kemiringan Lereng
terhadap Laju Sedimentasi pada Rencana Bendungan Parigi.
Bulletin of Scientific Contribution, 16(2): 89-100.
22

Anda mungkin juga menyukai