Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

“BRONKOPNEUMONIA”

A. Definisi
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur bahkan benda asing. Bronkopneumonia adalah radang paru yang
berasal dari cabang-cabang tenggorokan yang mengalami infeksi dan
tersumbat oleh getah radang, menimbulkan pemandatan-pemandatan
bergerombol dalam lobulus paru yang berdekatan, biasanya terjadi
akibatbatuk rejam, campakm influenza, tifus.
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu
peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai
bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa
anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda
asing (Brandley et al,.2011).
Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan
pada sistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang
terletak pada alveoli paru. Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan
anak kecil. Hal ini dikarenakan respon imunitas mereka masih belum
berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering
bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus pneumonia dan
Haemophilus influenza.

B. Etiologi
1. Faktor Infeksi
a. Pada Neonatus : Streptokokus group B, Respiratory Sincytial
Virus (RSV)
b. Pada Bayi : Virus parainfluenza, Virus influenza, Adenovirus,
RSV, Cytomegalovirus, Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
c. Pada Anak-anak : Parainfluensa, Influenza Virus, Adenovirus,
RSV, Mycoplasma pneumonia, Pneumokokus, Mycobakterium
tubercolusi
2. Faktor Non-infeksi
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi:
a. Bronkopneumonia hidrokarbon terjadi karena aspirasi selama
penelanan muntah dan sonde lambung (zat hidrokarbon seperti
pelitur, minyak tanah dan bensin)
b. Bronkopneumonia lipoid terjadi akibat pemasukkan obat yang
mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum.

C. Tanda dan Gejala


a. Sesak nafas
b. Suhu naik 39oC – 40oC, disertai kejang
c. Pernafasan cepat, dangkal disertai cuping hidung dan pucat pada mulut
dan hidung
d. Perubahan bunyi nafas
e. Kadang disertai muntah dan diare
f. Penurunan kesadaran

D. Klasifikasi
a. Berdasarkan lokasi lesi di paru
- Pneumonia lobaris
- Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
- Pneumonia interstitialis
b. Berdasarkan asal infeksi
- Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community acquired
pneumonia/CAP)
- Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based-pneumonia)
c. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
- Pneumonia bakteri
- Pneumonia virus
- Pneumonia mikoplasma
- Pneumonia jamur
d. Berdasarkan karakteristik penyakit
- Pneumonia tipikal
- Pneumonia atipikal
e. Berdasarkan lama penyakit
- Pneumonia akut
- Pneumonia persisten
E. Pathway

Virus, bakteri,
mikroba

Masuk ke
nasofaring
Produksi sputum

Peradangan bronchus
Proses inflamasi Alveolus Takipneu, Dyspneu
saluran pernafasan
bawah
Granulasi leukosit
Ketidakefektifan
Bronchus dan pola nafas
alveoli terinfeksi Eritrosit dalam
bronchus

Anoreksia
Takipneu, banyak
leukosit yang mati
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Eksudat fibrin
sepanjang bronchus

Pembuangan O2 dari
alveoli terhambat
penumpukkan sekret

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam
batas normal. Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang
berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-
kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang
meningkat.
2. C-Reactive Protein (CRP)
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk
membedakan antara faktor infeksi dan non-infeksi, infeksi virus dan
bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP
biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis
daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk
evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.
Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang
pemeriksaan radiologi untuk mengetahui spesifikasi pneumonia karena
pneumokokus dengan nilai CRP ≥120 mg/l dan prokalsitonin ≥5 ng/ml.
3. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak
tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat, dan jarang
didapatkan hasil yang positif. Untuk pemeriksaan mikrobiologis,
spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring tidak
memiliki nilai yang berarti. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman
ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.
4. Pemeriksaan Serologis
Uji serologik untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi
bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan
tetapi, diagnosis infeksi Streptokokus group A dapat dikonfirmasi
dengan peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim
atau antiDnase B. Uji serologik IgM dan IgG antara fase akut dan
konvalesen pada anak dengan infeksi pneumonia oleh Chlamydia
pneumonia dan Mycoplasma pneumonia memiliki hasil yang
memuaskan tetapi tidak bermakna pada keadaan pneumonia berat yang
memerlukan penanganan yang cepat.
5. Pemeriksaan Roetgenografi
Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar
diagnosis utama pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada
pneumonia ringan, hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang
dirawat dan timbul gejala klinis berupa takipneu, batuk, ronki, dan
peningkatan suara pernafasan. Kelainan foto rontgen toraks pada
pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis.
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis
pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP.
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :
a. Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan
bronkovaskular, peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila berat
terjadi pachy consolidation karena atelektasis
b. Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air
bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut
dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang
biasanya cukup besar, berbenuk sferis, berbatas yang tidak terlalu
tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai round
pneumoni.
c. Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada
kedua paru berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga
daerah perifer paru disertai dengan peningkatan corakan
peribronkial.
G. Komplikasi
a. Empiema
Adanya peradangan pada saluran nafas tersebut dapat menyebar
ke jaringan pleura. Pada fase awal, timbul cairan pleura yang jumlahnya
sedikit dan berlanjut sehingga terjadi fibrosis di pleura parietalis dan
viseralis yang kemudia berkembang menjadi kumpulan pus dalam rongga
pleura atau empiema.
b. Otitis Media Akut
Adanya infeksi pada saluran nafas dapat menyebar sampai ke
telinga tengah melalui tuba eustachius sehingga dapat menyebabkan otitis
media akut.
c. Atelektasia
Terjadi apabila penumpukan sekret akibat berkurannya daya
kembang paru-paru terus terjadi. Penumpukkan sekret ini akan
menyebabkan obstruksi bronchus intrinsik. Obstruksi ini akan
menyebabkan atelektasis obstruksi, dimana terjadi penyumbatan saluran
udara yang menghambat masuknya udara ke dalam alveolus.
d. Empisema
Terjadi dimulai adanya gangguan pembersihan jalan nafas akibat
penumpukan sputum. Peradangan yang menjalar ke bronchiolus akan
menyebabkan dinding bronchiolus mulai melubang dan membesar. Pada
waktu inspirasi lumen bronchiolus melebar sehingga udara dapat
tersumbat karena penumpukkan sputum. Tetapi saat ekspirasi lumen
menyempit sehingga sumbatan tersebut menghalangi keluarnya udara.
e. Meningitis
Penyebaran virus haemophilus influenza melalui hematogen ke
sistem syaraf sentral. Penyebarannya juga bisa dimulai saat terjadi infeksi
saluran pernafasan atau dimana manifestasi klinik meningitis menyerupai
pneumonia.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita bronchopneumonia :
1. Terapi Medis
a. Penisilin 50.000 U/kg BB/hari, ditambah dengan kloramfenikol 50-70
mg/kg/BB/hari atai diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum
luas seperti amisilin
b. Pemberian oksigen dan cairan IV D5% dan NaCL 0,9% dengan
perbandingan 3:1 ditambah larutan KCl 10 Meq/500ml/botol infus.
c. Diberikan mukolitik untuk mengencerkan lendir, ekspektoran
(memudahkan pengeluaran dahak)
d. Antipiretik diberikan bila demam
2. Keperawatan
a. Menjaga kelancaran pernafasan
Pada anak agak besar berikan sikap baring setengah duduk,
longgarkan pakaian. Ajarkan bila batuk lendirnya dikeluarkan karena
jika tidak dikeluarkan nafas tetap sesak. Pada bayi, baringkan dengan
letak kepala ekstensi dengan memberikan ganjal pada bahu.
b. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen perlu dibantu dengan
memberikan oksigen 2 liter/menit.
c. Usahakan keadaan tenang dan nyaman agar pasien dapat istirahat
sebaik-baiknya.
d. Pemenuhan kebutuhan nutris
Apabila sesak sudah berkurang pasien diberikan makanan
lunak dan susu. Bujuklah agar anak mau makan, dan waktu menyuapi
harus sabar karena keadaan sesak anak mudah lelah waktu
mengunyah. Pada bayi yang masih minum ASI, bila tidak terlalu
sesak boleh menetek. Pada waktu menetek beritahu ibu putting susu
harus sering-sering dilepas untuk memberikan kesempatan bayi
bernafas.
e. Kontrol suhu tubuh tiap 1 jam
f. Lakukan fisioterapi dada (potural drainage).

I. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

J. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


.
1. Ketidakefektifan pola NOC NIC
nafas - Respiratory status : Airway Management
Ventilation 1. Buka jalan napas,
- Respiratory status : gunakan teknik chin
Airway patency lift atau jaw thrust
- Vital sign status bila perlu
Kriteria Hasil 2. Posisikan pasien
- Mendemonstrasikan untuk
batuk efektif dan memaksimalkan
suara nafas yang ventilasi
bersih, tidak ada 3. Identifiasi pasien
sianosis dan dyspneu, perlunya
(mampu megeluarkan pemasangan alat
sputum, mampu jalan napas buatan
bernafas dengan 4. Lakukan fisioterapi
mudah, tidak ada dada jika perlu
pursed lips) 5. Auskultasi suara
- Menunjukkan jalan nafas, catat adanya
nafas yang paten suara tambahan
(klien tidak merasa 6. Monitor aliran
tercekik, irama nafas, oksigen
frekuensi pernafasan 7. Pertahankan posisi
dalam rentang pasien
normal, tidak ada 8. Observasi adanya
suara nafas tanda-tanda
abnormal) hipoventilais
- Tanda-tanda vital
dalam rentang
normal (tekanan
darah, nadi,
pernafasan)
2. Ketidakefektifan NOC NIC
bersihan jalan napas - Resporatory status: Airway suction
Ventilation 1. Pastikan kebutuhan
- Respiratory status: oral/tracheal
Airway patency suctioning
Kriteria Hasil 2. Auskultasi suara
- Mendemonstrasikan nafas sebelum dan
batuk efektif dan sesudah suctioning
suara nafas yang 3. Berikan O2 dengan
bersih, tidak ada menggunakan nasal
sianosis dan dyspneu, untuk memfasilitasi
(mampu megeluarkan suksion nasotrakeal
sputum, mampu 4. Identifikasi pasien
bernafas dengan perlunya
mudah, tidak ada pemasangan alat
pursed lips) jalan nafas buatan
- Menunjukkan jalan 5. Monitor status
nafas yang paten oksigen
(klien tidak merasa 6. Auskultasi suara
tercekik, irama nafas, nafas, cata adanya
frekuensi pernafasan suara tambahan
dalam rentang
normal, tidak ada
suara nafas
tambahan)
- Mampu
mengidentifikasi dan
mencegah factor
yang dapat
menghambat jalan
nafas.
3. Ketidakseimbangan NOC NIC
nutrisi kurang dari - Nutritional status: Nutrition Management
kebutuhan tubuh - Nutritional status: 1. Berikan substansi
food and fluid gula
- Intake 2. Berikan makanan
- Nutritional status: yang terpilih (sudah
nutrient intake dikonsulkan dengan
- Weight control ahli gizi)
Kriteria Hasil 3. Monitor jumlah
- Adanya peningkatan nutrisi dan
berat badan sesuai kandungan kalori
dengan tujuan tinggi 4. BB pasien dalam
badan batas normal
- Mampu 5. Monitor adanya
mengidentifikasi penurunan berat
kebutuhan nutrisi badan
- Tidak ada tanda-
tanda malnutrisi
- Menunjukkan
peningkatan fungsi
pengecapan dari
menelan
- Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang berarti

Anda mungkin juga menyukai