Anda di halaman 1dari 103

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN SERBUK LOBAK

DENGAN METODE FOAM MAT DRYING

TESIS
UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN
MEMPEROLEH GELAR MAGISTER

OLEH:

HASBI ASHSHIDDIQI W.K.


176100300111015

PROGRAM MAGISTER TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


PASCASARJANA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
Hasbi Ashshiddiqi W.K. 176100300111015. Optimasi Proses Pembuatan
Serbuk Lobak dengan Metode Foam Mat Drying. TA. Pembimbing Prof. Dr.
Ir. Sri Kumalaningsih, M.App.Sc. dan Dr. Dodyk Pranowo, STP., M.Si.

RINGKASAN

Lobak merupakan bahan yang potensial untuk dikembangkan. Hal ini


dapat dilihat dari produksi yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan
kandungan senyawa didalamnya yang sangat bermanfaat untuk tubuh. Akan
tetapi, tidak diimbangi dengan pemanfaatan secara maksimal karena teknologi
untuk pengolahannya masih sederhana. Terdapat kandungan senyawa kimia
pada lobak yang bermanfaat yaitu polifenol. Perannya adalah untuk mengurangi
kadar asam urat dengan cara penghambatan kerja xantin oksidase. Penyakit
artritis gout atau asam urat adalah salah satu penyakit inflamasi sendi yang
ditandai dengan penumpukan kristal monosodium urat di dalam ataupun di
sekitar persendian. Lobak harus disajikan lebih sederhana agar mudah
dikonsumsi, yaitu dengan cara dijadikan serbuk. Pembuatan serbuk dilakukan
dengan metode Foam Mat Drying, keuntungannya adalah suhu lebih rendah
kualitas rasa, warna dan kandungan produk nutrisi produk akhir yang lebih baik.
Pada proses pembuatan serbuk, proses pemanasan dan penambahan
bahan pengisi seperti maltodekstrin dapat berpengaruh terhadap kandungan
senyawa aktif pada lobak. Oleh karena itu perlu dilakukan optimasi pada faktor
tersebut. Adapun metode optimasi proses pembubukan yang digunakan adalah
Metode Permukaan Tanggap (RSM) dengan rancangan komposit terpusat
faktorial 22. Pada optimasi ini terdapat dua faktor yaitu suhu pengeringan (X1)
yaitu 50, 60 dan 70° C, serta rasio maltodekstrin (X2) yaitu 6, 8 dan 10% b/b.
Pada keduanya terbentuk kode (-1.414, -1, 0, +1, +1.414) dimana nilai -1
sebagai nilai minimal, nilai 0 sebagai nilai tengah dan nilai +1 sebagai nilai
maksimal dari faktor.
Berdasarkan penelitian, didapatkan komposisi formula terbaik yakni suhu
sebesar 58.49 °C, dan konsentrasi maltodekstrin sebesar 7.31%. Formula
optimal tersebut diprediksikan mendapatkan nilai total fenol sebesar 7.69 %,
aktivitas antioksidan sebesar 37.6631 mg/ml per 100 mg, dan rendemen sebesar
8.73 %. Total fenol yang didapatkan dari serbuk terbaik adalah 7.88 %. Pada
neraca massa, berat awal yang dimiliki bubur adalah sebesar 372.9 g. Setelah
dilakukan proses pengeringan, berat akhir produk (serbuk) adalah sebesar 32.55
g sehingga rendemen serbuk ini adalah sebesar 8,73%. Pada saat proses
pengeringan, awalnya laju pengeringan sebesar 16,72 kemudian turun berturut-
turut sebesar 12,2365; 6,5485 hingga pada akhirnya sebesar 2,59. Total serbuk
yang diperoleh dari 1 cabinet dryer adalah 976,5 g. Jika serbuk dimasukkan ke
dalam kapsul dengan isi per kapsul ± 0,5 g, maka akan didapatkan kapsul
sebanyak 1953. Apabila dalam sehari terdapat dua kali produksi, maka kapsul
yang didapatkan sebanyak 2906 kapsul.

Kata Kunci: Foam Mat Drying, Metode Permukaan Tanggap, dan Serbuk Lobak.

vi
Hasbi Ashshiddiqi W.K. 176100300111015. Process of Radish Powder
Production with Foam Mat Drying Method. FP. Supervisor Prof. Dr. Ir. Sri
Kumalaningsih, M.App.Sc. and Dr. Dodyk Pranowo, STP., M.Sc.

SUMMARY

Radish is a potential material to be developed. The production continues


to increase from year to year and the content are very beneficial. However, it is
not balanced with maximum use because the technology for processing is still
simple. Polyphenols is a chemical content in radish that is useful for human body.
Polyphenols reduce uric acid levels by inhibiting the work of xanthine oxidase.
Arthritis gout or gout is one of the arthritis diseases characterized by the build up
of monosodium urate crystals in or around the joints. Radishes should be served
more simply to make it easy to be consumed by turn it into powder. This research
using Foam Mat Drying method for making the Radish powder, the benefits are
lower in temperature and better in taste, color and content of the final nutritional
products.
The process of heating and adding fillers such as maltodextrin can impact
to the content of active compounds in radishes. Therefore, the factor need to be
optimized. The optimization method of pulverization process using Response
Surface Method (RSM) with a factorial centralized composite design of 22. The
two factors are heating (X1) with 50, 60 and 70° C, and the ratio of maltodextrin
(X2) is 6, 8 and 10% b / b. When the code is formed (-1.414, -1, 0, +1, +1.414)
where the value -1 is the minimum value, the value 0 is the middle value and the
+1 value is the maximum value of the factor.
Based on the research, the best formula was obtained at 58.49 ° C, and
the maltodextrin concentration was 7.31%. The optimal formula is predicted to
get a total phenol value of 7.69%, antioxidant activity of 37.6631 mg / ml per 100
mg, and yield of 8.73%. The total phenol from the best powder is 7.88%. In the
mass balance, the initial weight of the slurry is 372.9 g. After drying process, the
final weight product (powder) is 32.55 g so that the powder yield is 8.73%. During
the drying process, it starts with a drying speed of 16.72 then decreases after
completion of 12.2365; 6.5485 to the end of 2.59. The total powder from one
drying cabinet machine is 976.5 g. If the powder is put into a capsule with ± 0.5 g
contents per capsule, it would become 1953 capsules of Radish powder. If the
production held twice a day, there will be 2906 capsules.

Keywords: Foam Mat Drying, Response Surface Methods, and Radish Powder.

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan tesis yang berjudul “Optimasi Proses
Pembuatan Serbuk Lobak dengan Metode Foam Mat Drying”. Dalam
penyusunan, demi kesempurnaan laporan Tesis ini penulis banyak memperoleh
bimbingan dan arahan. Untuk itu penulis sampaikan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Sri Kumalaningsih, M.App.Sc selaku dosen pembimbing


pertama yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan sumbangan ide
penulisan sehingga penulis bisa menyelesaikan dengan baik.

2. Dr. Dodyk Pranowo, STP., M.Si. selaku dosen pembimbing kedua yang
telah memberikan bimbingan, arahan, dan sumbangan ide penulisan
sehingga penulis bisa menyelesaikan dengan baik.

3. Dr. Ir Susinggih Wijana., MS. Selaku dosen penguji yang telah


memberikan saran yang sangat bermanfaat bagi penulis sehingga penulis
dapat menyelesaian dengan baik.

4. Dr. Ir Sukardi., MS. Selaku dosen penguji yang telah memberikan saran
yang sangat bermanfaat bagi penulis sehingga penulis dapat
menyelesaian dengan baik.

5. Dr. Sucipto, STP., MP selaku Ketua Jurusan Teknologi Industri Pertanian

6. Seluruh teman yang telah memberi dukungan dan membantu dalam


penyelesaian laporan tesis ini

7. Seluruh staf dan karyawan jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas


Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Malang

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan tesis ini masih jauh dari
sempurna. Kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun sangat kami
harapkan. Semoga laporan tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan dalam bidangnya.

Malang, 22 Juli 2019

Penulis

i
IDENTITAS TIM PENGUJI

JUDUL TESIS : Optimasi Proses Pembuatan Serbuk Lobak


dengan Metode Foam Mat Drying

Nama : Hasbi Ashshiddiqi W.K.


NIM : 176100300111015
Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian

TIM DOSEN PEMBIMBING


1. Dosen Pembimbing 1 : Prof. Dr. Ir. Sri Kumalaningsih, M.App.Sc
2. Dosen Pembimbing 2 : Dr. Dodyk Pranowo, STP., M.Si

TIM DOSEN PENGUJI


1. Dosen Penguji 1 : Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS
2. Dosen Penguji 2 : Dr. Ir. Sukardi, MS

Tanggal Ujian Tesis : 13 Mei 2019

ii
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Blitar pada tanggal 20 November

1995. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar

di SDI Plus Sunan Pandanaran Papungan Kanigoro

Blitar pada tahun 2007. Kemudian melanjutkan ke

Sekolah Menengah Pertama di SMPN 4 Kota Blitar dan

lulus pada tahun 2010. Selanjutnya melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas di

SMAN 2 Kota Blitar dan lulus pada tahun 2013.

Pada tahun 2017 penulis telah menyelesaikan pendidikan Sarjana di

Universitas Brawijaya Fakultas Teknologi Industri Pertanian Jurusan Teknologi

Pertanian. Selama masa pendidikan, penulis aktif dalam staf muda EKM bidang

seni dan olahraga pada tahun 2014. Penulis juga pernah menjadi anggota

perlengkapan pada acara Pengabdian Masyarakat di Desa Mrican pada tahun

2014. Pada tahun 2019 penulis telah menyelesaikan pendidikan Magister di

Universitas Brawijaya Fakultas Teknologi Industri Pertanian Jurusan Teknologi

Pertanian. Selama masa pendidikan, Pada Tahun 2017 penulis mengikuti

konferensi PATPI di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta sebagai pemakalah.

Kemudian pada Tahun 2018 penulis mengikuti pelatihan HACCP, ISO 22000,

dan ISO 45001.

iii
iv
DAFTAR ISI

PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS ........................................................ iii


LEMBAR PERUNTUKAN ............................................................................. iv
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... v
RINGKASAN .................................................................................................. vi
SUMMARY ..................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah....................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 4
BAB II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL DAN
HIPOTESIS ...................................................................................... 5
2.1 Kajian Pustaka ................................................................................ 5
2.1.1 Lobak Putih (Raphanus sativus L) ....................................... 5
2.1.1.1 Manfaat Lobak........................................................... 6
2.1.1.2 Jenis Lobak ............................................................... 7
2.1.1.3 Kandungan Gizi Lobak .............................................. 8
2.1.2 Polifenol ................................................................................. 9
2.1.3 Mekanisme Lobak terhadap Asam Urat ................................ 11
2.1.4 Asam Urat .............................................................................. 12
2.1.5 RSM (Metode Permukaan Respon) ...................................... 14
2.1.6 Foam Mat Drying ................................................................... 16
2.1.7 Maltodekstrin.......................................................................... 18
2.1.8 Tween 80 ............................................................................... 19
2.1.9 Penelitian Terdahulu .............................................................. 21
2.2 Kerangka Konseptual ..................................................................... 22
2.3 Hipotesis Penelitian ........................................................................ 24
BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................... 26
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................... 26
3.2 Konsep dan Variabel Penelitian ..................................................... 26
3.2.1 Penelitian Pendahuluan ......................................................... 27
3.2.2 Rancangan Penelitian ........................................................... 30
3.2.3 Pelaksanaan Penelitian ......................................................... 32
3.2.3.1 Alat dan Bahan .......................................................... 32
3.2.3.2 Pembuatan Bubur ..................................................... 32
3.2.3.2 Pembuatan Serbuk ................................................... 33
3.3 Populasi dan Sampel ..................................................................... 34
3.4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 34

ix
3.4.1 Data Primer ............................................................................ 34
3.4.1 Data Sekunder ....................................................................... 39
3.5 Uji Validitas ..................................................................................... 40
3.6 Lokasi Penelitian ............................................................................ 40
3.7 Analisis Data ................................................................................... 40

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 41


4.1 Analisis Kadar Air, Aktivitas Antioksidan dan Total Fenol pada
lobak .............................................................................................. 41
4.2 Analisis Respon .............................................................................. 42
4.2.1 Total Fenol ............................................................................ 44
4.2.2 Aktivitas Antioksidan ............................................................ 47
4.2.3 Rendemen ............................................................................ 51
4.3 Solusi Formula Optimal dan Verifikasi Hasil Formula Terpilih ...... 54
4.3.1 Verifikasi Kondisi Optimum Hasil Prediksi Model ................ 57
4.4 Diagram Alir Proses Pembuatan Serbuk Terpilih .......................... 58
4.5 Kapasitas Produksi Serbuk ............................................................ 59
4.6 Laju Pengeringan .......................................................................... 62
BAB V. PENUTUP ......................................................................................... 65
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 65
5.2 Saran .............................................................................................. 65
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 66
LAMPIRAN .................................................................................................... 87

DAFTAR TABEL

x
Tabel 2.1 Kandungan Gizi Lobak (100 Gram Bahan) .......................................... 10
Tabel 3.1 Variabel Penelitian Pada Proses Pembuatan Serbuk Lobak .............. 27
Tabel 3.2 Komposisi Bahan Pembuatan Serbuk Lobak ...................................... 27
Tabel 3.3 Matriks Rancangan Komposit Terpusat Dalam Rancangan
Percobaan ............................................................................................. 30
Tabel 3.4 Faktor Dan Taraf Yang Dipelajari di Dalam Penelitian ........................ 30
Tabel 4.1 Analisis kadar air, Aktivitas Antioksidan dan Total Fenol pada
lobak .................................................................................................... 41
Tabel 4.2 Kriteria Mutu Serbuk Minuman Fungional ........................................... 43
Tabel 4.3 Annova Total Fenol .............................................................................. 44
Tabel 4.4 Annova Antioksidan.............................................................................. 48
Tabel 4.5 Annova Rendemen............................................................................... 52
Tabel 4.6 Kriteria Penentuan Formula Optimal Serbuk Buah ............................. 55
Tabel 4.7 Solusi Formula Optimal Yang Diperoleh dari Hasil Optimasi .............. 56
Tabel 4.8 Perbandingan Nilai Pengukuran Respon Aktual Dengan Nilai Predik-
Si Serbuk Buah Terpilih ........................................................................ 57
Tabel 4.9 Laju Pengeringan Rata-Rata Lobak..................................................... 63

DAFTAR GAMBAR

xi
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian ........................................................... 25
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Bubur Lobak ........................................... 33
Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Serbuk Lobak .......................................... 35
Gambar 4.1 Respon Total Fenol Serbuk Berdasarkan Suhu dan Konsentrasi
Maltodekstrin..................................................................................... 46
Gambar 4.2 Respon Aktivitas Antioksidan Serbuk Berdasarkan Suhu dan
Konsentrasi Maltodekstrin ................................................................ 50
Gambar 4.3 Respon Rendemen Serbuk Berdasarkan Suhu dan Konsentrasi
Maltodekstrin..................................................................................... 54
Gambar 4.4 Diagram Alir Pembuatan Serbuk Lobak .......................................... 60
Gambar 4.5 Kurva Pengeringan (Kadar Air Terhadap Waktu) Serbuk Lobak .... 63

DAFTAR LAMPIRAN

xii
Lampiran 1. Annova Total Fenol ......................................................................... 87
Lampiran 2. Annova Antioksidan ......................................................................... 88
Lampiran 3. Annova Rendemen .......................................................................... 90
Lampiran 4. Neraca Massa Proses Pembuatan Serbuk Lobak .......................... 91

xiii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Kim et al. (2014), bahwa lobak (Raphanus sativus) adalah

sayuran berumbi, berasal dari Cina dan Jepang yang tumbuh dan dikonsumsi di

seluruh dunia. Sayuran dalam keluarga ini seperti wasabi, mustar, selada air,

selada kebun yang kaya fitokimia (fenol, flavonoid, dan vitamin C) (Kim et al.,

2014; Zhang et al., 2003). Komponen kimia yang terkandung dari umbinya antara

lain flavonoid, vitamin A, B1, B2, niasin, minyak atsiri, kolin, serat kasar, kalsium,

fosfor, zat besi, asam oksalat, alkaloid, senyawa nitrogen, coumarin, enzim,

giberelin, glukosinolat, asam lemak, asam organik, fenol, pigmen, polisakarida,

senyawa sulfur, phytoalexins, b-karoten, dan vitamin C (Sangthong et al., 2017).

Berdasarkan data statistik Direktorat Hortikultura Kementrian Pertanian (2014),

produksinya dari tahun 2009 hingga 2014 berturut-turut sebanyak 29,759;

32,381; 27,279; 39,048; 32,372; 31,861 Ton. Dari data tersebut dapat kita lihat

bahwa sayur ini berpotensi sangat besar untuk dikembangkan.

Potensi yang dimiliki lobak sangat besar sehingga sangat baik untuk

dikembangkan. Namun, tidak diimbangi dengan pemanfaatan secara maksimal

karena teknologi untuk pengolahannya masih sederhana. Saat ini lobak hanya

dikonsumsi mentah sebagai makanan seperti salad dan asinan, dimasak dengan

acar dan olahan seperti lobak kering, juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak

(Noreen dan Muhammad, 2009). Seperti tanaman sayuran lainnya, yaitu sumber

yang kaya antioksidan dan beberapa metabolit penting lainnya. Sayur ini adalah

bahan pangan yang jarang dikonsumsi karena rasanya yang agak pedas, dan

kurang enak. Selain itu, adalah sejenis bahan pertanian yang umur simpannya

pendek karena terkandung kadar air yang cukup tinggi didalamnya sehingga

1
2

harus segera dikonsumsi. Inovasi baru dalam pengolahannya dibutuhkan agar

tercipta sebuah produk baru yang didalamnya terkandung nilai yang lebih tinggi.

Asam urat adalah produk akhir dari metabolisme nukleotida purin.

Xanthine oxidase (XOD) adalah enzim kunci untuk pengkatalis produksi asam

urat (George dan Struthers, 2009). Terdapat beberapa kandungan senyawa

kimia pada sayur lobak yang bermanfaat. Salah satunya adalah senyawa

polifenol. Perannya dalam penyakit asam urat dengan cara penghambatan kerja

xantin oksidase (Juwita et al., 2017). Obat tersebut harus disajikan dalam bentuk

yang lebih baik agar seseorang tidak terkesan sebagai peminum obat setiap hari.

Salah satu alternatif penyajiannya dibuat dalam bentuk bubuk yang dapat

diseduh, sehingga konsumsinya lebih efisien dan efektif.

Lobak berpotensi sangat besar untuk dikembangkan. Hal tersebut

disebabkan karena produksinya di Indonesia yang sangat besar. Selain itu,

harga yang dimiliki murah yaitu sebesar Rp 500/kg. Tanaman ini banyak manfaat

kesehatan dan gizi. Mereka kaya asam folat, vitamin C dan antosianin (Patil et

al., 2009). Umbinya adalah sumber vitamin C yang baik, asam folat, mineral,

polifenol, dan glukosinolat (GSL) (Hanlon dan Barnes, 2011). Oleh karena itu,

harus diolah lebih lanjut agar tercipta sebuah produk baru yang nilai tambahnya

tinggi. Jika tanaman tersebut tidak diolah lebih lanjut dan dibiarkan begitu saja,

maka harganya akan tetap murah dan nilai jual yang dimiliki tetap rendah. Selain

itu, tidak ada inovasi produk baru dari bahan baku sayur ini. Sehingga

produksinya yang besar tidak diimbangi dengan pengembangan produk baru.

Metode pengeringan spray digunakan dalam pembuatan bubuk pada

umumnya. Namun produk yang dihasilkan harganya mahal karena tingginya

biaya yang harus dikeluarkan untuk pemenuhan alat pengering spray drying,

sehingga dalam skala kecil kurang efisien. Metode pengeringan foam mat drying

adalah salah satu alternatif yang bisa digunakan. Keuntungannya suhu lebih
3

rendah sehingga kualitas rasa, warna dan kandungan produk nutrisi produk akhir

yang lebih baik (Kudra dan Ratti, 2008; Muthukumaran et al., 2008). Digunakan

pada bahan peka panas, kental dan tinggi kandungan gula, sehingga dihasilkan

bubuk yang mudah direhidrasi dan karakteristik seperti warna, rasa, tekstur dan

komposisi gizi (antioksidan) mirip dengan bahan mentah (Fernandes et al.,

2013). Pada metode tersebut dibutuhkan adanya bahan pengisi (filler) dan bahan

pembusa (foam mat agent). Bahan pengisi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah maltodekstrin, sedangkan bahan pembusa yang digunakan yaitu Tween

80 (Rajkumar et al., 2007).

Adanya proses pemanasan dan penambahan beberapa bahan tambahan

seperti maltodekstrin dan tween 80 dapat berpengaruh terhadap kandungan

fenol pada proses pengolahannya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian

lebih lanjut terkait suhu yang digunakan dan konsentrasi maltodekstrin yang

ditambahkan pada proses pembubukan tersebut agar mampu dihasilkan serbuk

dengan nilai fenol dan aktifitas antioksidan yang optimal. Salah satu metode

yang digunakan dalam penentuan nilai optimum suatu formula yakni dengan

metode Response Surface Methodology (RSM) yang diolah dengan aplikasi

Design Expert 7.0.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatkan rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Berapa suhu dan konsentrasi maltodekstrin yang optimal pada

pembuatan serbuk lobak agar dihasilkan produk yang berkualitas serta

disukai oleh masyarakat?

2. Berapa total fenol yang terdapat pada serbuk yang paling optimal?
4

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka didapatkan tujuan sebagai

berikut:

1. Didapatkan suhu dan konsentrasi maltodekstrin yang optimal pada

pembuatan serbuk lobak agar dihasilkan produk yang berkualitas serta

disukai oleh masyarakat.

2. Didapatkan total fenol yang terdapat pada serbuk yang paling optimal.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan didapatkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diketahui suhu dan konsentrasi maltodekstrin yang optimal pada

pembuatan serbuk lobak agar dihasilkan produk yang berkualitas serta

disukai oleh masyarakat.

2. Diketahui total fenol yang terdapat pada serbuk yang paling optimal.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Lobak Putih (Raphanus sativus L)

Lobak adalah tumbuhan yang termasuk family: Cruciferae. Tanaman

tersebut memiliki umbi yang berbentuk seperti wortel, tapi isi dan kulitnya

berwarna putih. Termasuk dalam jenis tanaman perdu semusim dengan tinggi

mencapai 1 meter. Tanaman ini kini telah dibudidayakan di seluruh dunia

sebagai sayur dan tanaman obat. Berasal dari negeri Cina, namun telah banyak

dibudidayakan di Indonesia dan mudah tumbuh baik di dataran rendah maupun

tinggi (pegunungan) (Fattah, 2016). Jenis tanaman ini yang digunakan adalah

bagian akarnya. Mempunyai batang berwarna putih pucat dan lunak, kandungan

didalamnya adalah vitamin C dan bersifat antioksidan. Manfaat untuk membantu

pencernaan, serta mencegah gangguan pernapasan, seperti bronkitis, batuk,

demam, dan rematik (Jusup, 2010). Zat-zat yang terdapat pada tanaman ini

mengandung antibiotik terhadap berbagai jenis bakteri dan antioksidan (Rashid,

2007).

Tanaman lobak memiliki akar tunggang dengan akar samping yang

tumbuh pada akar tunggang. Akar tunggang ini berubah bentuk dan fungsinya

menjadi umbi yang besar. Tanaman ini memiliki biji berbentuk bulat, berukuran

besar, dan berwarna kekuningan. Sedangkan bunga mirip bunga petsai, tetapi

berwarna putih. Batangnya pendek dan daunnya lonjong berbulu (Supriati dan

Ersi, 2010). Sayuran ini ditanam di berbagai lokasi di dunia dan merupakan

anggota keluarga kubis yang memiliki tipe yang berbeda, tipe yang pertama

berasal dari daerah tropis yang tidak memerlukan periode dingin untuk berbunga.

5
6

Di daerah tropis, sayuran ini tumbuh di tempat beriklim sejuk. Tipe yang kedua

adalah tipe dua tahunan yang berasal dari iklim nontropis dan memerlukan

periode dingin untuk berbunga. Lobak Jepang, Amerika dan Eropa termasuk

dalam tipe ini (Sukprakarn et al., 2012).

2.1.1.1 Manfaat Lobak

Lobak memiliki manfaat yang sangat beragam seperti dapat digunakan

sebagai obat gangguan ginjal dan demam. Selain itu, juga dapat menghilangkan

lendir dalam kerongkongan sehingga baik sekali untuk obat batuk. Umbinya

dapat dimakan mentah atau dibuat acar (asinan), namun umumnya dibuat

sebagai campuran soto. Sayuan ini dapat digunakan sebagai lalap, lalap yang

masih mentah lebih baik daripada yang telah dimasak, namun rasanya lebih

pedas. Daunnya juga enak untuk dimasak menjadi sayur (Sunarjono, 2013).

Lobak dari jenis Raphanus sativus L. Var hortensis Baker memiliki sifat diuretik

yang cukup kuat. Minuman jus dari sayuran ini dapat membantu pembuangan

asam urat melalui urine. Selain itu, dapat digunakan sebagai perangsang nafsu

makan dan memperbaiki kerja pencernaan. Sayuran ini juga mempunyai enzim

diastase dalam jumlah banyak yang berfungsi mempermudah dan memperlancar

pencernaan zat pati dalam usus. Kemudian dapat dipakai untuk menghalangi

penumpukan lemak dalam jaringan tubuh. Jus jeruk dan lobak memiliki

kandungan vitamin B yang tinggi sehingga sangat baik untuk sistem saraf karena

dapat mengurangi ketegangan (stres). Minyak yang terdapat dalam sayuran ini

baik untuk pembersihan empedu dan ginjal sehingga mencegah timbulnya batu

ginjal (Adi, 2007). Khasiat-khasiat kesehatan herbal pada lobak yang lain seperti:

mengobati perut kembung, sembelit,disentri, sering sendawa, gondokan, radang

saluran nafas, batuk, tekanan darah tinggi, mengatasi influenza, dan penyakit

jantung (Fattah, 2016). Lobak juga memiliki manfaat untuk kecantikan. Manfaat
7

tersebut antara lain untuk memperkuat dan memperbaiki akar rambut serta

meningkatkan kemilau rambut (Wirakusumah, 2010).

2.1.1.2 Jenis Lobak

Lobak memiliki beberapa jenis varietas antara lain adalah lobak putih,

dalam bahasa inggris dikenal sebagai radish. Sebenarnya tidak semua radish

berwarna putih. ada juga yang berwarna hitam, dan ada yang berwarna merah.

Meskipun warnanya putih, rasanya hampir sama yaitu pedas dengan sari manis.

Sayuran ini adalah keluarga sawi yang batangnya menjadi berisi membentuk

lobak. Sedangkan lobak merah merupakan keluarga seleri yang akarnya menjadi

berisi membentuk lobak. Rasa sayuran ini tidak sama dengan lobak merah dan

benihnya juga berbeda (Sutomo dan Hayyana, 2015). Kemudian tanaman lobak

dikenal ada tiga jenis. Jenis yang pertama adalah Raphanus sativus L. var.

hortensis Backer merupakan lobak yang memiliki umbi panjang dan berwarna

putih. kemudian, jenis yang kedua adalah R. sativus L. var. radicula Pres. A. DC

atau dikenal dengan nama radish. Memiliki umbi yang bulat dan berwarna merah

atau putih. Jenis yang terakhir adalah Raphanus sativus L. var. niger Mirat atau

dikenal sebagai lobak hitam. Memiliki umbi yang hitam dan panjang serta

berwarna merah tua sampai hitam. Ketiga Raphanus sativus tersebut dapat

dibedakan secara mudah satu sama lain dengan melihat bentuk dan warna pada

umbinya. Rasa yang pedas terdapat pada umbi yang masih mentah. Namun,

rasa pedasnya tidak sampai merangsang selaput (lapisan kendang) telinga

seperti halnya cabai (lombok) (Sunarjono dan Setiawan, 2013).

Pada umunya, lobak di Indonesia memiliki bentuk yang panjang

mengerucut, daging berwarna putih, dan kulitnya juga berwarna putih.

Sementara di luar negeri, bentuk umumnya adalah bulat dengan kulit berwarna

merah. Sayuran ini memiliki banyak jenis, ada juga warna-warna khusus seperti
8

hitam, ungu, kuning, atau hijau. Ukuran dari 2,5 cm sampai sepanjang 3 kaki,

berat 100 g sampai 50 kg. Rasanya juga bervariasi ada yang sedikit pedas

sampai sangat pedas. Beberapa varietasnya menghasilkan umbi yang cukup

cepat pertumbuhannya, warnanya merah sampai merah-putih, berbentuk bulat,

kecil-kecil seperti buah ceri. Varietas lain, tumbuhnya lambat, umbinya besar dan

panjang (Dalimartha dan Felix, 2011). Terdapat 3 jenis lobak, yaitu lobak

hortensis baker, rades, dan lobak hitam. Ketiga jenis ini menghasilkan umbi lobak

yang memiliki rasa pedas dalam keadaan mentah. Umbi lobak ini kaya vitamin

A, B1, dan C. Selain itu, mengandung niacin, enzim diastase, minyak atsiri,

dialilsulfida, rafanol,dan methanethiol. Setiap 100 gram umbi lobak mengandung

19 kalori (Winarto, 2006). Ada beberapa jenis lobak yang umumnya ditanam,

yaitu comet, sprakier, golden globe, early scarlet globe, white strasburg, white

chunise, dan Spanish (Setyaningrum dan Cahyo, 2011).

2.1.1.3 Kandungan Gizi Lobak

Kandungan yang terdapat pada Lobak antara lain adalah air 94 %,

karbohidrat 4,2 g, lemak 0,1 g, protein 0,9 g,vitamin B 0,03 mg, vitamin C 32 mg,

dan pH sebesar 6.0 – 7.0. Rasanya segar agak sedikit pedas, dimanfaatkan

untuk menghilangkan dahak/lendir di kerongkongan, mengatasi demam,

melancarkan air kencing, dan gangguan ginjal (Setyaningrum dan Cahyo, 2011).

Seluruh varietas dan daunnya memiliki kalori yang sangat rendah, namun

merupakan sumber vitamin C. Daunnya bahkan mengandung vitamin C hampir

enam kali lipat dari lobaknya sendiri dan juga sumber kalsium dan protein. Lobak

merah yang bentuknya bulat merupakan sumber trace mineral molybdenum,

asam folat, kalium, raphanusin, erucic acid, sinapine, coumaric acid, raphanin,

dan gentisic acid. Sayur ini juga dapat dijadikan sumber tembaga dan kalium.

Mengandung sulfur yang dapat meningkatkan aliran empedu dan menjaga


9

kesehatan kandung empedu serta meningkatkan fungsi pencernaan. Kandungan

bioflavonoids dan indoles mencegah timbulnya kanker. Setiap 100 g hanya

mengandung 16 kalori sebagai karbohidrat dan serat (Dalimartha dan Felix,

2011). Lobak mengandung minyak, enzim diastase, dan kaya vitamin B (Adi,

2007).

Kandungan kimia pada umbi lobak antara lain vitamin A, B1, B2, serat

kasar, niasin, kalsium, fosfor, minyak atsiri, kotin, zat besi dan asam oksalat.

Sedangkan daunnya mengandung minyak atsiri, vitamin A, C dan bijinya

mengandung 30-40 persen minyak lemak dan minyak atsiri. Zat-zat tersebut

mengandung antibiotik terhadap beberapa jenis bakteri dan antioksidan (Fattah,

2016). Kandungan zat gizi dan fitonutrien pada lobak yaitu enzim diastase,

mineral kalsium, fosfor, dan zat besi, vitamin A, vitamin C, vitamin B1

(Wirakusumah, 2010). Lobak adalah sumber fenolik yang kaya senyawa,

termasuk antosianin. Diantara berbagai antosianin, pelargonidin (pelar terasilasi

gonidin-3-sophoroside-5-glucoside dan turunannya) dominan di genotipe merah,

sementara cyanidin (cyani terasilasi din-3-sophoroside-5-glucoside dan

turunannya) umumnya ditemukan di akar lobak berwarna ungu (Giusti dan

Wrolstad, 1996; Tatsuzawa et al., 2010). Beberapa penelitian juga telah

melaporkan identifikasi antosianin berdasarkan HPLC di lobak merah (Matsufuji

et al., 2007; Liu et al., 2008). Kandungan nutrisi lobak segar nilai gizinya dapat

dilihat dalam Tabel 2.1 (Rukmana, 2007).

2.1.2 Polifenol

Senyawa polifenol diekstraksi dari produk alam telah dilaporkan

menunjukkan efek hypouricaemic melalui beberapa mekanisme. Biji lengkeng

kaya akan polifenol seperti asam ellagic, asam galat dan corilagin. Hou et al.,

(2012) melaporkan bahwa ekstrak biji kelengkeng memiliki efek mengurangi urat,
10

dan mekanismenya mungkin terkait dengan penghambatan sirkulasi Xanthin

Oxidase (XOD) dan modulasi dari transporter urat. Honda et al., (2014)

menemukan bahwa bunga krisan bunga matahari, yang mengandung polifenol

yang berasal dari bunga krisan, mengurangi tingkat serum asam urat melalui dua

jalur cara: penekanan pembentukan asam urat melalui penghambatan aktivitas

XOD di hati dan percepatan ekskresi asam urat dengan modulasi dari transporter

gen asam urat di ginjal. Senyawa fenolik dengan satu atau lebih cincin fenolik,

yang memiliki antioksidan yang menonjol kapasitas, berkontribusi pada

penghambatan XOD (Goufo dan Trindade, 2014; Sang et al., 2003; Özyurek et

al., 2009).

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Lobak (100 gram bahan)

Jumlah
Kandungan Gizi Umbi Daun
1 2 2
 Kalori 21,00 kal 19,00 kal 30,00 kal
 Protein 0,60 g 0,90 g 2,30 g
 Lemak 0,10 g 0,10 g 0,40 g
 Karbohidrat 5,3 g 4,20 g 5,80 g
 Serat 0,60 g - -
 Abu 0,50 g - -
 Kalsium 32,00 mg 35,00 mg 140,00 mg
 Fosfor 21,00 mg 26,00 mg 33,00 mg
 Zat Besi 0,60 mg 0,60 g 3,70 mg
 Natrium 10,00 mg - -
 Kalium 218,00 mg - -
 Vitamin A - 10,00 SI 1.000,00 S.I
 Vitamin B1 0,02 mg 0,03 mg 0,07 mg
 Vitamin B2 0,03 mg - -
 Vitamin C 25,00 mg 32,00 mg 109,00 mg
 Niacin 0,30 mg - -
 Air - 94,10 g 90,00 g
Sumber: 1 Food and Nutrition Research Center, Handbook No. 1, Manila (1964).
2 Direktorat Gizi, Depkes R.I. (1981).

Senyawa fenolik dari lobak adalah substrat utama dari Polyphenol

Oxidase (PPO) (Yoruk dan Marshall, 2003). PPO lobak menunjukkan aktivitas

dengan substrat monophenolic (L -tyrosine), difenol (asam caffeic, pyrocatechol)

dan polifenol (asam klorogenik, asam galat, asam pyrogallic). Asam p-cumaric
11

(monophenol), 3,4-dihidroxibenzoic acid (difenol) dan phloroglucinol (substrat

triphenol), tidak menunjukkan spesifik untuk enzim. Literatur yang dikutip

menunjukkan bahwa tipe dan tingkat penghambatan aktivitas PPO tergantung

pada struktur substrat yang menyebabkan interaksi bervariasi antara enzim situs

aktif dan substrat (Kanade et al., 2007).

Perbedaan pH PPO optimum dengan berbagai substrat dilaporkan (Yoruk

dan Marshall, 2003) bervariasi dari 4,0 hingga 7,0 tergantung pada asal material,

metode ekstraksi, dan substrat. Secara umum, sebagian besar tanaman

menunjukkan aktivitas PPO maksimum pada atau mendekati nilai pH

netral. Namun ketika menggunakan pyrocatechol dan asam pyrogallic, aktivitas

maksimalnya diperoleh pada pH 7,0 menggunakan asam galat sebagai substrat.

Namun, untuk kuntum brokoli, pH optimal fenol oksidase ditemukan menjadi pH

5,72 untuk katekol dan substrat metil katekol (Gawlik et al., 2007). Aktivitas

enzim adalah ketika pyrocathecol dan asam pyrogallic adalah substrat.

Optimum suhu untuk PPO lobak tergantung pada substrat yang

digunakan. Sedangkan untuk asam pyrogallic adalah 20°C, untuk asam galat

adalah 60°C dan untuk pyrocatechol berada di kisaran 20-40°C. Suhu optimum

enzim untuk 4-metil katekol dan oksidasi pirogallol adalah 20°C, untuk catechol

45°C (Arslan et al., 2004). Untuk pyrocatechol dan asam pyrogallic, suhu tinggi

(60-70°C) menyebabkan hampir 80% hilangnya aktivitas enzim, suhu ini

memprovokasi denaturasi enzim yang dihasilkan dalam perubahan konformasi

ireversibel yang mempengaruhi aktivitas fungsionalnya.

2.1.3 Mekanisme Lobak terhadap Asam Urat

Bahan seperti lobak adalah bahan yang potensial dalam pengobatan

penyakit asam urat. Asam urat adalah senyawa nitrogen yang dihasilkan dari

proses katabolisme purin baik dari diet maupun dari asam nukleat endogen
12

(asam deoksiribonukleat DNA). Senyawa ini sebagian besar dieksresi melalui

ginjal dan hanya sebagian kecil melalui saluran cerna. Asam urat adalah

senyawa alkaloida turunan purin (xanthine) (Pratama dan Putu, 2016). Asam urat

merupakan senyawa organik dengan formula C 5H4N4O3. Xanthine dengan

bantuan enzim xanthin oxidase akan membentuk asam urat. Xanthine oxidase

(XOD) adalah enzim kunci dalam proses metabolisme purin, yang mengkatalisis

oksidasi hypoxanthine menjadi xanthine dan selanjutnya menjadi asam urat,

hidrogen peroksida dan anion superoksida (Harrison, 2002; Yan et al., 2013).

Senyawa polifenol yang terkandung di dalam lobak mampu menghambat

aktivitas enzim xanthin oxidase sehingga menurunkan kadar asam urat (Susanti,

2006). Senyawa golongan flavonoid bekerja dengan cara menghambat xanthine

oksidase sehingga dapat mengurangi poduksi asam urat yang berlebihan,

alkaloid juga mampu menekan dan mengurangi frekuensi serangan akut dan

menghilangkan rasa nyeri dengan cara menghambat sintesis dan pelepasan

leukotriene (Rakanita et al., 2017). Asam klorogenat, sebagai salah satu yang

paling polifenol bundar dalam obat-obatan Cina, dilaporkan oleh Meng et al.,

(2014) untuk secara signifikan menurunkan kadar serum asam urat melalui

menghambat aktivitas XOD tetapi tidak meningkatkan kadar asam urat urin.

Kemampuan flavonoid dalam penghambatan aktivitas xantin oksidase

berlangsung dengan inhibisi kompetitif dan interaksi dengan enzim pada gugus

samping (Fadilah, 2017).

2.1.4 Asam Urat

Asam urat adalah senyawa nitrogen yang dihasilkan dari proses

katabolisme purin baik dari diet maupun dari asam nukleat endogen (asam

deoksiribonukleat DNA). Senyawa ini sebagian besar dieksresi melalui ginjal dan

hanya sebagian kecil melalui saluran cerna. Ketika kadar asam urat meningkat,
13

disebut hiperuresemia, penderita akan mengalami pirai (gout). Hyperuricemia

adalah kondisi patologis yang terlibat dalam penyakit yang dikenal sebagai gout,

yang dicirikan oleh nyeri pada artritis inflamasi yang disebabkan oleh

pengendapan kristal natrium urat (asam urat) di sendi, cairan sinovial dan

jaringan lain (Albrecht et al., 2014). Tingginya kadar asam urat dalam tubuh

dapat diakibatkan oleh defisiensi ekskresi zat ini atau oleh peningkatan produksi.

Perkembangan penyakit ini terkait dengan faktor-faktor seperti jenis kelamin,

usia, etnis dan gaya hidup, yang mempengaruhi terutama setengah baya

(Pinheiro, 2008). Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan

kadar asam urat serum diatas normal. Pada sebagian besar penelitian

epidemiologi, disebut sebagai hiperurisemia jika kadar asam urat serum orang

dewasa lebih dari 7,0 mg/dl dan lebih dari 6,0 mg/dl pada perempuan. Penyakit

ini bisa terjadi karena peningkatan metabolisme asam urat (overproduction),

penurunan pengeluaran asam urat urin (underexcretion), atau gabungan

keduanya (Pratama dan Putu, 2016).

Hiperurisemia adalah peningkatan kadar asam urat dalam darah diatas

normal yaitu kadar >7 mg/dl pada laki-laki dan >6 mg/dl pada perempuan. Artritis

gout merupakan sekelompok penyakit yang terjadi akibat deposit monosodium

urat dalam jaringan. Deposit ini berasal dari cairan ekstra seluler yang sudah

mengalami supersaturasi dari hasil akhir metabolisme purin yaitu asam urat

(Nasution dan Sumariyono, 2009). Hiperurisemia dan gout dibedakan menjadi

hiperurisemia primer, sekunder dan idiopatik (Putra, 2009). Artritis gout

mempunyai 3 stadium yaitu stadium akut, interkritikal, dan kronik (Hidayat, 2009).

Diagnosis artritis gout adalah menggunakan kriteria ACR (American College of

Rheumatology) tahun 1977 (Wortmann, 2009). Faktor risiko yang menyebabkan

orang terserang penyakit asam urat adalah genetik/riwayat keluarga, asupan

senyawa purin berlebihan, konsumsi alkohol berlebih, kegemukan (obesitas),


14

hipertensi, gangguan fungsi ginjal dan obat-obatan tertentu (terutama diuretika).

Faktor-faktor tersebut di atas dapat meningkatkan kadar asam urat, jika terjadi

peningkatan kadar asam urat serta di tandai linu pada sendi, terasa sakit, nyeri,

merah dan bengkak keadaan ini dikenal dengan gout. Gout termasuk penyakit

yang dapat dikendalikan walaupun tidak dapat disembuhkan, namun kalau

dibiarkan saja kondisi ini dapat berkembang menjadi artritis yang melumpuhkan

(Vitahealth, 2007).

Asam urat adalah hasil akhir produk metabolisme purin (Victor, 2009).

Peningkatan kadar asam urat atau hiperurisemia dapat dipengaruhi oleh

berbagai faktor-faktor yang berkaitan, diantaranya resistensi insulin, sindrom

metabolik, obesitas, insufisiensi ginjal, hipertensi, gagal jantung kongestif, dan

transplantasi organ. Risiko kejadian gout meningkat pada orang yang banyak

mengkonsumsi makanan dengan kandungan purin tinggi (terutama daging dan

makanan laut), etanol (bir dan alkohol), minuman ringan dan fruktosa. Gout

sering terjadi pada laki-laki, yaitu sekitar 95%, dan jarang terjadi pada

perempuan. Ada prevalensi familial dalam penyakit gout yang mengesankan

suatu dasar genetik dari penyakit ini. Namun, ada sejumlah faktor yang

mempengaruhi timbulnya penyakit ini, termasuk diet, berat badan, dan gaya

hidup (Raka, 2007).

2.1.5 RSM (Metode Permukaan Respon)

RSM merupakan teknik statistik digunakan untuk penelitian yang

mempunyai proses kompleks dan dipergunakan secara luas dalam penelitian

teknologi pangan. Kebanyakan RSM diaplikasikan pada bidang kimia atau

proses teknik, riset industri, dan penelitian biologi. Keuntungan utama dari RSM

adalah berkurangnya jumlah unit percobaan yang dibutuhkan untuk memperoleh

hasil yang secara statistik dapat diterima (Hwang et al., 2002; Kim et al., 2002).
15

RSM digunakan untuk menentukan nilai optimum dari proses kimia maupun

biokimia yang terdiri dari banyak faktor independent. Penentuan batas atas

maupun batas bawah dalam setiap level faktor sangat penting karena secara

langsung akan berhubungan dengan keberhasilan proses optimasi (Bas dan

Boyaci 2007). RSM adalah pendekatan pemodelan empiris untuk menentukan

hubungan antara berbagai parameter desain dan respon dengan berbagai

kriteria yang diinginkan dan untuk mencari signifikansi parameter desain pada

respon. Strategi eksperimen dirancang secara berurutan untuk membangun dan

mengoptimalkan model empiris. RSM adalah kumpulan prosedur matematika

dan statistik yang berguna untuk pemodelan dan analisis masalah dimana

respon permintaan dipengaruhi oleh parameter desain dan tujuannya adalah

untuk mengoptimalkan parameter desain pada nilai yang diinginkan dari fungsi

respon (Chiang et al., 2009).

RSM adalah gabungan teknik statistik dan matematika untuk rancangan

percobaan, membangun model, evaluasi pengaruh faktor dan mencari kondisi

optimum dari faktor-faktor yang mempengaruhi respons (Assagaf et al., 2012).

Respon surface methodology (RSM) biasanya dievaluasi menggunakan sejumlah

kecil data uji sintetik standar dan kondisi eksperimen yang kurang optimal

(Lizotte et al., 2012). Sebuah alat yang sangat berguna yang dapat membantu

mengurangi jumlah eksperimen sambil mempertahankan informasi yang cukup

untuk hasil statistik yang dapat diterima (Jawad et al., 2015). Teknik statistik dan

matematika yang disebut metodologi permukaan respon (RSM) diterapkan untuk

merancang model eksperimental dan menganalisis bagaimana variabel

independen mempengaruhi respon dan mendapatkan proporsi yang optimal.

RSM memfasilitasi eksperimen yang dirancang secara statistik yang terbukti

ekonomis dengan hasil interaksi (Sharma et al., 2018). Selain itu merupakan

kumpulan teknik matematika dan statistik yang berguna untuk menganalisis


16

masalah dimana respon dipengaruhi oleh beberapa variabel untuk

mengoptimalkan respon. RSM adalah salah satu teknik statistik standar, telah

digunakan dalam banyak penelitian untuk menyelidiki dan mengoptimalkan

parameter operasi (Latchubugata et al., 2018).

Response surface methodology (RSM) telah digunakan oleh banyak

peneliti untuk mempelajari interaksi antara dua atau lebih parameter (Sulaiman et

al., 2018). Dapat dianggap sebagai proses multi tahap yang terdiri dari langkah-

langkah berikut (Andreasen et al., 2018):

1. Lay-out dari rencana uji eksperimental dan melakukan eksperimen

2. Membangun model permukaan respons empiris dengan menghasilkan

model regresi linier untuk masing-masing variabel dependen, Yi, yang

menarik (juga disebut sebagai tanggapan) sebagai fungsi variabel

independen, Xj

3. Periksa pelanggaran asumsi regresi linier, tidak ada fit dll. (Residual

normal, residual acak, outlier dengan pengaruh dll.)

4. Lakukan reduksi dan pemilihan model regresi (ulangi 2-4)

5. Validasi model di luar set pelatihan

6. Menggunakan model permukaan respons untuk menemukan titik operasi

dengan (dibatasi) optimasi.

2.1.6 Foam Mat Drying

Foam mat drying adalah proses dimana suatu bahan cair atau setengah

padat diubah menjadi suatu busa yang stabil dengan memasukkan banyak

volume udara atau gas Iainnya dari bahan pembusa, yang bekerja sebagai foam

inducer atau stabilizer. Metode yang relatif sederhana dengan biaya murah yang

bergantung pada penggunaan agen yang mampu mempertahankan stabilitas

busa selama pengeringan (Widyastutil dan Srianta, 2011). Busa yang terbentuk
17

tersebar sebagai lembaran tipis dan terkena aliran udara panas sampai

dikeringkan ke tingkat kelembaban yang dibutuhkan (Rajkumar, 2007). Busa

stabil bisa kemudian dikeringkan dengan beberapa metode seperti udara panas

(metode yang paling umum), vakum, microwave, dan pengeringan beku

(Muthukumaran et al., 2008; Thuwapanichayanan et al., 2008; Zheng et al.,

2011). Metode ini, tiga kali Iebíh cepat dari ketebalan pengeringan berupa cairan.

Pengeringan yang cepat dan suhu yang rendah dapat menghasilkan produk

yang berkualitas tinggi (Sudheer dan Indira, 2007).

Pengeringan busa membantu mengubah makanan cair atau semi-padat

menjadi busa stabil dengan bekerja sama dengan agen berbusa atau

menstabilkan agen. Metode ini relatif mudah dan dapat dilakukan dengan rendah

biaya dari pengeringan semprot dan pengeringan beku (Sangamithra et al.,

2015). Kandasamy et al. (2014) menyebutkan metode ini cocok untuk sampel

bahan yang sensitif panas, lengket, dan kental yang tidak bisa dikeringkan

dengan pengeringan semprot. Prinsip dasar kerja dari metode ini adalah

penggunaan udara panas untuk menghilangkan kandungan air yang ada pada

suatu bahan dengan menggunakan prinsip kerja evaporasi dan bantuan foaming

agent, sehingga didapatkan hasil berupa produk instan (Kudra, 2008).

Keuntungan dari proses ini adalah proses relatif sederhana dan murah,

tingkat pengeringan cepat dengan suhu rendah, bubuk yang dihasilkan mampu

rehidrasi instan dalam air dingin dan meningkatkan kualitas produk (Falade et al.,

2003; Kadam dan Balasubramanian, 2011; Kadam et al., 2010). Keuntungan

pengeringan menggunakan metode ini menurut Kumalaningsih dan Suprayogi

(2006), antara lain:

1. Berbentuk busa maka penyerapan air lebih mudah dalam proses

pengocokan dan pencampuran sebelum dikeringkan


18

2. Suhu pengeringan tidak terlalu tinggi sebab dengan adanya busa maka

akan mempercepat proses penguapan air walaupun tanpa suhu yang

terlalu tinggi, suhu yang digunakan sekitar 50°C — 80°C dan dapat

menghasilkan kadar air hingga 3%, produk yang dikeringkan menggunakan

busa pada suhu 71°C dapat menghasilkan kadar air 2%

3. Bubuk hasil dari metode foam mat drying mempunyai kualitas warna dan

rasa cukup bagus, sebab hal tersebut dipengaruhi oleh suhu penguapan

yang tidak terlalu tinggi sehingga warna produk tidak rusak dan rasa tidak

banyak yang terbuang

4. Biaya lebih murah bila díbandingkan dengan proses pembuatan produk

siap saji lainnya sebab tidak terlalu rumit dan cepat dalam proses

pengeringan sehingga energi yang dibutuhkan untuk pengeringan lebih

kecil dan waktunya lebih singkat

5. Produk hasil foam mat drying lebih stabil selama proses penyimpanan

sehingga umur produk akan Iebih tahan lama

6. Bubuk yang dibuat menggunakan metode foam mat drying mempunyai

densitas atau kepadatan yang rendah dengan banyak gelembung gas yang

terkandung pada produk kering

2.1.7 Maltodekstrin

Maltodekstrin sebagai produk modifikasi pati mempunyai rumus kimia

(C6H10O5)nH2O adalah produk degradasi bahan baku pati yang mengandung

unit α-D-glukosa yang saling berikatan oleh ikatan glikosidik. Kualitas bahan ini

dipresentasikan ke dalam nilai DE (Dextrose EquivaIent) sesuai dengan

spesifisitas Pharmacopeial standar USPNF XVII untuk produk maltodekstrin yang

mempunyai nilai kasaran DE 5-20. Kelebihan produk ini dapat bercampur


19

dengan air membentuk cairan koloid bila dipanaskan dan mempunyai

kemampuan sebagai perekat, dan tidak bersifat toksik sehingga dapat digunakan

dalam pembuatan tablet obat (Husniati, 2009). Maltodekstrin sebagai komponen

bahan dalam industri pangan telah banyak dipakai karena aman dan terdaftar

pada GRAS (Generally Recognizet As Safe), nomor 21 CFR (Code of Federal

Regulation) 184.1444. Dalam aplikasinya, dapat memberi kekerasan dan tekstur

dalam produk pangan, yang mengandung sakarida tinggi 95% dan dextrose

equivalent rendah mempunyai sifat gel yang dapat lumer dan bersifat

thermoreversible, sehingga dapat diaplikasikan sebagai pengganti lemak dalam

produk pangan (Pentury et al., 2013).

Maltodekstrin merupakan salah satu produk turunan pati yang dihasilkan

dari proses modifikasi secara enzimatis oleh enzim α-amilase yang memiliki nilai

Dextrose Equivalent (DE) kurang dari 20. Bahan ini dapat bercampur dengan air

membentuk cairan koloid bila dipanaskan dan mempunyai kemampuan sebagai

perekat, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengikat tablet (Maulani et

al., 2012). Bahan ini biasanya digunakan untuk minuman susu bubuk, minuman

berenergi (energen) dan minuman prebiotik. Sifat-sifat yang dimiliki antara lain

memiliki sifat daya larut yang tinggi, memiliki sifat membentuk film, membentuk

sifat hidroskopis yang rendah, memiliki sifat browning yang rendah, dapat

menghambat kristalisasi dan memiliki daya ikat kuat (Fitriana et al., 2014).

2.1.8 Tween 80

Tween 80 merupakan surfaktan yang banyak digunakan pada pembuatan

nanoemulsi. Selain memiliki HLB yang besar yaitu 15, bahan ini stabil terhadap

elektrolit, asam lemah, dan basa. Bahan ini merupakan ester asam lemak

polioksietilen sorbitan, dengan nama kimia polioksietilen 20 sorbitan monooleat.

Rumus molekulnya adalah C64H124O26. Pada suhu 25ºC, wujudnya cair,


20

berwarna kekuningan dan berminyak, memiliki aroma yang khas, berasa pahit,

larut dalam air dan etanol, dan tidak larut dalam minyak mineral. Kegunaannya

antara lain sebagai zat pembasah, emulgator, dan peningkat kelarutan (Rowe,

2009). Polysorbate 80 (Tween 80) adalah surfaktan non-ionik digunakan sebagai

emulsifier dan sebagai agen pelarut. Selain digunakan dalam campuran dengan

bahan pengisi lainnya di beberapa formulasi dengan sifat pengemulsi diri

mengandung missiklosporin A dan sirolimus. Dilakukan penelitian mechanistical

tentang pengaruh Polysorbate 80 pada P-gp-dimediasi transportasi obat peptida

dalam monolayers Caco-2 sel. Penurunan maksimum di basolateral-to-apikal

permeabilitas yang didapat di bawah CMC dari Polysorbate 80 (Diberikan

sebagai 50 Jim) menunjukkan monomer sebagai bagian aktif (Mashkevich,

2007).

Tween 80 adalah salah satu surfaktan yang biasa digunakan untuk

stabilisasi protein selama pembekuan. Misalnya, dilindungi beberapa protein dari

pembekuan denaturasi termasuk LDH dan glutamat dehidrogenase, mengikat

protein TNF, interleukin-antagonis reseptor 1 (IL-ira), malat dehidrogenase,

aldolase, dan fosfofruktokinase (McNally and Jayne, 2008). Bahan ini adalah

surfaktan nonionik dan mengandung rantai asam lemak tak jenuh. Penambahan

Tween 80 dalam campuran pemutih akan meningkatkan aktivitas pemutihan

MNP. Surfaktan termasuk Tween 20, Tween 40, Tween 60, Tween 80 dan 3 -

[(3-cholamidopropyl) dimethylarnmonio] -1- propanessulfonate (CHAPS) dapat

melindungi lignin peroksidase terhadap inaktivasi mekanik karena agitasi.

Surfaktan ini mampu untuk mempertahankan aktivitas MNP selama biobleaching

oksigen di delignifikasi kraft pulp dan hasil dalam meningkatkan kecerahan lebih

tinggi dibandingkan dengan kontrol tanpa penambahan (Xu, 2007).


21

2.1.9 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Aswari (2011) tentang rekayasa proses

pengeringan susu bubuk dengan menggunakan metode foam mat drying dengan

kajian konsentrasi dan jenis bahan pengisi yaitu maltodekstrin dan gum arab

didapatkan hasil perlakuan terbaik pada jenis filler maltodekstrin dengan

konsentrasi 8%. Penelitian yang dilakukan oleh Ramadhia et al. (2012) tentang

pembuatan tepung Iidah buaya dengan menggunakan metode foam mat drying

yang menggunakan bahan pengisi maltodekstrin dan bahan pembusa Tween 80.

Dari penelitian tersebut didapatkan hasil yang terbaik pada konsentrasi

maltodekstrin 8% dan Tween 80 0,3%. Penelitian yang dilakukan oleh Pradana

et al (2014), Pembuatan bubuk susu kacang hijau instan dengan metode foam

mat drying diperoleh hasil terbaik dari analisa organoleptik yaitu menggunakan

perlakuan penambahan maltodekstrin 5% dan Tween 80 0,5%. Jakubczyk et al.

(2011) menambahkan maltodekstrin sebanyak 6% pada produknya pada

penelitiannya tentang karakteristik kandungan fungsional bubuk apel yang

terseleksi dibuat dengan metode foam mat drying.

Penelitian yang dilakukan Franco et al. (2015) tentang foam mat drying

pada jus yaconn menggunakan oven (Fabbe-Primar, Sao Paulo, Brazil) dengan

variasi suhu sebesar 50, 60 dan 70 °C. Pada penelitian tentang efek suhu foam

mat drying terhadap kandungan psikokimia dan struktur mikro bubuk shrimp,

pengeringan dilakukan menggunakan pengering cabinet (Soroush Medical

Company, Iran) dengan temperatur yang berbeda (45, 60, 75, and 90 °C)

(Azizpour et al., 2016). 8 % maltodekstrin ditambahkan pada penelitian tentang

evaluasi kandungan psikokimia dari pengeringan foam mat bubuk cherry.

Pengeringan dilakukan menggunakan pengering cabinet dengan variasi suhu

sebesar 50, 65, dan 80 °C (Abbasid dan Mehran, 2016). Penelitian yang

dilakukan Lobo et al. (2017) tentang foam mat drying pada manga Tommy Atkins
22

menggunakan variasi suhu sebesar 60, 70 dan 80 °C. Penelitian ini

menginvestigasi efek ketebalan busa (0.004, 0.005, and 0.006 m) pada

parameter foam mat drying jus lime pada suhu 50 °C (Dehghannya et al., 2018).

Suhu yang digunakan pada penelitian tentang pengembangan bubuk (Beta

vulgaris) menggunakan foam mat drying adalah 28, 40, 60, dan 80 °C

(Puttongsiri et al., 2012., Ling dan Rabiha, 2018).

2.2 Kerangka Konseptual

Kandungan yang terdapat pada lobak adalah air 94 % b/v, vitamin B 0,03

mg, protein 0,9 g, vitamin C 32 mg, lemak 0,1 g, karbohidrat 4,2 g, dan pH

sebesar 6.0–7.0. Rasa yang dimiliki segar dan agak sedikit pedas, dimanfaatkan

untuk pelancaran air kencing, penghilangan dahak/lendir di kerongkongan,

gangguan ginjal, dan demam (Setyaningrum dan Cahyo, 2011). Menurut (Matera

et al., 2012) bahwa Raphanus sativus cv. Sango sprouts adalah salah satu

sumber terkaya dari cyanidin dan anthocyanin berdasarkan (270 mg / 100 g berat

segar). Berbeda dengan sayuran varietas lainnya, yang biasanya terkandung

pigmen 4 hingga 25 kali lebih rendah berdasarkan inti pelargonidin (Horbowicz et

al., 2008). Kandungan yang lain adalah vitamin A, B1, B2, niasin, serat kasar,

minyak atsiri, kotin, fosfor, kalsium, zat besi dan asam oksalat. fungsinya sebagai

antibiotik terhadap beberapa jenis bakteri dan antioksidan (Fattah, 2016).

Sebagai enzim penting pada metabolisme purin, xanthine oxidase (XOD)

memfasilitasi produksi asam urat dengan dua langkah, oksidasi hipoksantin ke

xanthine dan xanthine menjadi asam urat (Wang et al., 2010; Wang et al., 2010).

Polifenol menurunkan kadar asam urat dengan penghambatan aktivitas xanthine

oxidase (XOD) dan mengatur ekspresi transporter ginjal urat (Chen et al., 2015).

Lobak adalah sumber fenolik yang kaya senyawa, termasuk antosianin (Giusti

dan Wrolstad, 1996; Tatsuzawa et al., 2010). Salah satu alternatif penyajiannya
23

adalah dibuat dalam bentuk serbuk. Penyajian ini bertujuan agar saat proses

konsumsi lebih mudah dan praktis. Kemudian, konsumen juga tidak terkesan

seperti seorang peminum obat setiap hari. Selain itu, dalam bentuk ini kadar

airnya rendah sehingga umur simpan produk juga lebih panjang.

Pada proses pembubukan, ada beberapa metode yang dapat digunakan,

namun yang efektif dan lebih ekonomis adalah Foam Mat Drying. Pada proses

pengeringan, cairan diubah menjadi busa stabil dengan penambahan gas dan

foaming agents. Bubur yang diberikan penerapan udara panas dapat dihasilkan

bubuk kering. Disebabkan oleh struktur berpori busa dan luas permukaan besar,

yang tingkat transfer massa lebih baik dibandingkan dengan makanan padat, jadi

periode dehidrasi lebih pendek dan produk kualitasnya lebih tinggi. Sebagai

akibat dari waktu pengeringan yang rendah, nutrisi dapat diawetkan, dan tingkat

pencoklatan jauh lebih rendah (Franco et al., 2015). Dilakukan pada suhu yang

lebih rendah dan waktu pengeringan yang lebih pendek untuk perawatan nutrisi

dalam sayuran (Chandrasekar et al., 2015).

Senyawa aktif yang ada pada lobak untuk pengobatan asam urat adalah

fenol. Proses pemanasan dan penambahan bahan pengisi seperti maltodekstrin

dapat berpengaruh terhadap kandungan senyawa aktif tersebut. Oleh karena itu

perlu penelitian terkait suhu yang digunakan dan konsentrasi maltodekstrin yang

ditambahkan pada proses pembubukan tersebut agar mampu dihasilkan serbuk

dengan nilai fenol dan aktifitas antioksidan yang optimum. Adapun metode

optimasi proses pembubukan yang digunakan adalah Metode Permukaan

Tanggap (RSM) dengan rancangan komposit terpusat faktorial 2 2. Terdapat dua

faktor dalam penelitian ini yaitu suhu pengeringan (X1) yaitu 50° C, 60° C dan 70°

C, serta rasio maltodekstrin (X2) yaitu 6%, 8% dan 10%. Parameter respon untuk

penentuan kondisi optimum pada proses pembubukan adalah Total Fenol

Content (TFC), aktifitas antioksidan, dan rendemen.


24

Keluaran yang diharapkan adalah didapatkan suhu dan konsentrasi

maltodekstrin yang optimal dalam pembuatan serbuk lobak yang didalamnya

masih terdapat kandungan senyawa fenol dan aktifitas antioksidan yang baik.

Kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Diduga kombinasi suhu dan konsentrasi maltodekstrin berpengaruh terhadap

kandungan fenol, aktivitas antioksidan, dan rendemen pada serbuk lobak

2. Diduga hasil optimasi proses pembuatan serbuk lobak dapat menghasilkan

kandungan fenol paling optimal


25

Bahan baku yang melimpah dan Memiliki kandungan


murah namun belum dimanfaatkan LOBAK Polifenol yang dapat
secara optimal menurunkan Asam Urat

Peningkatan
nilai tambah

Pembuatan Serbuk

Suhu 50° C, 60° C dan


70° C dan Maltodekstrin Optimasi dengan
6%; 8%; dan 10% b/b RSM

Analisa rendemen Analisa total fenol Analisa aktifitas


antioksidan

Serbuk Lobak
Terbaik

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian


BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental kuantitatif yang dilakukan di

Laboratorium, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan suhu dan

konsentrasi maltodekstrin yang tepat pada pembuatan serbuk lobak agar

dihasilkan produk yang berkualitas serta disukai oleh masyarakat. Selain itu

bertujuan untuk mendapatkan total fenol yang terdapat pada bubuk yang paling

optimal.

3.2 Konsep dan Variabel Penelitian

Polifenol menurunkan kadar asam urat dengan penghambatan aktivitas

xanthine oxidase (XOD) dan mengatur ekspresi transporter ginjal urat (Chen et

al., 2015). Lobak adalah sumber fenolik yang kaya senyawa, termasuk antosianin

(Giusti dan Wrolstad, 1996; Tatsuzawa et al., 2010). Salah satu alternatif

penyajiannya adalah dibuat dalam bentuk serbuk. Penyajian ini bertujuan agar

saat proses konsumsi lebih mudah dan praktis. Kemudian, konsumen juga tidak

terkesan seperti seorang peminum obat setiap hari. Selain itu, dalam bentuk ini

kadar airnya rendah sehingga umur simpan produk juga lebih panjang. Pada

proses pembubukan, ada beberapa metode yang dapat digunakan, namun yang

efektif dan lebih ekonomis adalah Foam Mat Drying. Proses pemanasan dan

penambahan bahan pengisi seperti maltodekstrin dapat berpengaruh terhadap

kandungan senyawa aktif tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan optimasi pada

faktor tersebut. Adapun metode optimasi proses pembubukan yang digunakan

adalah Metode Permukaan Tanggap (RSM) dengan rancangan komposit

26
27

terpusat faktorial 22. Berikut variabel penelitian pada proses pembuatan serbuk

lobak yang disajikan pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Tabel variabel penelitian pada proses pembuatan serbuk lobak

Variabel Penelitian Indikator Penelitian Data


Total Fenol Kuantitatif
Suhu
Aktifitas Antioksidan Kuantitatif
Konsentrasi Maltodekstrin
Rendemen Kuantitatif

3.2.1 Penelitian Pendahuluan

Percobaan pendahuluan pembuatan serbuk buah campuran dilakukan

secara trial and error. Hal-hal yang harus divalidasi yakni, suhu dan konsentrasi

maltodekstrin, kondisi alat pengering, penentuan batas atas dan batas bawah

dari faktor yang dipilih serta banyaknya bahan baku yang akan digunakan. Hasil

trial akan diverifikasi dan disesuaikan dengan perlakuan untuk dilakukan proses

optimasi. Komposisi bahan tambahan pada proses pembuatan serbuk lobak

disajikan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Komposisi bahan pembuatan serbuk lobak

Bahan Konsentrasi (%)


Maltodekstrin 6-10%
Tween 80 0,7% (Variabel Tetap)

Konsentrasi setiap formula dihitung berdasarkan persentasi berat total

larutan (b/b larutan) dengan berat total ditepatkan sebanyak 400 g. Pembuatan

serbuk buah dilakukan dengan metode pengeringan menggunakan cabinet

drying. Bubur lobak dicampur dengan foaming agent berupa tween 80 dan

maltodekstrin dengan konsentrasi sesuai perlakuan, lalu dikocok selama 10

menit dengan kecepatan mixer maksimum untuk membentuk busa. Busa sari

yang terbentuk kemudian dituang dalam loyang dengan ketebalan 1-3 mm dan

dibentuk menjadi sebuah lapisan (Wijaya, 2016). Selanjutnya foam-mat atau


28

lapisan busa dikeringkan pada pengering kabinet yang suhunya diatur sesuai

perlakuan selama 8 jam hingga kering secara menyeluruh, yang ditandai dengan

hancurnya busa saat diberi tekanan. Lapisan yang telah kering kemudian

dihancurkan dan diblender hingga membentuk serbuk buah yang halus.

Batas faktor yang digunakan pada metode permukaan respon diperoleh

dari nilai-nilai hasil pengukuran pada literatur sebelumnya dan dari hasil trial and

error. Metode trial and error di awal pembuatan produk dilakukan untuk

penetapan variabel-variabel penting yang berpengaruh terhadap proses produksi

dan adanya pengaruh dari setiap faktor yang digunakan. Trial and error,

konsentrasi setiap faktor yang digunakan yakni, Suhu (50-70°C) (Franco et al,

2015; Azizpour et al, 2016; Lobo et al, 2017), tween 80 (0,7% v/b), dan

maltodekstrin (6-10% b/b) (Perdani et al, 2017; Ramadhia et al, 2012; Jakubczyk

et al, 2011). Konsentrasi tersebut diperoleh dari hasil penelitian terdahulu yang

telah disebutkan sebelumnya. Kombinasi nilai terkecil, nilai tengah dan nilai

terbesar dipilih pada penentuan formula. Formula yang terpilih selanjutnya

dijadikan produk dan diamati penampakannya secara visual sehingga dapat

dilihat penerimaan batas dari setiap konsentrasi. Respon yang dijadikan

parameter yakni, intensitas aroma, warna, dan berat produk.

Diperoleh hasil secara visual dan deskripsi serbuk dari pengamatan yang

telah dilakukan. Berdasarkan hasil pengamatan visual pada produk, dapat dilihat

bahwa pada formula 1, 4, dan 5 warna serbuk cerah, serbuk yang dihasilkan

cukup baik, busa yang terbentuk stabil, intensitas aroma sedang, namun

rendemen yang dimiliki formula 4 dan 5 masih dibawah formula 1. Pada formula

2 dan 3, produk yang dihasilkan penampakan yang dimiliki cenderung tidak

disukai karena warnanya gelap, intensitas aroma yang cenderung kuat dan

rendemennya tidak terlalu besar. Pada penambahan tween 80 sebanyak 0.7 %

v/b mampu dihasilkan busa yang cukup stabil yang dapat dilihat dari hasil
29

pengamatan. Penggunaan suhu sebesar 50 hingga 70°C dan penambahan

maltodekstrin sebanyak 6 hingga 10% b/b juga mampu dihasilkan penampakan

serbuk dengan warna yang cukup cerah, aroma buah yang masih ada dan

rendemen yang cukup banyak. Berdasarkan hasil analisa tersebut, dapat dipilih

formula yang dapat digunakan untuk pengamatan lebih lanjut yaitu konsentrasi

tween 80 sebesar 0.7% v/b dan konsentrasi maltodekstrin sebesar 6-10 % b/b.

Suhu yang digunakan adalah sebesar 50 hingga 70°C. Batas-batas yang telah

ditentukan tersebut akan di input ke dalam program Design Expert 7.0 sehingga

diperoleh saran sebanyak 13 formula. Setiap formula yang telah diperoleh akan

dijadikan produk dan diukur berdasarkan parameter respon rendemen, total

Fenol, dan aktivitas antioksidan agar diperoleh serbuk buah dengan formula

yang optimal.

Hasil dari penelitian pendahuluan adalah terdapat dua faktor dalam

penelitian ini yaitu suhu pengeringan (X1) yaitu 50, 60 dan 70° C, serta rasio

maltodekstrin (X2) yaitu 6, 8 dan 10% b/b. Pada keduanya terbentuk kode (-

1.414, -1, 0, +1, +1.414) dimana nilai -1 sebagai nilai minimal, nilai 0 sebagai nilai

tengah dan nilai +1 sebagai nilai maksimal dari faktor. Nilai -1.414 dan +1.414

dihasilkan dari perbandingan nilai kedua faktor yang dipelajari dan masing-

masing tarafnya. Dalam penelitian ini terdapat 13 perlakuan dengan rancangan

percobaan CCD yang ditunjuk oleh Tabel 3.3.

Pada metode trial and error, selain penentuan batas bawah dan batas

bawah faktor, juga akan dilakukan verifikasi terkait waktu pembentukan busa

yang stabil, suhu dan pengeringan yang sesuai dan banyaknya bahan baku yang

digunakan. Berdasarkan hasil Trial and Error, waktu yang dibutuhkan agar busa

stabil yakni sekitar 10 menit, dan dibutuhkan waktu 8 jam pada pembentukan

lapisan busa yang kering secara merata. Lapisan yang kering ditandai dengan

hancurnya lapisan saat ditekan. Ketebalan lapisan adalah 1-3 mm sehingga di-
30

Tabel 3.3. Matriks rancangan komposit terpusat dalam rancangan percobaan

Kode Aktual Respon


Std Run X1 X2 Suhu Maltodekstrin Fenol Aktifitas Rendemen
°C % b/b Antioksidan
1 10 -1 -1 50.00 6.00
2 11 1 -1 70.00 6.00
3 12 -1 1 50.00 10.00
4 13 1 1 70.00 10.00
5 4 -1.41 0 45.86 8.00
6 6 1.41 0 74.14 8.00
7 3 0 -1.41 60.00 5.17
8 2 0 1.41 60.00 10.83
9 9 0 0 60.00 8.00
10 8 0 0 60.00 8.00
11 1 0 0 60.00 8.00
12 5 0 0 60.00 8.00
13 7 0 0 60.00 8.00

Tabel 3.4. Faktor dan taraf yang dipelajari di dalam penelitian

Faktor Satuan Batas bawah (-1) Batas atas (1)


Suhu °C 50 70
Kon. Maltodekstrin % b/b 6 10

didapatkan lapisan kering yang maksimal. Lapisan yang telah kering tersebut

selanjutnya akan dihancurkan dengan blender agar didapatkan butiran serbuk

dengan ukuran yang lebih kecil.

3.2.2 Rancangan Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2018 – Maret 2019.

Penelitian yang dilakukan ada dua tahapan yaitu, persiapan bahan baku dan

penelitian utama.

1. Persiapan Bahan Baku Lobak

Bahan baku lobak yang digunakan dalam pembuatan bubuk dari lobak

diperoleh langsung dari kebun lobak di Desa Sumber Gondo Kecamatan Bumiaji

Batu. Sayur yang dipilih adalah umbi berwarna putih dengan diameter kurang

lebih 7 cm. umur panennya kurang lebih sekitar 3 bulan. Bahan baku ini tidak
31

disimpan dalam lemari pendingin karena dapat berpengaruh terhadap senyawa

aktif yang ada didalamnya. Jadi setelah panen, bahan ini langsung dibawa ke

laboratorium untuk diolah dan dijadikan sebagai serbuk lobak.

2. Penelitian utama: Optimasi Produksi Serbuk Lobak

Pada tahap utama ini, penelitian tentang optimasi proses produksi serbuk

dari sayur lobak berdasarkan parameter Total Fenol dan Aktifitas Antioksidan.

Langkah awal yang dilakukan pada penelitian ini adalah proses penimbangan

untuk penentuan jumlah sampel yang akan dijadikan serbuk. Kemudian bahan

dicuci dan dikupas sebagai cara untuk penghilangan kotoran yang ada pada kulit

luar. Proses selanjutnya adalah pemotongan bahan dengan ukuran kecil-kecil

agar dapat dihaluskan dengan mudah. Seluruh bagian dari umbinya diproses

agar tidak ada yang terbuang sehingga tidak ada limbah yang dihasilkan dari

proses tersbut.

Variabel optimasi proses produksi serbuk adalah suhu dan konsentrasi

maltodekstrin. Diduga faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap

kandungan fenol dan aktifitas antioksidan yang ada pada lobak. Hasil yang telah

jadi disimpan dalam kemasan alumunium foil. Uji parameter dilakukan pada

masing-masing unit percobaan. Hasil optimasi dimasukkan dalam Software

Design Experts untuk dapat diketahui titik optimum proses pembubukan dari

kedua faktor tersebut. Kemudian, pada titik optimum proses ini dilakukan

pengujian parameter respon kembali untuk proses validasi data. Metode optimasi

proses pembubukan yang digunakan adalah Response Surface Methodology

dengan rancangan komposit terpusat (CCD) factorial 22.


32

3.2.3 Pelaksanaan Penelitian

3.2.3.1 Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini selain sayur lobak

adalah maltodekstrin, tween 80 dan air. Bahan kimia yang digunakan untuk

analisis antara lain aquades, larutan buffer pH 4 dan pH 7, air suling, methanol

p.a (Merck), asam galat p.a (Merck), Reagen Folin–Ciocalteu, Natrium karbonat

p.a (Merck), DPPH p.a. (Merck), Etanol 96%.

Perlatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain adalah timbangan

analitik (Sartorius), timbangan analog, sendok, baskom, kain saring, wadah

plastik, panci, thermometer, pengaduk, blender (National), mixer, loyang, pisau,

dan oven (Hemmert). Alat yang digunakan untuk analisa antara lain beaker glass

(Herma) ukuran 100 ml; 250 ml; 500 ml, gelas ukur ukuran 100 ml, erlenmeyer

250 ml (Pyrex), pipet ukur 10 ml (Iwaki), tabung reaksi (Iwaki), cawan aluminium,

oven, pH meter, labu ukur, plat tetes, pipet ukur, pipet mikro, spatel, aluminium

foil, desikator, corong pisah, seperangkat alat spektrofotometer UV–Vis.(Rayleigh

7200).

3.2.3.2 Pembuatan Bubur

Pada tahap ini dimulai dengan pembuatan bubur lobak. Diagram alir

pembuatan bubur lobak dapat dilihat pada Gambar 3.1. langkah-langkah yang

dapat dilakukan pada proses pembuatan bubur adalah sebagai berikut:

 Proses pembuatan bubur lobak

1. Lobak yang telah diambil dari kebun dicuci hingga bersih

2. kupas kulit tipis yang ada pada umbi lobak

3. Umbi lobak ditimbang sebanyak 250 gram

4. Potong bahan hingga berbentuk kecil agar mudah untuk dihancurkan

5. Masukkan bahan ke dalam blender


33

6. Tambahkan 50 ml air dan blender hingga halus

7. Tuangkan bubur halus kedalam beaker glass

8. Ukur volume bubur tersebut untuk penentuan jumlah maltodekstrin dan

tween 80 yang akan ditambahkan

Lobak
Putih

Dibersihkan

Ditimbang 250 g

Dipotong

Air 50 ml Diblender

Dituangkan dalam
beaker glass

Bubur Lobak

Gambar 3.1. Diagram Alir Pembuatan Bubur lobak

3.2.3.3 Pembuatan Serbuk

Lobak yang telah dibuat bubur selanjutnya dikeringkan dengan metode

Foam Mat Drying. Pada proses ini, terdapat penambahan bahan pengisi (Filler)

dan bahan pembusa. Bahan pengisi yang digunakan adalah maltodekstrin,

sedangkan bahan pembusa yang digunakan adalah Tween 80. Proses ini

dioptimasi dengan metode Response Surface Methodology dengan rancangan


34

komposit terpusat (CCD) factorial 2 2. Terdapat dua faktor dalam penelitian ini

yaitu suhu pengeringan (X1) yaitu 50° C, 60° C dan 70° C, serta rasio

maltodekstrin (X2) yaitu 6%, 8% dan 10%. Diagram alir pembuatan serbuk lobak

dapat dilihat pada Gambar 3.2. langkah-langkah yang dapat dilakukan pada

proses pembuatan serbuk adalah sebagai berikut:

1. Bubur lobak terbaik dicampur dengan bahan pengemulsi Tween 80 0,7%

v/v dan dihomogenisasi dengan mixer.

2. Penambahan bahan pengisi maltodekstrin dengan variasi konsentrasi 6%,

8%, dan 10% b/v kemudian diaduk dengan dengan mixer.

3. Bubur lobak kemudian dituangkan pada loyang yang telah dilapisi plastik

petromax agar tidak lengket dengan ketebalan 2 mm.

4. Loyang yang berisi bubur lobak dimasukkan kedalam pengering kabinet.

Pengeringan berlangsung dengan variasi suhu 50° C, 60° C, dan 70° C

selama 8 jam.

5. Bubur lobak yang telah kering kemudian dikeluarkan dari pengering

kabinet dan diblender.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini menggunakan populasi seluruh lobak yang

ada pada kebun Bapak Sugeng yang ada di kebun lobak di Desa Sumber Gondo

Kecamatan Bumiaji Batu. Sampel pada penelitian ini adalah lobak yang sudah

berumur 3 bulan dan siap untuk dipanen. Pemilihan sampel dipilih secara acak

pada lobak yang berumur 3 bulan yang tidak busuk dan tidak cacat.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

3.4.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang terkait langsung dengan topik proses
35

Bubur Lobak (345 g)

Dihomogenisasi
Tween 0,7% v/b dengan mixer

Maltodekstrin 6, 8, Dikocok
dan 10 % b/b dengan mixer

Dituangkan pada Loyang


ukuran 40 x 40 cm

Dikeringkan dengan
pengering kabinet suhu 50,
60 dan 70° C selama 8 jam

lobak kering

Diblender

Ditimbang

Serbuk Lobak

Analisa Total Fenol,


Aktifitas antioksidan
dan rendemen

Serbuk Lobak
Terbaik

Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Serbuk Lobak


36

pembuatan serbuk lobak yang akan dibahas. Data primer meliputi rendemen,

total fenol, dan aktivitas antioksidan yang ada pada serbuk lobak. Data primer

dapat diperoleh dengan cara sebagai berikut:

A. Uji Rendemen (AOAC (2000) dalam Maulida (2005))

Rendemen ekstrak dihitung berdasarkan perbandingan berat akhir (berat

ekstrak yang dihasilkan) dengan berat awal (berat biomassa sel yang digunakan)

dikalikan 100%. Prosedur pengujian rendemen untuk uji rendemen penelitian

dilakukan dengan cara menimbang pure atau bubur anti asam urat, kemudian

dikeringkan dan menjadi bubuk. Setelah itu ditimbang kembali.

B. Pengukuran Kandungan Fenol Total (BPOM, 2008)

Pengukuran kandungan fenol total digunakan untuk mengetahui jumlah

fenol yang ada ;pada setiap perlakuan. Pengukurannya pada bubuk dilakukan

dengan pereaksi Folin- Ciocalteu. Standar yang digunakan adalah asam galat.

Metode ini dilakukan tiga langkah, yaitu penetapan waktu optimum dan panjang

gelombang maksimum asam galat; pembuatan kurva kalibrasi standar asam

galat: dan pengukuran serapan sampel. Sebelum dilakukan penetapan kadar

fenol total, dilakukan terlebih dahulu pembuatan larutan Na2CO3 7,5% b/v yang

akan digunakan.

1. Pembuatan Larutan Na2CO3 7,5% b/v

Larutan Na2CO3 7,5% b/v dibuat dengan cara pelarutan 7,5 gram

Na2CO3 ke dalarn 100 ml aquades bebas CO2.

2. Penetapan Waktu Optimum dan Panjang Gelombang Maksimum Asam

Galat.

Terlebih dahulu dibuat larutan induk asam galat dengan konsentrasi

100 ppm. Larutan induk asam galat tersebut diambil 1,0 ml dengan pipet

volume dan dirnasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml. Kedalam labu ukur
37

10,0 ml tersebut ditambahkan 500 µl pereaksi Folin-Ciocalteu, lalu dikocok

hingga homogen selama 1 menit. Sebelurn menit ke-8, ditambahkan 4,0 ml

Na2CO3 7,5% b/v, dikocok selama 1 menit dan ditambahkan aquades dan

dikocok hingga homogen. Selanjutnya dilakukan pengukuran dengan

spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 800 hingga 400

nm untuk penentuan panjang gelombang maksimum dan dilakukan setiap

15 menit hingga menit ke 150 untuk penentuan waktu optimum.

3. Pembuatan Kurva Kalibrasi

Larutan induk asam galat 100 ppm yang telah dibuat sebelumnya,

diambil dengan pipet volume masing-masing 1,0 ml: 1,5 ml; 2,0 ml; 2,5 ml;

3,0 ml; 3,5 ml; 4,0 ml: dan 4,5 ml. Kemudian masing-masing dimasukkan

ke dalam labu ukur 10,0 ml. Kedalam labu ukur 10,0 ml tersebut masing-

masing ditarnbahkan 500 µl pereaksi Folin-Ciocalteu, lalu dikocok hingga

homogen selama 1 menit. Sebelum menit ke-8, masing-masing labu ukur

ditambahkan 4,0 ml Na2CO3 7,5% b/v dikocok selama 1 menit dan

ditambahkan aquades dan dikocok hingga homogen. Selanjutnya dilakukan

pengukuran dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang

gelombang rnaksimum dan pada waktu optimum yang telah didapat dari

langkah sebelumnya.

4. Pengukuran Serapan Sampel

Dibuat 100 ppm larutan ekstrak. Larutan ekstrak tersebut diambil

1,0 ml dengan pipet volume dan kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur

10,0 ml. Kedalam labu ukur 10,0 ml tersebut ditambahkan 500 µl pereaksi

Folin-Ciocalteu, lalu dikocok hingga homogen selama 1 menit. Sebelum

menit kedelapan, ditambahkan 4,0 ml Na2CO3 7,5% b/v dikocok selama 1

menit dan ditarnbahkan aquades dan dikocok hingga homogen.


38

Selanjutnya dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer pada panjang

gelombang maksimum dan waktu optimum untuk pengukuran asam galat.

Hasil pengukuran ini dinyatakan sebagai berat setara dengan asam galat

tiap berat ekstrak.

C. Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode Peredaman Radikal DPPH

1. Pembuatan Larutan DPPH (1,1 -difenil-2-pikril hidrazil)

Larutan baku DPPH dibuat dengan cara penimbangan lebih kurang

5.0 mg DPPH di atas kertas perkamen yang telah ditara. Kemudian DPPH

yang telah ditimbang dirnasukkan ke dalam labu ukur 50,0 ml lalu DPPH

tersebut dilarutkan dengan metanol teknis yang telah didestilasi dan

dicukupkan volumenya hingga batas labu ukur sehingga diperoleh larutan

DPPH dengan konsentrasi 100 ppm. Labu ukur kemudian dilindungi

dengan kertas aluminium dan disimpan pada suhu 4°C dalam lemari

pendingin. Larutan baku ini harus selalu dibuat baru setiap hari ketika akan

dilakukan pengujian.

2. Penetapan Panjang Gelombang Serapan Maksimum DPPH (Okawa, 2001)

Dipipet sebanyak 3,8 mL larutan DPPH 50 μM dan ditambahkan 0,2

mL metanol. Setelah dibiarkan selama 30 menit di tempat gelap, serapan

larutan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang

500 – 700 nm.

3. Penetapan Serapan Kontrol (Okawa, 2001)

Dipipet larutan DPPH 50 μM sebanyak 3,8 mL dan ditambahkan

aquades 0,2 mL. Diukur serapan dengan spektrofotometer UV-Vis.

4. Pemeriksaan Aktivitas Antioksidan (Hanani, 2005; Okawa, 2001)

Ditimbang bubuk sebanyak 100 mg, kemudian dilarutkan dengan

aquades sampai 100 mL dalam labu ukur maka didapatkan konsentrasi 1


39

mg/mL. Dari larutan induk, dilakukan pengenceran dengan ditambahkan

aquades dengan perbandingan yang telah ditetapkan, sehingga diperoleh

sampel dengan konsentrasi (100, 150, 200, 250, 300 μg/mL). Untuk

penentuan aktivitas antioksidan masing-masing konsentrasi dipipet

sebanyak 0,2 mL larutan sampel dengan pipet mikro dan masukan ke

dalam vial, kemudian ditambahkan 3,8 mL larutan DPPH 50 μM. Campuran

dihomogenkan dan dibiarkan selama 30 menit di tempat gelap, absorbansi

diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang

maksimum.

5. Pengolahan Data

Aktivitas antioksidan sampel ditentukan oleh besarnya hambatan

serapan radikal DPPH dengan perhitungan persentase inhibisi serapan

DPPH dengan rumus :

Serapan kontol - Serapan sampel


% Inhibisi = x 100 %
Serapan kontrol

Keterangan:

 Serapan kontrol : Serapan radikal DPPH 50 μM pada panjang

gelombang 508 nm.

 Serapan sampel : Serapan dalam radikal DPPH 50 μM pada panjang

gelombang 508 nm

Nilai IC50 masing-masing konsentrasi sampel dihitung dengan

rumus persamaan regresi linier.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder didapatkan melalui studi literatur atau kajian pustaka

tentang proses pembuatan serbuk dengan metode foam mat drying dari buku,

jurnal, laporan ilmiah, dan lain sebagainya.


40

3.5 Uji Validitas

Pengujian kevalidan dari model persamaan yang diusulkan, dilakukan

dengan verifikasi. Verifikasi dilakukan dengan cara ulangan proses pembubukan

dengan parameter optimum. Jika nilai rata-rata dari kadar fenol total dan aktifitas

antiokasidan dari serbuk lobak berada di dalam rentang yang sesuai dengan

model persamaan regresi, maka model tersebut dinyatakan valid.

3.6 Lokasi Penelitian

Laboratorium Teknologi Agrokimia, dan Laboratorium Kewirausahaan

Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas

Brawijaya Malang. Tempat penelitian tersebut dipilih oleh penulis karena pada

laboratorium tersebut terdapat alat-alat yang dapat digunakan sebagai

pendukung penelitian yang akan dilakukan. Selain itu, tempat tersebut juga

terdapat dalam kampus sehingga dapat memudahkan penulis dalam melakukan

bimbingan kepada Dosen.

3.7 Analisis Data

Pengaruh masing-masing variabel optimasi produksi serbuk lobak diteliti

dengan RSM menggunakan software Design-Expert® versi 7.0. Pada prinsipnya,

uji statistika yang dilakukan berdasarkan kepada analisis ANOVA. Taraf

signifikan yang dipilih adalah 5 % (α = 0,05). Nilai p (p-value) dari masing-masing

faktor dan interaksi antar faktor akan dihitung oleh Software Jika nilainya lebih

kecil daripada α, maka pengaruh dari faktor tersebut adalah signifikan. Masing-

masing respons, dianalisis oleh software untuk didapatkan proses optimal sesuai

dengan kriteria yang dibuat. Pada penelitian ini kriteria optimal serbuk adalah

yang dihasilkan serbuk lobak dengan kadar fenol total dan aktivitas antiokasidan

maksimum. Urutan tingkat kepentingan (importance) yang perlu dipenuhi oleh

proses yang optimal adalah kadar fenol total dan aktifitas antioksidan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kadar Air, Aktivitas Antioksidan dan Total Fenol pada lobak

Indentifikasi kadar air, aktivitas antioksidan, dan total fenol dilakukan pada

bahan yang baik agar tidak terjadi kerusakan sebelum perlakuan yang disajikan

pada Tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1. Analisis kadar air, Aktivitas Antioksidan dan Total Fenol pada
lobak.
Komponen Jumlah
Kadar Air (% b/v) 94,74 ± 0,407
Aktivitas Antioksidan (100 37.078
mg/ml)
Total Fenol (%) 7.647

Hasil analisis bahan baku lobak diatas, diperoleh hasil kadar air sebanyak

94,74% b/v. jika dibandingkan dengan penelitian Kumakura et al. (2017), masih

lebih rendah yaitu sebesar 95%. Sedangkan berdasarkan kadar air yang

didapatkan oleh BORȘ et al. (2015), masih lebih tinggi yaitu sebesar 94.12%. Hal

ini diduga karena dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal dari lobak itu

sendiri. Berdasarkan Puspasari (2012), bahwa rongga pada bahan akan semakin

luas disebabkan oleh pengembangan struktur bahan akibatnya kandungan air

dapat berubah. Cepat atau tidaknya suatu bahan pangan mengalami kerusakan,

biasanya sangat dipengaruhi oleh kandungan air yang terdapat pada bahan

pangan tersebut. Semakin tinggi kandungan airnya, semakin cepat mengalami

kerusakan (Antarlina, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan aktivitas antioksidan lobak putih

sebesar 37.078 (100 mg/ml). Nilai tersebut mash lebih tinggi jika dibandingkan

41
42

dengan hasil penelitian Kim et al. (2016), yaitu sebesar 26 (100 mg/ml). Jika

dibandingkan hasil penelitian Zhou et al. (2018) nilai yang diperoleh masih lebih

tinggi yaitu sebesar 34 (100 mg/ml). Kandungan senyawa antioksidan diketahui

mampu menurunkan kadar asam urat dalam darah dengan berperan sebagai

peredam (scavenger) radikal bebas (Giancarlo et al., 2010).

Beberapa penelitian sebelumnya telah dilaporkan pada total senyawa

fenolik lobak. Berdasarkan penilitan Tsouvaltzis dan Brecht (2014) bahwa total

fenol dalam lobak sebesar 24% yang lebih tinggi dari nilai yang diperoleh yaitu

sebesar 7,647 %. Sedangkan menurut penelitian Pushkala et al. (2013),

didapatkan nilai total fenol sebesar 12,2%. Nilai tersebut juga masih lebih tinggi

dari nilai yang diperoleh. Perbedaan nilai-nilai tersebut diduga dipengaruhi oleh

beberapa faktor diantaranya adalah kemodiversitas intraspesifik, pemuliaan

tanaman, ontogenetik, penanganan pasca panen, faktor biotik dan abiotik lainnya

(Bruni dan Sacchetti, 2009). Menurut Alfianti (2012), bahwa kandungan fenolik

dan flavonoid yang tinggi memiliki aktivitas antioksidan penangkapan radikal

yang tinggi juga.

4.2. Analisis Respon

Pada penelitian ini digunakan program design expert 7.0.0 (Trial version)

untuk pengolahan data statistik. Hasil respon total fenol, aktivitas antioksidan,

dan rendemen dari rancangan komposit pusat disajikan pada Tabel 4.2. Nilai

kisaran total fenol serbuk terendah yang diperoleh yakni sekitar 6.01%

sedangkan nilai tertinggi sebesar 7.88%. Jika dibandingkan dengan penilitian

Adiyaman et al, (2016), yaitu didapatkan total fenol sebesar 10.71%. Nilai total

fenol yang diperoleh masih lebih rendah. Sedangkan berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Baenasa et al, (2017), didapatkan nilai total fenol sebesar

1.28 %. Nilai tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai total
43

fenol yang diperoleh. Jadi nilai total fenol lobak termasuk ke dalam kategori yang

sedang. Selain itu, nilai kisaran aktivitas antiokasidan serbuk terendah yang di-

Tabel 4.2. Hasil respon total fenol, aktivitas antioksidan, dan rendemen

Kode Aktual Respon


Std Run X1 X2 Suhu Maltodekstrin Fenol Aktifitas Rendemen
°C % b/b Antioksidan
1 10 -1 -1 50.00 6.00 7.41 35.98 8.05
2 11 1 -1 70.00 6.00 6.83 31.78 7.35
3 12 -1 1 50.00 10.00 7.22 31.35 7.85
4 13 1 1 70.00 10.00 6.71 30.79 7.65
5 4 -1.41 0 45.86 8.00 6.42 31.15 7.5
6 6 1.41 0 74.14 8.00 6.01 30.99 6.87
7 3 0 -1.41 60.00 5.17 7.88 38.45 7.56
8 2 0 1.41 60.00 10.83 7.4 34.2 9.25
9 9 0 0 60.00 8.00 7.52 36.69 8.7
10 8 0 0 60.00 8.00 7.57 37.07 8.47
11 1 0 0 60.00 8.00 7.64 36.77 8.73
12 5 0 0 60.00 8.00 7.67 38.03 9.08
13 7 0 0 60.00 8.00 7.75 37.35 9.25

peroleh yakni sekitar 30,79 sedangkan nilai tertinggi sebesar 38,45 (100 mg/ml).

Jika dibandingkan dengan penilitian Ghasemzadeh et al, (2012), yaitu

didapatkan aktivitas antioksidan sebesar 47.33 (100 mg/ml). Nilai aktivitas

antioksidan yang diperoleh masih lebih rendah. Sedangkan berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Adiyaman et al, (2016), didapatkan nilai aktivitas

antioksidan sebesar 20.66 (100 mg/ml). Nilai tersebut masih lebih rendah jika

dibandingkan dengan nilai yang diperoleh. Jadi nilai aktivitas antioksidan lobak

termasuk ke dalam kategori yang sedang.

Pada Tabel 4.2 terdapat perbedaan untuk masing-masing nilai total fenol

dan aktivitas antioksidan. Perbedaan nilai tersebut disebabkan karena

kandungan total fenol dan aktivitas antioksidan dapat meningkat atau turun

setelah pengeringan, tergantung pada jenis lobak dan sistem produksi yang

digunakan (konvensional atau organik) (Lutz et aI., 2015). Peningkatan suhu

dapat berpengaruh terhadap respon total fenol maupun aktivitas antioksidan.

Pada respon total fenol, suhu yang meningkat dapat menurunkan jumlah total
44

fenol pada lobak. Suhu diatas 60 °C dapat meningkatkan stres generasi spesies

oksigen reaktif (ROS) dan dihasilkan energi eksitasi yang berlebihan sehingga

terjadi stres oksidatif akibatnya kandungan total fenol menjadi turun (Heyno et al.,

2011). Pada respon aktivitas antioksidan, penurunan aktivitas antioksidan akan

semakin besar jika suhu yang digunakan pada saat membuat serbuk semakin

tinggi. Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada senyawa

antioksidan sehingga nilai aktivitas antioksidan pada serbuk akan semakin turun

(Galani et al, 2017).

4.2.1 Total Fenol

Fenol adalah salah satu komponen kimia tumbuhan yang bermanfaat

sangat besar baik bagi tumbuhan itu sendiri maupun bagi manusia. Senyawa

fenol dapat mencegah oksidasi 20 kali lebih kuat dibandingkan dengan vitamin E

(Kusmiyati et al, 2015). Ciri-ciri yang dimiliki senyawa fenol adalah cincin

aromatic dan adanya satu atau dua penyulih hidroksil. Senyawa fenol lebih

cenderung larut dalam air, karena senyawa ini biasanya berikatan dengan gula.

Tabel 4.3 Anova Total Fenol (Design Expert 7.1.5)

Sum of p-value
Source df Mean Square F Value
Squares Prob > F
Model 3.78 5 0.76 49.13 < 0.0001 significant
A-Suhu 0.35 1 0.35 22.63 0.0021
B-Maltodextrin 0.12 1 0.12 7.94 0.0259
AB 1.225E-003 1 1.225E-003 0.080 0.7861
A2 3.20 1 3.20 208.13 < 0.0001
B2 7.924E-003 1 7.924E-003 0.51 0.4964
Residual 0.11 7 0.015
Lack of Fit 0.076 3 0.025 3.19 0.1461 not significant
Pure Error 0.032 4 7.950E-003
Cor Total 3.89 12

Pada respon total fenol, model prediksi yang digunakan adalah quadratic.

Taraf signifikansi yang digunakan pada pengujian ANOVA adalah 5%. Hasil yang
45

didapatkan adalah model yang direkomendasikan tersebut signifikan (p<0.05).

Nilai tersebut harus signifikan karena digunakan untuk mendeskripsikan data

respon sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang didapat cocok digunakan

untuk memprediksikan kondisi proses pengeringan yang menghasilkan total fenol

yang optimum (Ratnawati et al., 2018). Nilai lack of fit pada model harus tidak

signifikan (p>0.05). Nilai lack of fit yang tidak signifikan menunjukkan bahwa

model kuadratik sangat sesuai untuk menduga variabel respon (Hadiyanto dan

Suttrisnorhadi, 2016). Persamaan matematis digunakan untuk mengekspresikan

variabel respon sebagai fungsi dari variabel-variabel independen (Vuong et aI.,

2011). Persamaan matematik untuk respon total fenol adalah sebagai berikut:

2 2
Total Fenol (%) = 7.63 - 0.21* A - 0.12*B + 0.018*A*B - 0.68*(A ) + 0.034*(B )

Keterangan:

A * Suhu

B * Maltodekstrin

Berdasarkan persamaan matematik tersebut dapat dilihat bahwa respon

total fenol serbuk akan turun seiring dengan peningkatan suhu dan konsentrasi

maltodekstrin, hal ini ditandai dengan nilai konstanta yang bernilai negative. Hasil

dari ANOVA dapat dilihat bahwa pengaruh yang signifikan terhadap respon total

fenol (α=0.05) diberikan oleh interaksi antara faktor.

Hasil lack of fits test pada total fenol didapatkan nilai quadratic dengan

sum of square 0,076 nilai derajat bebas (df) 3; nilai mean square 0,025; F value

sebesar 3,19, dan nilai p-value sebesar 0,1461. Pada source linier, nilai yang

dimiliki sum of square adalah 3.39; nilai derajat kebebasan (df) 6; nilai mean

square 0.56; nilai F value 71.03 dan nilai p-value sebesar 0.0005. Nilai standar

deviasi dari hasil model summary statistics pada source linier adalah 0.58; nilai R
46

squared 0.1210; nilai adjusted R squared -0.0548; nilai predicted R squared -

0.7225; dan nilai press 6.70.

Nilai R2 untuk model respon total fenol sebesar 0.9723. Berdasarkan nilai

tersebut, berarti pengaruh faktor suhu dan konsentrasi maltodekstrin terhadap

respon total fenol serbuk sebesar 97.23 %, sedangkan sisanya sebesar 2.77 %

dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model. Nilai predicted

R-squared yang dihasilkan sebesar 0.8483, yang berarti bahwa data yang

diprediksikan sebesar 84.83 % sedangkan nilai adjusted R-squared sebesar

0.9525, yang berarti terdapat korelasi dan data actual untuk respon total fenol

yang tercakup ke dalam model sebesar 95.25 %. Korelasi positif, yaitu apabila

nilai x besar maka diikuti dengan nilai y yang besar pula. Nilai adjusted R-

squared didukung oleh Nilai predicted R-squared karena selisih keduanya lebih

kecil dari 0.2. Adequate precision untuk respon total fenol adalah 22.478 yang

berkaitan dengan besarnya sinyal terhadap noise ratio. Sinyal yang baik ditunjuk-

Design-Expert® Software

Total Fenol
Design points above predicted value
Design points below predicted value
7.88
7.9
nol
T o t a l F e (%)

6.01
7.575
X1 = A: Suhu
X2 = B: Maltodextrin
7.25

6.925

6.6

10.00

9.00
70.00
8.00 65.00

B: Maltodextrin 7.00
60.00

55.00
(% b/b)
6.00 50.00 A: Suhu (°C)

Gambar 4.1. Respon total fenol serbuk berdasarkan suhu dan konsentrasi

maltodekstrin.
47

kan oleh nilai adequate precision yang lebih besar dari 4 sehingga model ini

dapat digunakan sebagai pedoman design space dan sebagai syarat model yang

baik dalam prediksi (Kurnia, 2013).

Respon total fenol secara visual dapat dilihat pada Gambar 4.1, Warna-

warna yang berbeda pada grafik ditunjukkan untuk nilai respon yang berbeda-

beda pada setiap kombinasi antar komponen faktor. Nilai total fenol yang rendah

ditunjukkan oleh garis terluar pada kontur dan area yang berwarna hijau

sedangkan nilai total fenol yang tinggi ditunjukkan oleh area yang bewarna

merah. Semakin dalam garis, diartikan nilai respon semakin tinggi. Respon

optimal pada kontur plot ditandai dengan titik (node) berwarna merah. Dari hasil

analisis lebih lanjut, faktor yang kecenderungannya terhadap perubahan nilai

total fenol paling besar yaitu faktor suhu. Semakin tinggi suhu maka, penurunan

total fenol akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena panas akhirnya terjadi

peningkatan stres generasi spesies oksigen reaktif (ROS) dan dihasilkan energi

eksitasi yang berlebihan sehingga terjadi stres oksidatif yang disebabkan oleh

suhu tinggi. Total fenol akan turun dengan adanya stress oksidatif ini (Heyno et

al., 2011). Hal ini sesuai dengan penelitian Khaleghnezhad et al, (2019), bahwa

kandungan senyawa fenolik tertinggi terdapat pada suhu yang rendah (15 °C).

Dalam kondisi panas, ROS dapat terakumulasi, yang mengarah ke stres oksidatif

dan sebagai akibatnya kerusakan komponen seluler, seperti protein, fenol, dan

sebagainya.

4.2.2 Aktivitas Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang penting karena berfungsi sebagai

penangkap radikal bebas. sehingga kesehatan tubuh dapat terjaga. Proses

oksidasi dapat ditunda, diperlambat, dan dicegah oleh senyawa antioksidan


48

(Harnani et al. 2005). Pada serbuk, komponen fenolik maupun vitamin C dapat

berpengaruh terhadap nilai aktivitas antioksidan.

Tabel 4.4 Anova Antioksidan (Design Expert 7.1.5)


Sum of Mean F p-value
Source df
Squares Square Value Prob > F
Model 102.56 5 20.51 21.27 0.0004 significant
A-Suhu 3.11 1 3.11 3.22 0.1157
B- 16.91 1 16.91 17.54 0.0041
Maltodextrin
AB 3.31 1 3.31 3.44 0.1062
A2 78.61 1 78.61 81.54 < 0.0001
B2 3.75 1 3.75 3.89 0.0892
Residual 6.75 7 0.96
Lack of Fit 5.58 3 1.86 6.35 0.0531 not significant
Pure Error 1.17 4 0.29
Cor Total 109.31 12

Pada respon aktivitas antioksidan, model prediksi yang digunakan adalah

quadratic. Taraf signifikansi yang digunakan pada pengujian ANOVA adalah 5%.

Hasil yang didapatkan adalah model yang direkomendasikan tersebut signifikan

(p<0.05). Nilai tersebut harus signifikan karena digunakan untuk

mendeskripsikan data respon sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang

didapat cocok digunakan untuk memprediksikan kondisi proses pengeringan

yang menghasilkan aktivitas antioksidan yang optimum (Ratnawati et al., 2018).

Nilai lack of fit pada model harus tidak signifikan (p>0.05). Nilai lack of fit yang

tidak signifikan menunjukkan bahwa model kuadratik sangat sesuai untuk

menduga variabel respon (Hadiyanto dan Suttrisnorhadi, 2016). Persamaan

matematis digunakan untuk mengekspresikan variabel respon sebagai fungsi

dari variabel-variabel independen (Vuong et aI., 2011). Persamaan matematik

untuk respon aktivitas antioksidan adalah sebagai berikut:

2
Aktivitas Antioksidan (mg/ml) = 37.18 - 0.62*A - 1.45*B + 0.91*A*B - 3.36*(A )

2
+ 0.73*(B )
49

Keterangan:

A * Suhu

B * Maltodekstrin

Berdasarkan persamaan matematik tersebut dapat dilihat bahwa respon

aktivitas antioksidan serbuk akan turun seiring dengan peningkatan suhu dan

konsentrasi maltodekstrin, hal ini ditandai dengan nilai konstanta yang bernilai

negative. Hasil dari ANOVA dapat dilihat bahwa pengaruh yang signifikan

terhadap respon aktivitas antioksidan (α=0.05) diberikan oleh interaksi antara

faktor.

Hasil lack of fits test pada aktivitas antioksidan didapatkan nilai quadratic

dengan sum of square 5,58; nilai derajat bebas (df) 3; nilai mean square 1,86; F

value sebesar 6.35; dan nilai p-value sebesar 0,0531. Pada source linier, nilai

yang dimiliki sum of square adalah 88,12; nilai derajat kebebasan (df) 6; nilai

mean square 14,69; nilai F value 50,14 dan nilai p-value sebesar 0,0010. Nilai

standar deviasi dari hasil model summary statistics pada source linier adalah

2,99; nilai R squared 0,1831; nilai adjusted R squared 0,0197; nilai predicted R

squared -0,4917; dan nilai press 163,05.

Nilai R2 untuk model respon aktivitas antioksidan sebesar 0.9383.

Berdasarkan nilai tersebut, berarti pengaruh faktor suhu dan konsentrasi

maltodekstrin terhadap respon aktivitas antioksidan serbuk sebesar 93.83 %,

sedangkan sisanya sebesar 6.17 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak

dimasukkan dalam model. Nilai predicted R-squared yang dihasilkan sebesar

0.6204, yang berarti bahwa data yang diprediksikan sebesar 62.04 % sedangkan

nilai adjusted R-squared sebesar 0.8942, yang berarti terdapat korelasi dan data

actual untuk respon aktivitas antioksidan yang tercakup ke dalam model sebesar

89.42 %. Korelasi positif, yaitu apabila nilai x besar maka diikuti dengan nilai y

yang besar pula. Nilai adjusted R-squared didukung oleh Nilai predicted R-
50

squared karena selisih keduanya lebih kecil dari 0.2. Adequate precision untuk

respon aktivitas antioksidan adalah 12.281 yang berkaitan dengan besarnya

sinyal terhadap noise ratio. Sinyal yang baik ditunjukkan oleh nilai adequate

precision yang lebih besar dari 4 sehingga model ini dapat digunakan sebagai

pedoman design space dan sebagai syarat model yang baik dalam prediksi

(Kurnia, 2013).

n-Expert® Software

tas Antioksidan
k s i d a) n

sign points above predicted value


sign points below predicted value
A k t i v i t a s A n t i o (mg/ml

.45

.79 38.1

A: Suhu 36.25
B: Maltodextrin
34.4

32.55

30.7

10.00
70.00
9.00
65.00
8.00
60.00

B: Maltodextrin 7.00 55.00


A: Suhu (°C)
(% b/b) 6.00 50.00

Gambar 4.2 Respon aktivitas antioksidan serbuk buah berdasarkan suhu

dan konsentrasi maltodekstrin

Respon aktivitas antioksidan secara visual dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Warna-warna yang berbeda pada grafik ditunjukkan untuk nilai respon yang

berbeda-beda pada setiap kombinasi antar komponen faktor. Nilai aktivitas

antioksidan yang rendah ditunjukkan oleh garis terluar pada kontur dan area

yang berwarna biru sedangkan nilai aktivitas antioksidan yang tinggi ditunjukkan

oleh area yang bewarna merah. Semakin dalam garis, diartikan nilai respon
51

semakin tinggi. Respon optimal pada kontur plot ditandai dengan titik (node)

berwarna merah. Kandungan antioksidan yang terdapat pada serbuk buah dapat

dijadikan sebagai salah satu produk minuman fungsional yang dapat berfungsi

bagi kesehatan. Namun, jumlah minimum antioksidan yang harus dikonsumsi

tubuh sebagai minuman fungsional belum diatur dan belum ada penelitian lebih

lanjut terkait hal tersebut. Pola konsumsi, perbedaan usia, proses metabolisme,

dan pola kesehatan individu yang berbeda-beda dalam pembentukan radikal

bebas dalam tubuh diduga sebagai penyebab kendala dalam penentuan dosis

antioksidan. Dari hasil analisis lebih lanjut, faktor yang kecenderungannya

terhadap perubahan nilai aktivitas antioksidan paling besar yaitu faktor suhu.

Semakin tinggi suhu maka, penurunan aktivitas antioksidan akan semakin besar.

Hal ini dikarenakan selama pengolahannya melalui tahap pemanasan suhu

tinggi, sehingga kandungan antioksidan yang ada pada lobak juga semakin

sedikit (Galani et al, 2017).

4.2.3 Rendemen

Rendemen yang diperoleh dari hasil pembuatan serbuk berpengaruh

terhadap segi ekonomi suatu produk. Semakin besar rendemen, maka akan

semakin baik. Rendemen dapat diperoleh dengan cara perhitungan dari berat

serbuk setelah di blender perberat bubur sebelum dikeringkan. Nilai kisaran

rendemen yang diperoleh yakni sekitar 6,87-9.25%.

Pada respon rendemen, model prediksi yang digunakan adalah quadratic.

Taraf signifikansi yang digunakan pada pengujian ANOVA adalah 5%. Hasil yang

didapatkan adalah model yang direkomendasikan tersebut signifikan (p<0.05).

Nilai tersebut harus signifikan karena digunakan untuk mendeskripsikan data

respon sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang didapat cocok digunakan

untuk memprediksikan kondisi proses pengeringan yang menghasilkan rendem-


52

Tabel 4.5 Anova Rendemen (Design Expert 7.1.5)

Sum of Mean F p-value


Source df
Squares Square Value Prob > F
Model 6.36 5 1.27 8.40 0.0072 significant
A-Suhu 0.40 1 0.40 2.65 0.1476
B-Maltodextrin 0.78 1 0.78 5.12 0.0581
AB 0.063 1 0.063 0.41 0.5409
A2 5.00 1 5.00 33.05 0.0007
B2 0.39 1 0.39 2.60 0.1507
Residual 1.06 7 0.15
Lack of Fit 0.67 3 0.22 2.25 0.2246 not significant
Pure Error 0.39 4 0.099
Cor Total 7.42 12

men yang optimum (Ratnawati et al., 2018). Nilai lack of fit pada model harus

tidak signifikan (p>0.05). Nilai lack of fit yang tidak signifikan menunjukkan bahwa

model kuadratik sangat sesuai untuk menduga variabel respon (Hadiyanto dan

Suttrisnorhadi, 2016). Persamaan matematis digunakan untuk mengekspresikan

variabel respon sebagai fungsi dari variabel-variabel independen (Vuong et aI.,

2011). Persamaan matematik untuk respon rendemen adalah sebagai berikut:

2 2
Rendemen (%) = 8.85 - 0.22* A + 0.31*B + 0.13*A*B - 0.85*(A ) - 0.24*(B )

Keterangan:

A * Suhu

B * Maltodekstrin

Berdasarkan persamaan matematik tersebut dapat dilihat bahwa respon

rendemen serbuk akan bertambah seiring dengan peningkatan konsentrasi

maltodekstrin dan akan berkurang seiring dengan peningkatan suhu, hal ini

ditandai dengan nilai konstanta yang bernilai positif dan negatif. Hasil dari

ANOVA dapat dilihat bahwa pengaruh yang signifikan terhadap respon

rendemen (α=0.05) diberikan oleh interaksi antara faktor.

Hasil lack of fits test pada rendemen didapatkan nilai quadratic dengan

sum of square 0.67; nilai derajat bebas (df) 3; nilai mean square 0.22; F value
53

sebesar 2.25, dan nilai p-value sebesar 0.2246. Pada source linier, nilai yang

dimiliki sum of square adalah 5.85; nilai derajat kebebasan (df) 6; nilai mean

square 0.97; nilai F value 9.89 dan nilai p-value sebesar 0.0220. Nilai standar

deviasi dari hasil model summary statistics pada source linier adalah 0.79; nilai R

squared 0.1586; nilai adjusted R squared -0.0097; nilai predicted R squared -

0.4910; dan nilai press 11.06.

Nilai R2 untuk model respon rendemen sebesar 0.8571. Berdasarkan nilai

tersebut, berarti pengaruh faktor suhu dan konsentrasi maltodekstrin terhadap

respon rendemen serbuk sebesar 85.71 %, sedangkan sisanya sebesar 14.29 %

dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model. Nilai predicted

R-squared yang dihasilkan sebesar 0.2789, yang berarti bahwa data yang

diprediksikan sebesar 27.89 % sedangkan nilai adjusted R-squared sebesar

0.7551, yang berarti terdapat korelasi dan data actual untuk respon rendemen

yang tercakup ke dalam model sebesar 75.51 %. Korelasi positif, yaitu apabila

nilai x besar maka diikuti dengan nilai y yang besar pula. Nilai adjusted R-

squared didukung oleh Nilai predicted R-squared karena selisih keduanya lebih

kecil dari 0.2. Adequate precision untuk respon rendemen adalah 7.615 yang

berkaitan dengan besarnya sinyal terhadap noise ratio. Sinyal yang baik

ditunjukkan oleh nilai adequate precision yang lebih besar dari 4 sehingga model

ini dapat digunakan sebagai pedoman design space dan sebagai syarat model

yang baik dalam prediksi (Kurnia, 2013).

Respon rendemen secara visual dapat dilihat pada Gambar 4.3. Warna-

warna yang berbeda pada grafik ditunjukkan untuk nilai respon yang berbeda-

beda pada setiap kombinasi antar komponen faktor. Nilai rendemen yang rendah

ditunjukkan oleh garis terluar pada kontur dan area yang berwarna hijau sedang-
54

Design-Expert® Software

Rendemen
Design points above predicted value
Design points below predicted value
9.25
9.3

m en
6.87

R e n d e(%)
8.725
X1 = A: Suhu
X2 = B: Maltodextrin 8.15

7.575

10.00

9.00

70.00
8.00
65.00
B: Maltodextrin 60.00
7.00
55.00
(% b/b) 6.00 50.00
A: Suhu (°C)

Gambar 4.3. Respon rendemen serbuk buah berdasarkan suhu dan

konsentrasi maltodekstrin.

kan nilai rendemen yang tinggi ditunjukkan oleh area yang bewarna merah.

Semakin dalam garis, diartikan nilai respon semakin tinggi. Respon optimal pada

kontur plot ditandai dengan titik (node) berwarna merah. Dari hasil analisis lebih

lanjut, faktor yang kecenderungannya terhadap perubahan nilai rendemen paling

besar yaitu faktor maltodekstrin. Semakin banyak penambahan konsentrasi

maltodekstrin, maka peningkatan rendemen akan semakin besar. Hal ini

disebabkan karena terjadi peningkatan total padatan akibat penambahan

maltodekstrin sebagai bahan pengisi. Selain itu juga terjadi peningkatan volume

bahan, sehingga rendemen yang diperoleh juga semakin besar (Caparino et al,

2012).

4.3 Solusi Formula Optimal dan Verifikasi Hasil Formula Terpilih

Parameter respon yang digunakan dalam penentuan nilai optimal dalam

pembuatan formula serbuk lobak yang dibuat dengan metode pengeringan busa

(foam-mat drying) diantaranya adalah total fenol, aktivitas antioksidan, dan


55

rendemen. Formula optimal dengan nilai yang diinginkan dapat diperoleh dengan

optimasi. Kriteria penentuan formula optimal serbuk buah yang diinginkan yaitu

seperti yang disajikan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Kriteria penentuan formula optimal serbuk buah


Batas Batas
Nama Goal Importance
Bawah Atas
Suhu is in range 50 70 3
Maltodextrin is in range 6 10 3
Total Fenol maximize 6.01 7.88 3
Aktivitas Antioksidan maximize 30.79 38.45 3
Rendemen maximize 6.87 9.25 3

Respon total fenol dipilih karena terdapat banyak keunggulan pada

metode pengeringan busa, yaitu senyawa-senyawa fenolik yang hilang akibat

proses pengeringan pada produk dapat dicegah oleh metode tersebut karena

pengeringan dilakukan pada suhu lebih rendah, sehingga dapat dihasilkan

senyawa fenol dengan jumlah cukup baik. Oleh karena itu, nilai fungsional dari

produk dapat ditentukan oleh respon total fenol, sehingga nilai yang ditentukan

maximize dengan skala kepentingan 3.

Respon aktivitas antioksidan dipilih karena terdapat keunggulan metode

pengeringan busa, yaitu kehilangan senyawa-senyawa fenolik pada produk hasil

pengeringan dapat dicegah oleh metode pengeringan tersebut karena

pengeringan dilakukan pada suhu lebih rendah, sehingga dapat dihasilkan

senyawa antioksidan dengan jumlah cukup baik. Diharapkan senyawa

antioksidan yang berasal dari produk tersebut tetap stabil sampai dikonsumsi

sehingga radikal bebas dalam tubuh dapat dikurangi (Deng et al, 2019).

Pencegahan berbagai penyakit, seperti kardiovaskular, kanker, dan osteoporosis

dapat dilakukan dengan konsumsi antioksidan dalam jumlah yang cukup (Lobo et

al, 2010). Oleh karena itu, nilai fungsional dari produk dapat ditentukan oleh
56

respon aktivitas antioksidan, sehingga nilai yang ditentukan maximize dengan

skala kepentingan 3.

Respon rendemen dapat dipilih karena nilai ekonomis dan efektivitas

suatu proses produk atau bahan dapat ditentukan oleh parameter rendemen.

Perhitungan rendemen dilakukan dengan perbandingan presentase antara berat

akhir dengan berat awal proses. Besarnya rendemen dapat berpengaruh

terhadap semakin tingginya nilai ekonomis dan efektivitas produk tersebut

(Marques et al, 2014). Oleh karena itu, nilai ekonomis dari suatu produk dapat

ditentukan oleh respon rendemen, sehingga nilai yang ditentukan maximize

dengan skala kepentingan 3.

Tabel 4.7 Solusi formula optimal yang diperoleh dari hasil optimasi

No Suhu Maltodextrin Total Aktivitas Rendemen Desirability


Fenol Antioksidan
1 58.49 7.31 7.69389 37.6631 8.73042 0.86 Selected

Pada tabel tersebut dapat dilihat hasil pengolahan data untuk solusi

formula optimal serbuk. Berdasarkan hasil tersebut ditunjukkan bahwa nilai

Desirability yang dimiliki sebesar 0.86. Formula yang diperoleh dari aplikasi

Design Expert 7.1.5 adalah satu solusi. Komposisi formula tersebut yakni suhu

sebesar 58.49 °C, dan konsentrasi maltodekstrin sebesar 7.31 % b/b dengan nilai

desirability sebesar 0.86. Formula optimal yang terpilih diprediksikan dengan nilai

total fenol sebesar 7.69389, aktivitas antioksidan sebesar 37.6631 (100 mg/ml),

dan rendemen sebesar 8.73042 %.

Nilai desirability sangat dipengaruhi oleh kompleksitas komponen,

rentang komponen, jumlah komponen dan respon serta target yang ingin dicapai

untuk didapatkan formula optimal. Kompleksitas komponen digambarkan dari

persyaratan jumlah bahan baku yang dianggap penting dan berpengaruh

terhadap produk. Nilai desirability dipengaruhi oleh perbedaan selang yang


57

digunakan dalam masing-masing komponen. Semakin lebar selang, maka

semakin sulit didapatkan formula optimal dengan nilai desirability yang tinggi.

Rendahnya nilai desirability disebabkan karena semakin banyaknya komponen

dan respon sehingga keadaan optimal semakin sulit untuk dicapai. Formula

optimal dengan nilai desirability yang tinggi semakin sulit untuk diperoleh

disebabkan karena semakin besar tingkat importance dari suatu komponen atau

respon (Natabirwaa et al, 2018).

4.3.1 Verifikasi Kondisi Optimum Hasil Prediksi Model

Formula optimal serbuk buah terpilih selanjutnya diverifikasi untuk

diketahui apakah model yang disarankan oleh program Design Expert 7.1.5

dapat diprediksi untuk nilai respon dengan baik. Selain itu, tujuan dari verifikasi

ini adalah untuk pengujian keakuratan model dalam aplikasi kondisi empiris.

Verifikasi dilakukan dengan perbandingan hasil perlakuan yang terpilih

berdasarkan model terhadap optimalisasi seluruh respon (Total fenol, aktivitas

antioksidan, dan rendemen). Berdasarkan hasil verifikasi, diperoleh bahwa

formula terpilih nilai total fenol yang dimiliki sebesar 7.58 %, aktivitas antioksidan

sebesar 37.35 (100 mg/ml), dan rendemen sebesar 8.55 %. Nilai aktual hasil

pengukuran dan prediksi dapat dilihat pada Tabel 4.8

Tabel 4.8 Perbandingan nilai pengukuran respon aktual dengan nilai


prediksi serbuk buah terpilih
95% CI 95% PI
Response Prediction Verivication
low high low high
Total Fenol 7.69391 7.58 7.57 7.82 7.37 8.01
Aktivitas 37.6632 37.35 36.65 38.68 35.13 40.20
Antioksidan
Rendemen 8.73037 8.55 8.33 9.13 7.73 9.73

Ekspektasi rata-rata hasil pengukuran pada taraf signifikansi 5 % dapat

ditunjukkan oleh sebuah parameter yang disebut Confident Interval (CI).

Sedangkan ekspektasi hasil pengukuran respon berikutnya dengan kondisi sama


58

pada taraf signifikansi 5 % dirunjukkan oleh parameter yang disebut Prediction

Interval (PI) (Lins et al, 2015).

Pada tabel 4.8 dapat dilihat bahwa nilai verifikasi dari total fenol masih

lebih rendah jika dibandingkan dengan prediksi yang dihasilkan oleh software

namun masih dalam rentang nilai CI dan PI yaitu sebesar 7.58. Respon aktifitas

antioksidan juga menunjukkan nilai yang lebih rendah dari prediksi yang

diberikan software namun masih dalam kisaran nilai CI dan PI yaitu sebesar

37.35. Begitu juga dengan respon rendemen yang memiliki hasil verifikasi

dibawah nilai prediksi software dan juga masih berada dalam rentang nilai CI dan

PI yaitu sebesar 8.55.

Selisih antara hasil prediksi software dengan analisis diduga dipengaruhi

oleh penyimpanan bahan baku yang digunakan. Bahan baku (lobak) disimpan

dalam lemari pendingin, diduga saat penyimpanan terjadi perubahan komponen

bioaktif akibat suhu yang rendah. Selisih yang terjadi pada nilai penelitian

tersebut dapat dilihat tidak lebih dari 5%. Perbedaan nilai prediksi dan nilai

penelitian tidak lebih dari 5% mengindikasikan bahwa model tersebut cukup tepat

untuk proses (Wu et al., 2006). Hal ini dapat dikatakan bahwa hasil optimasi

dengan faktor suhu dan maltodekstrin pada pembuatan serbuk lobak tersebut

telah terverifikasi dan solusi design expert dapat diterima

4.4 Diagram Alir Proses Pembuatan Serbuk Terpilih

Pada proses pembuatan serbuk, lobak yang digunakan untuk satu kali

proses adalah 250 g. Langkah pertama yang dilakukan adalah pencucian dan

pengupasan. Pada proses pengupasan terjadi penghilangan kulit ari dari lobak

sehingga berat lobak setelah dikupas adalah sebesar 245 g karena terdapat

scrap sebesar 2% b/b (5 g). Alat yang digunakan pada proses yang pertama ini

adalah mesin pemotong. Langkah kedua adalah proses penghancuran. Pada


59

tahap ini ditambahkan air kurang lebih sekitar 50 ml agar prosesnya lebih mudah.

Lobak yang telah hancur (bubur lobak) beratnya bertambah yaitu sebesar 345 g.

Alat yang digunakan pada proses penghancuran adalah blender. Langkah ketiga

adalah proses pencampuran dengan Maltodekstrin. Pada tahap ini dibutuhkan

maltodekstrin sekitar 7.31% b/b (25.3 g) dari berat bubur sehingga berat akhir

pada proses ini adalah 370.3 g. Peralatan yang digunakan untuk proses

pencampuran adalah mixer.

Langkah keempat adalah proses pencampuran dengan Tween 80. Pada

tahap ini yang dibutuhkan sekitar 0.7% v/b (2.6 g) dari berat bubur sehingga

berat akhir pada proses ini adalah 372.9 g. Peralatan yang digunakan untuk

proses pencampuran adalah mixer. Tahap akhir dari proses pembuatan serbuk

ini adalah pengeringan. Alat yang digunakan pada proses tersebut adalah

pengering kabinet. Waktu yang dilakukan untuk proses pengeringan adalah 8

jam. Pada tahap akhir ini, berat awal yang dimiliki bubur adalah sebesar 372.9 g.

Setelah dilakukan proses pengeringan, berat akhir produk (serbuk) adalah

sebesar 32.55 g. Air yang hilang pada proses ini sebesar 91,27% v/b (340.35 g)

sehingga dapat dihitung bahwa rendemen pada proses pembuatan serbuk ini

adalah sebesar 8,73%.

4.5 Kapasitas Produksi Serbuk

Pada proses pembuatan serbuk ini, metode yang digunakan adalah Foam

Mat Drying yaitu, proses dimana suatu bahan cair atau setengah padat dijadikan

suatu busa yang stabil dengan dimasukkannya banyak volume udara atau gas

Iainnya dari bahan pembusa, yang bekerja sebagai foam inducer atau stabilizer.

Pada metode tersebut dibutuhkan alat berupa pengering untuk proses

pengeringan bahan. Alat pengering yang digunakan pada metode ini adalah

Cabinet Dryer. Cabinet Dryer adalah peralatan yang paling favorit digunakan un-
60

Aquades
50 ml
Lobak
250 g

BAK MESIN BLENDER


PENCUCIAN PEMOTONG

Tween 80
0,7%
Maltodekstrin
6, 8, 10%

Serbuk Lobak
32.55 g

50, 60, 70 °C MIXER


BLENDER
PENGERING
KABINET

Gambar 4.4 Diagram Alir Pembuatan Serbuk Lobak

tuk pengeringan buah.Pengering ini sederhana dalam struktur, biaya instalasi

rendah dan dapat digunakan di hampir semua kondisi lingkungan. Pada

pengering kabinet konvensional, udara panas biasanya dimasukkan di bawah

baki pertama (baki bawah) selanjutnya diteruskan kepada baki lain secara
61

normal. Oleh karena itu energi tertinggi diterima oleh buah yang terletak di

nampan bawah dan bisa lebih kering (Amanlou dan Zomorodian, 2010).

Pengering yang digunakan pada penelitian ini terdapat pada laboratorium

kewirausahaan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang.

Suhu maksimal yang dapat digunakan pada alat ini adalah 100 °C. Pada alat ini

terdapat tre (tempat peletakan loyang) sebanyak 10 baris. Perhitungan kapasitas

produksi serbuk lobak dengan alat ini dapat dilihat dibawah ini:

Berat awal bubur = 372.9 g

Berat Akhir bubur = 32.55 g (1 loyang ukuran 40 x 40 cm)

Rendemen = 8.73%

Pengering Cabinet:

1 Tre (3 loyang) = 3 x 32.55 g

= 97,65 g

Terdapat 10 Tre = 10 x 97,65 g

= 976,5 g

Jika dikapsulkan = 976,5 g : 0,5 g

= 1953 kapsul (1 x Produksi)

1 hari (2 x Produksi) = 2 x 1953

= 2906 kapsul

Pada perhitungan diatas, dapat dilihat bahwa berat awal bubur sebelum

dikeringkan adalah sebesar 372,9 g kemudian setelah dilakukan pengeringan

sebesar 32,55 g jadi rendemennya sebesar 8,73%. Hasil tersebut diperoleh dari

1 loyang yang berukuran 40 x 40 cm. Pada pengering kabinet yang digunakan

dalam proses pembuatan serbuk ini terdapat Tre (tempat peletakan Loyang).

Kapasitas 1 Tre adalah untuk 3 loyang, jadi berat serbuk yang diperoleh dari 1
62

Tre adalah 97,65 g. Jumlah Tre yang dimiliki dari pengering kabinet tersebut

adalah 10, sehingga total serbuk yang diperoleh dari pengering tersebut adalah

976,5 g. Jika serbuk dimasukkan kedalam kapsul dengan isi per kapsul ± 0,5 g,

maka akan didapatkan kapsul sebanyak 1953. Perhitungan tersebut untuk satu

kali produksi. Apabila dalam sehari terdapat dua kali produksi, maka kapsul yang

didapatkan sebanyak 2906 kapsul.

4.6 Laju Pengeringan

Pada suatu proses pengeringan, terdapat parameter laju pengeringan

yang dapat digunakan sebagai proses penggambaran cepat atau lambatnya

suatu proses pengeringan. Laju pengeringan (drying rate; kg/jam) adalah

penurunan kadar air bahan dalam satuan waktu. Selain itu, dapat diartikan

sebagai banyaknya air yang diuapkan tiap satuan waktu (Suntivarakorn et al.,

2010). Proses pengeringan pada bahan dimana udara panas dialirkan dapat

dianggap sutau proses adiabatis yaitu proses yang tidak terjadi penambahan

atau pengambilan panas (Asrianti et al., 2013). Hal ini berarti bahwa panas yang

dibutuhkan untuk penguapan air dari bahan hanya diberikan oleh udara

pengering tanpa tambahan energi dari luar. Ketika udara pengering menembus

bahan basah sebagian panas sensibel udara pengering diubah menjadi panas

laten sambil menghasilkan uap air. Penguapan massa air dari permukaan bahan

dapat dipercepat dengan adanya kenaikan suhu dalam proses pengeringan.

Data laju pengeringan rata-rata selama proses pengeringan serbuk lobak dapat

dilihat pada Tabel 4.9

Gambar 4.5 menunjukkan hubungan antara nilai kadar air dengan waktu

yang memiliki pola exponensial. Menurut Muhandri et al, (2015) bahwa laju

pengeringan atau laju penguapan air dalam berbagai penelitian tidak terjadi

secara linier, melainkan eksponensial. Hubungan kedua parameter tersebut


63

Tabel 4.9 Laju pengeringan rata-rata lobak

Laju Pengeringan
Waktu Massa (g) Kadar Air (%bb)
(%bb/menit)
0 372,9 80,625 0,0000
2 255,66 47,185 16,72
4 117,24 22,712 12,2365
6 62,06 9,615 6,5485
8 32,35 4,435 2,59

mempunyai persamaan y= 90,214e-0,37x, dengan nilai korelasi (R²) = 0,9938.

Pada fungsi tersebut, bilangan e atau dapat disebut bilangan euler merupakan

sebuah bilangan irasional yang bernilai 2,718. Nilai e-0,37x menunjukkan bahwa

kurva dibawah garis merah bernilai sebesar e-0,37x. Fungsi tersebut memiliki arti

100
90
80
70
Kadar Air (%bb)

60
50 Series1
40 Expon. (Series1)
30 y = 90,214e-0,37x
20 R² = 0,9938
10
0
0 2 4 6 8 10

Waktu (Jam)

Gambar 4.5. Kurva pengeringan (kadar air terhadap waktu) serbuk lobak

bahwa penurunan kadar air pada lobak akan terjadi sebesar 90,214 kali e-0,37x

tersebut. Jadi semakin tinggi nilai x pada persamaan tersebut, maka penurunan

kadar air pada lobak juga akan semakin besar.

Pada awalnya kadar air sebesar 80,625 kemudian turun berturut-turut

sebesar 47,185; 22,712; 9,615; hingga pada akhirnya sebesar 4,435 %. Nilai
64

regresi linear yang semakin mendekati 1 berarti bahwa kurva tersebut semakin

valid. Pratomo dan Astuti (2015) mengatakan bahwa analisis regresi adalah

cabang ilmu statistika yang mempelajari bentuk hubungan fungsional suatu

variable (variabel bebas/predictor) terhadap variabel lain (variabel respon).

Koefisien determinasi (R²) dapat digunakan untuk penentuan model yang valid

secara statistik dalam pemilihan model yang sesuai untuk menjelaskan proses

pengeringan pada berbagai kondisi pengeringan (Kuncoro, 2017). Pada Gambar

4.6 dapat dilihat bahwa diperoleh nilai koefisien determinasi untuk kurva waktu

dan kadar air sebasar 0,9938. Indicator yang digunakan dalam memilih model

yang paling sesuai adalah Nilai R² yang tinggi (Kongkiattisak dan

Songsermpong, 2012; Kaushal dan Sharma, 2013). Jadi kurva laju pengeringan

tersebut dapat digunakan sebagai model yang paling sesuai dalam menjelaskan

proses pengeringan karena nilai koefisien determinasi yang dimiliki tinggi.

Pengaruh lama waktu pengeringan terhadap kadar air serbuk ditunjukkan

dalam bentuk kurva pengeringan (Gambar 4.6). Penurunan kadar air terjadi

dengan cepat namun kemudian melambat seiring bertambahnya waktu

pengeringan. Penurunan kadar air terjadi dengan cepat namun kemudian

melambat seiring bertambahnya waktu pengeringan. Hal ini disebabkan karena

suhu pada pengeringan tahap akhir menjadi konstan sehingga massa menjadi

lebih kecil karena air telah banyak menguap. Oleh karena itu, penurunan kadar

air terus semakin lambat pada jalur suhu yang konstan (Li et al, 2010). Selain itu,

kadar air menurun akibat dari air yang diuapkan di permukaan bahan semakin

sedikit yang disebabkan oleh terjadinya perpindahan air dari dalam bahan ke

permukaan, sehingga laju pengeringan juga ikut melambat. (Thao dan

Noomhorm, 2011).
BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pada hasil analisis Indentifikasi bahan baku lobak, diperoleh hasil kadar

air sebanyak 94,74%, total padatan terlarut lobak didapatkan sebesar 3,27 ° Brix.,

dan hasil analisis rerata pH dari lobak adalah 6,18. Formula yang diperoleh dari

aplikasi Design Expert 7.1.5 adalah suhu sebesar 58.49 °C, dan konsentrasi

maltodekstrin sebesar 7.31 % dengan nilai desirability sebesar 0.86. dengan

Formula tersebut diprediksikan akan didapatkan nilai total fenol sebesar 7.693%,

aktivitas antioksidan sebesar 37.6631 mg/ml per 100 mg, dan rendemen sebesar

8.73042 %. Berdasarkan verifikasi formula terbaik, didapatkan nilai total fenol

sebesar 7.88 %. Pada neraca massa, berat awal yang dimiliki bubur adalah

sebesar 372.9 g. Setelah dilakukan proses pengeringan, berat akhir produk

(serbuk) adalah sebesar 32.55 g sehingga rendemen serbuk ini adalah sebesar

8,73%. Pada saat proses pengeringan, awalnya laju pengeringan sebesar 16,72

kemudian turun berturut-turut sebesar 12,2365; 6,5485 hingga pada akhirnya

sebesar 2,59. Total serbuk yang diperoleh dari 1 cabinet dryer adalah 976,5 g.

Jika serbuk dimasukkan kedalam kapsul dengan isi per kapsul ± 0,5 g, maka

akan didapatkan kapsul sebanyak 1953. Apabila dalam sehari terdapat dua kali

produksi (16 jam), maka kapsul yang didapatkan sebanyak 2906 kapsul.

5.2 Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut atau sebuah uji terhadap tikus

untuk membuktikan kinerja dari obat ini. Selain itu perlu adanya material handling

untuk menjamin bahan baku yang digunakan tepat.

65
DAFTAR PUSTAKA

[Bsn] Badan Standardisasi Nasional. 2008. Sni 3547.2.2008 Kembang Gula-

Bagian 2: Lunak. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Abbasi, Elnaz dan Mehran Azizpour. 2016. “Evaluation Of Physicochemical

Properties Of Foam Mat Dried Sour Cherry Powder”. In LWT - Food

Science and Technology 68: 105-110

Adi, Lukas Tersono. 2007. Sehat Berdasarkan Golongan Darah. Jakarta: PT

AgroMedia Pustaka.

Adiyaman, P., Hemalatha, G., Kanchana, S. and Parvathi, S. 2016.

“Determination of The Total Polyphenolic Content and Total Antioxidant

Capacity of Commonly Consumed Foods in Tamil Nadu“. I.J.S.N. 7(4):

782-785

Albrecht, E., Walden berger, M., Krumsiek, J., Evans, A.M., Jeratsch, U., Breier,

M., Adamski, M., Koenig, W., Zeilinger, S., Fuchs, C., Klopp, N., Theis,

F.J.,Wichmann, H.-E., Suhre,K., Illig,T., Strauch,K., Peters,A., Gieger,C.,

Kastenmüller,G., Doering, A., Meisinger, C., 2014. “Metabolite Profiling

Reveals New Insights Into The Regulation Of Serum Urate Inhumans”.

Metabolomics.10: 141–151.

Alfianti, U. 2012. Penentuan Aktivitas Antioksidan Pada Kangkung (Ipomea

Reptans Poir) yang Ditanam Secara Organik dan Konvensional. Skripsi,

Jurusan Kimia Fakultas Matematika MIPA Universitas Riau.

Aly, S. H. 2015. Emisi Transportasi: Kuantitas Emisi Berdasarkan Marni Model.

Penebar Plus. Jakarta.

66
67

Andreasen, A., Kasper Ronn Rasmussen, Matthias Mando. 2018. “Plant Wide Oil

and Gas Separation Plant Optimisation using Response Surface

Methodology”. In IFAC PapersOnLine 51(8): 178–184

Antarlina, Sri S. 2009. “Identifikasi Sifat Fisik dan Kimia Buah-buahan Lokal

Kalimantan”. Buletin Plasma Nutfah. 15(2): 80-90

Arslan, O., Erzengin, M., Sinan, S., & Ozensoy, O. 2004. “Purification of Mulberry

(Morus Alba L.) Polyphenol Oxidase by Affinity Chromatography and

Investigation of Its Kinetic and Electrophoretic Properties”. Food

Chemistry. 88(3): 479-484.

Asrianti, P., Ahmad Bey, Yopi Ilhamsyah. 2013. “Kajian beberapa karakteristik

siklon tropis (kasus topan Choi-wan dan Nida di lautan Pasifik Utara

bagian barat) Study of some tropical cyclones characteristics (case

Typhoon Choi-wan and Nida over Western North Pacific ocean)”. Depik.

2(3): 154-161.

Aswari, A. W. 2011. Rekayasa Proses Pengeringan Susu Bubuk dengan Metode

Foam Mat Drying (Kajian Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Bahan

Pengisi). Skripsi Sarjana. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas

Brawijaya. Malang

Ayu, D.C. 2014. “Pengaruh Suhu Blansing dan Lama Perendaman Terhadap

Sifat Fisik Kimia Tepung Kimpul (Xanthosoma Sagittifolium)”. Jurnal

Pangan dan Agroindustri. 2(2): 110-120

Azizpour, M., Mohebbat Mohebbi, Mohammad Hosein Haddad Khodaparast.

2016. “Effects Of Foam-Mat Drying Temperature On Physico-Chemical

and Microstructural Properties Of Shrimp Powder”. In Innovative Food

Science and Emerging Technologies 34: 122–126


68

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2008. Monografi

Ekstrak Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia.

Baenasa, N., Isabel Gomez Jodarb, Diego A. Morenoa, Cristina García Vigueraa,

Paula M. Periago. 2017. “Broccoli and Radish Sprouts are Safe and

Rich in Bioactive Phytochemicals”. Postharvest Biology and Technology.

127: 60–67

Bors, M. D., Cristina Anamaria S., Sonia S., Luminiţa V., Ovidiu M., Romina V,

Maria T. 2015. “Total Phenolic Content and Antioxidant Capacity of

Radish as Influenced by the Variety and Vegetative Stage”. Bulletin

UASVM Food Science and Technology. 72(1): 1-10

Bruni, R., dan Sacchetti, G. 2009. “Factors Affecting Polyphenol Biosynthesis in

Wild and Field Grown St. John’sWort (Hypericum perforatum L.

Hypericaceae/Guttiferae)”. Molecules. 14: 682–725.

Caparino, O.A. J. Tang, C.I. Nindo, S.S. Sablani, J.R. Powers, J.K. Fellman.

2012. “Effect of drying methods on the physical properties and micro-

structures of mango (Philippine ‘Carabao’ var.) powder”. J. Food Eng.

111: 135–148.

Chandrasekar, V., Gabriela, J. S., Kannan, K., & Sangamithra, A. 2015. “Effect

Of Foaming Agent Concentration and Drying Temperature On

Physiochemical and Antimicrobial Properties Of Foam Mat Dried

Powder”. Asian Journal of Dairy and Food Research. 34 (1): 39.

Chen, G., Tan, M. L., Li, K. K., Leung, P. C., & Ko, C. H. 2015. “Green Tea

Polyphenols Decreases Uric Acid Level Through Xanthine Oxidase and


69

Renal Urate Transporters In Hyperuricemic Mice”. Journal of

Ethnopharmacology. 175: 14–20.

Chiang, Ko-T., Chih-Chung Chou, Nun-Ming Liu. 2009. “Application Of Response

Surface Methodology In Describing The Thermal Performances Of A

Pin-Fin Heat Sink”. In International Journal of Thermal Sciences 48:

1196–1205

Dalimartha, S dan Felix A. 2011. Khasiat Buah dan Sayur. Depok: Penebar

Swadaya.

Dehghannya, J., Mahdi Pourahmad, Babak Ghanbarzadeha, Hossein Ghaffari.

2018. “Influence Of Foam Thickness On Production Of Lime Juice

Powder During Foam-Mat Drying: Experimental And Numerical

Investigation”. In Powder Technology 328: 470–484

Deng, S., Haibo R, He T, Bingxin Z, Xiaoyuan M, Liyang Z, Xu Z, Wei P,

Mingquan W, Enming Z, Xia L, Hai S. 2019. “Molecular Basis Of

Neurophysiological and Antioxidant Roles Of Szechuan Pepper”.

Biomedicine & Pharmacotherapy. 112. 108696: 1-7

Fadilah, Nitya Nurul. 2017. “Review Artikel: Aktivitas, Mekanisme Aksi, dan

Toksisitas Sidaguri (Sida Rhombifolia L.) Sebagai Antihiperurisemia”.

Farmaka. 15(2): 23-32.

Falade, K. O., Adeyanju, K. I., & Uzo-Peters, P. I. 2003. “Foam-Mat Drying Of

Cowpea (Vignaunguiculata) Using Glycerylmonostearate and Egg

Albumin As Foaming Agents”. Journal of European Food Research

Technology. 217: 486-491.

Fattah, M.H. 2016. Mukjizat Herbal dan Khasiatnya dalam Al-Qur’an. Jakarta

Timur: Mirqat.
70

Fernandes, R.V.B., Queiroz, F., Botrel, D.A., Rocha, V.V., Lima, C.F., Souza,

V.R., 2013. “Foam Mat Drying Of Tomato Pulp”. Biosci. J. 29 (4): 819–

825.

Fitriana, N., Rumayati, Nelvira S., Afghani J., Syaiful, Harliya. 2014. Formulasi

Serbuk Flavour Makanan dari Minyak Atsiri Tanaman Kesum

(Polygonum minus Huds) sebagai Penyedap Makanan. Jurnal Aplikasi

Teknologi Pangan. 3 (1): 12-15

Franco, T. S., Camila Augusto Perussello, Luciana de Souza Neves Ellendersen,

Maria Lucia Masson. 2015. “Foam Mat Drying Of Yacon Juice:

Experimental Analysis and Computer Simulation”. In Journal of Food

Engineering 158: 48–57

Franco, T. S., Perussello, C. A., Ellendersen, L. S. N., & Masson, M. L. 2015.

“Foam Mat Drying Of Yacon Juice: Experimental Analysis and Computer

Simulation”. Journal of Food Engineering. 158: 48–57.

Galani, Joseph H.Y., Pooja M. M., Avadh K. S., Nilesh J. P., Rajeshkumar R. A.,

and Jayant G. T. 2017. “Effect of Storage Temperature on Vitamin C,

Total Phenolics, UPLC Phenolic Acid Profile and Antioxidant Capacity of

Eleven Potato (Solanum tuberosum) Varieties”. Horticultural Plant

Journal. 3(2): 73–89.

Gawlik-Dziki, U., Szymanowska, U., & Baraniak, B. 2007. “Characterization of

Polyphenol Oxidase From Broccoli (Brassica Oleracea Var. Botrytis

Italica) Florets”. Food Chemistry. 105: 1047-1053.

George, J. Struthers, A.D. 2009. “Roleofurate, Xanthine Oxidase and The Effects

Of Allopurinol In Vascular Oxidative Stress”. Vasc. Health Risk Manag.

5: 265–272.
71

Ghasemzadeh, A., Maryam Azarifar, Omid Soroodi and Hawa Z. E. Jaafar. 2012.

“Flavonoid Compounds and Their Antioxidant Activity in Extract of Some

Tropical Plants”. Journal Of Medicinal Plants Research. 6(13): 2639-

2643

Giancarlo A, Kyung-Jin Y, Etsuo N, Robert MR. 2010. “Biomarkers for Antioxidant

Defense and Oxidative Damage: Principles and Practical Applications”.

USA: Blackwell:10-12.

Giusti, M.M., Wrolstad, R.E., 1996. “Characterization Of Red Radish

Anthocyanins”. J. Food Sci. 61: 322–326.

Goufo, P., & Trindade, H. 2014. “Rice Antioxidants: Phenolic Acids, Flavonoids,

Anthocyanins, Proanthocyanidins, Tocopherols, Tocotrienols, C-

Oryzanol, And Phytic Acid”. Food Science & Nutrition. 2: 75–104.

Gul, A., dan Tuba P. 2018. “Antioxidant Activities of Some Monofloral Honey

Types Produced Across Turkey”. Saudi Journal of Biological Sciences

25: 1056-1065

Hadiyanto H, dan Suttrisnorhadi, S. 2016. “Response Surface Optimization of

Ultrasound Assisted Extraction (Uae) of Phycocyanin From Micro Algae

Spirulina Platensis”. Emir J Food Agr. 28: 227-234.

Hanlon, P. R., & Barnes, D. M. 2011. “Phytochemical Composition and Biological

Activity Of 8 Varieties Of Radish (Raphanus Sativus L.) Sprouts and

Mature Taproots”. Journal of Food Science. 76: 185–192.

Haris, M. 2011. Penentuan Kadar Flavanoid Total dan Aktivitas Antioksidan Dari

Daun Dewa (Gynura pseudochina [Lour] DC) dengan spektrofotometer

UV-Visibel. Skripsi Sarjana, Fakultas Farmasi Universitas Anadalas,

Padang.
72

Harnani E, Mun’im A, Sekarini R. 2005. Identifikasi Senyawa Antioksidan dalam

Spons Callyspongia sp. dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu

Kefarmasian. 2(3): 127-133.

Harrison, R. 2002. “Structure and Function Of Xanthine Oxidoreductase: Where

Are We Now”. Free Radical Biology & Medicine. 33 (6): 774–797.

Heyno, E., Mary, V., Schopfer, P., Krieger-Liszkay, A., 2011. “Oxygen Activation

at The Plasma Membrane: Relation Between Superoxide and Hydroxyl

Radical Production By Isolated Membranes”. Planta. 234: 35–45.

Honda, S., Kawamoto,S., Tanaka,H., Kishida,H., Kitagawa,M., Nakai,Y., Abe,K.,

Hirata, D., 2014. “Administered Chrysan The Mum Flower Oil Attenuates

Hyperuricemia: Mechanism Of Action As Revealed By DNA Micro Array

Analysis”. Biosci. Biotechnol. Biochem. 78: 655–661.

Horbowicz, M., Kosson, R., Grzesiuk, A., & Debski, H. 2008. “Anthocyanins Of

Fruits and Vegetables – Their Occurrence, Analysis and Role In Human

Nutrition”. Vegetable Crops Research Bulletin. 68: 5–22.

Hou, C.W. ,Lee,Y.C., Hung,H.F., Fu,H.W., Jeng,K.C., 2012. “Longan Seed

Extract Reduces Hyperuricemia Via Modulating Urate Transporters and

Suppressing Xanthine Oxidase Activity”. Am.J.Chin.Med. 40: 979–991.

Husniati. 2009. “Studi Karakterisasi Sifat Fungsi Maltodekstrin dari Pati

Singkong”. Jurnal Riset Industri. 3(2): 133-138.

Jakubczyk, E., Gondek, E., & Tambor, K. 2011. “Characteristics Of Selected

Functional Properties Of Apple Powders Obtained By The Foam-Mat

Drying Method”. In Proceedings of the 11th International Congress on

Engineering and Food, Athens (pp. 1385-1386).


73

Jawad, A.H., Alkarkhi, A.F.M., Mubarak, N.S.A., 2015. “Photocatalytic

Decolorization Of Methylene Blue By An Immobilized Tio2 Film Under

Visible Light Irradiation: Optimization Using Response Surface

Methodology (RSM)”. In Desalin. Water Treat 56(1): 161-172.

Jusup, Lenny. 2010. Sehat & Bugar dengan Jus Buah dan Sayuran Tropis.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Juwita, Retno, Chairul Saleh, Saibun Sitorus. 2017. “Uji Aktivitas

Antihiperurisemia dari Daun Hijau Tanaman Pucuk Merah (Syzygium

Myrtifolium Walp.) Terhadap Mencit Jantan (Mus Musculus)”. Jurnal

Atomik. 2(1): 162-168.

Kadam, D. M., & Balasubramanian, S. 2011. “Foam Mat Drying Of Tomato

Juice”. Journal of Food Processing and Preservation. 35: 488-495.

Kadam, D. M., Wilson, R. A., & Kaur, S. 2010. “Determination Of Biochemical

Properties Of Foam-Mat Dried Mango Powder”. International Journal of

Food Science and Technology. 45: 1626-1632.

Kanade, S. R., Suhas, V. L., Chandra, N., & Gorda, L. R. 2007. “Functional

Interaction of Diphenols With Polyphenols Oxidase. Molecular

Determinants of Substrate/Inhibitor Specificity”. FEBS Journal. 274:

4177-4187.

Kandasamy, P., Varadharaju, N., Kalemullah, S., & Maladhi, D. 2014.

“Optimization Of Process Parameters For Foam-Mat Drying Of Papaya

Pulp”. Journal of Food Science and Technology. 51(10): 2526-2534.

Kaushal P, dan Sharma HK. 2013. “Convective Dehydration Kinetics of Noodles

Prepared From Taro (Colocasia esculenta), Rice (Oryza sativa) and


74

Pigeonpea (Cajanus cajan) Flours”. Agric Eng Int: CIGR J. 15: 202-

212.

Khaleghnezhada, V., Ali R. Y., Afshin T., Bahman F. 2019. “Interactive Effects of

Abscisic Acid and Temperature on Rosmarinic Acid, Total Phenolic

Compounds, Anthocyanin, Carotenoid and Flavonoid Content of

Dragonhead (Dracocephalum moldavica L.)”. Scientia Horticulturae 250:

302–309.

Kim, Jae K., Thanislas Bastin Baskar dan Sang Un Park. 2016. “Total Phenolic

and Flavonoid Contents and Antioxidant Activities of Two Raphanus

sativus L. cultivars (Cherry Belle and Valentine)”. Biosciences

Biotechnology Research Asia. 13(1): 31-36

Kim, K. H., Moon, E., Kim, S. Y., Choi, S. U., Lee, J. H., & Lee, K. R. 2014. “4-

Methylthiobutanyl Derivatives From The Seeds Of Raphanus Sativus

and Their Biological Evaluation On Anti-Inflammatory and Antitumor

Activities”. Journal of Ethnopharmacology. 151: 503–508.

Kongkiattisak P, dan Songsermpong S. 2012. “Effect of Temperature and

Velocity of Drying Air on Kinetics, Quality, and Energy Consumption in

Drying Process of Rice Noodles”. Kasetsart J Nat Sci 46: 603-619.

Kudra, T., & Ratti, C. 2008. “Process and Energy Optimization In Drying Of

Foamed Materials”. Transactions of the Tambov State Technical

University. 14(4): 812-819.

Kumakura, K., Ryo Kato, Taito Kobayashi, Akihiro Sekiguchi, Norihisa Kimura,

Hitoe Takahashi, Asaka Takahashi, Hiroki Matsuoka. 2017. “Nutritional

Content And Health Benefits Of Sun-Dried And Salt-Aged Radish

(Takuan-Zuke)”. Food Chemistry. 231: 33–41


75

Kuncoro, Adhityo. 2017. “Korelasi Penguasaan Kosakata dengan Keterampilan

Berbicara Siswa Dalam Bahasa Inggris”. Jurnal SAP. 1 (3): 302-311.

Kurnia YF. 2013. Optimasi Formula Yoghurt dari Susu Kambing dan Jamur

dengan Mixture Design dan Potensi Sifat Fungsionalnya. [Skripsi].

Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Kusmiyati, M., Yayat Sudaryat , Isti Agnia Lutfiah , Ardi Rustamsyah, dan Dadan

Rohdiana. 2015. “Aktivitas Antioksidan, Kadar Fenol Total, dan

Flavonoid Total Dalam Teh Hijau (Camellia Sinensis (L.) O. Kuntze) Asal

Tiga Perkebunan Jawa Barat”. Jurnal Penelitian Teh dan Kina. 18(2):

101-106.

Latchubugata, Chandra S., Raghu V. K., Kiran K. P., Usha V., Sreepriya V. 2018.

“Kinetics and optimization studies using ResponseSurface Methodology

in biodiesel production usingheterogeneous catalyst”. In Chemical

Engineering Research and Design 135: 129–139

Li, Z., Raghavan, G. S. V., & Orsat, V. 2010. “Optimal Power Control Strategies

In Microwave Drying”. Journal of Food Engineering. 99: 263-268.

Lins I. D., Droguett E. L., Moura M. D. C., et al. 2015. “Computing Confidence

and Prediction Intervals Of Industrial Equipment Degradation By

Bootstrapped Support Vector Regression”. Reliab Eng Syst Saf. 137:

120-8

Liu, Y., Murakami, N., Wang, L., Zhang, S., 2008. “Preparative Highperformance

Liquid Chromatography For The Purification Of Natural Acylated

Anthocyanins From Red Radish (Raphanus Sativus L.)”. J. Chromatogr.

Sci. 46: 743–746.


76

Lizotte DJ, Greiner R, Schuurmans D. 2012. “An Experimental Methodology For

Response Surface Optimization Methods”. In J Glob Optim 53(4): 699-

736.

Lobo, Francine A., Manuela Abreu Nascimento, Josiane Roberto Domingues,

Deborah Quintanilha Falcao, Dolores Hernanz, Francisco J. Heredia,

Katia Gomes de Lima Araujo. 2017. “Foam Mat Drying Of Tommy Atkins

Mango: Effects Of Air Temperature and Concentrations Of Soy Lecithin

And Carboxymethylcellulose On Phenolic Composition, Mangiferin, And

Antioxidant Capacity”. In Food Chemistry 221: 258–266

Lutz M, Hernandez J, Henriquez, C. 2015. “Fenolik Content and Antioxidant

Capacity in Fresh and Dry Fruits and Vegetables Grown in Chile”. CyTA

J Food. 13: 541-547.

Marques, G. R., Soraia V. B., Kamilla S. M., Regiane V. B. F, Evandro G. T. M.

2014. “Application Of Maltodextrin In Green Corn Extract Powder

Production”. Powder Technology. 263: 89–95

Mashkevich, Boris O. 2007. Drug Delivery Research Advances. New York: Nova

Science Publishers.

Matera, R., Gabbanini, S., De Nicola, G. R., Iori, R., Petrillo, G., & Valgimigli, L.

2012. “Identification and Analysis Of Isothiocyanates and New Acylated

Anthocyanins In The Juice Of Raphanus Sativus Cv. Sango Sprouts”.

Food Chemistry. 133: 563–572.

Matsufuji, H., Kido, H., Misawa, H., Yaguchi, J., Otsuki, T., Chino, M., Yamagata,

K., 2007. “Stability To Light, Heat, and Hydrogen Peroxide At Different

Ph Values and DPPH Radical Scavenging Activity Of Acylated


77

Anthocyanins From Red Radish Extract”. J. Agric. Food Chem. 55:

3692–3701.

Maulani, A. A., Adang F., Zainuddin. 2012. “Pembuatan Maltodekstrin dari Pati

Ubi Jalar (Ipomoea Batatas. Poir) Sebagai Bahan Tambahan Sediaan

Farmasi”. Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and

Technology. 1(1): 32-37.

McNally, Eugene J and Jayne E. Hastedt. 2008. Protein Formulation and

Delivery. Boca Raton: CRC Press.

Mei Ling dan Rabiha Sulaiman. 2018. “Development Of Beetroot (Beta Vulgaris)

Powder Using Foam Mat Drying”. In LWT - Food Science and

Technology 88: 80-86

Meng, Z.Q., Tang,Z.H., Yan,Y.X., Guo,C.R., Cao,L., Ding,G., Huang,W.Z.,

Wang,Z.Z., Wang,K.D., Xiao,W., Yang,Z.L., 2014. “Study On The Anti-

Gout Activity Of Chlorogenic Acid: Improvement On Hyperuricemia and

Gouty Inflammation”. Am. J. Chin.Med. 42: 1471–1483.

Muhandri, T., Rahmasari, G.N., Subarna, Hariyadi, P. 2015. “Model Laju

Pengeringan Spaghetti Jagung Menggunakan Tray Dryer”. J. Teknol.

dan Industri Pangan 26(2): 171-178.

Muthukumaran, A., Ratti, C., Raghavan, V.G.S., 2008. “Foam-Mat Freeze Drying

Of Egg White – Mathematical Modeling Part II: Freeze Drying and

Modeling”. Drying Technol. 26: 513–518.

Nasution A.R. dan Sumariyono., 2009. “Introduksi Reumatologi”, Dalam: Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. FKUI. Jakarta.

Natabirwa, H., Dorothy N., Mercy L., John H. 2018. “Muyonga.Optimization Of

Roba Extrusion Conditions and Bean Extrudate Properties Using


78

Response Surface Methodology and Multi-Response Desirability

Function”. LWT - Food Science and Technology. 96: 411–418

Noreen, Z and Muhammad Ashraf. 2009. “Changes In Antioxidant Enzymes and

Some Key Metabolites In Some Genetically Diverse Cultivars Of Radish

(Raphanus Sativus L.)”. Environmental and Experimental Botany. 67:

395–402

Okawa M, J Kinjo, T Nohara and M Ono. 2001. “Modification Method DPPH (2-2-

difenil-1-pikrilhidrazil) Radical Scavenging Activity Of Flavonoids

Obtained From Some Medicinal Plants”. Biol. Pharm. Bull. 24(10): 1202-

1205.

Ozyurek, M., Bektas_oglu, B., Guҫlu, K., & Apak, R. 2009. “Measurement Of

Xanthine Oxidase Inhibition Activity Of Phenolics And Flavonoids With A

Modified Cupric Reducing Antioxidant Capacity (CUPRAC) Method”.

Analytica Chimica Acta. 636: 42–50.

Patil, G., Madhusudhan, M. C., Ravindra Babu, B., & Raghavarao, K. S. 2009.

“Extraction, Dealcoholization and Concentration Of Anthocyanin From

Red Radish”. Chemical Engineering and Processing. 48: 364-369.

Pentury, M. H., Happy N., Nuddin H., Soemarno. 2013. “Karakterisasi

Maltodekstrin dari Pati Hipokotil Mangrove (Bruguiera gymnorrhiza)

Menggunakan Beberapa Metode Hidrolisis Enzim”. Indonesian Green

Technology Journal. 2(1): 53-60.

Perdani, C. G., Hasbi A. W. K., Sri K. 2017. Karakteristik Bubuk Lobak, Nanas

Madu dan Kemiri dengan Metode Pengeringan Foam Mat Drying. Jurnal

Teknologi dan Manajemen Agroindustri. 6(2): 103-111.


79

Pinheiro, G.R.C. 2008. “Diet Orientation on Gout Revisited”. Rev. Bras. Reum.

48: 157–161.

Pradana, S. W., Sri K., Ika A. 2014. Pembuatan Bubuk Susu Kacang Hijau

(Phaseolus Radiatus L.) Instan Menggunakan Metode Foam Mat Drying

(Kajian Konsentrasi Maltodekstrin Dan Tween 80). Skripsi Sarjana.

Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang

Pratama, R I. dan Putu R. A. 2016. “Pengaruh Konsumsi Kopi terhadap

Penurunan Kadar Asam Urat Darah”. Majority. 5(1): 96-101.

Pratomo, D. S. dan Astuti, E. Z. 2015. “Analisis Regresi dan Korelasi Antara

Pengunjung dan Pembeli terhadap Nominal Pembelian di Indomaret

Kedungmundu Semarang dengan Metode Kuadrat Terkecil”. CyberKU

Journal. Universitas Dian Nuswantoro.

Pushkala, R., Raghuram, P.K., Srividya, N. 2013. “Chitosan Based Powder

Coating Technique to Enhance Phytochemicals and Shelf Life Quality of

Radish Shreds”. Postharvest Biol. Tech. 86: 402–408.

Puspasari, F. M. 2012. Pemanfaatan Tepung Kimpul (Xanthosoma Sagittifolium)

Terfermentasi Sebagai Bahan Baku Pembuatan Beras Tiruan (Kajian

Proporsi Tepung Kimpul Terfermentasi : Tepung Mocaf). Skripsi.

Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang

Putra T.R., 2009. “Hiperurisemia”, Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.

Edisi 5. FKUI. Jakarta.

Puttongsiri, T., Choosakul, N., & Sakulwilaingam, D. 2012. “Moisture Content and

Physical Properties Of Instant Mashed Potato”. In International

Conference on Nutrition and Food Sciences 39: 92-95.


80

Rajkumar, P., Kailappan, R., Viswanathan, R., Raghavan and Ratti, C. 2007.

“Foam Mat Drying of Alphonso Mango Pulp”. Drying Technology. 25:

357-365.

Raka Putra T. 2007. Prevalensi Hiperurisemia Pada Suku Bali di Kecamatan

Ubud. Bali: In Press.

Rakanita, Yasinta, Hastuti L, Joni Tandi, Sri Mulyani. 2017. “Efektivitas

Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Daun Seledri (Eeds) Pada Tikus

Induksi Kalium Oksonat”. J. Trop. Pharm. Chem. 4(1): 1-6.

Rashid, Iskandar. 2007. Mudahnya Tanam Lobak Putih. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Ratnawati, S.E., N. Ekantari, R.W. Pradipta & B.L. Paramita. 2018. “Aplikasi

Response Surface Methodology (RSM) pada Optimasi Ekstraksi

Kalsium Tulang Lele”. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada. 20

(1): 41-48

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Owen, S.C., 2009, Handbook of Pharmaceutic

Excipients 6th Edition. London: Pharmaceutical Press and American

Pharmacist Association.

Rukmana, R. 2007. Bertanam Lobak. Yogyakarta: Kanisius.

Sang, S., Tian, S., Wang, H., Stark, R. E., Rosen, R. T., Yang, C. S., & Ho, C. T.

2003. “Chemical Studies Of The Antioxidant Mechanism Of Tea

Catechins: Radical Reaction Products Of Epicatechin With Peroxyl

Radicals”. Bioorganic & Medicinal Chemistry. 11: 3371–3378.

Sangamithra, A., Venkatachalam, S., John, S. G., & Kuppuswamy, K. 2015.

“Foam Mat Drying Of Food Materials: A Review”. Journal of Food

Processing and Preservation. 39(6): 3165-3174.


81

Sangthong, Sarita., Natthida Weerapreeyakul, Marko Lehtonen, Jukka

Leppanen, Jarkko Rautio. 2017. “High-Accuracy Mass Spectrometry For

Identification Of Sulphurcontaining Bioactive Constituents and

Flavonoids In Extracts Of Raphanus Sativus Var. Caudatus Alef (Thai

Rat-Tailed Radish)”. Journal of Functional Foods. 31: 237–247

Setyaningrum, Hesti. D dan Cahyo Saparinto. 2011. Panen Sayur Secara Rutin

Di Lahan Sempit. Depok: Penebar Swadaya.

Sharma, D., Kunwar D. Yadav, Sunil Kumar. 2018. “Biotransformation Of Flower

Waste Composting: Optimization Of Waste Combinations Using

Response Surface Methodology”. In Bioresource Technology 18: 1-37

Sni No 3457.2-2008. Kembang Gula Lunak. Departemen Perindustrian dan

Perdagangan.

Sukprakarn, Sutevee, Sunanta Juntakool, dan Rukui Huang. 2012. Panen dan

Menyimpan Benih Sayur-Sayuran. Tainan: AVRDC Publication.

Sulaiman, Nurul S., Rokiah Hashim, Mohd Hazim Mohamad Amini, Mohammed

Danish, Othman Sulaiman. 2018. “Optimization Of Activated Carbon

Preparation From Cassava Stem Using Response Surface Methodology

On Surface Area and Yield”. In Journal of Cleaner Production 198: 1422-

1430

Sunarjono, H. Dan Setiawan A. 2013. Jeruk Besar dan Pembudidayaan di Pot

dan di Kebun. Jakarta: Penerbit Swadaya.

Sunarjono, Hendro. 2013. Bertanam 36 Jenis Sayur. Depok: Penebar Swadaya.

Suntivarakorn, P., S. Satmarong, C. Benjapiyaporn and S. Theerakulpisut, 2010.

"Experimental study on Clothes Drying Using Waste Heat fron Split Type
82

Air Conditioner," International Journal of Aerospace and Mechanical

Engineering: 220-225

Supriati, Yati dan Ersi Herliana. 2010. Bertanam 15 Sayuran Organik Dalam Pot.

Depok: Penebar Swadaya.

Susanti, H. 2006. Penghambatan Aktifitas Xanthine Oxydase oleh Fraksi Butanol

Herba Suruhan (Piperomia pellucid (L.) H.B.R), Tesis Magister, Fakultas

Farmasi, Universitas Gadjah Mada.

Sutomo, Budi dan Hayyana Chen. 2015. Koleksi Resep Chinese Food. Jakarta:

PT Kawan Pustaka.

Tatsuzawa, F., Saito, N., Toki, K., Shinoda, K., Shigihara, A., Honda, T., 2010.

“Acylated Cyanidin 3-Sophoroside-5-Glucosides From The Purple Roots

Of Red Radish (Raphanus Sativus L.) ‘Benikanmi’”. J. Jpn. Soc. Hortic.

Sci. 79: 103–107.

Thao HM, dan Noomhorm A. 2011. “Modelling and Effects of Various Drying

Methods on Sweet Potato Starch Properties”. Walailak J Sci Technol 8:

139-158.

Thuwapanichayanan, R., Prachayawarakorn, S., & Soponronnarit, S. 2008.

“Drying Characteristics and Quality Of Banana Foam-Mat”. Journal of

Food Engineering: 86: 573–583.

Tsouvaltzis, P. dan Brecht, J.K. 2014. “Changes In Quality and Antioxidant

Enzyme Activities of Bunched and Topped Radish (Raphanus sativus L.)

Plants During Storage at 5 or 10°C”. J. Food Qual; 157–167.

V. Lobo, A. Patil, A. Phatak, N. Chandra. 2010. “Free Radicals, Antioxidants and

Functional Foods: Impact On Human Health”, Pharmacogn. Rev. 4 (8):

118–126.
83

Victor W.R., 2009. “Metabolisme Nukleotida Purin dan Pirimidin”, Dalam:

Biokimia Harper (Harper’s Illustrated Biochemistry). Edisi 27. Jakarta:

EGC.

Vitahealth. 2007. Asam Urat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Vuong QV, Golding JB, Nguyen MH, Roach PD. 2012. “Production Of

Caffeinated and Decaffei Nated Green Tea Catechin Powders From

Under Utilised Old Tea Leaves”. J Food Eng. 110: 1-8.

Wang, S., Yan, J., Wang, J., Chen, J., Zhang, T., Zhao, Y., & Xue, M. 2010.

“Synthesis Of Some 5-Phenylisoxazole-3-Carboxylic Acid Derivatives As

Potent Xanthine Oxidase Inhibitors”. European Journal of Medicinal

Chemistry. 45: 2663–2670.

Wang, X., Wang, C. P., Hu, Q. H., Lv, Y. Z., Zhang, X., OuYang, Z., & Kong, L.

D. 2010. “The Dual Actions Of Sanmiao Wan As A Hypouricemic Agent:

Down-Regulation Of Hepatic XOD And Renal Murat In Hyperuricemic

Mice”. Journal of Ethnopharmacology. 128: 107–115.

Widyastutil, T. E. W., & Srianta, I. 2011. “Development Of Functional Drink Based

On Foam-Mat Dried Papaya (Carica Papaya L.): Optimization Of Foam-

Mat Drying Process and Its Formulation”. International Journal of Food,

Nutrition and Public Health. 4(2): 167-176.

Winarto., W. P. 2006. Memanfaatkan Tanaman Sayur Untuk Mengatasi Aneka

Penyakit. Depok: PT Agromedia Pustaka.

Wirakusumah, Emma S. 2010. Cantik dan Awet Muda dengan Buah, Sayur dan

Herbal. Jakarta: Niaga Swadaya.


84

Wortmann RL. 2009. Gout and Hyperuricemia. In: Firestein GS, Budd RC, Harris

ED, Rudy S, Sergen JS, editors. Kelley’s Textbook of Rheumatology.

Philadelphia: 8thed. Saunders.

Wu, M, Sing H, Wang S., dan Xu S. 2006. “Optimizing condition for the

purification of linoleic acid from sunflower oil by urea complex

fractionation”. J Am Oil Chem 85: 677-684.

Xu, Haowen. 2007. Biobleaching Of Kraft Pulp With Recombinant Manganese

Peroxidase. A Dissertation Submitted In Partial Fulfilment Of The

Requirements For The Doctor of Philosophy Degree. New York: State

University of New York College of Environmental Science and Forestry

Syracuse.

Y. Amanlou, and A. Zomorodian. 2010. “Applying CFD For Designing A New Fruit

Cabinet Dryer”. Journal of Food Engineering. 101: 8–15

Yan, J., Zhang, G., Hu, Y., & Ma, Y. 2013. “Effect Of Luteolin On Xanthine

Oxidase: Inhibition Kinetics And Interaction Mechanism Merging With

Docking Simulation”. Food Chemistry. 141(4): 3766–3773.

Yoruk, R., & Marshall, M. R. 2003. “Physiochemical Properties and Function of

Plant Polyphenol Oxidase: A Review”. Journal of Food Biochemistry. 27:

361-422.

Zhang, Y., Tang, L., & Gonzalez, V. 2003. “Selected Isothiocyanates Rapidly

Induce Growth Inhibition Of Cancer Cells”. Molecular Cancer

Therapeutics. 2: 1045–1052.

Zheng, X. Z., Liu, C. H., & Zhou, H. 2011. “Optimization Of Parameters For

Microwaveassisted Foam-Mat Drying Of Blackcurrant Pulp”. Drying

Technology. 29: 230–238.


85

Zhou, Yuyang, Zhi-Yi Yang, Ren-Cheng Tang. 2018. “Facile and Green

Preparation of Bioactive and UV Protective Silk Materials Using The

Extract From Red Radish (Raphanus sativus L.) Through Adsorption

Technique”. Arabian Journal of Chemistry: 1-10.


LAMPIRAN

1. Annova Total Fenol (Design Expert 7.1.5)

Sum of p-value
Source df Mean Square F Value
Squares Prob > F
Model 3.78 5 0.76 49.13 < 0.0001 significant
A-Suhu 0.35 1 0.35 22.63 0.0021
B-Maltodextrin 0.12 1 0.12 7.94 0.0259

AB 1.225E-003 1 1.225E-003 0.080 0.7861


A2 3.20 1 3.20 208.13 < 0.0001

B2 7.924E-003 1 7.924E-003 0.51 0.4964


Residual 0.11 7 0.015
Lack of Fit 0.076 3 0.025 3.19 0.1461 not
significant
Pure Error 0.032 4 7.950E-003
Cor Total 3.89 12

Std. Dev. 0.12 R-Squared 0.9723


Mean 7.23 Adj R-Squared 0.9525
C.V. % 1.72 Pred R-Squared 0.8483
PRESS 0.59 Adeq Precision 22.478

Coefficient Standard 95% CI 95% CI


Factor Df VIF
Estimate Error Low High
Intercept 7.63 1 0.055 7.50 7.76
A-Suhu -0.21 1 0.044 -0.31 -0.10 1.00
B- -0.12 1 0.044 -0.23 -0.020 1.00
Maltodextrin
AB 0.018 1 0.062 -0.13 0.16 1.00
A2 -0.68 1 0.047 -0.79 -0.57 1.02
B2 0.034 1 0.047 -0.078 0.15 1.02

Final Equation in Terms of Coded Factors: Final Equation in Terms of Actual Factors:

Total Fenol = Total Fenol =


+7.63 -14.09822
- 0.21 *A +0.78663 * Suhu
- 0.12 *B -0.24930 * Maltodextrin
+0.018 *A*B +8.75000E-004 * Suhu * Maltodextrin
-0.68 * A2 -6.78750E-003 * Suhu2
+0.034 * B2 +8.43750E-003 * Maltodextrin2

87
88

Fit Summary (Design Expert 7.1.5


Sum of Mean p-value
Squares F Square Prob > F
Source df Value
Mean vs Total 680.13 1 680.13
Linear vs Mean 0.47 2 0.24 0.69 0.5247
2FI vs Linear 1.225E-003 1 1.225E- 3.225E- 0.9560
003 003
Quadratic vs 2FI 3.31 2 1.66 107.50 < 0.0001 Suggested
Cubic vs Quadratic 0.050 2 0.025 2.13 0.2147 Aliased
Residual 0.058 5 0.012
Total 684.02 13 52.62

Lack of Fit Tests


Sum of Mean p-value
Source Df F Value
Squares Square Prob > F
Linear 3.39 6 0.56 71.03 0.0005
2FI 3.39 5 0.68 85.20 0.0004
Quadratic 0.076 3 0.025 3.19 0.1461 Suggested
Cubic 0.026 1 0.026 3.33 0.1422 Aliased
Pure Error 0.032 4 7.950E-003

Model Summary Statistics

Std. Adjusted Predicted


Source R-Squared PRESS
Dev. R-Squared R-Squared

Linear 0.58 0.1210 -0.0548 -0.7225 6.70


2FI 0.62 0.1213 -0.1716 -0.8695 7.27
Quadratic 0.12 0.9723 0.9525 0.8483 0.59 Suggested
Cubic 0.11 0.9850 0.9641 0.5521 1.74 Aliased

2. Annova Antioksidan (Design Expert 7.1.5)


Sum of Mean F p-value
Source df
Squares Square Value Prob > F
Model 102.56 5 20.51 21.27 0.0004 significant
A-Suhu 3.11 1 3.11 3.22 0.1157
B- 16.91 1 16.91 17.54 0.0041
Maltodextrin
AB 3.31 1 3.31 3.44 0.1062
A2 78.61 1 78.61 81.54 < 0.0001
B2 3.75 1 3.75 3.89 0.0892
Residual 6.75 7 0.96
Lack of Fit 5.58 3 1.86 6.35 0.0531 not significant
Pure Error 1.17 4 0.29
Cor Total 109.31 12

Std. Dev. 0.98 R-Squared 0.9383


Mean 34.66 Adj R-Squared 0.8942
C.V. % 2.83 Pred R-Squared 0.6204
PRESS 41.49 Adeq Precision 12.281
89

Coefficient Standard 95% CI 95% CI


Factor df VIF
Estimate Error Low High
Intercept 37.18 1 0.44 36.14 38.22
A-Suhu -0.62 1 0.35 -1.44 0.20 1.00
B-Maltodextrin -1.45 1 0.35 -2.27 -0.63 1.00
AB 0.91 1 0.49 -0.25 2.07 1.00
A2 -3.36 1 0.37 -4.24 -2.48 1.02
B2 -0.73 1 0.37 -1.61 0.15 1.02

Final Equation in Terms of Coded Factors: Final Equation in Terms of Actual Factors:

Aktivitas Antioksidan = Aktivitas Antioksidan =


+37.18 -64.18759
-0.62 *A +3.60762 * Suhu
-1.45 *B -0.52040 * Maltodextrin
+0.91 *A*B +0.045500 * Suhu * Maltodextrin
-3.36 * A2 -0.033616 * Suhu2
-0.73 * B2 -0.18353 * Maltodextrin2

Fit Summary (Design Expert 7.1.5)


Source Sum of df Mean F p-value
Squares Square Value Prob > F
Mean vs Total 15618.49 1 15618.49
Linear vs Mean 20.02 2 10.01 1.12 0.3637
2FI vs Linear 3.31 1 3.31 0.35 0.5705
Quadratic vs 2FI 79.23 2 39.62 41.09 0.0001 Suggested
Cubic vs 2.59 2 1.29 1.56 0.2984 Aliased
Quadratic
Residual 4.16 5 0.83
Total 15727.80 13 1209.83

Lack of Fit Tests


Sum of Mean F p-value
Source df
Squares Square Value Prob > F
Linear 88.12 6 14.69 50.14 0.0010
2FI 84.81 5 16.96 57.91 0.0008
Quadratic 5.58 3 1.86 6.35 0.0531 Suggested
Cubic 2.99 1 2.99 10.20 0.0331 Aliased
Pure Error 1.17 4 0.29

Model Summary Statistics


Std. Adjusted Predicted
Source R-Squared PRESS
Dev. R-Squared R-Squared
Linear 2.99 0.1831 0.0197 -0.4917 163.05
2FI 3.09 0.2134 -0.0488 -1.0560 224.74
Quadratic 0.98 0.9383 0.8942 0.6204 41.49 Suggested
Cubic 0.91 0.9619 0.9086 -0.7668 193.13 Aliased
90

3. Annova Rendemen (Design Expert 7.1.5)


Sum of Mean F p-value
Source df
Squares Square Value Prob > F
Model 6.36 5 1.27 8.40 0.0072 significant
A-Suhu 0.40 1 0.40 2.65 0.1476
B-Maltodextrin 0.78 1 0.78 5.12 0.0581
AB 0.063 1 0.063 0.41 0.5409
A2 5.00 1 5.00 33.05 0.0007
B2 0.39 1 0.39 2.60 0.1507
Residual 1.06 7 0.15
Lack of Fit 0.67 3 0.22 2.25 0.2246 not significant
Pure Error 0.39 4 0.099
Cor Total 7.42 12

Std. Dev. 0.39 R-Squared 0.8571


Mean 8.18 Adj R-Squared 0.7551
C.V. % 4.76 Pred R-Squared 0.2789
PRESS 5.35 Adeq Precision 7.615

Coefficient Standard 95% CI 95% CI


Factor df VIF
Estimate Error Low High
Intercept 8.85 1 0.17 8.43 9.26
A-Suhu -0.22 1 0.14 -0.55 0.10 1.00
B-Maltodextrin 0.31 1 0.14 -0.014 0.64 1.00
AB 0.13 1 0.19 -0.33 0.58 1.00
A2 -0.85 1 0.15 -1.20 -0.50 1.02
B2 -0.24 1 0.15 -0.59 0.11 1.02

Final Equation in Terms of Coded Factors: Final Equation in Terms of Actual Factors:

Rendemen = Rendemen =
+8.85 -22.39179
-0.22 * A +0.94521 * Suhu
+0.31 * B +0.73263 * Maltodextrin
+0.13 * A * B +6.25000E-003 * Suhu * Maltodextrin
-0.85 * A2 -8.48000E-003 * Suhu2
-0.24 * B2 -0.059500 * Maltodextrin2

Fit Summary (Design Expert 7.1.5)


Sum of Mean F p-value
Source df
Squares Square Value Prob > F
Mean vs Total 869.37 1 869.37
Linear vs Mean 1.18 2 0.59 0.94 0.4217
2FI vs Linear 0.063 1 0.063 0.091 0.7697
Quadratic vs 2FI 5.12 2 2.56 16.91 0.0021 Suggested
Cubic vs Quadratic 0.66 2 0.33 4.06 0.0897 Aliased
Residual 0.40 5 0.081
Total 876.79 13 67.45
91

Lack of Fit Tests


Sum of Mean F p-value
Source df
Squares Square Value Prob > F
Linear 5.85 6 0.97 9.89 0.0220
2FI 5.78 5 1.16 11.74 0.0167
Quadratic 0.67 3 0.22 2.25 0.2246 Suggested
Cubic 9.800E-003 1 9.800E-003 0.099 0.7682 Aliased
Pure Error 0.39 4 0.099

Model Summary Statistics


Std. Adjusted Predicted
Source R-Squared PRESS
Dev. R-Squared R-Squared
Linear 0.79 0.1586 -0.0097 -0.4910 11.06
2FI 0.83 0.1670 -0.1106 -0.9954 14.80
Quadratic 0.39 0.8571 0.7551 0.2789 5.35 Suggested
Cubic 0.28 0.9455 0.8693 0.8324 1.24 Aliased

4. Neraca Massa Proses Pembuatan Serbuk Lobak

1. Proses Pengupasan

Lobak 250 g Lobak 245 g


Pengupasan

scrap 2 % b/b (5) g

Input Berat Output Berat


Lobak 250 g Lobak 245 g
Scrap 2 % 5g
Total 250 g Total 250 g

2. Penghancuran

Air (100 g)

Lobak 245 g Penghancuran Bubur Lobak 345 g

Input Berat Output Berat


Lobak 245 g Bubur Lobak 345 g
Air 100 g
Total 345 g Total 345 g
92

3. Pencampuran Maltodextrin

Maltodextrin 7.31% b/b (25.3 g)

Bubur Lobak 345 g Bubur Lobak 370.3 g


Pencampuran

Input Berat Output Berat


Bubur Lobak 345 g Bubur Lobak 370.3 g
Maltodextrin 7.31% 25.3 g
Total 370.3 g Total 370.3 g

4. Pencampuran Tween 80

Tween 80 0.7% v/b (2.6 g)

Bubur Lobak 370.3 g Bubur Lobak 372.9 g


Pencampuran

Input Berat Output Berat


Bubur Lobak 370.3 g Bubur Lobak 372.9 g
Tween 80 0.7% v/b 2.6 g
Total 372.9 g Total 372.9 g

5. Pengeringan

Bubur Lobak 372.9 g Serbuk Lobak 32.55 g


Pengeringan

Air yang hilang 91,27% v/b (340.35 g)

Input Berat Output Berat


Bubur Lobak 372.9 g Serbuk Lobak 32.55 g
Air yang hilang 340.35 g
91,27% v/b
Total 372.9 g Total 372.9 g

Anda mungkin juga menyukai