Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

“EMPIEMA”

A. Definisi
Empiema adalah kondisi dimana terdapatnya udara dan nanah dalam
rongga pleura yang dapat timbul sebagai akibat traumatik maupun proses
penyakit lainnya.
Empiema didefinisikan sebagai suatu infeksi pada ruang pleura yang
berhubungan dengan pembentukan cairan yang kental dan purulen baik
terlokalisasi atau bebas dalam ruang pleura yang disebabkan karena adanya
dead space, media biakan pada cairan pleura dan inokulasi bakteri.
Empiema ialah adanya pus didalam rongga pleura. Empiema biasanya
akibat pneumonia, tetapi dapat juga ditimbulkan sepsis hematogen,
thorakosentesis, selang thorakostomi, trauma dan infeksisubdiafragmatik.
Empiema biasanya akibat efusi pleura terinfeksi yang berhubungan dengan
sepsis pulmonari atau pneumonia yang berlangsung terus menerus atau tidak
terkontrol.
Empiema adalah akumulasi pus diantara paru dan membran yang
menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru
terinfeksi. Pus ini berisi sel-sel darah putih yang berperan untuk melawan
agen infeksi (sel-sel polimorfonukler) dan juga berisi protein darah yang
berperan dalam pembekuan (fibrin). Ketika pus terkumpul dalam ruang pleura
maka terjadi peningkatan tekanan darah pada paru sehingga pernapasan
menjadi sulit dan terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya perjalanan
penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan memisahkan pleura menjadi
kantong-kantong (lokalusi). Pembentukan jaringan parut dapat membuat
sebagian paru tertarik dan akhirnya mengakibatkan kerusakan yang permanen.
B. Etiologi
Penyebab terjadinya empiema terbagi menjadi dua yaitu :
1. Infeksi yang berasal dari dalam paru
a. Pneumonia
b. Abses paru
c. Bronkiektasis
d. TBC paru
e. Aktinomikosis paru
f. Fistel bronko-pleura
2. Infeksi yang berasal dari luar paru
a. Trauma thoraks
b. Pembedahan thoraks
c. Torasentesi pada pleura
d. Sufrenik abses
e. Amoebic liver abses
3. Penyebab lain dari empiema
a. Stapilococcus
Staphylococcus adalah kelompok dari bakteri yang dapat
menyebabkan berbagai penyakit sebagai akibat dari infeksi pada
jaringan tubuh. Bakteri staphylococcus menyebabkan penyakit tidak
hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada kulit) namun juga
secara tidak langsung dengan menghasilkan racun-racun yang
bertanggungjawab untuk keracunan makanan dan toxic shock
syndrome.
b. Pnemococcus
Pnemococcus adalah bakteri yang dapat menyebbakan infeksi serius
seperti radang paru-paru (pneumonia), meningitis (radang selaput
otak), dan infeksi darah (sepsis).
C. Tanda dan Gejala
1. Tanda dan gejala empiema secara umum, yaitu:
a. Demam
b. Keringat malam
c. Nyeri pleura
d. Dispnea
e. Anoreksia dan penurunan berat badan
f. Auskultasi dada, ditemukan penurunan suara napas
g. Perkusi dada, suara flatness
h. Palpasi, ditemukan penurunan fremitus
2. Tanda dan gejala empiema akut, yaitu:
a. Demam
b. Nyeri pleura
c. Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura
d. Toksemia
e. Anemia
f. Clubbing finger
g. Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel
bronco-pleura
h. Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur
dengan darah dan nanah.
3. Tanda dan gejala empiema kronis, yaitu:
a. Badan lemah
b. Pucat
c. Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura
d. Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kearah yang sakit
D. Klasifikasi
Empiema dibagi menjadi 3 fase, yaitu :
a. Stadium 1 disebut juga stadium eksudatif atau stadium akut, yang terjadi
pada hari-hari pertama saat efusi. Inflamasi pleura menyebabkan
peningkatan dan terjadi penimbunan cairan pleura namun masih sedikit.
Cairan yang dihasilkan mengandung elemen seluler yang kebanyakan
terdiri atas netrofil. Stadium ini terjadi selama 24-72 jam dan kemudian
berkembang menjadi stadium fibropurulen. Cairan pleura mengalir bebas
dan dikarakterisasi dengan jumlah darah putih yang rendah dan enzim
laktat dehidrogenase (LDH) yang rendah serta glukosa dan pH yang
normal, drainase yang dilakukan sedini mungkin dapat mempercepat
perbaikan.
b. Stadium 2 disebut juga dengan stadium fibropurulen atau stadium
transisional yang dikarakterisasi dengan inflamasi pleura yang meluas dan
bertambahnya kekentalan dan kekeruhan cairan. Cairan dapat berisi
banyak leukosit polimorfonuklear, bakteri, dan debris selular. Akumulasi
protein dan fibrin disertai pembentukan membran fibrin, yang
membentuk bagian atau lokulasi dalam ruang pleura. Saat stadium ini
berlanjut, pH cairan pleura dan glukosa menjadi rendah sedangkan, LDH
meningkat. Stadium ini berakhir setelah 7-10 hari dan sering
membutuhkan penanganan yang lanjut seperti torakostomi dan
pemasangan tube.
c. Stadum 3 disebut juga stadium organisasi (kronik). Terjadi pembentukan
kulit fibrinosa pada membran pleura, membentuk jaringan yang
mencegah ekspansi pleura dan membentuk lokulasi intrapleura yang
menghalangi jalannya tuba torakostomi untuk drainase. Kulit pleura yang
kental terbentuk dari resorpsi cairan dan merupakan hasil dari proliferasi
fibroblas. Parenkim paru menjadi terperangkap dan terjadi pembentukan
fibrotoraks. Stadium ini biasanya terjadi selama 2-4 minggu setelah gejala
awal.
E. Patofisiologi
Akibat invasi basil piogenik ke pleura, maka akan timbul peradangan
akut yang diikuti pembentukan eksudat serosa, dengan banyaknya sel PMN
baik yang hidup maupun yang mati serta meningkatnya kadar protein, maka
cairan menjadi keruh dan kental. Adanya endapan-endapan fibrin akan
membentuk kantong-kantong yang melokalisasi nanah tersebut. Apabila
nanah menembus bronkus, maka timbul fistel bronkopleura yang menembus
dinding thorak dan keluar melalui kulit yang disebut empiema nessensiatis.
Stadum ini masih disebut empiema akut yang lama kelamaan menjadi kronis.

F. Manifestasi Klinis
Empiema dibagi mejadi 2, yaitu :
a. Empiema akut
Terjadi sekunder akibat infeksi tempat lain, bukan primer dari
pleura. Pada permulaan gejala-gejalanya mirip dengan pneumonia, yaitu
panas tinggi dan nyeri pada dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura. Bila stadium
ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka akan timbul toksemia,
anemia, dan clubbing finger. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan
timbul fistel bronkopleura. Adanya fistel ditandai dengan batuk yang
makin produktif, bercampur nanah dan darah masif, serta kadang-kadang
bisa timbul sufokasi (mati lemas). Pada kasus empiema karena
pneumotoraks pneumonia, timbulnya cairan adalah setelah keadaan
pneumoninya membaik. Sebaliknya pada Streptococcus, empiema timbul
sewaktu masih akut. Pneumonia karena baksil gram negatif seperti E.coli
atau bakterioids sering kali menimbulkan empiema.
b. Empiema kronis
Batas yang tegas antara empiema akut dan kronis sukar
ditentukan. Disebut kronis jika empiema berlansung selama lebih dari tiga
bulan. Penderita mengeluh badanya terasa lemas, kesehatan makin
menurun, pucat, clubbing fingers, dada datar, dan adanya tanda-tanda
cairan pleura. Bila terjadi fibrotoraks, trakea, dan jantung akan tertarik ke
sisi yang sakit.

G. Komplikasi
a. Fistel bronko pleura
b. Syok
c. Sepsis
d. Gagal jantung kronis

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
a. Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambbaran opacity yang
menunjukkan adanya cairan dengan atau tanpa kelainan paru. Bila
terjadi fibrothoraks, trakhea di mediastinum tertarik ke sisi yang
sakit dan juga tampak adanya penebalan.
b. Cairan pleura bebas dapat dilihat sebagai gambaran tumpul disudut
kosfofrenikus pada posisi posteroanterior atau lateral.
c. Dijumpai gambaran yang homogen pada daerah posterolateral
dengan gambaran opak yang konveks pada bagian anteroir yang
disebut dengan D-shaped shadow yang mungkin disebabkan oleh
obliterasi sudut konstofrenikus ipsilateral pada gambaran
posteroanterior.
d. Organ-organ mediastinum terlihat terdoorong ke sisi yang
berlawanan dengan efusi.
e. Air-fluid dapat dijumpai jika disertai dengan pneumotoraks, fistula
bronkopleura.

2. Pemeriksaan pus
Aspirasi pleura akan menunjukkan adanya pus di dalam rongga dada
(pleura). Pus dipakai sebagai bahan pemeriksaan sitologi, bakteriologi,
jamur dan amoeba. Untuk selanjutnya dilakukan jkultur (pembiakan)
terhadap kepekaan antibiotik.
3. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
a. Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atak sekat pada suatu
empiema yang terlokalisir.
b. Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak
empiema yang perlu dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.
4. Pemeriksaan CT-Scan
a. Pemeriksaan CT Scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan
dari pleura
b. Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada CT
Scan
5. Sinar x
Mengidentifikasi distribusi struktural, menyatakan absesluas/infiltrate,
empiema (strafilococcus) infiltrat menyebar atau terlokalisasi
(bakterial).
6. Tes fungsi paru
Dilakukan untuk menentukan penyebab dipsnea, untuk menentukan
apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk
memperkirakan derajat disfungsi.
7. Pemeriksaan Gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsy jarum, aspirasi transtrakela, bronkoskopi
fiberoptik aau biopsy pembukaan paru untuk mengatasi organisme
penyebab.

I. Penatalaksanaan
1. Pengosongan nanah
Prinsip ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses, untuk mencegah
efek toksisnya
2. Closed drainage – toracostomy water sealed drainage dengan indikasi :
a. Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
b. Nanah terus terbentuk setelah dua minggu
c. Terjadinya piopneumotoraks
3. Drainase terbuka (open drainage)
Karena menggunakan kateter karet yang besar, maka perlu disertai juga
dengan reseksi tulag iga. Open drainage ini dikerjakan pada empiema
kronis, hal ini bisa terjadi akibat pengobatan yang terlambat atau tidak
adekuat misalnya aspirasi yang terlambat atau tidak adekuat, drainase
tidak adekuat sehingga harus sering mengganti atau membersihkan drain
4. Antibiotic
5. Penutupan rongga empiema
Pada empiema menahun sering kali rongga emppiema tidak menutup
karena penebalan dan kekakuan pleura. Pada keadaan demikian dilakukan
pembedahan (dekortikasi) atau torakoplasti.

J. Asuhan Keperawatan
1. Identitas
Nama, umur, suku/bangsa, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : Nyeri pada dada pleuritik
b. Riwayat kesehatan sekarang : Panas tinggi dan nyeri pada dada
pleurtik.
c. Riwayat kesehatan masa lalu : Pernah mengalami radang paru-paru
(pneumonia), meningitis (radang selaput otak), atau infekis darah
(sepsis)
d. Riwayat kesehatan keluarga : Pernah terinfeksi bakteri
Staphylococcus atau Pneumococcus
e. Riwayat lingkungan : Rumah yang kumuh, kotor, dekat dengan
sampah
f. Riwayat psikososial : Stress prikologi sehingga menurunkan
imunitas tubuh.
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola aktivitas : Dispnea pada saat beraktivitas
b. Pola nutrisi : Anoreksia
c. Pola eliminasi : Defekasi berkurang karena asupan nutrisi
berkurang
d. Pola istirahat : Dispnea pada saat istirahat
e. Pola keyakinan : Ketaatan klien terhadap agama
f. Pola seksual : Penurunan libido
g. Pola hubungan dan peran : Hubungan ketergantungan, kurang
sistem pendukung.
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaab umum : Demam, berkeringat, pucat, compos mentis,
ketakutan, gelisahm penurunan BB, dispnea, lemah.
b. Pemeriksaan TTV: TD >120/70 mmHg. RR >24x/menit, N
>100x/menit, Suhu >36,5 oC
c. Pemeriksaan kepala dan leher : Batuk produktif, pernafasan cuping
hidung
d. Pemeriksaan dada : Nyeri pleuritik, penggunaan otot bantu
pernafasan, perkusi dada ditemukan suara flatness, palpasi
ditemukan penurunan fremitus, auskultasi dada ditemukan
penurunan suara napas, funnel chest.
e. Pemeriksaan abdomen : Peristaltic usus ,< 8x/menit
f. Pemeriksaan ekstremitas : Clubbing finger
g. Pemeriksaan penunjang : Foto thorak, kultur darah, US, sampel
sputum, torakosenstesis, pemeriksaan cairan pleura, hitung sel
darah dan deferensiasi, protein, LDH, glucose, pH, da kultur bakteri
aerob dan anaerob, mikrobakteri, fungi, serta mikroplasma
5. Diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan

Diagnosa Keperawatan Intervensi


Gangguan pertukaran gas b.d 1. Buka jalan nafas, gunakan
kerusakan alveoli teknik chin lift atau jaw thrust
bila perlu
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
6. Keluarkan sekret denga batuk
atau suction
Bersihan jalan napas tidak 1. Pastikan kebutuhan
efektif b.d peningkatan produksi oral/tracheal suctioning
sekret 2. Auskultasi suara nafas sebelum
dan sesudah suctioning
3. Informasikan pada klien dan
keluarga tentang suctionin
4. Minta klien nafas dalam
sebelum sucton dilakukan
5. Berikan O2 dengan
menggunakan nasal untuk
memfasilitasi suksion
nasotrakeal
Gangguan rasa nyaman b.d 1. Gunakan pendekatan yang
indeksi bakteri menenangkan
2. Nyatakan dengan jelas harapan
terhadap pelaku pasien
3. Jelaskan semua prosedur dan
apa yang dirasakan selama
prosedur
4. Temani pasien untuk
memberikan keamanan dan
mengurangi takut
5. Instruksikan pasien
menggunakan tenknik
relaksasi.
Perubahan nutrisi kurang dari 1. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh b.d anoreksia 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan
vitamin C
5. Berikan substansi gula

Anda mungkin juga menyukai