DISUSUN OLEH :
ERI CANGRA LUNAN R 3720220034
FARIS MAULADI FAHRI 3720220009
GIANIKA SALSA RAHARJA 3720220027
NADIYA HANIFA 3720220042
NADYA KHAIRUNNISA 3720220028
A. LATAR BELAKANG
Infeksi saluran napas akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting morbiditas dan
mortalitas pada anak terutama usia dibawah 5 tahun. Beberapa faktor dianggap
berhubungan dengan ISPA antara lain, jenis kelamin, usia balita, status gizi, imunisasi,
berat lahir balita, suplementasi vitamin A, durasi pemberian ASI, pendidikan ibu,
pendapatan keluarga, pajanan rokok, serta pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu terhadap
ISPA. ISPA dapat berlanjut menjadi pneumonia.
Pnemonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paruparu (alveoli).
Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi
akut pada bronkus yang disebut dengan dengan bronkopneumonia (Kholisah et al, 2015).
Bronkopneumonia adalah istilah medis yang digunakan untuk menyatakan peradangan
yang terjadi pada dinding bronkiolus dan jaringan paru di sekitarnya.
Menurut laporan World Health Organization (WHO), sekitar 800.000 hingga 2 juta
anak meninggal dunia tiap tahun akibat bronkopneumonia. Pada tahun 2017
bronkopneumonia setidaknya membunuh 808.694 anak di bawah usia 5 tahun (WHO,
2019).
Pada tahun ini, temuan kasus Bronkopneumonia (140,90%) mengalami penurunan
dibanding tahun sebelumnya.
Menurut Ridha (2014) menyatakan bahwa upaya yang perlu dilakukan dalam
penanganan bronkopneumonia dengan bersihan jalan napas tidak efektif meliputi
terapi farmakologis dan non farmakologis.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah dari
studi case ini adalah Efektivitas Pemberian Nebulizer dengan NaCL 0.9% pada klien
dengan Bronkopneumonia Di Ruang PICU di RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid
Kota Bekasi.
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan Umum
Mengetahui efektifitas penggunaan NaCL 0.9% untuk nebulizer Di Ruang PICU di
RSUD DR Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi.
Tujuan Khusus
Mengetahui efektivitas penggunaan NaCL 0.9% pada klien An. L dengan
Bronkopneumonia Di Ruang PICU di RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota
Bekasi.
D. MANFAAT PENULISAN
Bagi Institusi
Bagi Rumah Sakit
Penulisan ini dapat memberikan manfaat
Dapat memberi manfaat bagi
bagi institusi RSUD dr. Chasbullah pengembangan ilmu pengetahuan dalam
Abdulmadjid Kota Bekasi dalam rangka bidang keperawatan, terutama yang
penerapan tindakan keperawatan kolaboratif berkaitan dalm mengencerkan dahak pada
terutama yang berhubungan dengan pasien dengan nebulizer menggunakan
pemberian nebulizer. NaCL 0,9% khususnya pada pasien dengan
Bagi Mahasiswa bronkopneumonia.
Sebagai Bagi Pasien
landasan bagi pengembangan
penulisan tentang pemberian nebulizer Dapat memberi manfaat bagi pasien untuk
dengan menggunakan NaCL 0.9% pada dapat mengurangi produksi sputum
pasien dengan Bronkopneumonia. sehingga mempercepat pemulihan.
BAB II
KONSEP DASAR
A.DEFINISI
Bronchopneumonia merupakan salah satu jenis pneumonia yang memiliki pola penyebaran berbercak,
teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi & meluas ke parenkim paru yang
berdekatan di sekitarnya biasanya terjadi peradangan pada paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi jamur dan seperti bakteri, virus, dan benda asing.
B. ETIOLOGI
Umumnya individu yg terserang bronchopneumonia diakibatkan karena adanya penurunan mekanisme
pertahanan daya tahan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Timbulnya bronchopneumonia
biasanya disebabkan oleh virus, jamur, protozoa, bakteri, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia.
C. KLASIFIKASI
Berikut merupakan klasifikasi pneumonia :
Community Acquired Pneunomia dimulai juga sebagai penyakit pernafasan umum & dapat
berkembang menjadi sebuah pneumonia. Pneumonia Streptococal ialah suatu organisme penyebab
umum. Tipe pneumonia ini umumnya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang lanjut usia.
Hospital Acquired Pneumonia dikenal juga sebagai pneumonia nosokomial. Organisme seperti ini
ialah suatu aeruginisa pseudomonas. Klibseilla / aureus stapilococcus, ialah bakteri umum penyebab
hospital acquired pneumonia.
Lobar & Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Saat Ini ini pneumonia
diklasifikasikan berdasarkan organisme, bukan cuma menurut lokasi anatominya.
Pneumonia viral, bakterial & fungi dikategorikan berdasarkan dari agen penyebabnya, kultur sensifitas
dilakukan untuk dapat mengidentifikasikan organisme perusak.
D. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah mikroorganisme (jamur, bakter, virus) &
sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (bensin, minyak tanah, & sejenisnya). Serta
aspirasi (masuknya isi lambung ke dalam saluran napas). Awalnmya mikroorganisme dapat masuk
melalui percikan ludah ( droplet) infasi ini dapat masuk ke saluran pernapasan atas & menimbulkan
reaksi imunologis dari tubuh. Reaksi ini menyebabkan peradangan, di mana ketika terjadi peradangan
ini tubuh dapat menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada penderita.
Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan secret. Semakin lama secret semakin menumpuk di bronkus
maka aliran bronkus menjadi semakin sempit & pasien dapat merasa sesak. Tidak Hanya terkumpul di
bronkus, lama kelamaan secret dapat sampai ke alveolus paru & mengganggu sistem pertukaran gas di
paru.
E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktusrespiratoris bagian atas
selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai 39-40 derajat celcius
dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispenia
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar
hidung dan mulut, kadang juga disertai muntah dan diare.
Hasil pemeriksaan fisik tergantung luas daerah auskultasi yang terkena, pada perkusi
sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronchi
basah nyaring halus dan sedang
Pnemonia bakteri Pnemonia Virus
Gejala: Anoreksia, rinitis ringan, dan gelisah Gejala awal : Rhinitis dan batuk
Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada pasien dengan kasus Bronkopneumonia :
a. Identitas, seperti: nama, tempat tanggal lahir/umur, Bronkopneumonia sering terjadi pada bayi dan anak.
Kasus terbanyak terjadi pada anak berusia di bawah 3 tahun dan kematian terbanyak terjadi pada bayi yang
berusia kurang dari 2 bulan.
b. Keluhan Utama
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Bronkopneumonia Virus, biasanya didahului oleh gejala-gejala infeksi saluran napas, termasuk rinitis
dan batuk, serta suhu badan lebih rendah dari pada pneumonia bakteri. Bronkopneumonia virus tidak dapat
dibedakan dengan Bronkopneumonia bakteri dan mukuplasma.
b) Bronkopneumonia Stafilokokus (bakteri), biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas
atau bawah dalam beberapa hari hingga 1 minggu, kondisi suhu tinggi, batuk dan mengalami kesulitan
pernapasan.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu: Biasanya anak sering menderita penyakit saluran pernapasan bagian
atas. Riwayat penyakit campak / fertusis (pada Bronkopneumonia).
3) Riwayat pertumbuhan: Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena
keletihan selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi penyakit.
4) Riwayat psikososial dan perkembangan: Kelainan Bronkopneumonia juga dapat membuat anak
mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan, hal ini disebabkan oleh adanya
ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada tingkat jaringan, sehingga perlu mendapatkan stimulasi
pertumbuhan dan perkembangan yang cukup.
5) Riwayat Imunisasi Biasanya pasien belum mendapatkan imunisasi yang lengkap seperti DPT-HB-
Hib 2.
c. Pemeriksaan Fisik e. Thorax
a. Kepala-leher Biasanya pada anak dengan diagnosa medis Bronkopneumonia,
hasil inspeksi tampak retraksi dinding dada dan pernafasan yang
Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, kadang pendek dan dalam, palpasi terdapatnya nyeri tekan, perkusi
ditemukan pembesaran Kelenjer getah bening. terdengar sonor, auskultasi akan terdengar suara tambahan pada
b. paru yaitu ronchi,weezing dan stridor. Pada neonatus, bayi akan
Mata
terdengar suara nafas grunting (mendesah) yang lemah, bahkan
Biasanya pada pasien dengan Bronkopneumonia mengalami takipneu.
anemis konjungtiva. f. Abdomen
c. Hidung Biasanya ditemukan adanya peningkatan peristaltik usus.
Pada pemeriksaan hidung secara umum ada tampak g. Kulit Biasanya pada klien yang kekurangan O2 kulit akan
mengalami nafas pendek, dalam, dan terjadi cupping hidung. tampak pucat atau sianosis, kulit teraba panas dan tampak
d. memerah.
Mulut
h. Ekstremitas Biasanya pada ekstremitas akral teraba dingin
Biasanya pada wajah klien Brochopneumonia terlihat
bahkan bahkan crt > 2 detik karena kurangnya suplai oksigen ke
sianosis terutama pada bibir. Perifer, ujung-ujung kuku sianosis.
d. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik menurut Manurung dkk (2013), yaitu :
1) Pemeriksaan Radiologi
a) Biasanya pada rontgen thoraks ditemukan beberapa lobus berbercak-bercak infiltrasi
b) Bronkoskopi digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-cabang utama dari arbor trakeobronkial. Jaringan
yang diambil untuk pemeriksaan diagnostic, secara terapeutik digunakan untuk mengidentifiksi dan mengangkat benda
asing
2) Hematologi
a) Darah lengkap
(1) Hemoglobin pada pasien bronkopneumonia biasanya tidak mengalami gangguan. Pada bayi baru lahir normalnya
17-12 gram/dl, Umur 1 minggu normalnya 15-20 gram/dl, Umur 1 bulan normalnya11-15 gram/dl, dan pada Anak-anak
normalnya 11-13 gram/dl
(2) Hematokrit pada pasien bronkopneumonia biasanya tidak mengalami gangguan. Pada Laki-laki
normalnya 40,7% - 50,3%, dan pada Perempuan normalnya 36,1% - 44,3%
(3) Leukosit pada pasien bronchopneumoia biasanya mengalami peningkatan, kecuali apabila pasien
mengalami imunodefisiensi Nilai normlanya 5 – 10 rb
(4) Trombosit biasanya ditemukan dalam keadaan normal yaitu 150 – 400 ribu.
(5) Eritrosit biasanya tidak mengalami gangguan dengan nilai normal Laki – laki 4,7- 6,7 juta dan
pada Perempuan 4,2– 5,4 juta 21
(6) Laju endap darah (LED) biasanya mengalami peningkatan normal nya pada laki-laki 0 – 10 mm
perempuan 0 -15 mm
b) Analisa Gas Darah (AGD)
Biasanya pada pemeriksaan AGD pada pasien bronkopneumonia ditemukan adanya kelainan. Pada
nilai pH rendah normalnya7,38- 7,42, Bikarbonat (HCO3) akan mengalami peningkatan kecuali ada
kelainan metabolik normalnya 22-28 m/l, Tekanan parsial oksigen akan mengalami penurunan nilai
normalnya 75-100 mm Hg, Tekanan (pCO2) akan mengalami peningkatan nilai normalnya 38-42
mmHg, dan pada saturasi oksigen akan mengalami penurunan nilai normalnya 94-100 %.
c) Kultur darah Biasanya ditemukan bakteri yang menginfeksi dalam darah, yang mengakibatkan
sistem imun menjadi rendah.
d) Kultur sputum Pemeriksaan sputum biasanya di temukan adanya bakteri pneumonia dan juga
bisa bakteri lain yang dapat merusak paru.
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, diagnosa pada pasien dengan bronkopneumonia
sebagai berikut :
Hipovolemia (D. 0023)
Bersihan jalan nafas tidak
Definisi: penurunan volume cairan intravaskular, interstisial dan/atau
efektif (D.0149)
intraselular
Definisi: Ketidakmampuan Penyebab :
membesihkan sekret atau
Kehilangan cairan aktif
obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas Kegagalan mekanisme regulasi
tetap paten Evaporasi
Spasme jalan napas Definisi: ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Penyebab :
Hipersekresi jalan napas
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan pksigen
Benda asing dalam jalan
Ttirah baring
napas
Kelemahan
Sekresi yang tertahan
Imobilitas
Proses infeksi
Gaya hidup monoton
Rencana Keperawatan
Menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia, diagnosa pada pasien dengan
bronkopneumonia sebagai berikut :
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif (D.0149)
Intervensi Rasional
I. 01011: Manajemen Jalan Napas
O:
- Monitor pola napas - Untuk memantau frekuensi, kedalaman dan usaha napas
- Untuk memantau bunyi napas tambahan
- Monitor bunyi napas - Untuk memantau kesadaran klien
- Monitor tanda tanda vital - Untuk mempertahankan kepatenan jalan napas
T: - Agar keluarga paham mengenai kondisi klien
- Berikan oksigen
- Untuk mengeluarkan dahak klien
- Edukasi orang tua terkait kesadaran pasien
E: - Untuk meredakan gejala penyakit saluran napas
- Ajarkan teknik batuk efektif
K:
- Kolaborasi pemberian bronkodilator
2. HIPOVOLEMIA (D. 0023)
Intervensi Rasional
I. 03116: Manajemen Hipovolemia
O:
- Periksa tanda dan gejala hipovolemia - Untuk memantau perkembangan klien
- Untuk memantau kebutuhan cairan
- Monitor intake dan output cairan
T: - Untuk memantau kebutuhan cairan
- Hitung kebutuhan cairan - Agar klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya
- Berikan asupan cairan via NGT/OGT
E: - Untuk meningkatkan nutrisi klien
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak - Untuk menghindari syok mendadak
K:
- Kolaborasi pemberian cairan IV
- Untuk memenuhi kebutuhan cairan klien
3. INTOLERANSI AKTIVITAS (D.0056)
Intervensi Rasional
I. 02060: Pemantauan Tanda Vital
O:
A. SKENARIO KASUS
Klien datang dengan sesak ±3 jam yang lalu, batuk sesak kurang lebih 3 jam yang
lalu, muntah, denyut jantung pasien cibitus medulla. Bbl pasien 3,3kg usia kehamilan
5 bulan, saat lahir pasien menangis tapi tidak ada suara. Pasien memiliki Riwayat
Penyakit Jantung Bawaan. Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan: TD:
85/40 mmHg, nadi; 165 x/mnt, respirasi: 25 x/mnt, suhu: 39 ﹾC dan Saturasi: 99%
B. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Identitas Klien :
Nama : An. L
Alamat : Jl Merak
Umur : 3 Bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Pendidikan : Belum Sekolah
Pekerjaan : Belum Bekerja
Suku : Batak
Status perkawinan : Belum menikah
Sumber informasi : Keluarga
Tanggal Masuk RS : 09 November 2022
Data Fokus
Keluhan Utama
Sesak ±3 jam
Batuk ± 3 jam
Muntah-muntah
Menangis tapi tidak ada suara
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Apatis GCS : 7 E2 M3 V2
Kepala : Simetris, tidak ada benjolan, tidak ada lesi
Rambut : Rambut tampak bersih, lurus, distribusi jarang
Muka : Simetris, tidak ada hiperpigmentasi
Mata : Simetris, konjungtiva ananemis, sclera
anikterik, pupil 2/2 refleks cahaya +/+
Telinga : Simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri,
Tidak ada cerumen, pendengaran tidak dapat
dikaji.
Hidung : Simetris, tidak ada edema, tidak ada lesi/polip
ada secret, terpasang NGT, terpasang nasa kanul penciuman tidak dapat kaji
Mulut : Simetris, lidah kotor, mukosa bibir lembab,
hipersaliva
Leher : Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,
tidak ada pembesaran kelenjar getah bening,
tidak ada nyeri
Dada : Simetris, tidak ada lesi, ronchi terdengar
dikedua lapang paru, infiltrate dikedua lapang paru
Abdomen : Simetris, tidak ada lesi, bising usus 20 x/mnt
tidak ada nyeri abdomen, tidak ada acites,
Integument : Akral hangat, CRT < 3 dtk, turgor kult kurang
Genitalia : bersih tidak terpasang kateter
Ekstremitas : Kekuatan sendi menurun ,tidak ada fraktur
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN HASIL LAB
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas d.d keadaan umum apatis, GCS: 7, N = 165
x/menit, RR= 25 x/menit dan TD: 85/40 mmHg, klien tampak lemah, klien tampak batuk, terdapat
tumpukan secret, suara nafas ronkhi dan klien mendapat terapi inhalasi / 6 jam dengan Nacl 0.9% 2 cc
Hipovolemia b.d evaporasi d.d frekuensi nadi meningkat: 165x/mnt, nadi terasa lemah, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering, hematokrit meningkat: 48,2% dan suhu tubuh meningkat: 39 C
Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen d.d kesadaraan umum
lemah, E2 M3 V2 dan N = 165 x/menit, RR= 25 x/menit dan TD: 85/40 mmHg
3. RENCANA KEPERAWATAN
A:
Masalah teratasi
Sebagian
P:
Intervensi
dilanjutkan
1,2,3 10.00 TTV klien Discard planning
Hasil: N = 174 x/menit,S = 37 ﹾC, RR= 30 x/menit dan Pantau keadaan
umum dan TTV
10.30
TD: 99/49 mmHg klien
Memberikan oksigen Minum obat
1 10.40 Hasil: klien diberikan oksigen 2 lpm sesuai instruksi
Melakukan inhalasi dengan Nacl 0.9% dan dokter.
11.10 melakukan suction Pertahankan
1 tindakan aseptik
Hasil: inhalasi di berikan (+), suctioning (+), sputum Lakukan suction
++ Lakukan
1 Memberikan terapi injeksi inhalasi
Hasil: klien diberikan Tironem 3x35mg, MP 2x2 mg,
Lasix 2x2 mg, NAC 2x2mg, Omz 4x5 mg obat
diberikan IV, plebitis (-)
1 Memberikan diit /ngt, LLM 30-40
ml/3jam
Hasil: diit diberikan,muntah(-)
Ka 1,2,3 08.30 - Memonitor pola napas Hari: ketiga
mis 1,2,3 S :-
Hasil: RR: 25 x/menit, tampak batuk, klien terpasang oksigen nasal kanul
24/1 1,2,3 09.00 O:
- Memonitor bunyi napas Batuk efektif -
1/20
09.15 Hasil: terdengar suara ronkhi Sputum +
22 1,2,3 09.30 Ronchi menurun
08.0 - Memonitor sputum RR: 22x/mnt
0 Hasil: sputum berwarna putih Dispnea menurun
10.00 TD: 81/72
- Memonitor adanya sumbatan jalan napas Ht: 48,2
Hasil: terdapat tumpukan sekret S: 36 C
- TTV klien A:
1 Masalah teratasi sebagian
Hasil: N = 141 x/menit,S = 36 ﹾC, RR= 25 x/menit dan TD: 81/72 mmHg P:
1 Intervensi dilanjutkan
- Memberikan oksigen
Hasil: klien diberikan oksigen 2 lpm
Discard Planning
10.40 - Melakukan inhalasi dengan Nacl 0.9% dan melakukan suction Lakukan suction
1 11.10 - Hasil: inhalasi di berikan (+), suctioning (+), sputum ++ Lakukan inhalasi
Berikan terapi injeksi dan
- Memberikan terapi injeksi oral sesuai program
Hasil: klien diberikan Tironem 3x35mg, MP 2x2 mg, Lasix 2x2 mg, NAC
2x2mg, Omz 4x5 mg obat diberikan IV, plebitis (-)
- Memberikan diit /ngt, LLM 30-40 ml/3jam
Hasil: diit diberikan, muntah (-)
5. EVALUASI
TANGG DX. EVALUASI
AL&
JAM
22/11/20 S : -
22 1 O:
12.00 - Kesadaran : apatis
wib - K/U : lemah
- N: 165 x/menit
- RR: 25 x/menit
- Suhu: 37 ﹾC
- Sputum + +
- Obat sudah diberikan, tidak ada tanda alergi kemerahan
A:
Masalah belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan Discard planning
- Pantau keadaan umum dan TTV klien
- Berikan terapi sesuai program
- Pertahankan tindakan aseptik
- Lakukan suction rutin
23/11/2 2 S: -
022
O:
12.00
wib - Kesadaran : apatis
- N : 30 x/menit
RR : 22 x/menit Suhu : 37 ﹾC
- Memberikan Obat injeksi dan oral kepada pasien An. L
- Tidak ada tanda kemerahan atau alergi.
A:
Masalah teratasi
Sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan
Discard planning
- Pantau keadaan umum dan TTV klien
- Minum obat sesuai instruksi dokter.
- Pertahankan tindakan aseptik
- Lakukan suction
- Lakukan inhalasi
24/11/2022 3 S :-
O:
12.00 N: 141 x/menit
wib RR: 25 x/menit Suhu: 36 ° C
Kes : apatis
k/u: lemah
Lakukan suction
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan
Discard Planning
Lakukan suction
Lakukan inhalasi
Berikan terapi injeksi dan oral sesuai program
BAB IV
TELAAH JURNAL
Abstract
To date there is no effective drug treatment for transient tachypnea of the newborn (TTN) and respiratory support is the
only means to handle this disease. This study was performed to evaluate the effect of albuterol (Salbutamol) in
improvement of respiratory distress in involved neonates. We conducted a randomized, blinded, placebo-controlled
clinical trial Neonates with TTN received either nebulized albuterol (30 neonates) or placebo (30 neonates), and early
clinical parameters were measured during and after treatment. Totally 60 neonates including 31 males and 29 females,
mean gestational age of 36.9 ± 1.69 weeks, mean weight of 2703 ± 589 gr, were analyzed. Respiratory distress score was
significantly decreased in treatment compared to placebo group (from 5.6 at the start to 1.7 at the end of study vs 5.6 to
3.9 respectively) and the PO2 was significantly increased in neonates receiving nebulized albuterol compared to the
placebo group (from 58.5% at the start to 84.8% at the end of study vs 58.2% to 70.2% respectively). No adverse effects
were observed in either group.
The duration of continuous positive airway pressure (CPAP) application was significantly decreased in the
treatment group compared to the placebo group (1.6 ± 0.77 vs. 3.3 ± 0.98 respectively) (P = 0.0001).
Application of nebulized albuterol caused a considerable improvement in the respiratory distress of neonates
at its primary hour of using via reduction of respiratory scores, duration and concentration of oxygen
requirement, and duration of CPAP without any side effects. Therefore, this drug can be applied in the
treatment of Transient Tachypnea of the Newborn appropriately.
Keywords: Transient Tachypnea of the Newborn, Salbutamol, Nebulized Albutero
Introduction
Respiratory distress is one of the most common neonatal diseases and approximately 1% of all newborns experience
some degrees of respiratory distress. Among all hospitalized infants due to respiratory distress, especially those admitted
to neonatal intensive care unit, one third are finally detected with transient tachypnea of the newborn (TTN). Natural
respiratory distress caused by TTN is usually resolved during 48 - 72 hours after birth, but it may last up to 5 days.
Although little is known about the pathology of TTN, this is a respiratory disorder caused by insufficient or delayed
clearance of neonate alveolar fluid. Lung fluid absorption is beginning by beta-adrenergic agonists, such as endogenous
steroids and catecholamines, which increase during childbirth. Neonates who do not have TTN in comparison with those
with this disorder, face with lower levels of circulating catecholamines and also experience a delay or reduction in
absorption of fluid by their alveoli.
It was recently shown that intravenous administration of Albuterol (Salbutamol), a β2 - adrenergic
agonist, stimulated the lung fluid absorption. TTN is often benign and self-limited, but in some cases can
lead to respiratory failure. So far, no effective drug therapy was introduced for the treatment of TTN and
its standard treatment is the use of supplemental oxygen and respiratory support but severe resistant cases
also need intubation and mechanical ventilation. Respiratory support with intubation has a lot of side
effects such as changes in the blood pressure, intraventricular hemorrhage, and also respiratory support
with mechanical ventilation is accompanied with numerous complications. Accordingly, we hypothesized
that nebulized Salbutamol (albuterol), may enhance lung fluid absorption in patients with TTN and might
be effective in reduction of respiratory symptoms of these neonates
Conclusions
There was limited study to show the effects of albuterol therapy on respiratory distress score, duration of
positive pressure respiratory support and albuterol complications. Our study findings suggest that albuterol
nebulization therapy significantly decreases respiratory distress score, increases PO2, and decreases the
oxygen demand, without considerable side effects. Further researches are needed to examine the effects of
nebulized albuterol on TTN in a larger number of infants and whole spectrum of TTN (mild to severe) and
measuring the serum level of albuterol is also necessary to fully characterizing the effects of this treatment
on TTN.
TELAAH JURNAL
Studi kasus pada An. L dengan bronkopneumonia di ruang PICU RS. Dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota
Bekasi dengan skenario kasus klien datang dengan sesak ±3 jam yang lalu, batuk sesak kurang lebih 3 jam yang lalu,
muntah, denyut jantung pasien cibitus medulla. Bbl pasien 3,3kg usia kehamilan 5 bulan, saat lahir pasien menangis tapi
tidak ada suara. Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan: TD: 85/40 mmHg, nadi; 165 x/mnt, respirasi: 25
x/mnt, suhu: 39 ﹾC dan Saturasi: 99%. Setelah 3x24 jam masalah teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan dengan
discard planning yaitu: lakukan suction, lakukan inhalasi dan berikan terapi injeksi dan oral sesuai program.
Telaah jurnal nasional pada terkait keefektifan Nacl 0,9%, menurut penelitian sebelumnya yaitu menggunakan
cairan NaCl 0,9 untuk menginduksi sputum, dimana memberikan hasil bahwa penggunaan NaCl 0,9% akan
menyebabkan bronkokonstriksi pada pasien bronkopneumonia. Penelitian lain menyimpulkan bahwa pemberian
salbutamol melalui nebulizer ultrasonic diencerkan dengan NaCl 0,9% mempunyai efek bronkodilator lebih baik
dibandingkan penggunaan salbutamol MDI. Dan telaah dari jurnal internasional, hasil penelitian menunjukkan bahwa
nebulisasi albuterol/salbutamol dengan Nacl 0,9% secara signifikan dapat menurunkan skor gangguan pernapasan,
meningkatkan PO2 dan meningkatkan kebutuhan oksigen. Dari kedua jurnal diatas dan studi kasus pada An. L di ruangan
PICU didapatkan hasil bahwa pemberian nebulizer dengan NaCL 0.9% dikatakan cukup efektif dan keefektifan
penggunaan NaCL 0.9% berpengaruh pada lamanya hari perawatan.
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Infeksi saluran napas akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting morbiditas dan mortalitas pada anak terutama usia
dibawah 5 tahun. ISPA dapat berlanjut menjadi pneumonia. Pnemonia adalah proses infeksi akut yang mengenai
jaringan paruparu (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi
akut pada bronkus yang disebut dengan dengan bronkopneumonia . Bronkopneumonia adalah istilah medis yang
digunakan untuk menyatakan peradangan yang terjadi pada dinding bronkiolus dan jaringan paru di sekitarnya.
Brokopeumonia dapat disebut sebagai pneumonia lobularis karena peradangan yang terjadi pada parenkim paru bersifat
terlokalisir pada bronkiolus berserta alveolus di sekitarnya. Pemberian pengencer NaCL 0.9% dapat membantu
mengencerkan daha sehingga mudah dikeluarkan dan dapat menjaga kelembaban jalan nafas. Dalam SOP pemberian
therapy nebulizer tidak dituliskan mengenai pemberian pengencer. Untuk obat yang diberikan kembali pada instruksi
yang diberikan dokter namun biasanya untuk rata0rata anak diberikan ventolin dan diencerkan menggunakan NaCl
0.9%.
B. SARAN
Tim Pokja. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI