Ahmad Syihabudin-Fsh
Ahmad Syihabudin-Fsh
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Sebagai Salah Satu Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh:
Ahmad Syihabudin
NIM: 1112045200013
Ahmad Syihabudin
iii
ABSTRAK
iv
para ulama dari Nash. dan Kedua, syarat-syarat afdhaliyyah, yakni syarat-syarat
keutamaan yang apabila terpenuhi akan menambah bobot calon khalifah/kepala
negara, kan tetapi bila tidak terpenuhi tidak akan berpengaruh pada sah atau
tidaknya pengangkatan seseorang sebagai khalifah. Dan syarat ini dantaranya
adalah keturunan Suku Quraisy.
Sedangkan pengaruh primordialisme kesukuan pada Pilpres 2009 masih
memiliki peran besar bagi kadidat seorang calon presiden, dikarenakan penduduk
Pulau Jawa yang lebih banyak dan dominan dari jumlah penduduk pulau-pulau
lainnya di Indonesia. dan prilaku primordialisme kesukuan yang menjadi alasan
kekalahan suku non-Jawa pada Pilpres 2009, yaitu dikarenakan kecerobohan
pasanga non-Jawa tersebut (JK-Wiranto) yang mengusung selogan “Pasangan
Nusantara” sehingga memicu prilaku primordial yang lebih tinggi.
v
بسم هللا الرحمن الرحيم
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan seluruh alam raya
ini. Berkat nikmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
panutan seluruh umat, Rasulullah SAW yang telah membawa umatnya dari alam
hambatan yang harus penulis hadapi. Ini disebabkan oleh keterbatasan ilmu dan
pada akhirnya dapat penulis tuntaskan. Proses penyelesaian skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak.Karena itu pada kesempatan
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
2. Ibu Dra. Hj. Maskufa, M.A, dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag, ketua dan
skripsi ini.
3. Bapak Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, SH, M.Ag, Dosen pembimbing yang
vi
kritikan yang konstruktif pada penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
5. Para dosen Fakultas Syariah dan Hukum, atas semua pengetahuan yang
6. Terima kasih kepada Ayahanda H. Junaedi dan Ibunda Hj. Amah tercinta,
7. Serta terima kasih kepada K.H Johan Jazuli, al-Ust Adanag Jazuli, al-Ust
Niman, dan Abah K. Ahmad Ghozali, beliau semualah guru yang telah
(anak-anak jalanan) dan penulis khususnya belajar mengenai siapa diri ini.
angkatan 2012, yang telah penulis anggap sebagai keluarga sendiri yang
Akhbar, Adi Supraja, Rafli Ali Yafi, Harist Aditya, Maruli, Eko Saputra,
vii
Sholihun (yang bersedia memberi bantuan akomodasi untuk penulis),
Imam Maulana, Ust. Imam Haditya, Ust. Arif Arpian, Wini Azhari, Siti
mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah swt, dan semoga skripsi ini
Ahmad Syihabudin
viii
DAFTAR ISI
ix
C. Unsur Jawa Non-Jawa dalam Pilpres 2009 ......................... 40
D. Budaya Primordialisme Kesukuan ....................................... 42
LAMPIRAN ..................................................................................................... 68
x
BAB I
PENDAHULUAN
Manurut istilah primordialisme berasal dari hahasa lattin primus yang artinya
pertama dan ordiri yang artinya tenunan atau ikatan. Dengan demikian, kata
sosial, dengan hai-hal yang dibawanya sejak lahir seperti suku bangsa, ras, klen.
pasti selalu terjadi. Anda tentu sering mendengar atau melihat praktik-praktik
yang dipimpin oleh seorang dan suku bangsa tertentu menempatkan orang-orang
1
Kun Maryati, dan Juju Suryawati, Sosilologi (Jakarta, Erlangga: 2001), h.50
1
2
permusuhan terhadap golongan atau kelompok sosial lain. Hal ini tentu
demokrasi telah dimulai bahkan tak lama setelah indonesia memasuki era
reformasi. Dan format keetnisan, sentimen primordial tercermin mulai dari upaya
bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Penelitian ini melihat beberapa faktor
2
Kun Maryati, Juju Suryawati, Sosilologi, h.51
3
penyebab yang menjadi penting untuk di fahami. Hal ini tidak saja menjadi
disyaratkan oleh para pendiri bangsa, namun pula dalam konteks yang lebih
kebangsaan atas nama kesatuan geografis, modernitas, dan industrialisasi. Hal ini
disatu sisi memang merupakan salah satu konsekuensi dari prilaku negara dalam
3
Pusat Penelitian Politik Year Book 2007, Democrazy Pilkada, UPI, h.59
4
mempertahankan keduduakan politik, status sosial dan juga ekonomi yang mulai
kebijakan di daerah.
namun penelitian ini melihat adanya potensi bagi bangsa untuk mempertahankan
itu dari dua kecenderungan yang dapat cermati dari fenomena kebangkitan
bahwa ekpresi kebangkitan primordial itu secara umum terjadi lebih sebagai
4
Pusat Penelitian Politik Year Book 2007, Democrazy Pilkada, h.60
5
itu secara umum masih disalurkan dengan cara-cara legal-formal atau masih
dan kekerasan. hal ini menunjukan bahwa sebagai penggiat kebangkitan sentimen
primordial itu masih mengakui institusi politik dan eksistensi pemerintah yang
sah.5
pemilih di luar Jawa yang cenderung membuka ruang bagi calon presiden yang
berbeda etnis dengannya. "Adapun suku Jawa ada kecenderungan untuk memilih
calon pimpinan nasional yang berasal dari suku yang sama dengannya," ujar
Danny Indrianto, peneliti Spin saat memaparkan hasil surveinya di Hotel Mulia,
serta kuesioner. Survei yang menggunakan metode simple random sampling itu
persen. Danny menguraikan secara akumulasi kombinasi calon presiden dan calon
wakil presiden Jawa dan Jawa dipilih 51,4 persen responden, Jawa dan non-Jawa
47 persen, non-Jawa dan Jawa 49,5 persen, serta non-Jawa dan non-Jawa 25,7
persen. "Tingginya kombinasi antara Jawa dan Jawa tak lepas dari jumlah pemilih
5
Pusat Penelitian Politik Year Book 2007, Democrazy Pilkada, h.61
6
di Jawa lebih banyak dari suku-suku lainnya serta tersebar di seluruh provinsi,"
katanya.
Menurut Danny, responden yang sangat setuju dengan komposisi Jawa dan
Jawa sebanyak 19,5 persen, menyatakan setuju 31,9 persen, sedangkan tidak
setuju 7,2 persen, serta sangat tidak setuju 13,6 persen. Adapun responden yang
menyatakan sangat setuju pada komposisi Jawa dan non-Jawa 12,4 persen,
menyatakan setuju 34,6 persen, tidak setuju 17,1 persen, dan sangat tidak setuju
11,2 persen.
menyatakan sangat setuju 18,5 persen, setuju 30,8 persen, tidak setuju 18,8
persen, serta sangat tidak setuju 10,9 persen. Sedangkan terhadap komposisi non-
Jawa dan non-Jawa, yang sangat setuju 18,7 persen, setuju 29,2 persen, tidak
setuju 17,1 persen, dan sangat tidak setuju 11,2 persen. "Survei ini
perhatian penting dari berbagai kalangan yang beraneka ragam suku dan budaya
di Indonesia," ujarnya.6
para ulama, baik ulama ahli tatanegara zaman klasik, pertengahan dan
Muhajirin beberapa riwayat juga menunjukan prilaku Primordial yang seolah itu
Ismail dan mentilih dari Ismail: Bani Kinanah, dan memilih dari Bani Kinanah:
Quraisy, dan memilih dari Quraisy: Bani Hasyim, dan memilih aku dari Bani
golongan terbaik mereka dan yang terbaik dart dua golongan. Kemudian Dia
memilih beberapa kabilah, lalu menjadikanku berasal dari kabilah terbaik mereka
terbaik. Karena itu, aku adalah manusia dan keluarga yang terbaik."7 Terlepas dari
itu nampaknya syarat Suku Quraisy bagi calon kepala Negara masih menjadi
Dari penjelasan penulis tersebut diatas merupakan suatu satu contoh bentuk
primordialisme yang pernah tejadi pada pemilihan presiden tahun 2009 maupun
dalam Islam, maka penulis tertarik membahas untuk menjadikan skripsi dengan
1. Batasan Masalah
7
Al-Mubarakfuri Syafiurrahman, Sirah Nabawiyah, terj. Faris Khairul Anam, dari Sirah
Nabawiyah. (Jakarta; Qisthi Press, 2014), h.23
8
sistematis pada tema pembahasan yang menjadi tema titik sentral dan tidak
2. Rumusan Masalah
2009 ?
Presiden 2009.
Islam khususnya.
D. Tinjauan Pustaka
keaslian penelitian ini, maka dirasa perlu mengkaji berbagai pustaka yang
Karya Nawiruddin yang berjudul Etnisitas dalam politik: studi tenteng peran
KKSS ( Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan) terhadap Capres Jusup kala pada
Pilpres 2009. Fokus kajian ini ialah membahas mengenai peranan KKSS dalam
memberi dukungan penuh kepada capres dan cawapres JK-Wiranto pada Pilpres
2009 dengan berbagai cara, mulai dari melakukan kampanye secara gencar sampai
Karya Dedi Firmansyah dengan judul Peran politik etnis dalam Pilkada
(Studi atas Pilgub Bengkulu tahun 2005). Fokus kajian ini tentu lebih
politik di Sulawesi Selatan (Pilkada Sulsel tahun 2007-2008). Fokus kajian ini
ialah ruang kontestasi yang terbuka bagi masyarakat Sulawesi Selatan yang
ditopang oleh etnis Bugis, Makasar. Toraja dan Mandan Namun tidak selalu
dalam pemilu Kepala Daerah Gubernur Sumatera Utara. Fokus kajian Jurnal ini
dominan.
Perbedaan dengan skripsi yang penulis teliti adalah dalam penelitian ini
E. Metode Penelitian
yang Baru atau asli dalam usaha memecahkan suatu masalah yang setiap saat
dapat timbul di masyarakat.10 Jenis penelitian skripsi ini adalah Penelitian Pustaka
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
kehidupannya sehari-hari. Dilihat dari segi tujuan dalam penelitian ini termasuk
8
Cholid Arboko, dan Abu Ahmadi, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Pustaka, 1999), h.1
9
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1989), h.6
10
Sukandar Rumidi, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Universitas Gadja Mada Press,
2004), h.111
11
Basrowi, dan Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif ( Jakarta Rineka cipta,2008),
h.21.
12
dalam metode penelitian yang bersifat deskriptif yaitu metode yang dapat
penelitian ini, maka pencarian data yang di pergunakan dari penelitian ini di
peroleh dari:
tema ini.
12
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2007), h.68
13
Setelah memperoleh data, maka penulis akan mengolah data dengan memberikan
pemaparan dan penjelasan data yang ditemukan dalam penelitian secara logis dan
sistematis. Dengan menyajikan dan menggambarkan data secara alamiah dan tanpa
4. Teknik penulisan
Dalam hal teknis penulisan, penulis mengacu pada buku pedoman penulisan
Jakarta.
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika penulisan skripsi ini dibagi atas lima bab. Tiap-tiap bab terbia
perspektif Politik Islam. Pada bab ini diuraikan pembahasan tentang: dasar hukum
kesukuan calon kepala negara, latar belakang kesukuan kepala negara masa
Rasulullah saw, latar belakang kesukuan kepala negara masa al-Khulafau al-
14
Rasidun, dan latar belakang kesukuan kepala negara pasca masa al-Khulafa al-
Rrasidun.
Bab III merupakan bagian yang membahas tentang latar belakang etnisitas
kandidat kepala negara dalam pilpres 2009. dalam bab ini disajikan pembahasan
primordialisme dalam pilpres 2009, unsur jawa non jawa dalam pilpres 2009, dan
RI pada pilpres 2009 perspektif Politik Islam. pada bab ini disajikan pembahasan
tentang: pendapat para ulama mengenai kesukuan seorang kepala negara, latar
belakang Jawa dan Quraisy sebagai estnisitas seorang kepana negara, dasar-dasar
Bab V merupakan bab penutup. Pada bab ini dikemukakan kesimpulan yang
merupakan jawaban dari rumusan masalah pada bab I dan diakhiri dengan saran-
Yang lebih dekat dengan kajian primordialisme adalah syarat suku Quraisy
bagi kandidat kepala negara atau khalifah. Menurut Dr. Mujar Ibnu Syarif dalam
Negara berasal dri suku Quraisy. Pendapat ini didasarkan pada beberapa hadits
nabi;
1
)االئمة مه قشٔش (سَاي احمذ
"Para imam (kepala negara ) itu (harus) dari( suku ) Quraisy". (H. R.Ahmad)
2
)ْ ان ٌزا االمش فّ قشٔش الٔعادٍٔم احذ االكبً هللا عهّ َجًٍ فّ انىاس ما اقامُا انذٔه (سَاي انبخاس...
“.. masalah ini (kepemimpinana) ada pada orang-orang Quraisy. Dan tidak
seorangpun yang menentangnya kecuali Allah akan melemparkan kedalam
neraka, selama mereka mereka (Orang Quraisy) berpegang kepada agama”.
(H.R. al-Bukhari)
1
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Ash-Shaibanl, Musnad Imam Ahmad
Bin Hanbal, bandingkan juga dengan Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non-Muslim di Negara Muslim,
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006), h.46
2
Imam al-Bukhari, Sahih Bukhari, bandingkan juga dengan Mujar Ibnu Syarif, Presiden
Non-Muslim di Negara Muslim, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006), h.59
15
16
3
)ِ الٔزال ٌزا االمش فّ قشٔش ما بقٓ مىٍم اثىان (سَاي انبخاس...
Syarat keturunan Quraisy ini, lanjut Dr. Mujar Ibnu Syarif bersifat tentatif,
"Syarat keturunan Quraisy ini adalah syarat yang bersifat tentatif (yang
dimajukan) sesuai dengan tuntutan kemaslahatan yang ada pada saat itu. (Syarat
ini dikemukakan mengingat pada masa lalu hanya) suku Quraisylah yang
memiliki solidaritas kelompok (yang paling) kuat serta (paling) berwibawa di
antara suku-suku Arab yang lainnya, sehingga (merekalah) yang paling
dipercaya untuk memangku jabatan khalifah. Akan tetapi, ketika suku Quraisy
sudah lemah, solidaritas kelompoknya pun sudah rapuh, dan tidak mampu lagi
mengemban (amanat) kekhalifahan, serta dominasinyapun berhasil dipatahkan
oleh suku-suku non-Quraisy, lantaran terbuai kemewahan dan kesenangan yang
berhasil mereka gapai, maka (pada saat seperti itu) sudah tidak ada maslahatnya
lagi mempertahankan syarat (keturunan Quraisy)".4
Lebih dari itu, tegas Dr. Mujar Ibnu Syarif, syarat keturunan Quraisy tidak
menjadi dasar naqliyah baik dari al-Qur‟an dan al-Sunnah, Sehubungan dengan
3
Imam al-Bukhari, Sahih Bukhari, bandingkan juga dengan Mujar Ibnu Syarif, Presiden
Non-Muslim di Negara Muslim, h.59
4
Mujar Ibnu Syarif. Presiden Non-Muslim di Negara Muslim, (Jakarta: Pusat Sinar
Harapan, 2006), h.55
5
Mujar Ibnu Syarif. Presiden Non-Muslim di Negara Muslim, h.60
17
Kedua, pendapat yang tidak mengharuskan kepala negara berasal dari Suku
Quraisy. Pendapat ini didasarkan kepada ayat-ayat al-Qur‟an dan Hadis Nabi
sebagai berikut;
... ٔاأٍا انىاس ان خهقىاكم مه ركش َاوثّ َجعهىاكم شعُبا َقبائم نتعاسفُا ان اكشمكم عىذ هللا اتقاكم
)٩٤/٣١:(انحجشات
“.. dengar dan lihatlah sekalipun yang diangkat menjadi pemimpinmu adalah
seorang budak Ethopia .. (H.R. al-Bukhari). 7
ٔاأٍا انىاس اال ان سبكم َاحذ َان اباكم َاحذ ال فضم نعشبّ عهّ اعجمّ َال نعجمّ عهّ عشبّ َال
8
)ألحمش عهّ اسُد َال ألسُد عهّ احمش اال بانتقُِ (سَاي احمذ
“Wahai manusia, ingatlah sesungguhnya Tuhan kamu satu dan bapak kamu
juga satu (Adam). Ingatlah tidak ada keutaman orang Arab atas orang non-Arab,
orang non-Arab atas orang Arab, orang kulit merah atas orang kulit hitam, orang
kulit hitam atas orang kulit merah, kecuali karena (kualitas) takwanya”. (H.R.
Ahmad).9
6
Imam al-Bukhari, Sahih Bukhari, bandingkan dengan Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non-
Muslim di Negara Muslim, h.60
7
Mujar Ibnu Syarif. Presiden Non-Muslim di Negara Muslim, h.60
8
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Ash-Shaibanl, Musnad Imam Ahmad
Bin Hanbal, bandingkan dengan Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non-Muslim di Negara Muslim, h.61
9
Mujar Ibnu Syarif. Presiden Non-Muslim di Negara Muslim, h.61
18
ikatan dan fanatisme kekabilahan yang sangat bebas merdeka antara satu kabilah
berbagai cara sehingga sangat rentan terhadap pertikaian atau bahkan perang antar
kabilah. Demikian kuat independensi dan fanatisme itu, sehingga kabilah besar
Quraisy yang mendominasi kota Mekkah, kota utama di wilayah itu, harus
mengendalikan kota itu secara kolektif melalui pembagian peran di antara cabang-
cabang kabilah Quraisy yang saling bermusuhan dan kadangkala saling berperang,
Dalam konteks kehidupan orang Arab yang lebih luas, kelangsungan hidup
dan kepada adat-istiadat, tanpa ada satu pun kabilah yang benar-benar dominan.
Islam mulai didakwahkan oleh Rasulullah saw. Seruan Muhammad saw kepada
penduduk Mekkah untuk hanya menyembah Allah Tuhan Yang Esa, mengakui
10
Aziz Abdul, Chiefdom Madinah, Kerucut Kekuasaan Pada Zaman Awal Islam (Jakarta:
PT Pustaka Alvabet, 2016), h.343
19
Orang-orang Arab terbagi menjadi dua, yaitu Adnan dan Qahthan. Adnan
orang-orang Arab Adnan. Orang-orang Arab Adnan terdiri dari dua kabilah, yaitu
daripada kabilah Rabitah karma kenabian diangkat dari kabilah Mudhar. Dalam
kabilah Mudhar terhimpun suku Quraisy dan suku non-Quraisy. Suku Quraisy
harus didahulukan daripada suku non-Quraisy karena kenabian diangkat dari suku
mereka.11
Suku Quraisy terdiri dari Bani Hasyim dan non-Bani Hasyim. Bani Hasyim
semua orang Quraisy. Setelah itu, pengelompokan dilanjutkan pada nasab sesudah
mereka hingga mencakup semua orang Mudhar. Setelah itu, dilanjutkan pada
nasab sesudah mereka hingga mencakup semua orang Adnan. Silsilah nasab
Sya'b adalah silsilah nasab yang paling jauh, seperti Adnan dan Qahthan.
Selanjutnya, qabilah (kabilah), yaitu pecahan dari nasab orang-orang Arab seperti
11
Aziz Abdul, Chiefdom Madinah, Kerucut Kekuasaan Pada Zaman Awal Islam, h.344
20
kabilah, seperti Quraisy dan Kinanah. Selanjutnya, bathn, yaitu pecahan dari
yaitu pecahan dari nasab-nasab bathn, seperti Bani Hasyim. Selanjutnya fashilahI
yaitu perpecahan dari nasab-nasab fakhdz, seperti Bani Abbas dan Bani Abdul
Muthalib.12
Abu Bakar Ash-Shiddiq (nama lengkapnya Abu Bakar Abdullah bin Abi
Quhafah bin Utsman bin Amr bin Mas‟ud bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin
Lu'ay bin Ghalib bin Fihr Berarti silsilahnya dengan Nabi bertemu pada Murrah
bin Ka'ab). Dilahirkan pada tahun 573 M. Dia dilahirkan di lingkungan suku yang
Ayahnya bernama Utsman (Abu Kuhafah) bin Amir bin Amr bin Ka'ab bin Saad
bin Taym bin Mun'ah bin Ka'ab bin Lu'ay, berasal dari suku Quraisy, sedangkan
ibunya bernama Ummu Al-Khair Salmah binti Sahr bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taym
bin Murah. Garis keturunannya bertemu pada neneknya, yaitu Ka'ab bin Sa'ad.13
Hubungan Abu Bakar dengan Nabi saw semakin kuat setelah perkawinan
Nabi dengan Aisyah. Aisyah adalah seorang perempuan prandai yang berusaha
12
Al-Mawardi, Ahkam Sulthoniyah, Sistem Pemerintahan Khilafah Islam, terj.
Khalifurrahman Fath & Fathurrahman, dari al-Ahkam al-Sulhaniyyah, (Jakarta:Qisthi Press 2014),
h.361
13
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam. (Bandung, Pustaka Setia 2008). h.67
21
untuk memiliki sebuah peran dalam semua perkembangan politis di masanya. Hal
ini cukup membantu untuk memperkuat posisi Abu Bakar. Kita telah mengatakan
sebelumnya bahwa Imam Ali as yakin bahwa Aisyah memainkan peran kunci
Abu Bakar tidak memiliki tanggung jawab politis atau militer apapun
dan memanfaatkan rasa permusuhan suku Quraisy terhadap Imam Ali as maupun
kerja sama sayap-sayap tengah suku Quraisy, yakni mereka yang tidak termasuk
umat Islam menyaksikan prinsip Islam dalam bahaya, dan menyadari bahwa
kekuasaan, perpecahan muncul di antara kaum Anshar dan kaum Quraisy gara-
gara syair kasar yang dibuat Abu Bakar tentang kaum Anshar. Setelah itu, kaum
Anshar tetap menjaga jarak dengan Abu Bakar, dan Amr bin Ash, yang didorong
oleh kaum Quraisy berbicara menentang mereka. Di sisi lain, Fadhl bin Abbas dan
kemudian Imam Ali as memuji kaum Anshar. Hasan bin Tsabit menuliskan syair
untuk memuji Imam Ali as atas dukungannya kepada kaum Anshar, dan secara
14
Rasul Ja‟Fariyan, Sejarah Khilafah 11.H-35.H. terj. Anna Farida, at.all, dari The History
of The Caliphs, (Jakarta : Al-Huda 2006). Cetakan I, h.18
22
tersirat merujuk kepada upaya-upaya beberapa lelaki suku Quraisy yang ingin
mengambil alih kedudukan Imam Ali. Namun demikian, ketika oposisi semakin
Umar ibn Al-Khaththab (583-644) yang memiliki nama lengkap Umar bin
Khaththab bin Nufail bin Abd AI-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin
Razail bin „Adi bin Ka'ab bin Lu'ay, adalah khalifah kedua yang menggantikan
Abu Bakar Ash-Shiddiq. Dia adalah salah seorang sahabat terbesar sepanjang
mujtahid yang ahli dalam membangun negara besar yang ditegakkan atas prinsip-
Muhammad SAW. Dalam banyak hal, Umar ibn A1-Khaththab dikenal sebagai
Umar berasal dari suku Bani `Adi, salah satu cabang suku Quraisy. Ibunya,
Hantamah, adalah putri Hasyim bin Mughirah dari klan Bani Makhzum. Bani
Makhzum adalah cabang lain dari suku Quraisy dan sekutu dari Bani Umayah di
zaman jahiliah. Tidak seperti Abu Bakar, Umar memeluk Islam bertahun-tahun
setelah disampaikan oleh Nabi saw. Banyak sumber menyatakan dia masuk Islam
15
Rasul Ja‟Fariyan, Sejarah Khilafah 11.H-35.H. h.19
16
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam. h.77
23
pada tahun ke-6 H. Mas'udi berkata bahwa ia masuk Islam empat tahun sebelum
kepadanya, "Apa isi surat itu?" Dia menjawab, "Aku tak tahu pasti, tetapi aku
akan menjadi orang pertama yang akan menaatinya! " Orang itu berkata, "Tapi
aku tahu apa isinya. Tahun pertama kau pilih ia sebagai khalifah, dan tahun kedua,
pemikiran sepanjang khilafah Abu Bakar dalam diri kedua orang ini. Dengan kata
lain, mereka yakin bahwa Khilafah Umar adalah kelanjutan dari khilafah Abu
Bakar, dan bahwa khilafah mereka adalah satu pengelolaan tunggal. Qais bin Abi
Hazim berkata, "Aku melihat Umar di dalam mesjid, dengan sebilah tongkat dan
Pelayan Abu Bakar, yang bernama Syudaid, datang ke mesjid dan membacakan
perintah dari Abu Bakar, dan kemudian, Umar naik ke mimbar." "Benar jika
dikatakan bahwa Abu Bakar tidak akan menjadi seorang khalifah jika bukan untuk
Umar. Ketika Abu Bakar ingin menunjuk Khalid bin Sa'id sebagai komandan
pasukan, Umar berhasil merubah pikirannya, karena Khalid barn bersumpah setia
kepada Abu Bakar setelah tiga bulan dari pertemuan Saqifah. Abu Bakar biasa
17
Rasul Ja‟Fariyan, Sejarah Khilafah 11.H-35.H. h.71
24
berkata dia mencintai Umar lebih dari yang lain-lainnya. Umar berkata kepada
Ibnu Abbas, "Sungguh, jika Abu Bakar tidak percaya kepadaku, dia akan
oleh Abu Bakar dengan para bangsawan Quraisy sebelum menunjuk Umar.
Usman selalu hadir di sisi tempat tidur sang khalifah selama sakitnya. Abu Bakar
pendahuluan persetujuan itu dituliskan, Abu Bakar koma dan Usman yang tahu
dalamnya. Setelah sadar kembali, Abu Bakar meminta Usman membacakan apa
"suksesi" menjadi absah dalam fikih politik mazhab Sunni. Namun demikian,
menurut sumber-sumber Sunni, hal ini tidak memiliki dasar dari Nabi. Keterituan
suksesi itu memberikan dua pilar bagi pemerintahan yang turun temurun
(berdasarkan keturunan).
Dalam pemerintahan ini, pilar pertama adalah suksesi, dan pilar yang kedua
adalah keluarga dan keturunan. Pilar pertamanya dalam riwayat khilafah berkaitan
18
Rasul Ja‟Fariyan, Sejarah Khilafah 11.H-35.H. h.72
25
Rasyid Ridha, hal ini memunculkan khilafah turun temurun di masa Bali Umayah.
Pernyataan tertulis Abu Bakar secara praktis merujuk Umar sebagai khalifah.
Akhirnya, kita harus mengatakan bahwa sikap tidak setuju penduduk tidak lantas
berarti dia tidak bisa menjadi seorang khalifah. Ini benar-benar semacam sumpah
ketaatan dan kesetiaan kepada khalifah. Umar sendiri percaya bahwa pemilihan
Abu Bakar sebagai khalifah umat Islam adalah secara spontan dan bahwa
tetapi ia duduk di kursi khilafah berdasarkan sebuah pernyataan (Abu Bakar). Dia
mengritik cara terpilihnya Abu Bakar tetapi ia tidak berkata apapun mengenai
Nama lengkap Utsman bin Affan adalah, Utsman bin Affan bin Abi AI-Ash
bin Umayyah bin Abd Al-Manaf dari suku Quraisy. Lahir pada tahun 576 M.,
enam tahun setelah penyerangan Ka‟bah oleh pasukan bergajah atau enam tahun
setelah kelahiran Rasulullah SAW. Ibu Khalifah Utsman bin Affan adalah Urwy
bin Kuraiz bin Rabiah bin Habib bin Abdi Asy-Syams bin Abd A1-Manaf.
Utsman bin Affan masuk Islam ada usia 30 tahun atas ajakan AbuBakar. Sesaat
setelah masuk Islam, ia sempat mendapatkan siksaan dari pamannya, Hakam bin
Abil Ash. Ia dijuluki dzun nurain, karena menikahi dua putri Rasulullah SAW.
19
Rasul Ja‟Fariyan, Sejarah Khilafah 11.H-35.H. h.75
26
secara berurutan setelah yang satu meninggal, yakni Ruqayyah dan Ummu
Kulsum.20
formatur yang beranggotakan: ibn Abi Thalib, 'Utsman ibn Affan, Zubayr ibn al-
Awwam, Thalhah ibn Abdullah, ibn Abi Waggish, dan 'Abd al-Rahman ibn Awe
yang meliputi para sahabat tertua dan terkemuka, memperlihatkan bahwa gagasan
Arab kuno tentang kepala suku telah mengalahkan gagasan tentang kerajaan turun
seorang pun dari ketiga khalifah ini yang mendirikan sebuah dinasti. 21
Nabawi Madinah pada 24 Juni 656. Secara otomatis, seluruh dunia Islam
Muhammad, suami anak perempuan Nabi yang paling disayang, Fithimah, ayah
dua orang anak laki-laki, al-Jasan dan al-Jiusayn, serta merupakan orang kedua
atau ketiga yang beriman kepada Nabi. la adalah seorang yang ramah, bersahabat,
20
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam. h.86
21
Philip K Hitti. History of the Arabs. terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet
Riyadi (Jakarta: Serambi 2006), h.222
27
menegaskan bahwa sejak awal Allah dan Rasul-Nya telah dengan jelas
mengangkat Ali sebagai satu-sarunya penerus yang sah, tetapi tiga khalifah
kekhalifahan yang baru ia duduki, Thalhah dan Zubayr, yang mewakili kelompok
Mekah. Keduanya, Thalhah maupun Zubayr memiliki pengikut di Hijaz dan Irak
yang tidak mau mengakui kekhalifahan Ali. A'isyah, seorang istri yang paling
disayang Nabi dan kini menjadi ibunda orang-orang beriman, yang tidak
Islam dari masa ke masa dan akhirnya menggoyahkan fondasi utama yang baru
mempertontonkan baju 'Utsman yang terkena bercak darah dan potongan jari
tangan istrinya, Nailah, yang putus ketika melindungi suaminya. Dengan taktik
22
Philip K Hitti. History of the Arabs, h.223
28
pembunuh 'Utsman, atau menerima status sebagai orang yang bertanggung jawab
Efrat, dua pasukan akhirnya saling berhadapan, Ali yang dikabarkan membawa
pasukan sebanyak 50.000 orang Irak, dan Mu'awiyah membawa tentara Suriah.
Dengan sikap setengah had, karena kedua belah pihak berusaha mereka-reka hasil
Muawiyyah.23
menang ketika Amr ibn al-'Ash yang cerdik dan licik, pemimpin pasukan
Peperangan akhirnya berhenti. Karena desakan pan pengikutnya, Ali yang baik
hati itu menerima usulan Mu'awiyah untuk melakukan arbitrase dalam persoalan
mereka dan menyelamatkan jiwa umat Islam. Arbitrase itu tentu saja sesuai
yang terkenal saleh tapi tidak begitu loyal kepada 'Ali.Untuk menandinginya
23
Philip K Hitti. History of the Arabs, h.225
29
Mu'awiyah memilih 'Amr ibn al-'Ash, yang dikenal sebagai politisi ulung bangsa
Arab.
untuk mengambil keputusan.Lalu, dengan 400 orang saksi dui kedua pihak, kedua
arbitor (bahasa Arab hakam) mengadakan rapat umum pada bulan januari 659 di
Adhruh, jalan utama antara Madinah dan Damaskus dan separuh jarak antara
Ma‟an dengan Petra. Apa yang tepatnya rerjadi dalam perundingan bersejarah ini
sulit dipastikan. Berbagai versi muncul dalam berbagai sumber yang berbeda.
Riwayat yang ada menyebutkan bahwa kedua pihak sepakat untuk memecat kedua
pemimpin mereka, sehingga melapangkan jalan bagi “kuda hitam” tapi setelah
Abu Musa, yang Iebih tua, berdiri dan menegaskan bahwa is memecat 'Ali dari
sebagai khalifah. 24
1. Daulah Umaiyah
nama Umaiyah bin Abdu Syams bin Abdul Manaf yaitu salah seorang daripada
pemimpin Kabilah Quraisy pada zaman jahiliah. Tertegaknya daulah ini bermula
pada 41 H-132 H, yaitu kira-kira 91 tahun yang terdiri daripada 14 orang khalifah,
yaitu;
24
Philip K Hitti. History of the Arabs, h.226
30
al-Walid, 7) Sulaiman, 8) Umar Abd Aziz, 9) Yazid Abd Malik, 10) Hisyam
Abdul Malik, 11) al-Walid bin Yazid, 12) Yazid bin Walid, 13) Ibrahim al-Walid,
pemerintahan Islam telah berubah dari corak bai'ah kepada corak sistem beraja.
Perubahan corak pemerintahan pada zaman Umaiyah ini sedikit sebanyak telah
memberi kesan kepada senario masya-rakat Islam pada waktu itu seperti
bin Zubair dan lebih jauh daripada itu timbulnya firqah-firqah di kalangan
masyarakat Islam seperti Syiah, Khawarij, Muktazilah, Murjiah dan Jabariah yang
2. Daulah Abbasiyah
perkataan al-Abbas. Abbas as-Saffah adalah pembesar Bani Hasyim dan seorang
yang setia kepada junjungan besar Nabi Muhammad s.a.w. Daulah Abbasiah
adalah sebuah kerajaan yang besar, maju serta jangka masa kekuasaan yang
25
Ahmad Redzuwan, dan Muhammad Yunus, Sejarah Dakwah, Siri Islam Dalam
Masyarakat. (Kuala Lumpur : Canin Printing Corporation SDN BHD, 2001), h.342
31
pentetjemahan buku-buku asing dan kebudayaan luar ke dalam bahasa Arab untuk
dikaji dan dipelajari oleh orang-orang Islam. daulah ini terdiri daripada 37 orang
khalifah,26 yaitu;
Harun, 9) Watsiq bin Mu‟tasim, 10) Ja'far al-Mutawakkil bin al-Mu'tasim Billah
18) Al-muqtadir, 19) Abu Manshur Muhammad Al-Qahir Billah, 20) Abu al-
Abbas Muhammad bin al-Muqtadir, 21) Ibrahim bin al-Muqtadir bin al-
Mu'tadhid, 22) Al-Mustakfi 944 sampai 946, 23) Al-Muthi' Lillahi, 24) Al-Qadir
Billah, 25) Abdullah bin al-Qadir, 26) Al-Muqtadi, 27) Al-Muqtadi, 28) Al-
Lidinillah, 35) Az-Zahir, 36) Al-Muntashir, dan 37) Abdullah bin al-Mustanshir
Billah.
Kota Baghdad yang menjadi pusat pemerintahan ketika itu menjadi tumpuan
manusia dari serata pelosok dunia. Rakyat jelata yang terdiri daripada orang-orang
Arab dan Ajam bekerjasama untuk kepentingan negara. Oleh kerana masa
26
Ahmad Redzuwan, dan Muhammad Yunus. Sejarah Dakwah, Siri Islam Dalam
Masyarakat. h.343
32
pemerintahan Daulah Abbasiah yang lama banyak usaha dakwah yang mereka
lakukan.27
27
Ahmad Redzuwan, dan Muhammad Yunus. Sejarah Dakwah, Siri Islam
Dalammasyarakat. h.344
BAB III
ciri yang paling menarik dari provinsi-provinsi Indonesia sejak akhir masa Orde
Baru. Dalam pembahasan dari bagian bab ini etnisitas dilihat sebagai ideologi
perjuangan politik. Namun, etnisitas temyata lebih dari sekadar ideologi. Etnisitas
membantu menjelaskan hal ini sekaligus menunjukkan konteks yang lebih luas.1
terlarang, dan menyiratkan bahwa segala macam wacana publik menyangkut topik-
topik ini akan diawasi oleh pemerintah. Meskipun demikian, masih saja ada wacana-
wacana tentang budaya, adat, agama, dan kesukuan, dan semua ini merupakan
dan adat benar-benar terus dimonitor oleh aparat negara, sementara fenomena tentang
1
Henk Schulte Nordholt dan Gerry van Klinken, Politik Lokal Di Indonesia,terj. Bernard
Hidayat, dari Local Politics In Post-Suharto Indonesia,(Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia :
2007 ), h.29
33
34
dijadikan folklore. Etnisitas secara formal dianggap tabu karena potensinya untuk
itu serta siapa yang dapat menentukannya yang kemudian menjadi soal pertengkaran.
Rita Smith Kipp (1993) menganalisis ambiguitas dan alasan diperebutkannya konsep-
konsep seperti `etnisitas', `agama' dan `kebudayaan' dalam era Orde Baru di
mendukung proses pemisahan yang menurutnya berarti tidak adanya kerancuan akan
identitas agama dan etnis (seperti di dunia Melayu kuno saat “masuk Melayu”
bahwa integrasi nasional dan hubungan yang semakin erat antara berbagai kelompok
yang berbeda akan mengikis identitas etnis, kebijakan pemerintah, migrasi, dan
sejak tahun 1980-an semua itu justru telah meningkatkan kesadaran etnis. Orde Baru
meniadakan kelas.2
Jika peta perpolitikan Indonesia dikuasai oleh orang Jawa, maka dirasa wajar-
wajar saja, karena penduduk Jawa-Madura jumlahnya 50% dari jumlah penduduk
2
Henk Schulte Nordholt dan Gerry van Klinken, Politik Lokal Di Indonesia,h.31-32
35
Kita bisa lihat hal tersebut dalam Lampiran UU no.8 tahun 2012 tentang
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD yang baru diterbitkan bulan Mei
2012 lalu. Dalam pemilu 2014 nanti, dari total 560 orang anggota DPR, Sumatera
akan diwakili oleh 120 orang, Jawa 306, Bali, NTB dan NTT, 32, Kalimantan 35,
Sudah sejak lama populasi di pulau Jawa dan Madura padat. Sehingga untuk
kecil dan tidak mencukupi bilangan pembagi untuk pembentukan sebuah daerah
pemilihan.3
Isu etnisitas dan agama dalam konteks kekuasaan atau kepresidenan kembali
pasangan Jusuf Kalla (selanjutnya disebut dengan JK) dan Wiranto menggunakan isu
tersebut sebagai advokasi politik. Isu etnisitas dilontarkan melalui slogan “Pasangan
3
Pipit Apriani. kompasiana.com.http://www.kompasiana.com/pipit-apriani/orang-jawa-
memang-sudah-ditakdirkan-memerintah-indonesia_5510a5a3a33311c739ba89e6Diakses pada Selasa,
27 Desember 2016. Pukul 12:27 WIb.
36
yang berasal dari luar Jawa, yaitu JK berasal dari Makasar dan Wiranto berasal dari
Jawa. Isu agama dilontarkan melalui slogan Istri Muslimah' dan jilbab Loro. Slogan
kesehariannya. JK-Wiranto juga memiliki isu politik mengenai personality trait yang
dituangkan dalam slogan "Lebih Cepat Lebih Baik". Namun, studi ini hanya
Etnisitas dan agama digunakan JK-Wiranto sebagai isu politik karena kedua
hal tersebut secara ideologis bisa digunakan oleh elit politik dalam melakukan
Namun, `Pasangan Nusantara' bisa juga dibaca sebagai counter hegemony terhadap
sebuah kesadaran palsu yang selama ini berkembang bahwa hanya orang Jawa yang
umat Islam, agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Indoneia. Kedua slogan
tersebut bisa juga dimaknai bahwa JK-Wiranto merupakan kandidat yang paling
Islami. Dengan demikian, agama dalam hal ini merupakan aparatus ideologis untuk
melanggengkan domininasi.
4
Nina Widyawati. Etnisitas dan Agama Sebagai Isu Politik, Kampanye JK-Wiranto dalam
Pilpres 2009. (Jakarta: Pustaka Obor Indonesia 2014 ), h.13
37
digunakan, JK-Wiranto membidik pasar yang berbeda-beda. Pasar luar Jawa dibidik
melalui slogan yang mengandung isu etnisitas, yaitu 'Pasangan Nusantara'. Klaim
sebagai representasi Nusantara diungkap oleh Jawa Post News Network (18 Mei
2009) sebagai berikut: "Di antara pasangan yang ada, JK-Wiranto juga mengklaim
Bagian Barat dan Indonesia Bagian Timur. JK asli Sulawesi dan Wiranto asal Jawa.
SBY dan Boediono sama-sama dari Jawa Timur, dan Mega-Prabowo yang sama-
sama dari Jawa. Jawa Pos menjelaskan tencang pentingnya bangsa ini memiliki
berikut5:
"Kami bukan pasangan pilkada. Karena apa? Banyak orang bicara harmoni
bangsa, tapi pada saar bangsa pecah semua diam. Saya minta maaf saya punya
kepemimpinan yang rudah menyelesaikan konllik di Poso, Ambon, dan Aceh Saya
selesaikan: Negri ini barus harmonis kepemimpinan, adil Bangsa barus diatur oleh
5
Nina Widyawati. Etnisitas dan Agama Sebagai Isu Politik, Kampanye JK-Wiranto dalam
Pilpres 2009. h.14
38
Slogan yang berisi isu agama digunakan JK untuk membidik kalangan Islam.
Slogan "Jilbab Loro' (dua kerudung) digunakan JK untuk mendapatkan simpati dari
masyarakat Muslim Jawa yang berasal dari akar rumput. Untuk pasar perempuan
pemilihan presiden, yaitu 7 Juni 2009 terbit buku yang berjudul "Istri Muslimah"
dengan sampul foto Mufidah Kalla dan juga Wiranto mengenakan jilbab. Slogan 'Istri
Muslimah" membuat beberapa organisasi massa yang berbasis Islam di Jawa Barat
mendukung JK. Demikian pula beberapa kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang
berasal dari keluarga NU dan aktivis HMI, sementara Mufidah Kalla dari keluarga
Etnisitas dan agama sebagai isu politik disampaikan oleh JK-Wiranto dalam
bentuk advokasi politik. Advokasi politik digunakan oleh politikus untuk mencari
sebagai sebuah advokasi politik biasa dilakukan apabila kandidat berasal dari etnis
minoritas. Isu etnisitas sebagai advokasi politik dipilih kandidat dari kelompok
minoritas untuk menarik segmen rational voters, yaitu voters yang memilih
6
Nina Widyawati. Etnisitas dan Agama Sebagai Isu Politik, Kampanye JK-Wiranto dalam
Pilpres 2009.h.15
39
berdasarkan isu yang ditawarkan; social voters, yaitu voters yang memilih
segmen daerah asal; sena situational voters, yaitu voters yang ingin mengubah pilihan
ke kandidat lain.
politik melalui media konvensional (billboard, media cetak, radio, dan televisi) dan
media baru. Bentuk-bentuk advokasi politik JK-Wiranto melalui media baru adalah
advokasi politik resmi yang dibuat oleh rim kampanye JK-Wiranto maupun yang
itu, terdapat advokasi politik yang dibuat oleh penentang JK-Wiranto, sebagai contoh
yaitu komunitas yang menggunakan dan mengembangkan Blog dan facebook sebagai
7
Nina Widyawati. Etnisitas dan Agama Sebagai Isu Politik, Kampanye JK-Wiranto dalam
Pilpres 2009. h.16-17
40
Pada hasil akhir pemilihan presiden 2009 menunjukan bahwa perolehan suara
JK-Wiranto adalah 12,41%. Angka ini jauh lebih rendah dibanding angka perolehan
partai yang mengusung mereka, yaitu Partai Golkar (14,45%) ditambah dengan Partai
afiliasi politik tidak berbanding lurus dengan dukungan terhadap talon presiden yang
diusung sebuah partai. Apabila dikaitkan dengan isu etnisitas sebagai advokasi
politik, maka isu tasebut cukup berpengaruh. Hal ini bisa dilihat dari perolehan suara
JK-Wiranto di beberapa daerah Indonesia Bagian Timur memang cukup bagus. JK-
46,38% di Sulawesi Tenggara, 44,62 di Sulawesi Barat, dan 40,72% di Maluku Utara.
Angka-angka tersebut memiliki arti bahwa advokasi politik yang mengusung isu
etnisitas sukses untuk pasar Indonesia Bagian Timur. Namun, di beberapa daerah
Indonesia Bagian Barat perolehan suara JK kurang bagus, sebagai contoh, perolehan
suara JK-Wiranto di Sumatera Barat, yaitu kampung halaman Mufidah Kalla hanya
14, 18%.8
berkaitan. Di Indonesia terdapat dua kajian tentang etnisitas dan agama terhadap
8
Nina Widyawati. Etnisitas dan Agama Sebagai Isu Politik, Kampanye JK-Wiranto dalam
Pilpres 2009. h.20
41
perilaku memilih. Pertama adalah Suryadinata et.al (2003) yang melakukan kajian
dengan menggunakan data agregat yang bersumber dari data Badan Pusat Statistik
dukungan terhadap partai politik oleh etnisitas tertentu, sebagai contoh mayoritas
penduduk Jawa memiliki loyalitas terhadap PDIP dan PKB. Dukungan partai
Tabel 1.1. Partai &sal. dan Sedang menurut Dukungan Etnik: Indonesia, Pemilihan
Umum 1999
Kajian kedua, yang dilakukan oleh Liddle dan Murjani melalui survei,
pilihan seseorang terhadap partai dan kandidat karena tidak ada perbedaan tegas
pilihan seseorang pada partai atau kandidat berdasarkan pada etnisitas. Pemilih yang
42
berasal dari etnik Jawa dan non-Jawa tidak terlihat punya pilihan partai atau kandidat
presiden tertentu. Perbedaan hasil kedua kajian tersebut dimaknai oleh Eriyanto
bahwa pengaruh etnisitas dan agama terhadap perilaku memilih dalam pemilu
berasal dart etnik minoritas yang menang dalam pilkada. Zakina (2008) menuturkan
bahwa minoritas sehagai pemenang pilkada menarik untuk dikaji karena ada asumsi
bahwa dominasi politik di Indonesia dan negara lain biasanya dilakukan oleh
kelompok mayoritas.9
cenderung melihat sosok figur yang akan diusung, dan yang menjadi sebuah
pertimbangan penting adalah trekrekor figur itu sendiri, seberapa mahal harga jual di
sehingga parpol dan tim sukses bisa mengemas ituuntuk kemudian dtawarkan kepada
masyarakat umum. Seperti halnya SBY yang kala itu adalah mantan presiden periode
didukung lagi dengan Prabowo sorang jendral TNI yang sudah tidak diragukan.
9
Nina Widyawati. Etnisitas dan Agama Sebagai Isu Politik, Kampanye JK-Wiranto dalam
Pilpres 2009. h.21
43
Kemudian JK disandingkan dengan lawan yang seperti itu, secara otomatis JK tidak
begitu kuat yang hanya sebatas mantan wakil presiden di periode sebelumnya.10
emosional atau dalam bahasa weber lebih dikenalmekanik, jadi aspek primordial, atau
aspek dukungan kedekatan seseorang diangap wajar. Seperti, orang sunda dekat
dengan orang sunda, orang jawa dekat dengan orang jawa, orang islam dekat dengan
orang Islam itu suatu adalah masalah yang wajar dalam hal antropologi karena
dengan kepresidenan, entah faktor suku menjadi sesuatu bagian yang diyakini karena
mungkin dikarenakan suku tersebut dianggap pantas karena lebih tua, atau mungkin
juga karena suku tersebut yang lebih banyak masyarakatnya, sehinga diluar kelompok
10
Wawancara dengan Hafiz Abdullah, (Dewan Pengurus Cabang PPP) Kota Tangerang
Selatan. pada jum‟at, 21 April 2017. Pukul 21:00 Wib.
11
Wawancara dengan Asep Saepudin Jahar, (Dekan Fakultas Syariah dan Hukum) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Senin, 13 Maret 2017. Pukul 12:13Wib.
44
pada setiap kali Pilpres hanya spontanitas masyarakat dari apa yang mereka rasakan.
Menurut Khamami Zada,selain dari jumlah penduduk, tidak ada kelompok yang
memicu terjadinya prilaku primordialisme, itu hanya sebatas persepsi masyarakat saja
di karenakan pada saat ini yang lebih rasional dan muncul tokoh-tokoh yang memiliki
pengalaman maka itulah yang dipilih, secara kebetulan itu dari Suku Jawa. Lihat saja
sosok yang muncul di Pilpres 2014, keduanya sama-sama berasal dari Suku Jawa.
Namun akhirnya Jokowi yang terpilih, bukan karena faktor kesukuannya namun
prilaku primordialisme namun nampaknya hal ini masih menguat pada setiap lapisan
primordialisme masih kuat baik dari primordialisme agama, primordialisme suku, dan
dari segi primordialisme lain-lainnya itu masih kuat karena 70% lebih peduduk
Indonesia itu di desa, dan ciri masyarakat desa itu selalu melihat sisi kedekatan
12
Wawancara dengan Khamami Zada, (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Senin, 13 Maret 2017. Pukul 11:30 Wib.
13
Wawancara dengan Asep Saepudin Jahar, (Dekan Fakultas Syariah dan Hukum) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Senin, 13 Maret 2017. Pukul 12:13Wib.
BAB IV
Syarat-syarat kepala Negara yang dirumuskan oleh para ahli tata negara islam
kontemporer (1800M-sekarang). Mewakili para ahli tata Negara Islam zaman klasik,
pada pembahasan berikut ini disajikan pendapat tujuh orang ulama, yakni:
6) Abu al-Ma'ali / Imam Haramain al- Juwaini (419-478 H / 10281 087 M), dan
1
Mujar Ibnu Syarif. Presiden Non-Muslim di Negara Muslim, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
2006), h.47
45
46
kesuskuan (Quraisy) menjadi syarat sebagai kepala negara, sedangkan sebagian yang
lain tidak manjadikan syarat suku dalam menduduki kursi kekuasaan kepala negara.
Dari ulama yang tidak mensyaratkan Suku Quraisy menjadi kepala Negara ialah2 :
Quraisy sebagai salah satu syarat untuk dapat menduduki jabatan khalifah
atau kepala negara. Baginya cukup kalau calon raja itu seorang anggota
keluarga dekat dengan raja sebelum dia. Sikap "lunak" Ibn Abi Rabi' ini
2
Mujar Ibnu Syarif. Presiden Non-Muslim di Negara Muslim, h.48
47
jabatan kepala negara dapat jatuh ke pihak lain di luar keturunan Abbas yaitu
salah satu cabang dari Bani (keturunan) Hasyim, salah satu komponen
senada dengan Ibn Abi Rabi yang tidak mensyaratkan Suku Quraisy
Tetapi kalau misalnya tidak terdapat seorang pun yang memiliki secara utuh
dua betas atribut yang ia syaratkan, pimpinan negara dapat dipikul secara
seorang pemikir yang tangguh, seorang pembicara ulung, seorang ahli ilmu
perang dan sebagainya, dengan catatan bahwa kalau terdapat cukup jumlah
warga negara yang memiliki tiap kualitas tadi, tetapi tidak ada seorang pun
yang memiliki kearifan, maka negara itu tetap tidak mempunyai raja, padahal
suatu negara tanpa raja tidak akan tahan lama dan akan mengalami
bahagia itu adalah sekaligus seorang guru, penuntun dan pengelola, karena
3
Mujar Ibnu Syarif. Presiden Non-Muslim di Negara Muslim, h.49
48
kebahagiaan, dan tidak semua orang mengerti tentang hal-hal yang harus atau
perlu diketahui, maka dibutuhkan adanya guru dan penuntun dengan rincian
yang berbeda.4
Sedangkan lima ulama lain yang menjadikan Suku Quraisy sebagai syarat
4. Abu al-Ma'ali / Imam Haramain al- Juwaini (419-478 H / 10281 087 M), dan
mutlak bagi seseorang yang akan menduduki jabatan seorang kepala negara.5
Tidak jauh berbeda dengan tujuh orang ahli tata negara Islam zaman klasik,
dari kedua ulama di zaman pertengahan (Ibn Taimiyah & Ibn Khaldun), keduanya
berbeda pendapat mengenai persyaratan seorang calon kepala Negara dari suku
Quraisy.
4
Mujar Ibnu Syarif. Presiden Non-Muslim di Negara Muslim, h.50
5
Mujar Ibnu Syarif. Presiden Non-Muslim di Negara Muslim, h.51
49
itu hanya harus memenuhi dua syarat saja, yaitu dapat dipercaya (amanah) dan
memiliki kecakapan (quwwah), tidak ada dari salah satunya menyatakan dari
keturunan Quraisy.
". . Sesungguhnya orang yang paling balkyang kamu ambit untuk bekerja
(pada kita) ialah orang yang kuat (al-a - iy) lagi dapat dipercaya (alamin)".
tinggi lagi dipercaya (amin) pada sisi Kami". (Q.S. Yusuf : 54).
6
Mujar Ibnu Syarif. Presiden Non-Muslim di Negara Muslim, h.52
50
menyatakan bahwa cocok diterapkan di masa lalu, yakni di saat suku Quraisy
masih eksis sebagai suku yang paling kuat solidaritasnya dan paling
Tidak jauh berbeda dengan ahli tata negara Islam zaman klasik dan pertengahan
yang pandangannya dikutip di muka, dari enam ulama di zaman kontemporer ini juga
masih memiliki perbedaan pendapat mengenai syarat bagi kepala negara, namun
ulama yang menyepakati syarat Keturunan Quraisy tidak menghukumi wajib syarat
itu.
Dari ulama yang tidak mensyaratkan Suku Quraisy menjadi kepala Negara ialah7:
2. al-Maududi.
bila non-Muslim dipilih sebagai kepala negara Islam yang notabene tidak
Dan adapun ulama lain yang menjadikan Suku Quraisy sebagai salah satu syarat
keabsahannya, yang hanya terdiri dari satu syarat, yaitu syarat keturunan
Quraisy.
yang telah disepakati (al-syuruth al-muttafaq 'alaiha), dan Kedua, syarat yang
keabsahannya, yang hanya terdiri dari satu syarat jugs, yaitu syarat keturunan
8
Mujar Ibnu Syarif. Presiden Non-Muslim di Negara Muslim, h.57
52
adalah karena tidak ada dalil yang qath'i mengenai hal itu. Pada satu sisi ada
dalil yang mengharuskannya, dan pada sisi lain ada pula dalil yang tidak
keturunan Quraisy adalah hadis Nabi yang dulu pernah dilontarkan Abu Bakar
10
)االئمة مه قريش (رواي احمد
"Para imam (kepala negara) itu (harus) dari (suku) Quraisy". (H.R. Ahmad)
9
Mujar Ibnu Syarif. Presiden Non-Muslim di Negara Muslim, h.58
10
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Ash-Shaibanl, Musnad Imam Ahmad Bin
Hanbal, bandingkan juga dengan Mujar Ibnu Syarif, Presiden Non-Muslim di Negara Muslim, h.46
53
khalifah tetap sah meskipun tidak memenuhi arat-syarat afdhaliwah ini, dan
syarat ini salah satunya adalah Keturunan Suku Quraisy, syarat ini
sebagai khalifah.11
Jika berbicara tentang suku yang mendominasi jabatan kursi seorang kepala
negara, maka yang akan muncul adalah Suku Jawa dalam konteks Indonesia, dan
Suku Quraisy dalam Kehalifahan Islam. Kedua suku tersebut memang masing-
itu harus dari Suku Quraisy”, ada alasan-alasan lain yang lebih spesifik kenapa
saja pada kesukuannya, melainkan karena Rasulullah itusendiri yang berasal dari
Suku Quraisy.Jadi jika dilihat dari sisi Suni maka Muhammadnya, sementara jika
dilihat dari sisi Syiah itu Ahl al-Bait.Dan karena suku Quraisy itu yang melindungi
Haramaen.Ada tempat-tempat sakrall yang mana ketika ada orang Islam datang maka
11
Mujar Ibnu Syarif. Presiden Non-Muslim di Negara Muslim, h-64
54
merekalah yang melayani, dan itu adalah symbol keagamaanya, ini berbicara juga
soal sejarah”.12
Senada dengan apa yang di sampaikan Khamami Zada, lanjut Asep Saepudin
Jahar dalam keterangannya menjelaskan bahwa “Suku Quraisy memang tidak bisa
diabaikan bahwa kelompok suku itulah yang sudah melahirkan generasi yang ulung,
yang berpendidikan, sehingga keberpihakn itu selalu kepada Suku Quraisy, meskipun
dalam Islam mencoba mereduksi itu, bahwa bukan sebatas melihat pada suku dan
kelompok masyarakat tertentu. Tapi seseorang yang akan menjadi pemimpin itu
Adapun jika presiden Indonesia selalu berlatar balakang jawa itu mestinya
tidak menjadi persoalan, walaupun memang banyak masyarakat bahkan tokoh yang
mewajibkan kesukuan kandidat presiden itu penting, itu hanya berbicara adat, “al-
adatu muhakama” (suatu adat kebiasaan menjadi hokum), kalaupun memang benar
toh tidak mesti di gembor-gemborkan, pada nyatanya praktek dari masyarakat itu
Dan jika kita menarik benang merah apa yang terjadi di Indonesia dengan
sistem khilafah pada Islam maka kondisinya berbeda, mereka memiliki landasan
12
Wawancara dengan Khamami Zada, (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Senin, 13 Maret 2017. Pukul 11:30 Wib.
13
Wawancara dengan Asep Saepudin Jahar, (Dekan Fakultas Syariah dan Hukum) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Senin, 13 Maret 2017. Pukul 12:13Wib.
55
teori, meskipun memang pada hadis tersedbut tidak ada “amr” (kalimat perintah)
Dalam Islam sebenarnya keharusan latar belakang suku tersebut kurang bisa menjadi
landasan bernegara, karena justru itu malah menjadi sebuah pemecah belah, dalam
Islam sendiri yang dilihat bukan keturunannya siapa, jabatannya apa dan lain
Tapi akhirnya kenapa Suku Jawa masih bisa terus eksis karena memiliki
keutamaan diantaranya;
Pertama,Karena suku yang paling awal dan banyak terlibat dalam kekuasaan
nsaional sehingga terus secara pertumbuhan demokrasi maka Jawa akan merapat
kekuasaan disbanding suku yang lain.Kedua, dari sisi militer, hampir dikuasai oleh
tentara yang berlatar belakang Jawa.Ketiga, jika dilihat dari sisi sejarah, ini memiliki
kemungkinan besar karena kerajaan Jawa yang terakhir berdiri hingga era
Kalimantan dan lain sebagainya seakan sudah hilang diawal zaman kemerdekaan.
14
Wawancara dengan Abdul Muin Basuni, (Sekretaris Cabang Rabithah Ma’ahid Islamiyah
(RMI) NU) Kota Tangerang Selatan. pada kamis, 20 April 2017. Pukul 13:20 Wib.
15
Wawancara dengan Khamami Zada, Senin, 13 Maret 2017.Pukul 11:30 Wib.
56
menanyakan tentang petarung laut yang ulung maka kita berbicara tentang
Masyarakat Bugis, itu tidak bisa diabaikan karena mereka kesehariannya hidupnya di
laut. Sama halnya ketika anda akanberbicara tentang keuletan, maka tidak lain adalah
masyarakat Suku Jawa, demikian juga Suku Quraisy yang telah melahirkan
Khalifah”.16
Selanjutnya, tegas Dr. Mujar Ibnu Syarif dalam bukunya Presiden Non-Muslim
di Negara Muslim bahwa, dalam konteks Indonesia, ikatan etnik masih cukup kuat
dalam menentukan siapa yang menjadi pemimpin. Di Amerika Srikat calon presiden
biasanya berasal dari kelompok mayoritas: Kulit putih, Anglo Saxon, dan pemeluk
Agama Protestan.
Islam.sebabnya ialah karena hingga detik ini, kedua kelompok inilah yang
16
Wawancara dengan Asep Saepudin Jahar, Senin, 13 Maret 2017. Pukul 12:13Wib.
17
Mujar Ibnu Syarif. Presiden Non-Muslim di Negara Muslim, h.212
57
nampaknya masih dipandang sebagai sebuah keharusan dan hal tersebut dipegang
Indonesia masih berkutat dipimpin dari satu suku yaitu Suku Jawa pun di ungkapkan
Dr. Khamami Zada M.A “Jawa Itu Penting karena sistem pemilihan kita itu
pemilihan langsung, dimana penduduk terbanyak itu penduduk jawa maka ada
kaitannya bahwa jawa itu selalu menang dalam pilpres karena tidak berdasarkan
proporsi tapi berdasarkan individu seperti legislative dan sebagainya. Jadi orang jawa
yang ada dimanapun memiliki keterikatan dan kemungkinan besar akan memilih
yang dari jawa, karena jawa itu memang punya dampak bagi orang dan pasangan dari
jawa. Tapi teori ini tidak mesti bersifat absolut, karena bukan tidak mungkin orang
pemimpin) berdasarkan etnik itu hal yang wajar, tidak ada yang salah”18
adalah masyarakat yang secara mistik eksotis, yang tidak sama dengan masyarakat
mana pun juga. Literatur dari masa kolonial penuh dengan pemitosan dan prasangka
semacam itu. Pada masa itu, Belanda sering kali menyebut masyarakat Jawa sebagai
18
Wawancara dengan Khamami Zada, Senin, 13 Maret 2017.Pukul 11:30 Wib.
58
modern terseret dalam godaan serupa untuk meromantisasi mereka, untuk me-
mandang masyarakat Jawa sebagai kaum yang tinggal di negeri "magis dan mistis"
Demikian juga yang disampaikan Dr, Asep Saepudin Jahar, MA. Ph.D dalam
mendominasi Kursi Kepresidenan di Indonesia, “Kalau Jawa itu kan relatif bisa
didengar atau bisa mengayomi suku lain luar Jawa karena ini secara karakter mereka
lembut dan bisa didengarkan, sementara itu beum bisa ketika jika misalnya kelompok
luar Jawa dengan karakter yang keras memimpin Indonesia, dan juga orang-orang
Jawa yang sudah tersebar di mana-mana akan timbulketidak nyaman di sisi itu”.20
Sementara dari sisi jumlah penduduk, Masyarakat suku Jawa berjumlah sekitar
100 juta jiwa, 40 persen dari keseluruhan penduduk Indonesia yang jumlahnya
hampir mencapai 250 Juta.Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar
dunia, dan juga negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Pulau Jawa tidak hanya
penyokong yang sangat luas di sekitarnya dengan segala signifikansi politis, budaya,
sosial, dan ekonomi yang menyertainya tetapi juga beberapa kota besar dan penting
19
M.C. Ricklefs, Mengislamkan Jawa.terj. FX Dono SUnardi dan Satrio Wahono, dari
Islamisation And Its Opponents In Java (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, Cetakan I, 2013). h-22
20
Wawancara dengan Asep Saepudin Jahar, Senin, 13 Maret 2017. Pukul 12:13Wib.
59
Jawa Tengah dan Jawa Timur, terdapat kota Surabaya, Semarang, dan Malang serta
dua pusat budaya Jawa yang adiluhung, Surakarta dan Yogyakarta. Di luar kota-kota
tersebut, mulai dari kawasan pesisir hingga daerah pegunungan, terdapat banyak kota
kecil serta desa yang lebih kecil lagi di mana jutaan masyarakat Jawa terus bekerja
Tidak berbeda dengan apa yang diungkapkan Dr. Khamami Zada, M.A bahwa
factor keunggulan suku Jawa dalam pentas Politik di Indonesia bukan semata karena
latar balakang mereka yang kental akan tradisi-trasi leluhur, namun juga Jumlah
Penduduk menjadi peran penting dalam setiap hasil suara diadakannya Pesta Politik
terlebih pada Konteks Pilpres, “Jawa memiliki populasi penduduk paling banyak di
Indonesia, dari sana juga akhirnya memiliki SDM (Sumber Daya Masyarakat) yang
banyak diabanding dengan etnik yang lain sehing ajawa menguasai partai-partai
politik.Begitu juga soal tumbuhnya kepemimpinan nasional, itu juga semua dari jawa,
jadi mengapa selama ini belum ada pemimpin yang terpilih selaindari suku jawa”.22
Lika liku perjalanan perpolitikan di Indonesia memang tidak bisa dirka dengan
21
M.C. Ricklefs, Mengislamkan Jawa, h-23
22
Wawancara dengan Khamami Zada, Senin, 13 Maret 2017.Pukul 11:30 Wib.
60
Meski memang tidak ada teori bahkan konstitusi yang mengatur tentang syarat
kesukuan seseorang yang akan mencalonkan diri menjadi Presiden Indonesia namun
rupanya hal tersebut masih menjadi acuan yang tidak boleh di abaikan bagi siapapun
dikarenakankedekatan faktor kedekatan, bahwa terjadi rasionalitas itu urusan lain dan
tidak memilih itu hal lain. tapi di beberapa belahan Indonesia, tingkatan emosional itu
tetap kuat, bahwa soal primordialisme itu hukum dari sebuah masyarakat, merekalah
Bukan saja mengenai persyaratan Suku Jawa karena menjaga kebiasaan yang
sudah melekat. Tapi juga rupanya ada faktor lain mengapa JK kalah dari SBY (Susilo
23
Wawancara dengan Asep Saepudin Jahar, Senin, 13 Maret 2017. Pukul 12:13Wib.
24
Wawancara dengan Asep Saepudin Jahar, Senin, 13 Maret 2017. Pukul 12:13Wib.
61
dengan (SBY) sebagai lawannya, yang mana pada periode sebelumnya mereka
berpasangan sebagai Presiden dan wakil presiden. SBY kalaitu diangap memiliki
kepemimpinan yang lebih bagus sehingga lebih diungguljan dari JK.Jadi bukan hanya
karena SBY berlatar belakan Suku Jawa saja namun juga karena kepemimpinannya
yang diangap baik maka SBY lebih di unggulkan dari JK. 25Dan Kedua, Faktor
sendiri, entah itu halnya JK sendiri ataupun juga SBY dan lain sebagainya.
“Tentu Presiden Indonesia tidak harus selalu bersukuJawa, keharusan itu hanya
mitos belaka yang belum terbukti seperti apa kebnarannya. mungkin saja jika hadir
sosok dari luar suku jawa yang popular, dan brilliant, seperti sosok M. Jusuf26 yang
25
Wawancara dengan Khamami Zada, Senin, 13 Maret 2017.Pukul 11:30 Wib.
26
Jendral TNI Angkatan Darat (Masa Dinas 1945-1983) (Purn) Andi Muhammad Jusuf Amir
(Bone, Sulawesi Selatan). Pada masa kepresidenan Soekarno menjabat sebagai; Menteri Perindustrian
Ringan Indonesia (1964), Menteri Perindustrian Dasar Indonesia (1966), Menteri Perdagangan
Indonesia (1967). Dan pada masa Soeharto; Menteri Pertahanan dan Keamanan Indone sia (1978),
Mentri Perindustrian Indonesia ( 1968).
62
nampaknya tidak jadi masalah untuk menjadi Presiden Indonesia, walaupun mungkin
akan menimbulkan sedikit perselisihan karena suku Jawa yang dominan merasa lebih
emosional”.27
untuk konteks di zaman sekarang tentu mungkin saja, yang penting memiliki
kemampuan, track rekor yang bagus dan baik dalam hal pengalaman memipin, dan iu
tidak mesti dari Suku Jawa. Saat ini banyak sosok non-Jawa yang memiliki
kepemimpinan yang bagus, seperti Gubernur NTB28 yang dipandang bagus namun
hanya bagus dalam pandangan Umat Islam, belum dipandang bagus secara nasional
dandiakui orang lain karena tidak punya terobosan yang membuatnya diunggulkan
Namun hingga saat ini dalam konteks Indonesia jabatan seorang presiden
belum bisa diduduki seorang non-Jawa, apa lagi non-muslim. Tegas Dr. Mujar Ibnu
Syarif, bahwa bagi seorang yang ingin mencalonkan diri menjadi Presiden Indonesia,
maka haruslah berlatar belakang Suku Jawa dan Agama Islam. karena jika berbicara
27
Wawancara dengan Asep Saepudin Jahar, Senin, 13 Maret 2017. Pukul 12:13Wib.
28
Muhammad Zainul Majdi, Gubernur Nusa Tenggara Barat (Selong, Lombok Timur) Menjabat
Periode 2008-2013 dan 2013-2018.
29
Wawancara dengan Khamami Zada, Senin, 13 Maret 2017.Pukul 11:30 Wib.
BAB V
P E N U T U P
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah penulis bahas dari bab-bab terdahulu, penulis
Islam menjadi salah satu syarat, namun tidak menjadi syarat wajib hanya
khalifah/kepala negara yang dijelaskan para ulama dari Nash. dan Kedua,
bila tidak terpenuhi, tidak akan berpengaruh pada sah atau tidaknya
Suku Quraisy.
Jawa yang lebih banyak dan dominan dari jumlah penduduk pulau-pulau
lainnya di Indonesia. Sehingga, seorang yang berasal dari Suku Jawa dan
63
64
dari luar Jawa. Tidak jauh berbeda bahwa, jika berbicara kesempurnaan
seorang kandidat Khalifah itu Suku Quraisy, maka bagi seorang yang ingin
B. SARAN
Dalam skripsi ini penulis menambah beberapa saran, yang bertujuan untuk
Indonesia pada Pemilihan Presiden 2009 dalam perspektif Hukum Islam, yang
diharapkan wawasan keilmuan ini bisa terus dikembangkan, adapun sarannya sebagai
berikut:
Jusuf Kala dan Bapak Wiranto yang menjadi pokok kajian skripsi agar tidak
menganggap kajian ini sebagai suatu kajian yang final, tetapi sebagai kajian
penulis lainnya yang akan mengangkat kajian seputar etnisitas seorang kepala
negara.
kajian ini bisa dijadikan suatau referensi wawasan keilmuan bagi para
Aziz, Abdul, Chiefdom Madinah, Kerukut Kekuasaan Pada Zaman Awal Islam
Jakarta: PT Pustaka Alvabet, 2016.
Bin Hanbal Ash-Shaibanl, Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad, Musnad Imam
Ahmad Bin Hanbal, Saudi Arabia: Maktaba Darussalam, t.th, Jilid II.
Arboko, Cholid dan Ahmadi, Abu, Metode Penelitian, Jakarta: Bumi Pustaka, 1999.
Hitti, Philip K. History of the Arabs. terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet
Riyadi dari History of the Arabs., Jakarta: Serambi 2006.
Ja’Fariyan, Rasul. Sejarah Khilafah 11.H-35.H. terj. Anna Farida, at.all, Jakarta : Al-
Huda 2006, Cetakan I.
Nordholt, Henk Schulte dan Klinken, Gerry van, Politik Lokal Di Indonesia, terj.
Bernard Hidayat, dari Local Politics In Post-Suharto Indonesia. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2007.
Redzuwan, Ahmad dan Yunus, Muhamad. Sejarah Dakwah, Siri Islam dalam
masyarakat. Kuala Lumpur : Canin Printing Corporation SDN BHD, 2001.
66
67
Ricklefs, M.C. Mengislamkan Jawa, terj. FX Dono Sunardi dan Satrio Wahyono, dari
Islamisation And Its Opponents In Java. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta 2013,
Cetakan I.
Syarif, Mujar Ibnu. Presiden Non Muslim Di Negara Muslim, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2006.
Widyawati, Nina. Etnisitas dan Agama Sebagai Isu Politik, Kampanye JK-Wiranto
dalam Pilpres 2009. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia, 2014.
Wawancara dengan Khamami Zada, (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. pada senin, 13 Maret 2017
1. Kenapa Suku Jawa bagi seorang Calon Presiden Indonesia itu Penting ?
langsung, dimana penduduk terbanyak adalah penduduk pulau Jawa, maka tentu ada
kaitannya bahwa suku Jawa itu selalu memenangkan pemiilihan presiden, dan itu
legislative dan sebagainya. Jadi orang Jawa yang ada dimanapun memiliki keterikatan
dan cenderung akan memilih yang berlatar belakang sama dengannya, yaitu Jawa,
dan itu memiliki berdampak bagi pasangan yang berasal dari Suku Jawa. Tapi teori
ini tidak mesti bersifat absolut, karena bukan tidak mungkin orang Jawa memilih
etnik itu hal yang wajar, tidak ada yang salah dengan itu.
Jawab : Dari segi kependudukan suku Jawa memiliki penduduk paling banyak.
Kemudian dari penduduk yang banyak itulah akhirnya melahirkan Sumber daya
manusia (SDM) lebih banyak pula diabanding dengan etnik lain, sehinga Jawa
68
69
itu juga semua dari Jawa, oleh karenanya selama ini belum ada pemimpin yang
Selain dari segi kependudukan dan SDM, dari faktor awal kebangkitan
nasionalpun banyak orang Jawa yang terlibat penuh, seperti Soekarno yang menjadi
Presiden pertama yang jelas-jelas berlatar belakang Jawa. Dan dari sisi Militer hampir
dikuasai suku Jawa, terlebih kursi kepemimpin (presiden) terdahulu dikuasai oleh
para tentara yang berlatar belakang Jawa. dan juga disamping soal Jawa dengan
kependudukannya, ada pula soal siapa yang mendominasi sumber strategis di Negara
Demikian juga dari sisi sejarah kerajaan, dimana sistem kerajaannya Jawa
yang terakhir kali masih berdiri, seperti kesultanan Yogyakarta yang bahkan sampai
dan lain sebagainya, yang seakan sudah hilang diawal semenjak zaman pra-
jika di Indonesia selalu dipimpin oleh Suku Jawa, maka sistem Kehafahan Islam
Jawab : Jika dalam kursi kehalifahan ada suatu teori yang bahkan menjadi
persyaratan bagi kandidat seorang khalifah yakni, “pemimpin harus dari suku
Quraisy”, sementara di Indonesia tidak ada teori “pemimpin harus dari Suku Jawa”,
jadi hal itu tidak punya destifikasi teoritis dan tidak punya destifikasi teologis bagi
Suku Jawa menjadi pemimpin Nasional di Indonesia, itu semua tumbuh dengan
sendirinya secara rasional bukan karena agama, melainkan faktor tradisi betapa orang
Jawa itu lebih lues dibanding orang di luar Jawa yang kurang lues bahkan cenderung
agak keras, sedangkan orang-orang dari suku Jawa lebih lunak dan lebih akomodatif
sehingga bias berdiri di atas banyak kaki. Kemudian yang menjadi persoalan
selanjutnya mengapa Suku Jawa ini bisa terus eksis ialah, karena mereka (suku Jawa)
yang lebih banyak terlibat dalam awal kekuasaan nsaional, sehingga terus secara
pertumbuhan demokrasi, Jawa akan merapat kekuasaan dibanding suku yang lain.
Terlepas dari itu, jika berbicara tentang kehalifahan yang memiliki teori
substansinya bukan semata pada Quraisy, melainkan karena Rasulullah itu sendiri
yang berasal dari Suku Quraisy. Jadi jika dilihat dari sisi Suni, maka dilihat dari sisi
Muhammadnya, sementara jika dilihat dari kacamata Syiah, maka dilihat dari sisi
Ahli Bait. Perbedan suku Quraisy dengan suku lainnya itu dari tugas turun temurun
yang mereka emban, yaitu sebagai pelindun Haramaen. Dan selain itu ada tempat-
tempat sakral lain yang mana ketika ada orang Islam datang maka merekalah yang
71
melayani. Itu dilihat dari sisi simbol keagamaan, sementara Jawa tidak memiliki itu
Jawab : Menurut saya tidak ada, itu hanya dari kebiasaan persepsi masyarakat
tentang kepemimpinan, karena pada saat ini yang lebih rasional dan muncul tokoh-
tokoh yang memiliki pengalaman maka itulah yang dipilih, dan secara kebetulan
mereka berasal dari Suku Jawa. Seperti sosok yang muncul di Pilpres 2014 yang
keduanya berasal dari suku yang sama yaitu Jawa. Namu akhirnya Jokowi yang
terpilih, itu bukan karena Jawanya, tapi karena dia dianggap memiliki pengalaman
kepemimpinan yang bagus dari semenjak menjadi Gubernur Solo, hingga di Jakarta
meskipun tidak begitu lama. Itulah faktor yang membuat Jokowi lebih unggul dan
tegaskan bahwa jumlah penduduk yang banyak juga berperan besar sehingga
Jawab : Untuk konteks zaman sekarang tentu mungkin saja presiden Indonesia
dipimpin suku non-Jawa, yang terpenting dia adalah orang yang memiliki
kemampuan, track rekor yang baik dalam hal sejarah pengalaman memipin dengan
bagus dan baik, dan iu tidak mesti dari Suku Jawa. Karena banyak sosok Non-Jawa
yang bagus, seperti Gubernur NTB yang dipandang bagus namun tidak bagus secara
72
nasional tapi bagus dalam pandangan Umat Islam dan tidak pernahdi akui orang lain
Suku Jawa. ada faktor lain seperti sisi kepemimpinan mereka, yang kala itu lawan
dari JK adalah SBY diangap memiliki kepemimpinan yang bagus disbanding JK,
terlebih saat itu adalah Periode ke 2 SBY, yang mana sosok SBY dilihat dari trac
krekor sebelumnya dipandang bagus. Jadi bukan juga karena sosok SBY yang berasal
dari Suku Jawa, tapi juga karena kepemimpinannya yang diangap baik maka SBY
Jawab : Saya tidak tahu kenapa rasionalitas itu selalu diunggulkan itu kan perasaan
masyarakat perasaan memasyarakatkan tidak bisa kita paksa pilihan masyarakat kan
tidak bisa kita manipulasi Selamaa demokrasi ada ya mereka memilih apa yang
mereka rasa dia suku yang dominan misalnya yang unggul mungkin bahasa lainnya
kemudian yang teruji yang santun sabar mungkin bisa begitu. Tapi kan politik itu kan
tidak bisa berspekulasi yang ideal politik itu kan spekulasinya pragmatis karena
mereka juga tidak berani menawarkan calon-calon yang di luar itu kira-kira sehingga
Kalau Jawa itu kan relatif bisa didengar atau bisa mengayomi juga orang luar
Jawa karena ini secara karakter mereka mungkin lembut didengarkan sementara
ketika misalnya kelompok lain memimpin orang luar Jawa dengan karakter yang
keras kemudian orang luar Jawa merasa sudah ada di mana-mana juga tidak nyaman
juga itu mungkin dari sisi itu. Tapi kan kedepan semakin modern ya memang
71
72
mungkin misalnya Ketika anda hadapkan dua orang berkualitas yang relatif sama
antara dua suku yang berbeda Saya yakin yang akan menang Suku yang mayoritas itu
karena ada kedekatan emosional dari masyarakatnya dan yang akan menonjol ya
orang suku itu dan itu hal yang wajar apalagi masyarakat masyarakat kita kan yang
kedekatan kesukuan kedekatan keagamaan kedekatan rasa itu lebih besar itu saya
pikir
Presiden Indonesia ?
Jawab : Kalau kita masih kuat masih kuat primordialisme nya yang memilih Ahok
saja itu mayoritas diatas 90% adalah non muslim atau Kristen Cina dan lain
sebagainya, Kemudian dari kelompok Islam yang mayoritas artinya masih terbagi itu
Oke jadi Sisi Kenapa kedekatan pasti ada bahwa terjadi rasionalitas itu urusan lain
bahwa tidak memilih itu hal lain. tapi di Indonesia di beberapa belahan tingkatan
emosional itu tetap kuat primordialisme buah itu kuat dan itu hukum masyarakat yang
calon berimbang kemudian juga berimbang kemudian ada namanya Sunda juga
kedekatan Saya mungkin memilih Sunda itu karena kedekatannya sama tapi kecuali
Mungkin ini yang rendah banget tapi ada kelompok lain dan perilakunya oke ya Bisa
saja. tapi mayoritas di masyarakat kita primordialisme masih kuat ditambah lagi hal-
hal pragmatis dalam urusan politik. Nah kalau dalam Islam memang tidak melihat itu
73
tidak melihat primordialisme tadi karena Islam sudah menetapkan karena dia sebagai
pokok pondasi untuk menjadi pengembangan kedepan makanya dia tidak melihat itu
tapi kepada kualitas kepada karakter kepada hal-hal yang memberikan keunggulan.
3. Dilihat dari apa yang terjadi di Indonesia, kita juga melihat bahwa persbedaan
pendapat tentang syarat kesukuan pada system kekhalifahan Politik Islam. apa
Jawab : Jadi memang dalam masyarakat itu kita tidak bisa mengabaikan juga ada
kelompok masyarakat yang sudah berkarakter sudah punya ciri, ciri ketangguhannya
contoh Ketika anda menanyakan tentang petarung laut yang ulung itu kan Bugis itu
kan tidak bisa diabaikan karena mereka adalah keseharian hidupnya di laut Kemudian
Anda akan menanyakan tentang keuletan tidak lain adalah orang suku Jawa jadi
ketika kita menghubungkan dengan misalnya suku-suku di Arab ada Quraisy ada
suku apa karena memang tidak bisa diabaikan bahwa kelompok suku itulah yang
sudah melahirkan generasi yang ulung yang berpendidikan yang juga mungkin
situ walaupun di dalam Islam Islam mencoba mereduksi itu bahwa kesukuan itu
Lafadz laa Ya Robbi na la Azami him jadi ingin melihat bukan suku lho bukan
kelompok masyarakat tertentu yang menjadi pemimpin tapi lihat substansinya itu
rasionalnya dan maka tidak lepas itu kan Bahasa masa lalu di India pun sama ada
kasta ada kasta Brahma ada kasta Sudra dan ada kasta-kasta lainnya kast lombok itu
74
primordialisme tadi.
Jawab : Yang disebut dengan primordialisme itu kan rasa, kedekatan, aspek tertentu
yang dianggap lebih kepada emosional atau kalau dalam bahasa weber lebih kepada
mekanik, jadi aspek primordial, atau aspek dukungan kedekatan seseorang itu kan
wajar, orang sunda dekat dengan orang sunda, orang jawa dekat dengan orang jawa,
orang islam dekat dengan orang Islam itu suatu masalah yang wajar dalam hal
antropologi karena manusia itu kan punya ikatan yang demikian itu, seperti juga
Ketika hal itu terbentuk dalam masyarakat kan terbntuk melalui proses
sejarah, lalu juga melalui sosiologis,sehingga itu menguat dalam asumsi masyarakat.
Seperti halnya dengan kepresidenan, apakah memang factor suku menjadi sesuatu
bagian yang diyakini karena mungkin suku yang lebih tua, atau suku yang lebih
banyak masyarakatnya, sehinga ketika suku itu diluar kelompok ini dianggap suku-
Ketika kita membicarakan primordialisme dalam konteks suku Jawa, bisa saja asumsi
itu betul. Karena primordialisme dalam semua lini kehidupan itu selalu ada, Seperti
halnya ketika di luar negeri sisi primordialisme tetap tumbuh, dan itu biasanya dilihat
dari 2 faktor, dari segi keagamaan dan keindonesiaan. Ketika kita tidak menemukan
75
keterikatan agama maka dari segi keindonesiaan itu biasanya yang terkuat, dan itu hal
yang wajar untuk mencari teman, kesetiakawanan, ataupun juga kedekatan apapun.
maka jangan lupa juga ada factor dukungan politik atau gerakan-gerakan politik itu
sendiri entah itu halnya JK sendirj ataupun juga SBY dan lain sebagainya. Ataupun
ketika itu gencar munculnya sosok Abu Rizal Bakri (ARB) kemudian banyak yang
anda kan orang Palembang (sumatera), kalaupun dijagokan paling hanya bisa
menduduki kursi wakil saja”. Tapi saya pikir kedepan Indonesia tidak lagi demikian,
kalaupun memang ada sosok non-Jawa yang popular, brilliant, tokoh, bersih, harapan
bangsa, maka kebiasaan prilaku primordial dan kelompok masyarakat yang mayoritas
merasa sosok ini yang lebih pantas saya rasa akan memilih tokoh ini meski bukan
dari kalangannya.
Contoknya sekarang kasus Ahok dari kelompok rasional di Jakarta, jika dilihat dari
segi primordial tidak kurang-kurang dengan dia dari etnis China, beragama Kristen,
dan perangkainya seperti demikian, tapi masih menjadi nomor satu dari hasil
kelompok tertentu masih terjalin kuat karena aspek rasionalnya masih rendah. Tapi
jika kita ambil kesimpulan secara keseluruhan di Indonesiabisa maka hal hal yang
primordialisme suku, dan dari segi primordialisme lain-lainnya itu masih kuat karena
76
70% lebih peduduk Indonesia itu di desa, dan ciri masyarakat desa itu selalu melihat
Jawab : Tidak selalu presiden Indonesia harus jawa, itu kan hanya mitos yang belum
terbukti seperti apa, coba saja hadirkan sosok dari luar suku jawa yang popular,
brilliant, seperti dulu ada sosok M. Jusuf yang dulu sudah digadang-gadang mampuh
walaupun dia non-Jawa tapi kalau dia menonjol mungkin oke, tapi mungkin suku
Jawa yang dominan juga merasa lebih emosional bisa saja mereka lebih
memperhatikan itu.
menyatakan bahwa presiden Indonesia harus selalu dari Suku Jawa tidak sampai
sejauh itu jika ada calon tandingan yang menonjol, katakanlah sekarang ini seperti
Irwandi di Aceh, ketakutan yan g kedua bukan hanya menonjol karena non-Jawanya,
tapi mungkin karena dia mantan GAM misalnya itu bisa juga, walaupun sekarang dia
kembali Memimpin Aceh dan menonjol lagi. Kemudian dalam good kontes Indonesia
dan berhadapan dengan Jawa karena masyarakat kita masih dominan dalam hal
Jawab: menenai hal itu tentunya sudah jelas diatur dalam undang-undang, lalu
persyaratan harus Islam, bersuku Jawa, dan Pribumi, itu konsep normative. Tetapi
sebagai warga Negara Indonesia tentunya kita tidak boleh mempersoalkan itu, agar
menja akesatan dan persatuan NKRI. Yang terpenting adalah eseninya, bahwa
pemimpin itu harus jujur, adil, amanah dan lain sebagainya, karena itulah memang
yang di ajarkan oleh Islam seperti sifat Rasulullah Muhammad saw , ada tablegh,
non-Jawa ?
Jawab: itu menurut saya hanya kebetulan saja, dan lebih kepada ilusi, bahwa itu
pemahaman khas orang jawa, bahkan dari sisi mitos mereka sangat kuat, seperti
Namun terlebih dari itu, itu semua hanya sebatas ramalan, dalam Islam itu tidak
dibenarkan, meskipun terkadang itu benar terjadi atau dalam istilah masyarakat itu
menyebut “kirata” (kira-kira nyata). Seperti “Notonogoro” itu tadi yang menyebutkan
SoeharTO, YudhoyoNO, Jokowi Dhodo, terputus di GO ?”, dan itu tidak selamanya
benar.
Jika berbicara kekalahan JK pada Pilpres 2009, menurut saya itu sebatas
kebetulan saja, walaupun ada masyarakat yang memandang dari sisi itu tapi tentunya
tidak semuanya. Namun terlepas dari itu, jika dilihat dari jumlah suara orang Jawa
tentunya lebih mendominasi hasil pada setiap Pilpres, karena jumlah orang-orang di
pulau jawa mencapai 50% keseluruhan dari orang Indonesia, dan mungkin lebih
kapada faktor itu kenapa orang berlatar belakang suku Jawa selalu lebih diungulkan.
Kemudian secara kultural Indonesia dikenal juga dengan sebutan Jawa, seperti
banyak orang Arab yang menyebut Indonesia dengan sebutan al-Jawi. Untuk
kedepan, bukan tidak mungkin ada non-Jawa yang akan terpilih maju menjadi
presiden Indonesia, bahkan bisa saja non-pribumi, karena mungkin masyarakat lebih
melihat dari sisi kejujurannya, kemudian dia adil, dan lain sebagainya, dan itu
3. Melihat realita presiden Indonesia yang selalu berasal dari satu suku (Jawa),
Adapun jika presiden Indonesia selalu berlatar balakang jawa itu mestinya
tidak menjadi persoalan, walaupun memang banyak masyarakat bahkan tokoh yang
mewajibkan kesukuan kandidat presiden itu penting, itu hanya berbicara adat, “al-
adatu muhakama” (suatu adat kebiasaan menjadi hokum), kalaupun memang benar
toh tidak mesti di gembor-gemborkan, pada nyatanya praktek dari masyarakat itu
pekerjakan, tapi pada prakteknya masyarakat pribumi dimana perusahaan itu ada pasti
4. Lalu jika apa yang terjadi di Indonesia dikaitkan dengan latar belakang suku
yang sama ?
Jawab: jika melihat pada apa yang terjadi di Islam saat itu maka kondisinya berbeda,
mereka memiliki landasan teori, meskipun memang pada hadis tersedbut tidak ada
“amr” (kalimat perintah) hanya sebatas menjadi qoidah Negara “fadhlul amal”
tersebut menurut saya kurang bisa menjadi landasan bernegara, karena justru itu
malah menjadi sebuah pemecah belah, dalam Islam sendiri yang dilihat bukan
keturunannya siapa, jabatannya apa dan lain sebagainya, justru Islam hanya melihat
seseorang dari ketakwaannya saja. jadi jika mengatakan bahwa “khalifah harus
berlatar belakang suku Quraisy” menurut saya kurang tepat jika itu menjadi sebuah
keharusan. Adapun banyak ulama yang menjadikan itu sebagai syarat seorang
kandidat kepala Negara , menurut saya itu hanya sebatas keutamaan beramal saja.
5. Apakah ada kesamaan dari konteks latar belakang suku pada seorang
pemimpin negara baik dari sistem kepresidenan Indonesia dan sistem Khilafah
Jawab: Jelas berbeda, pada kita tdk ada istilah khilafah & kholifah, daula, atau
konsep kerajaan sekalipun, itu hanya sebatas mempermudah konsep bernegara, yang
ada dalam Islam hanyalah konteks khilafah untuk diri sendiri, bahwa setiap kita
adalah khilafah (pemimpin) untuk diri kita sendiri, konsep kenegaraan itudilihat dari
khilafah sebagai acuan bernegara dan muncul hadis yang berbunyi “al-Aimah min
Quraisin” itu ditinjau dari kebutuhan masyarakat Arab saat itu. Lain haknya dengan
Indonesia yang awal kemerdekaannya diraih dengan kerja keras bersama melawan
dari segala kalangan, kemudiantercetuslah konsep Pancasila dan NKRI. Maka jika
dilihat dri kesamaannya jelas berbeda, adapun latar belakang suku bagi seorang
pemimpin negara yang realitanya sama-sama satu suku itu lain konteks jika harus
disamakan.
LAMPIRAN IV
Presiden Indonesia?
Jawab: tidak ada klasifikasi khusus dalam undang-undang yang menyatakan latar
belakang kesukuan maupun agama, siapapun berhak dan boleh mencalonkan diri
menjadi seorang presiden, termasuk pada pilpres tahun 2009 Jusuf Kalla maju
menjadi kandidat , yang kita tahu bahwa dia bukan berasal dari Jawa, melainkan
Sulawesi (Makasar), tapi karena dominasi pemilih yang lebih sedikit di banding
lawannya dari suku Jawa yang sudah pasti pendukungnya lebih banyak akhirnya
tidak mampu mengalahkan lawannya yang berasal dari suku Jawa. ini berbicara soal
persaingan dalam sebuah pesta politik, tidak ada keharusan dia berlatar belakang
apapun, hanya saja kebetulan presiden kita selalu berlatar belakang suku Jawa.
suku ?
Jawab: kesuksesan atau kemenangan seorang yang maju mencalonkan diri menjadi
presiden tidak terlepas dari pengaruh partai pengusung, kebetulan pada saat
itu(pilpres 2009) partai-partai besar lebih cenderung mendukung Megawati dan SBY
yang berasal dari suku Jaewa. Kemudian kualitas tim sukses menjadi salah satu
kekuatan untuk memenangkan seorang calon yang mereka ususng, mungkin juga
kemungkinan besar dari sanalah kenapa akhirnya JK tidak bisa memenangkan pilpres
2009, itu lebih karena dukungan politik yang akhirnya mengapa JK tumbang dari
Jawab: untuk seorang figur yang akan diusung oleh sebuah partai politik, sebetulnya
yang menjadi sebuah pertimbangan penting adalah trac rekor figur itu sendiri,
ituuntuk kemudian dtawarkan kepada masyarakat umum. Seperti halnya SBY yang
berdarah proklamator Indonesia Ir. Soekarno, didukung lagi dengan Prabowo sorang
jendral TNI yang sudah tidak diragukan. Kemudian JK disandingkan dengan lawan
yang seperti itu, secara otomatis JK tidak begitu kuat yang hanya sebatas mantan
wakil presiden di periode sebelumnya. Selain pertimbangan figur, di partai juga ada
yang disebut “mahar politik”, entah itu dimaksudkan ucapan terimakasih belaka, atau
bahkan lebih dari itu, yang jelas itu dimaksudkan untuk kebutuhan kampanye sebuah
menuntukan sosok yang akan diusung menjadi presiden, dan yang paling penting
adalah kefiguran itu tadi, adapun jika melihat faktor latar belakang suku itu hanya
sebatas tambahan semata, bahwa ketikaberbicara siapa dan dari mana maka kita juga
Jawab: sebetulnya siapapun dan dari latar belakang suku apapun semuanya
mempunyai kesempatan, tapi kultur yang ada di Indonesia adalah tradisi turun
temurun, dan itu dikarenakan faktor kepercayaan, seperti halnya kita secara naluri
akan lebih percaya kepadaorang-orang terdekat kita dibandingkan orang lain. Salah
satunya karena pusat pemerintahan (ibu kota) Indonesia berada di pulau Jawa yakni
Jakarta, maka bagi mereka yang memiliki jabatan akan menyerap orang-orang
sekitarnya, itu memang prilaku primordialisme yang masih berlaku hinga sekarang,
bahwa jika mereka mebutuhkan tenaga kerja atau untuk mengisi kekosongan kursi
pada sebuah lembaga, maka yang akan mereka tempatkan terlebih dahulu adalah
orang terdekat yang berada di sekitar mereka. Dari sanalah akhirnya mengapa
yang berasal dari suku Jawa akan lebih di unggulkan disbanding suku-suku lainnya
berasal bukan dari suku Jawa, karena saat ini Indonesia semakin berkembang baik
dari peraturan perundang-undangan yang terus din perbaharui, juga dari pola fikir