Anda di halaman 1dari 5

TUGAS KELOMPOK VI

“MOTIVASI BELAJAR DALAM AL-QUR’AN”


Mata Kuliah : Hadist Tarbawy
Dosen Pengempu : Bapak Zainuddin Sahbana, M.Pd

Disusun Oleh:

Abdul Gafar (220116367)


Ahmad Syaipudin (220116374)
Hapijah (220116421)
Muhammad Rizkillah (220116404)
Marina (220116434)
Muammar (220116393)
Nadariah (220116444)
Nafisah (220116445)
Nor Ainah (220116447)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-JAMI


BANJARMASIN
-2023-
“Motivasi Belajar Dalam Al-Qur’an”

Motivasi dalam bahasa Arab artinya "‫( "تحفيز‬tahfeez). Secara istilah, motivasi dalam bahasa Arab
dapat diartikan sebagai "‫( "تحفيز نفسي‬tahfeez nafsi) yang berarti "penggerak diri" atau "pemicu
semangat".

Belajar dalam bahasa Arab artinya "‫( "تعلم‬ta'allum). Dalam istilah bahasa Arab, belajar dikenal
sebagai "‫( "التعلُّم‬al-ta'allum). Istilah ini mengacu pada proses memperoleh pengetahuan,
keterampilan, dan pemahaman melalui pengalaman, pendidikan, atau pelatihan. Dalam konteks
pendidikan, istilah ini merujuk pada aktivitas yang melibatkan penerimaan, pemprosesan, dan
pengendalian informasi untuk tujuan pembelajaran dan perkembangan intelektual.

Kalau diambil garis besarnya maka motivasi belajar adalah suatu proses yang muncul dari dalam
diri manusia yang ditandai dengan munculnya suatu perubahan tingkah laku terhadap suatu
tujuan yang ingin dicapai dalam belajar. Motivasi belajar timbul karena adanya faktor intrinsik
dan faktor eksterinsik.

Faktor intrinsik adalah berupa hasrat atau keinginan yang berhasil dicapai, dorongan kebutuhan
belajar, harapan, dan cita-cita. Sedangkan faktor eksterinsik adalah adanya penghargaan,
lingkungan belajar kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.

- BEBERAPA MOTIVASI BELAJAR DALAM AL-QUR’AN -

‫قُلْ هَلْ ي َس تَ ِوى َاْل ْٰعىْ َوال َب ِص ُرْي َافَ َ ْل تَتَ َفكَّ ُرون‬ (Surah Al-An’am Ayat 50)

“Katakanlah, apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?
Apakah kamu tidak memikirkan(-nya)?”

Dalam Kitab Tafsir Al Maraghi Jilid VIII karangan Ahmad Musthafa Al-Maraghi menyebutkan
Menurut pendapat At-Thobari yang meriwayatkan Qatadah bahwa yang dimaksud dengan orang
buta di ayat ini adalah orang kafir yang tidak melihat kebenaran Allah, serta kekuasaan-Nya.
Sedangkan yang dimaksud melihat adalah orang beriman yang melihat berbagai macam nikmat
Allah dan kebenaran-Nya.

Sangat jelas sekali kalau Allah di sini menegaskan kepada Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi
Wassalam menyebutkan tentang perbedaan orang yang berilmu dengan orang yang tidak
berilmu. Ini bisa menjadi motivasi kita untuk senantiasa bisa menjadi orang yang menuntut ilmu
karena dengan itu kita bisa mendekatkan diri kepada Allah, untuk membangun karakter baik
dalam diri kita dan sehingga dapat memiliki kehidupan terarah dan lebih efektif

“AS” 1
ِْ‫( قُلْ هَلْ ي َس تَ ِوى َّ ِاَّلي َْن يَعلَ ُمو َْن َو َّ ِاَّلي َْن َْلْ يَعلَ ُمو َْنْر ِان َّ َما يَتَْ َذكَّ ُْر ُاولُوا َاْلل َباب‬Surah Az-Zumar ayat 9)
“Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?” Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran.”

Dalam kitab Tafsir Al Maraghi Jilid VIII karangan Ahmad Musthafa Al-Maraghi menyebutkan
"katakanlah hai Rasul kepada kaummu, adakah sama orang-orang yang mengetahui bahwa la
mendapatkan pahala karena ketaatan kepada Tuhannya danakan mendapatkan siksa yang
disebabkan kerduhakaannya, dengan orang-orang yang tidak mengetahui hal yang demikian itu
ungkapan pertanyaan dalam ayat ini menunjukkan bahwa yang pertama orang-orang yang
mengetahui akan dapat mencapai derajat kebaikan sedangkan yang kedua orang-orang yang
tidak mengetahui akan mendapat kehinaan dan keburukan".

Pada ayat tersebut terlihat adanya motivasi dan hubungan orang yang mengetahui berilmu
(ulama) dengan melakukan ibadah waktu malam karena takut terhadap siksaan Allah di akhirat
serta mengharapkan Rahmat dari Allah dan juga menerangkan bahwa sikap yang demikian itu
merupakan salah satu ciri dari Ulul Albab, yaitu orang yang menggunakan pikiran, akal dan
Nalar untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut pada tujuan peningkatan aqidah
ketekunan beribadah dan ketinggian akhlak yang mulia.

“AS” 2
( Surah Al-Mujadalah Ayat 11)

ُْ ّ ٰ ‫الل َّ ِاَّلي َْن ٰا َمنُوا ِمن ُكمْ َو َّ ِاَّلي َْن ُاوتُوا ال ِع َْل د ََر ٰج رتْ َو‬
‫الل ِب َما تَع َملُو َْن َخب رِْي‬ ُْ ّ ٰ ِ ‫ُشواْ يَرفَْع‬ ُ ُ ‫َوِا َذا ِقي َْل ان‬
ُ ُ ‫ُشواْ فَان‬
“Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat
(derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa
derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.”

Dalam kitab Tafsir Al-Misbah karangan M. Quraish Shihab, beliau menyebutkan kalau Firman
Allah di atas merupakan salah satu kabar gembira yang datang dari Allah SWT, mengenai
ditinggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu serta mengerjakan amal shaleh. Dari
penjelasan tafsir di atas dapat diketahui bahwa seseorang bisa mendapatkan derajat di sisi Allah
dengan cara beriman kepada-Nya dan menjadi orang yang berilmu atau berpengetahuan, hal ini
bisa menjadi alasan seseorang untuk terdorong menjadi manusia yang beriman kepada Allah
ataupun manusia yang berpengetahuan, tentu dalam hal ini ada korelasi dalam keduanya.

Kedua hal itu bisa menjadi landasan untuk memotivasi seseorang untuk mendapatkan derajat di
sisi Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman, taat dan patuh kepada-Nya, berusaha
menciptakan suasana damai, aman, dan tenteram dalam masyarakat, demikian pula orang-orang
berilmu yang menggunakan ilmunya untuk menegakkan kalimat Allah. Dari ayat ini dipahami
bahwa orang-orang yang mempunyai derajat yang paling tinggi di sisi Allah ialah orang yang
beriman dan berilmu. Ilmunya itu diamalkan sesuai dengan yang diperintahkan Allah dan Rasul-
Nya.

“AS” 3
(Surah Al-Isra Ayat 39)
‫الل ِالٰهًا ٰاخ ََْر فَ ُتل ٰقىْ ِفْ َ ََجّنََّْ َملُو ًما َّمد ُحو ًرا‬
ِْ ّ ٰ ‫ك ِم َْن ال ِحْكَ ِرْة َو َْْل ََت َعلْ َم َْع‬ َْ ‫ح ِالَي‬
َْ ُّ ‫ك َرب‬ ْ ٰ ‫ل ِم َّماْ َاو‬
َْ ِ ‫ٰذ‬
“Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhan kepadamu (Muhammad). Dan janganlah
engkau mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau dilemparkan ke dalam
neraka dalam keadaan tercela dan dijauhkan (dari rahmat Allah).”

Dalam kitab Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir karangan Muhammad Nasib Ar’Rifa’i di sana
tercantum, Allah SWT, berfirman bahwa akhlak mulia ini (hikmah) yang kami perintahkan
kepadamu dan sifat-sifat hina yang kami melarangmu melakukannya merupakan sebgian perkara
yang kami wahyukan kepadamu, hai Muhammad, agar kamu memerintahkan atau
memberitahukan perkara itu kepada manusia.

Kolaborasi antara akhlak dan materi ilmu yang disampaikan dalam pengimplikasian di dunia
pendidikan sangatlah penting, itulah mengapa penjelasan dalam ayat ini yaitu berupa hikmah,
hikmah yang terkandung di dalamnya adalah di mana seseorang itu dituntut memiliki akhlak
yang baik, karena dengan begitu seseorang dapat diukur ilmunya melalu etika atau tingkah
lakunya. Sikap atau sifat tercela sangat tidak baik, dan Allah sangat tidak menyukai akan hal itu,
oleh karenanya berangkat dari itu semua, Allah akan memberikan tempat yang layak bagi
seseorang yang memiliki akhlak tercela tersebut di dalam neraka Jahannam dan senantisa selalu
dijauhkan dari segala rahmat-Nya.

“AS” 4

Anda mungkin juga menyukai