Etika Pemerintahan - Kelompok 1
Etika Pemerintahan - Kelompok 1
Tugas Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Pemerintahan
DOSEN PENGAMPU:
TRI ENDAH KARYA LESTIYANI, M.IP
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
KELAS : IP 4C
FAKULTAS SYARIAH
2024
ETIKA PEMERINTAHAN
A. PENDAHULUAN
1
2. Hubungan Keetikan Perilaku Aparatur Pemerintah dengan Good
Governance
Dari pandangan etika sebagai ilmu, pembinaan etika oleh pemerintah bagi
aparaturnya bukanlah imperatif hipotesis (kewajiban bersyarat) melainkan
imperatif kategoris (kewajiban tidak bersyarat), karena pada diri pemerintah ada
kewajiban untuk menunjukkan kinerja pemerintahan dalam menyejahterakan
rakyatnya melalui aparaturnya. Secara etis, pemerintah dituntut untuk
menunjukkan kinerja sampai tingkatan yang dapat diterima oleh rakyatnya. Kinerja
yang diharapkan bukan hanya mengenai kesejahteraan masyarakat secara fisik saja
tetapi juga nonfisik.
Hubungan keetikan antara negara yang diwakili pemerintah dan manusia
(warga negara) terutama nampak melalui perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia dan upaya-upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Hal ini sejalan
dengan maksud dibentuknya organisasi bagi dan oleh manusia sebagaimana
dikemukakan Davis dan Newstrom, organisasi ada untuk melayani manusia
ketimbang keberadaan manusia untuk melayani organisasi. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa secara etis semua kekuasaan negara yang dijalankan oleh
pemerintah pada dasarnya adalah untuk melayani manusia yang menjadi
penduduknya.
Pada gilirannya, citra pemerintah dapat berimplikasi pada legitimasinya.
Legitimasi berasal dari bahasa Latin lex yang berarti hukum dan padanannya
adalah kewenangan atau keabsahan. Legitimasi merupakan pengakuan dan
penerimaan masyarakat kepada pemimpin untuk memerintah, membuat dan
melaksanakan keputusan politik. Dari pandangan etika, legitimasi yang dimaksud
adalah legitimasi etis pemerintahan. Ciri-ciri pemerintahan yang memiliki
legitimasi etis menurut Max Weber, yaitu:
1) Penyesuaian persoalan-persoalan kekuasaan secara etis, dalam arti kata,
berdasarkan nilai-nilai moral dalam masyarakat.
2) Perilaku kekuasaan didasarkan pada landasan etika yang dihubungkan dengan
ajaran atau ideologi.
3) Setiap perbuatan dilakukan untuk umum dan tidak karena kepentingan tertentu
(vested interest).
2
B. ETIKA SEBAGAI PEGANGAN PEMERINTAHAN
1. Konsep Pemerintahan
3
3) Kekuasaan eksekutif (melaksanakan undang-undang) yang dipegang oleh
lembaga yang menjalankan tugas-tugas negara sehari-hari.
4
ekstrem, semua urusan pemerintahan (termasuk wewenangnya) dijalankan
pemerintah pusat. Daerah hanya berperan sebagai pelaksana saja. Pada saat
sekarang cara yang banyak digunakan adalah desentralisasi. Dengan cara ini,
wewenang/urusan pemerintahan dibagi-bagi oleh pemerintah pusat. Ada
wewenang/urusan yang tetap ditanganinya, dan ada yang diserahkan atau
ditugaskan pengurusannya kepada daerah.
2. Pegangan Pemerintah
5
5) Fatwa otoritas, yang bersumber dari keputusan lembaga otoritas (sosial), dan
apabila diabaikan akan berakibat pengenaan sanksi sosial dari pemegang
otoritas atau masyarakat pendukungnya.
6) Etiket, yang bersumber dari formalitas dan apabila diabaikan akan berakibat
pengenaan sanksi sosial dari masyarakat tertentu yang menyepakatinya.
7) Moral, yang bersumber dari norma sosial dan apabila diabaikan akan berakibat
pengenaan sanksi moral dari masyarakat.
8) Etika, yang bersumber dari kesadaran, free will, atau self commitment dan
apabila diabaikan akan berakibat pengenaan sanksi dari hati nurani diri sendiri,
seperti rasa malu, penyesalan, rasa bersalah, minta maaf, mohon ampun, tobat,
memberi tebusan, mempersembahkan korban, mengaku bersalah, mundur dari
jabatan, mengasingkan diri, atau bahkan bunuh diri.
Yang dimaksud dengan etika sebagai pegangan pemerintahan disini adalah
etika dalam artinya sebagai pedoman, acuan, dan ukuran praktis dalam
berperilaku dengan bentuknya yang rinci dan operasional, dalam hal ini adalah
asas-asas dan norma-norma etik yang dikemas di dalam berbagai aturan atau
kode etik. Misalnya, kode etik profesi, kode etik organisasi, tata-tertib, naskah
sumpah/janji pegawai, dan naskah sumpah/janji jabatan.
9) Hukum alam, yang bersumber dari pengetahuan atau pengalaman dan apabila
diabaikan akan berakibat pengenaan sanksi dari alam berupa bencana alam.
10) Teologik, yang bersumber dari kesadaran dan keyakinan, dan apabila diabaikan
akan berakibat pengenaan sanksi neraka atau azab dari Tuhan.
3. Konsep Etika
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno ethos. Dalam bentuk
tunggalnya berarti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan,
adat, ahlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Dalam bentuk jamaknya ta
etha, yang berarti adat kebiasaan.
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara dikenal antara lain etika
politik, etika pemerintahan, etika administrasi negara, etika bisnis, etika hukum,
etika peradilan, dan etika lingkungan. Etika-etika tersebut mengandung unsur
teoritik dan praktik. Unsur teoritiknya terlihat dari bahasan-bahasan konsepsional
6
secara filosofis dan atau teologik tentang perilaku baik-buruk dikaitkan dengan
kepentingan pada masing-masing segi kehidupan yang disebutkan tadi.
Kode etik adalah persetujuan bersama yang timbul dari para anggota itu
sendiri untuk lebih mengarahkan perkembangan mereka, sesuai dengan nilai-nilai
ideal yang diharapkan. Dorongan untuk mematuhi perintah atau kendali untuk
menjauhi larangan dalam kode etik, bukan dari sanksi fisik melainkan dari rasa
kemanusiaan, harga diri, martabat, dan nilai-nilai filosofis.
4. Nilai Etik
Secara etimologis (asal usul kata), kata ‘nilai’ berasal dari bahasa Latin
valere yang berarti berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, kuat. Secara
leksikografis (perkamusan), kata nilai mempunyai beberapa arti, yaitu 1) harga, 2)
harga uang), 3) angka kepandaian, 4) banyak sedikitnya isi, kadar, mutu 5) sifat-
sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.
Nilai etik berbeda dengan nilai-nilai lain dalam hal urgensinya untuk
direalisasikan dalam perilaku. Nilai etik ‘lebih mendesak dan serius’ untuk
direalisasikan ketimbang nilai-nilai lainnya. Jika tidak segera direalisasikan, maka
pada saat itu pula suara hatinya bereaksi negatif (kecewa). Sebaliknya jika
direalisasikan, maka saat itu pula suara hatinya bereaksi positif (puas).
5. Norma Etik
Istilah “norma” dalam bahasa Indonesia (Inggris: norm) berasal dari kata
yang sama dalam bahasa Latin norma Dalam bahasa Latin, kata norma mempunyai
dua arti, yaitu 1) siku-siku, dan 2) pedoman, ukuran, aturan, kaidah. Norma adalah
aturan yang ‘mengarahkan perbuatan’ manusia agar sesuai dengan nilai yang
dianut, dan ‘menjaganya’ agar nilai tersebut dapat terpelihara. Dengan fungsinya
sebagai pengarah dan penjaga nilai, maka norma itu dijadikan pedoman, acuan,
rujukan, standar, dan ukuran perbuatan (sikap yang nampak).
Dengan mengacu pada arti norma secara umum, maka yang dimaksud
dengan norma etik adalah aturan yang ‘mengarahkan perbuatan’ manusia agar
sesuai dengan nilai etik yang dianut, dan ‘menjaganya’ agar nilai etik tersebut dapat
terpelihara. Dengan kehadiran norma etik, nilai etik dapat dipaksakan untuk
7
diaktualisasikan (diwujudkan) dan dipelihara dalam sikap/perilaku/perbuatan
seseorang atau sekelompok orang.
C. ETIKA PEMERINTAHAN
8
7) Peraturan-peraturan lain (kementerian, daerah, unit kerja, dan kode etik
profesi);
8) Perintah/petunjuk atasan.
9
aparatur pemerintah dipengaruhi pihak luar dirinya, dalam hal ini berupa
karakteristik organisasi pemerintahan (struktur, kultur, proses, kepemimpinan,
wewenang, dan tanggungjawab).
10
kompetensi etik ialah kemampuan seseorang yang dihasilkan dari
perpaduan pengetahuan, sikap mental, dan keterampilan etiknya untuk melakukan
perbuatan yang bernilai baik secara moral.
fenomena keetikan perilaku aparatur pemerintah yang berragam. Kesatu,
ada aparatur pemerintah yang secara mental bersikap negatif untuk berperilaku etis.
Mereka cenderung berbuat semaunya. Tidak begitu peduli pada norma-norma etik
yang sepatutnya ditaati. Kedua, ada aparatur pemerintah yang bersikap mental 180
positif terhadap etika, tetapi kurang pengetahuan etiknya. Perilaku aparatur ini ini
lebih baik dari yang pertama. Mereka cenderung ingin berbuat etis dalam banyak
situasi, namun kurang rajin belajar etika sehingga pengetahuan tentang hal itu
sedikit. Ketiga, ada aparatur pemerintah yang memiliki pengetahuan etik dan
bersikap mental positif terhadap etika, tetapi kurang terampil dalam
mengaplikasikannya.
3. Pengetahuan Etik
Obyek etika adalah fenomena sosial yang berupa perilaku manusia dalam
pergaulan sosial (obyek materia). Sedangkan sisi atau segi yang dijadikan fokus
perhatiannya (obyek forma) adalah kualitas perilaku baik-buruk secara moral. Jadi,
pengetahuan tentang etika atau pengetahuan etik adalah pengetahuan tentang segi
baik-buruk secara moral perilaku manusia.
Dalam arti luas, pengetahuan etik meliputi pengetahuan etika sebagai
filsafat moral dan etika sebagai pegangan praktis. Sedangkan dalam arti sempit,
pengetahuan etik hanya menyangkut etika sebagai pegangan praktis. Dalam
konteks kompetensi etik aparatur pemerintah, pengetahuan etik yang dimaksud
adalah pengetahuan tentang etika dalam arti sempit, yakni pengetahuan etika yang
dapat dijadikan pegangan praktis untuk berperilaku etis di lingkungan masyarakat
tertentu.
11
Menurut Suseno, orang yang mempertajam dan memperdalam rasa-nya
selalu akan ‘mengerti’ bagaimana harus bertindak tepat dalam situasi tertentu. Ia
seakan-akan mempunyai insting etis
Pada sikap mental etik terdapat unsur, ciri dan sifat. Unsurnya yaitu
keyakinan dan kesadaran akan arti penting nilai/norma etik bagi kehidupan.
Cirinya, sikap mental etik lebih kuat terbentuk karena perasaan, motif dan
kehendak untuk bersikap etis-tidak etis. Sedangkan, sifatnya dapat berubah kuat
atau lemah tergantung pada pengetahuan, pengalaman, dan keyakinan/keimanan/
kepercayaannya.
5. Keterampilan Etik
Keterampilan, menunjukkan kemampuan gerakan motorik untuk
mengekspresiakan hasil perpaduan pengetahuan dan sikap mentalnya. Dalam etika,
keterampilan etik adalah kemampuan melakukan gerakan motorik yang bernilai
baik-buruk secara moral.
Keterampilan etik berhubungan dengan pengetahuan etik dan sikap mental
etik. Jika pengetahuan etik ibarat kemudinya, sikap mental etik ibarat motornya,
dan keterampilan etik ibarat rodanya. Pengetahuan etik mengarahkan keterampilan,
sedangkan sikap mental etik menetapkan kemauan untuk menunjukkan
keterampilan dalam tindakan etisnya.
12
4) manfaat bagi keadaan rumahtangganya. Bagi aparatur pemerintah yang
berkeluarga tentu akan merasa bahagia apabila rumah-tangganya tenteram,
nyaman, penuh kasih sayang dan selalu mendapat kucuran rahmat dari
Tuhannya.
5) manfaat bagi kehidupan sosial. Pembinaan Kompetensi Etik Aparatur
Pemerintah
13