Anda di halaman 1dari 65

CASE REPORT EFEKTIVITAS PEMBERIAN

NEBULIZER DENGAN CAIRAN NACL 0.9% SEBAGAI


CAMPURAN UNTUK MENGATASI
BRONKOPNEUMONIA PADA AN. L DI RUANG PICU RS.
DR. CHASBULLAH ABDULMADJID KOTA BEKASI

DISUSUN OLEH :
ERI CANGRA LUNAN R 3720220034
FARIS MAULADI FAHRI 3720220009
GIANIKA SALSA RAHARJA 3720220027
NADIYA HANIFA 3720220042
NADYA KHAIRUNNISA 3720220028
 
A. LATAR BELAKANG

 Infeksi saluran napas akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting morbiditas dan
mortalitas pada anak terutama usia dibawah 5 tahun. Beberapa faktor dianggap
berhubungan dengan ISPA antara lain, jenis kelamin, usia balita, status gizi, imunisasi,
berat lahir balita, suplementasi vitamin A, durasi pemberian ASI, pendidikan ibu,
pendapatan keluarga, pajanan rokok, serta pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu terhadap
ISPA. ISPA dapat berlanjut menjadi pneumonia.
 Pnemonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paruparu (alveoli).
 Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi
akut pada bronkus yang disebut dengan dengan bronkopneumonia (Kholisah et al, 2015).
 Bronkopneumonia adalah istilah medis yang digunakan untuk menyatakan peradangan
yang terjadi pada dinding bronkiolus dan jaringan paru di sekitarnya.
 Menurut laporan World Health Organization (WHO), sekitar 800.000 hingga 2 juta
anak meninggal dunia tiap tahun akibat bronkopneumonia. Pada tahun 2017
bronkopneumonia setidaknya membunuh 808.694 anak di bawah usia 5 tahun (WHO,
2019).
 Pada tahun ini, temuan kasus Bronkopneumonia (140,90%) mengalami penurunan
dibanding tahun sebelumnya.
 Menurut Ridha (2014) menyatakan bahwa upaya yang perlu dilakukan dalam
penanganan bronkopneumonia dengan bersihan jalan napas tidak efektif meliputi
terapi farmakologis dan non farmakologis.
B. RUMUSAN MASALAH

 Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah dari
studi case ini adalah Efektivitas Pemberian Nebulizer dengan NaCL 0.9% pada klien
dengan Bronkopneumonia Di Ruang PICU di RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid
Kota Bekasi.
C. TUJUAN PENULISAN

 Tujuan Umum
 Mengetahui efektifitas penggunaan NaCL 0.9% untuk nebulizer Di Ruang PICU di
RSUD DR Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi.
 Tujuan Khusus
 Mengetahui efektivitas penggunaan NaCL 0.9% pada klien An. L dengan
Bronkopneumonia Di Ruang PICU di RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota
Bekasi.
D. MANFAAT PENULISAN
 Bagi Institusi
 Bagi Rumah Sakit
 Penulisan ini dapat memberikan manfaat
 Dapat memberi manfaat bagi
bagi institusi RSUD dr. Chasbullah pengembangan ilmu pengetahuan dalam
Abdulmadjid Kota Bekasi dalam rangka bidang keperawatan, terutama yang
penerapan tindakan keperawatan kolaboratif berkaitan dalm mengencerkan dahak pada
terutama yang berhubungan dengan pasien dengan nebulizer menggunakan
pemberian nebulizer. NaCL 0,9% khususnya pada pasien dengan
 Bagi Mahasiswa bronkopneumonia.
 Sebagai  Bagi Pasien
landasan bagi pengembangan
penulisan tentang pemberian nebulizer  Dapat memberi manfaat bagi pasien untuk
dengan menggunakan NaCL 0.9% pada dapat mengurangi produksi sputum
pasien dengan Bronkopneumonia. sehingga mempercepat pemulihan.
BAB II
KONSEP DASAR

A.DEFINISI
 Bronchopneumonia merupakan salah satu jenis pneumonia yang memiliki pola penyebaran berbercak,
teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi & meluas ke parenkim paru yang
berdekatan di sekitarnya biasanya terjadi peradangan pada paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi jamur dan seperti bakteri, virus, dan benda asing.

B. ETIOLOGI
 Umumnya individu yg terserang bronchopneumonia diakibatkan karena adanya penurunan mekanisme
pertahanan daya tahan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Timbulnya bronchopneumonia
biasanya disebabkan oleh virus,  jamur, protozoa, bakteri, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia.
C. KLASIFIKASI
Berikut merupakan klasifikasi pneumonia :
 Community Acquired Pneunomia dimulai juga sebagai penyakit pernafasan umum & dapat
berkembang menjadi sebuah pneumonia. Pneumonia Streptococal ialah suatu organisme penyebab
umum. Tipe pneumonia ini umumnya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang lanjut usia.
 Hospital Acquired Pneumonia dikenal juga sebagai pneumonia nosokomial. Organisme seperti ini
ialah suatu  aeruginisa pseudomonas. Klibseilla / aureus stapilococcus, ialah bakteri umum penyebab
hospital acquired pneumonia.
 Lobar & Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Saat Ini ini pneumonia
diklasifikasikan berdasarkan organisme, bukan cuma menurut lokasi anatominya.
 Pneumonia viral, bakterial & fungi dikategorikan berdasarkan dari agen penyebabnya, kultur sensifitas
dilakukan untuk dapat mengidentifikasikan organisme perusak.
D. PATOFISIOLOGI
 Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah mikroorganisme (jamur, bakter, virus) &
sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (bensin, minyak tanah, & sejenisnya). Serta
aspirasi (masuknya isi lambung ke dalam saluran napas). Awalnmya mikroorganisme dapat masuk
melalui percikan ludah ( droplet) infasi ini dapat masuk ke saluran pernapasan atas & menimbulkan
reaksi imunologis dari tubuh. Reaksi ini menyebabkan peradangan, di mana ketika terjadi peradangan
ini tubuh dapat menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada penderita.
 Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan secret. Semakin lama secret semakin menumpuk di bronkus
maka aliran bronkus menjadi semakin sempit & pasien dapat merasa sesak. Tidak Hanya terkumpul di
bronkus, lama kelamaan secret dapat sampai ke alveolus paru & mengganggu sistem pertukaran gas di
paru.
 E. PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
 Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktusrespiratoris bagian atas
selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai 39-40 derajat celcius
dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispenia
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung serta sianosis sekitar
hidung dan mulut, kadang juga disertai muntah dan diare.
 Hasil pemeriksaan fisik tergantung luas daerah auskultasi yang terkena, pada perkusi
sering tidak ditemukan kelainan dan pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronchi
basah nyaring halus dan sedang
 Pnemonia bakteri  Pnemonia Virus

 Gejala: Anoreksia, rinitis ringan, dan gelisah  Gejala awal : Rhinitis dan batuk

 Berlanjut sampai :  Berkembang sampai :


 Ronkhi basah
 Nafas cepat dan dangkal
 Emfisema obstruktif
 Demam
 Demam ringan, batuk ringan dan malaise sampai demam tinggi batuk
 Malaise  (tidak nyaman) hebat dan lesu
 Ekspirasi berbunyi  Pneumonia mikroplasma
 Leukositosis
 Gejala: Anoreksia, menggigil, sakit kepala, dan demam
 Foto thorak pneumonia lebar
 Berkembang sampai :
 Kurang dari 2 tahun vomitus dan diare ringan
 Rhinitis alergi
 Lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan kedinginan
 Sakit tenggorokan batuk kering berdarah
 Area konsolidasi pada penatalaksanaan pemeriksa thorak
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Radiologi
Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:
 Pemeriksaan Laboratorium  Rontgenogram thoraks
 Pemeriksaan darah  Menunujukan konsolidasi lobar yang
 Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis seringkali dijumpai pada infeksi
(meningkatnya jumlah neutrofil). pneumokokal atau klebsiella. Infilrate
 Pemeriksaan sputum multiple seringkali dijumpai pada infeksi
 Bahan pemeriksaan diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam. Digunakan stafilokokus dan haemofilus.
untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensifitas untuk 
mendeteksi agen infeksius.
Laringoskopi / bronkoskopi untuk
menentukan apakah jalan nafas
 Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa.
tersumbat oleh benda padat.
 Kultur darah untuk mendeteksi bakterimia.
 Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen
mikroba.
H. KOMPLIKASI
 Komplikasi dari bronchopneumonia, diantaranya:
 Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru yang merupakan akibat
kurangnya mobilisasi atau reflek batuk hilang.
 Empyema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalm rongga pleura yang terdapat disatu
tempat atau seluruh rongga pleura.
 Abses paru adalah pengumpulan pus dala jaringan paru yang meradang.
 Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
 Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
I. PENATALAKSANAAN
 Oksigen 1-2 liter per menit.
 Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap melaui selang nasogastrik
dengan feeding drip.
 Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk
transport muskusilier.
 Koreksi gangguan keseimbangan asam basa elektrolit
J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
 Riwayat penyakit dahulu
 Pengkajian Fokus
 Biasanya penderita bronchopneumonia
 Demografi meliputi; nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.
sebelumnya belum pernah menderita kasus yang
 Keluhan utama: Saat dikaji biasanya penderita bronchopneumonia sama tetapi mereka mempunyai riwayat penyakit
akan mengeluh sesak nafas, disertai batuk ada secret tidak bisa yang dapat memicu terjadinya bronchopneumonia
keluar. yaitu riwayat merokok, terpaan polusi kima dalam
 Riwayat penyakit sekarang jangka panjang misalnya debu/ asap.
 Riwayat penyakit keluarga
 Penyakit bronchitis mulai dirasakan saat penderita mengalami batuk
menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama pada saat  Biasanya penyakit bronchopneumonia dalam
bangun pagi selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun keluarga bukan merupakan faktor keturunan
sedikitnya 2 tahun produksi sputum (hijau, putih/ kuning) dan tetapi kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat
banyak sekali. Penderita biasanya menggunakan otot bantu seperti merokok.
pernfasan, dada terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP,
bunyi nafas krekels, warna kulit pucat dengan sianosis bibir, dasar
kuku.
 Pola Pengkajian
 Pernafasan
 Gejala: Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari ( terutama pada
saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut- turut) tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Tanda: Lebih memilih posisi tiga titik
( tripot) untuk bernafas, penggunaan otot bantu pernafasan
 Dada: Dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP ( bentuk barel), gerakan difragma minimal.
 Bunyi nafas: Krekels lembab, kasar.
 Warna: Pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku abu- abu keseluruhan.
 Sirkulasi
 Gejala: Pembengkakan ekstremitas bawah.
 Tanda: Peningkatan tekanan darah dan peningkatan frekuensi jantung / takikardi berat, disritmia, distensi vena leher
(penyakit berat) edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung. Bunyi jantung redup (yang berhubungan
dengan peningkatan diameter AP dada). Warna kulit / membrane mukosa : normal atau abu-abu/ sianosis perifer.
 Makanan/cairan
 Gejala: Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema), ketidakmampuan untuk makan
karena distress pernafasan.
 Tanda: Turgor kulit buruk, berkeringat, palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali.
 Aktifitas/istirahat
 Gejala: Keletihan, keletihan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari- hari karena sulit
bernafas, ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi, dispnea pada saat
istirahat atau respon terhadap aktifitas atau istirahat.
 Tanda: Keletihan, gelisah/insomnia dan kelemahan umum / kehilangan masa otot.
K. ASUHAN KEPERAWATAN

 Pengkajian Keperawatan
 Pengkajian pada pasien dengan kasus Bronkopneumonia :
 a. Identitas, seperti: nama, tempat tanggal lahir/umur, Bronkopneumonia sering terjadi pada bayi dan anak.
Kasus terbanyak terjadi pada anak berusia di bawah 3 tahun dan kematian terbanyak terjadi pada bayi yang
berusia kurang dari 2 bulan.
 b. Keluhan Utama
 1) Riwayat Kesehatan Sekarang
 a) Bronkopneumonia Virus, biasanya didahului oleh gejala-gejala infeksi saluran napas, termasuk rinitis
dan batuk, serta suhu badan lebih rendah dari pada pneumonia bakteri. Bronkopneumonia virus tidak dapat
dibedakan dengan Bronkopneumonia bakteri dan mukuplasma.
 b) Bronkopneumonia Stafilokokus (bakteri), biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas
atau bawah dalam beberapa hari hingga 1 minggu, kondisi suhu tinggi, batuk dan mengalami kesulitan
pernapasan.
 2) Riwayat Kesehatan Dahulu: Biasanya anak sering menderita penyakit saluran pernapasan bagian
atas. Riwayat penyakit campak / fertusis (pada Bronkopneumonia).
 3) Riwayat pertumbuhan: Biasanya anak cenderung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena
keletihan selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi penyakit.
 4) Riwayat psikososial dan perkembangan: Kelainan Bronkopneumonia juga dapat membuat anak
mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan, hal ini disebabkan oleh adanya
ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada tingkat jaringan, sehingga perlu mendapatkan stimulasi
pertumbuhan dan perkembangan yang cukup.
 5) Riwayat Imunisasi Biasanya pasien belum mendapatkan imunisasi yang lengkap seperti DPT-HB-
Hib 2.
c. Pemeriksaan Fisik  e. Thorax
 a. Kepala-leher  Biasanya pada anak dengan diagnosa medis Bronkopneumonia,
hasil inspeksi tampak retraksi dinding dada dan pernafasan yang
 Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala, kadang pendek dan dalam, palpasi terdapatnya nyeri tekan, perkusi
ditemukan pembesaran Kelenjer getah bening. terdengar sonor, auskultasi akan terdengar suara tambahan pada
 b. paru yaitu ronchi,weezing dan stridor. Pada neonatus, bayi akan
Mata
terdengar suara nafas grunting (mendesah) yang lemah, bahkan
 Biasanya pada pasien dengan Bronkopneumonia mengalami takipneu.
anemis konjungtiva.  f. Abdomen
 c. Hidung  Biasanya ditemukan adanya peningkatan peristaltik usus.
 Pada pemeriksaan hidung secara umum ada tampak  g. Kulit Biasanya pada klien yang kekurangan O2 kulit akan
mengalami nafas pendek, dalam, dan terjadi cupping hidung. tampak pucat atau sianosis, kulit teraba panas dan tampak
 d. memerah.
Mulut
 h. Ekstremitas Biasanya pada ekstremitas akral teraba dingin
 Biasanya pada wajah klien Brochopneumonia terlihat
bahkan bahkan crt > 2 detik karena kurangnya suplai oksigen ke
sianosis terutama pada bibir. Perifer, ujung-ujung kuku sianosis.
 d. Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan Diagnostik menurut Manurung dkk (2013), yaitu :
 1) Pemeriksaan Radiologi
 a) Biasanya pada rontgen thoraks ditemukan beberapa lobus berbercak-bercak infiltrasi
 b) Bronkoskopi digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-cabang utama dari arbor trakeobronkial. Jaringan
yang diambil untuk pemeriksaan diagnostic, secara terapeutik digunakan untuk mengidentifiksi dan mengangkat benda
asing
 2) Hematologi
 a) Darah lengkap
 (1) Hemoglobin pada pasien bronkopneumonia biasanya tidak mengalami gangguan. Pada bayi baru lahir normalnya
17-12 gram/dl, Umur 1 minggu normalnya 15-20 gram/dl, Umur 1 bulan normalnya11-15 gram/dl, dan pada Anak-anak
normalnya 11-13 gram/dl
 (2) Hematokrit pada pasien bronkopneumonia biasanya tidak mengalami gangguan. Pada Laki-laki
normalnya 40,7% - 50,3%, dan pada Perempuan normalnya 36,1% - 44,3%
 (3) Leukosit pada pasien bronchopneumoia biasanya mengalami peningkatan, kecuali apabila pasien
mengalami imunodefisiensi Nilai normlanya 5 – 10 rb
 (4) Trombosit biasanya ditemukan dalam keadaan normal yaitu 150 – 400 ribu.
 (5) Eritrosit biasanya tidak mengalami gangguan dengan nilai normal Laki – laki 4,7- 6,7 juta dan
pada Perempuan 4,2– 5,4 juta 21
 (6) Laju endap darah (LED) biasanya mengalami peningkatan normal nya pada laki-laki 0 – 10 mm
perempuan 0 -15 mm
 b) Analisa Gas Darah (AGD)
 Biasanya pada pemeriksaan AGD pada pasien bronkopneumonia ditemukan adanya kelainan. Pada
nilai pH rendah normalnya7,38- 7,42, Bikarbonat (HCO3) akan mengalami peningkatan kecuali ada
kelainan metabolik normalnya 22-28 m/l, Tekanan parsial oksigen akan mengalami penurunan nilai
normalnya 75-100 mm Hg, Tekanan (pCO2) akan mengalami peningkatan nilai normalnya 38-42
mmHg, dan pada saturasi oksigen akan mengalami penurunan nilai normalnya 94-100 %.
 c) Kultur darah Biasanya ditemukan bakteri yang menginfeksi dalam darah, yang mengakibatkan
sistem imun menjadi rendah.
 d) Kultur sputum Pemeriksaan sputum biasanya di temukan adanya bakteri pneumonia dan juga
bisa bakteri lain yang dapat merusak paru.
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, diagnosa pada pasien dengan bronkopneumonia
sebagai berikut :
 Hipovolemia (D. 0023)
 Bersihan jalan nafas tidak
 Definisi: penurunan volume cairan intravaskular, interstisial dan/atau
efektif (D.0149)
intraselular
 Definisi: Ketidakmampuan  Penyebab :
membesihkan sekret atau
 Kehilangan cairan aktif
obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas  Kegagalan mekanisme regulasi
tetap paten  Evaporasi

 Penyebab:  Intoleransi Aktivitas (D. 0056)

 Spasme jalan napas  Definisi: ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
 Penyebab :
 Hipersekresi jalan napas
 Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan pksigen
 Benda asing dalam jalan
 Ttirah baring
napas
 Kelemahan
 Sekresi yang tertahan
 Imobilitas
 Proses infeksi
 Gaya hidup monoton
Rencana Keperawatan
Menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia, diagnosa pada pasien dengan
bronkopneumonia sebagai berikut :
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif (D.0149)

Intervensi Rasional
I. 01011: Manajemen Jalan Napas  
O:  
- Monitor pola napas - Untuk memantau frekuensi, kedalaman dan usaha napas
  - Untuk memantau bunyi napas tambahan
- Monitor bunyi napas - Untuk memantau kesadaran klien
   
- Monitor tanda tanda vital - Untuk mempertahankan kepatenan jalan napas
T: - Agar keluarga paham mengenai kondisi klien
- Berikan oksigen  
  - Untuk mengeluarkan dahak klien
- Edukasi orang tua terkait kesadaran pasien  
E: - Untuk meredakan gejala penyakit saluran napas
- Ajarkan teknik batuk efektif
K:
- Kolaborasi pemberian bronkodilator
2. HIPOVOLEMIA (D. 0023)

Intervensi Rasional
I. 03116: Manajemen Hipovolemia  
O:  
- Periksa tanda dan gejala hipovolemia - Untuk memantau perkembangan klien
  - Untuk memantau kebutuhan cairan
- Monitor intake dan output cairan  
T: - Untuk memantau kebutuhan cairan
- Hitung kebutuhan cairan - Agar klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya
- Berikan asupan cairan via NGT/OGT  
E: - Untuk meningkatkan nutrisi klien
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral  
- Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak - Untuk menghindari syok mendadak
K:  
 
- Kolaborasi pemberian cairan IV
- Untuk memenuhi kebutuhan cairan klien
 
3. INTOLERANSI AKTIVITAS (D.0056)
Intervensi Rasional
I. 02060: Pemantauan Tanda Vital  
O:  

- Monitor tekanan darah - Untuk memantau kondisi klien


- Monitor nadi - Untuk memantau kondisi klien
- Monitor pernapasan - Untuk mengetahui pola napas klien
- Monitor suhu tubuh
- Untuk melihat perubahan suhu klien
- Monitor oksimetri nadi
- Untuk melihat kondisi klien
T:
- Dokumentasikan hasil pemantauan  
E: - Untuk data perawatan klien
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan  
K: - - Agar keluarga memahami prosedur pemantauan
- Dokumentasikan hasil pemantauan - Untuk data perawatan klien
E:
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 
K: - - Agar keluarga memahami prosedur pemantauan
BAB III
STUDI KASUS

A. SKENARIO KASUS
 Klien datang dengan sesak ±3 jam yang lalu, batuk sesak kurang lebih 3 jam yang
lalu, muntah, denyut jantung pasien cibitus medulla. Bbl pasien 3,3kg usia kehamilan
5 bulan, saat lahir pasien menangis tapi tidak ada suara. Pasien memiliki Riwayat
Penyakit Jantung Bawaan. Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan: TD:
85/40 mmHg, nadi; 165 x/mnt, respirasi: 25 x/mnt, suhu: 39 ‫ﹾ‬C dan Saturasi: 99%
B. ASUHAN KEPERAWATAN
 PENGKAJIAN
 Identitas Klien :
 Nama : An. L
 Alamat : Jl Merak
 Umur : 3 Bulan
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Agama : Kristen
 Pendidikan : Belum Sekolah
 Pekerjaan : Belum Bekerja
 Suku : Batak
 Status perkawinan : Belum menikah
 Sumber informasi : Keluarga
 Tanggal Masuk RS : 09 November 2022
 Data Fokus
 Keluhan Utama
 Sesak ±3 jam
 Batuk ± 3 jam
 Muntah-muntah
 Menangis tapi tidak ada suara
 Pemeriksaan Fisik
 Kesadaran : Apatis GCS : 7 E2 M3 V2
 Kepala : Simetris, tidak ada benjolan, tidak ada lesi
 Rambut : Rambut tampak bersih, lurus, distribusi jarang
 Muka : Simetris, tidak ada hiperpigmentasi
 Mata : Simetris, konjungtiva ananemis, sclera
 anikterik, pupil 2/2 refleks cahaya +/+
 Telinga : Simetris, tidak ada lesi, tidak ada nyeri,
 Tidak ada cerumen, pendengaran tidak dapat
 dikaji.
 Hidung : Simetris, tidak ada edema, tidak ada lesi/polip
 ada secret, terpasang NGT, terpasang nasa kanul penciuman tidak dapat kaji
 Mulut : Simetris, lidah kotor, mukosa bibir lembab,
 hipersaliva
 Leher : Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,
 tidak ada pembesaran kelenjar getah bening,
 tidak ada nyeri
 Dada : Simetris, tidak ada lesi, ronchi terdengar
 dikedua lapang paru, infiltrate dikedua lapang paru
 Abdomen : Simetris, tidak ada lesi, bising usus 20 x/mnt
 tidak ada nyeri abdomen, tidak ada acites,
 Integument : Akral hangat, CRT < 3 dtk, turgor kult kurang
 Genitalia : bersih tidak terpasang kateter
 Ekstremitas : Kekuatan sendi menurun ,tidak ada fraktur
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN HASIL LAB

Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Rujukan

Leukosit 25,5 ribu/uL 5-10

Hemoglobin 9,4 g/dL 11-14,3

Hematokrit 48,2 % 37-47


Trombosit 27,8 % Ribu/uL 40-54

GDS 132 mg/dL 60-110

Natrium 130 mmol/L 135-145

Kalium 3,8 mmol/L 3,5-5,0

Clorida 86 mmol/L 94-110

Albumin 3,20 gr/dL 3,5-4,5


 Ro thorax 09 11 22, Pulmo: Infiltrat dikedua lapang paru. Kesan BP
2) Therapy
 Injeksi : Oral :
 Tironem 3x35mg Captopril 3x3, 125 mg
 MP 2x2 mg Spionolactre 1x6,25 mg
 Lasix 2x2mg Cairan 0,9% : 2 ml
 NAC 3x0,5 ml
 Omz 4x5 mg
ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DS: Hipersekresi jalan nafas Bersihan jalan nafas tidak


Dispnea efektif
DO:
Batuk tidak efektif
Sputum berlebih
Keadaan umum apatis
GCS: 7
N = 165 x/menit RR= 25
x/menit TD: 85/40 mmHg
Klien tampak lemah
Suara nafas ronkhi
ANALISA DATA
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH
2. DS : - EVAPORASI HIPOVOLEMIA
DO :
Frekuensi nadi meningkat: 165x/mnt
Nadi terasa lemah
Turgor kulit menurun
Membran mukosa kering
Hematokrit meningkat: 48,2%
Suhu tubuh meningkat: 39 C

3. DS : - Ketidakseimbangan antara Intoleransi Aktivitas


DO:
Kesadaraan umum lemah suplai dan kebutuhan oksigen
E2 M3 V2
Pasien resiko jatuh
N=165 x/menit, RR= 25 x/mnt dan TD: 85/40
mmHg
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas d.d keadaan umum apatis, GCS: 7, N = 165
x/menit, RR= 25 x/menit dan TD: 85/40 mmHg, klien tampak lemah, klien tampak batuk, terdapat
tumpukan secret, suara nafas ronkhi dan klien mendapat terapi inhalasi / 6 jam dengan Nacl 0.9% 2 cc
 Hipovolemia b.d evaporasi d.d frekuensi nadi meningkat: 165x/mnt, nadi terasa lemah, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering, hematokrit meningkat: 48,2% dan suhu tubuh meningkat: 39 C
 Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen d.d kesadaraan umum
lemah, E2 M3 V2 dan N = 165 x/menit, RR= 25 x/menit dan TD: 85/40 mmHg
 
3. RENCANA KEPERAWATAN

NO. TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI


DX.
1. L. 01011: Bersihan Jalan Napas I. 01011: Manajemen Jalan Nafas
 
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi
maka bersihan jalan nafas meningkat. - Monitor pola napas
- Monitor bunyi napas
Kriteria Hasil :
- Monitor sputum
- Batuk efektif meningkat (5) Terapeutik
- Berikan oksigen
- Produksi sputum menurun (5)
- Lakukan penghisapan lendir
- Ronchi menurun (5) Edukasi
- Frekuensi nafas membaik (5) - Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Pola nafas membaik (5)
- Kolaborasi pemberian nebulizer
 
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran, jadi mukolitik
NO. TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI
DX.

2. L. 03028: Status Cairan I. 03116: Manajemen Hipovolemia


   
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam maka Observasi
status cairan membaik - Periksa tanda dan gejala hipovolemia
Kriteria Hasil : - Monitor intake dan output cairan
- Dispnea menurun (5) Terapeutik
- Tekanan darah membaik (5) - Hitung kebutuhan cairan
- Tekanan nadi membaik (5) - Berikan asupan cairan via NGT/OGT
- Tugor kulit membaik (5) Edukasi
- Hematokrit membaik (5) - Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Suhu tubuh membaik (5) - Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV
NO. DX TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI

3. L. 05047: Toleransi Aktivitas I. 02060: Pemantauan Tanda Vital


 
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam  
maka toleransi aktivitas meningkat. Observasi
Kriteria Hasil :
Frekuensi nadi membaik (5) - Monitor tekanan darah
Tekanan darah membaik (5) - Monitor nadi
Frekuensi napas membaik (5)
- Monitor pernapasan
- Monitor suhu tubuh
- Monitor oksimetri nadi
Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informsikan hasil pemantauan
Kolaborasi
-
4. IMPLEMENTASI
Hari DX JAM IMPLEMENTASI EVALUASI PAR
Tanggal AF
Selasa 1,2,3 08.30 Memonitor pola napas Hari: pertama
22/11/20 Hasil: RR: 25 x/menit, tampak batuk, klien terpasang oksigen S : -
22 nasal kanul O:
08.30 Batuk efektif -
Sputum +
Ronchi +
RR: 25x/mnt

1,2,3 09.00 Memonitor bunyi napas Dispnea +


Hasil: terdengar suara ronkhi TD: 85/40
Ht: 48,2
S: 39 C
09.15 Memonitor sputum A:
Hasil: sputum berwarna putih Masalah belum teratasi
1,2,3 09.30 Memonitor adanya sumbatan jalan napas P:
Hasil: terdapat tumpukan secret Intervensi dilanjutkan Discard
10.00 TTV klien planning
Hasil: N = 165 x/menit ,S = 39 ‫ﹾ‬C, RR= 25 x/menit Pantau keadaan umum dan TTV
1,2,3 10.30 dan TD: 85/40 mmHg klien
Memberikan oksigen Berikan terapi sesuai program
1 10.40 Hasil: klien diberikan oksigen 2 lpm Pertahankan tindakan aseptik
Melakukan inhalasi dengan Nacl 0.9% dan Lakukan suction rutin
melakukan suction
1 11.00 Hasil: inhalasi di berikan (+), suctioning (+), sputum
++
1,2 Memberikan terapi injeksi
Hasil: klien diberikan Tironem 3x35mg, MP 2x2 mg,
Lasix 2x2 mg, NAC 2x2mg, Omz 4x5 mg obat
diberikan IV, plebitis (-)
2 Memberikan diit /ngt, LLM 30-40 ml/3jam
Hasil: diit diberikan,muntah (-)
2 Berkolaborasi pemberian cairan IV
Hasil: klien diberikan RL
Rabu 23/11/2022 1,2,3 08.30 Memonitor pola napas Hari: kedua
08.00 Hasil: RR: 23 x/menit, tampak S: -
batuk, klien terpasang oksigen O:
nasal kanul Batuk efektif -
1,2,3 09.00 Memonitor bunyi napas Sputum +
Hasil: terdengar suara ronkhi Ronchi +
09.15 Memonitor sputum RR: 30x/mnt
Hasil: sputum berwarna putih Dispnea
1,2,3 09.30 Memonitor adanya sumbatan menurun
jalan napas TD: 99/49
Hasil: terdapat tumpukan sekret Ht: 48,2
S: 37 C

A:
Masalah teratasi
Sebagian
 
P:
Intervensi
dilanjutkan
1,2,3 10.00 TTV klien Discard planning
Hasil: N = 174 x/menit,S = 37 ‫ﹾ‬C, RR= 30 x/menit dan Pantau keadaan
umum dan TTV
10.30
TD: 99/49 mmHg klien
Memberikan oksigen Minum obat
1 10.40 Hasil: klien diberikan oksigen 2 lpm sesuai instruksi
Melakukan inhalasi dengan Nacl 0.9% dan dokter.
11.10 melakukan suction Pertahankan
1 tindakan aseptik
Hasil: inhalasi di berikan (+), suctioning (+), sputum Lakukan suction
++ Lakukan
1 Memberikan terapi injeksi inhalasi
Hasil: klien diberikan Tironem 3x35mg, MP 2x2 mg,
Lasix 2x2 mg, NAC 2x2mg, Omz 4x5 mg obat
diberikan IV, plebitis (-)
1 Memberikan diit /ngt, LLM 30-40
ml/3jam
Hasil: diit diberikan,muntah(-)
Ka 1,2,3 08.30 - Memonitor pola napas Hari: ketiga
mis 1,2,3 S :-
Hasil: RR: 25 x/menit, tampak batuk, klien terpasang oksigen nasal kanul
24/1 1,2,3 09.00 O:
- Memonitor bunyi napas Batuk efektif -
1/20
09.15 Hasil: terdengar suara ronkhi Sputum +
22 1,2,3 09.30 Ronchi menurun
08.0 - Memonitor sputum RR: 22x/mnt
0 Hasil: sputum berwarna putih Dispnea menurun
10.00 TD: 81/72
- Memonitor adanya sumbatan jalan napas Ht: 48,2
Hasil: terdapat tumpukan sekret S: 36 C
- TTV klien A:
1 Masalah teratasi sebagian
Hasil: N = 141 x/menit,S = 36 ‫ﹾ‬C, RR= 25 x/menit dan TD: 81/72 mmHg P:
1 Intervensi dilanjutkan
- Memberikan oksigen
 
Hasil: klien diberikan oksigen 2 lpm
Discard Planning
10.40 - Melakukan inhalasi dengan Nacl 0.9% dan melakukan suction Lakukan suction
1 11.10 - Hasil: inhalasi di berikan (+), suctioning (+), sputum ++ Lakukan inhalasi
Berikan terapi injeksi dan
- Memberikan terapi injeksi oral sesuai program
Hasil: klien diberikan Tironem 3x35mg, MP 2x2 mg, Lasix 2x2 mg, NAC
2x2mg, Omz 4x5 mg obat diberikan IV, plebitis (-)
- Memberikan diit /ngt, LLM 30-40 ml/3jam
Hasil: diit diberikan, muntah (-)
5. EVALUASI
TANGG DX. EVALUASI
AL&
JAM
22/11/20 S : -
22 1 O:
12.00 - Kesadaran : apatis
wib - K/U : lemah
- N: 165 x/menit
- RR: 25 x/menit
- Suhu: 37 ‫ ﹾ‬C
- Sputum + +
- Obat sudah diberikan, tidak ada tanda alergi kemerahan
A:
Masalah belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan Discard planning
- Pantau keadaan umum dan TTV klien
- Berikan terapi sesuai program
- Pertahankan tindakan aseptik
- Lakukan suction rutin
23/11/2 2 S: -
022
O:
12.00
wib - Kesadaran : apatis
- N : 30 x/menit
RR : 22 x/menit Suhu : 37 ‫ﹾ‬C
- Memberikan Obat injeksi dan oral kepada pasien An. L
- Tidak ada tanda kemerahan atau alergi.
A:
Masalah teratasi
Sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan
Discard planning
- Pantau keadaan umum dan TTV klien
- Minum obat sesuai instruksi dokter.
- Pertahankan tindakan aseptik
- Lakukan suction
- Lakukan inhalasi
24/11/2022 3 S :-
O:
12.00 N: 141 x/menit
wib RR: 25 x/menit Suhu: 36 ° C
Kes : apatis
  k/u: lemah
Lakukan suction
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan
 
Discard Planning
Lakukan suction
Lakukan inhalasi
Berikan terapi injeksi dan oral sesuai program
BAB IV
TELAAH JURNAL

A. JENIS TINDAKAN KEPERAWATAN


 Salah satu therapy yang diberikan oleh dokter dalam penanganan klien dengan
Bronchopneumoni adalah dengan pemberian therapy nebulizer. Nebulizer berfungsi untuk
mengencerkan dahak sehingga mudah dikeluarkan. Pengeluaran dahak bisa dilakukan
dengan batuk efektif. Tapi pada kasus An. L diketahui klien tidak dapat mengeluarkan
dahak sehingga perlu dilakukan suction. Pengenceran dahak yang dilakukan dengan
nebulizer pada An. L menggunakan NaCL 0.9%. Seperti diketahui sebelumnya, nebulizer
biasa dilakukan dengan menggunakan NaCL 0.9%. Berikut pembahasan berdasarkan
jurnal yang ada.
B. SOP
BERIKUT ADALAH SOP NEBULIZER DI RSUD DR, CHASBULLAH
ABDULMADJID KOTA BEKASI :
C. TELAAH JURNAL
JURNAL NASIONAL

Jurnal SainHealth, Volume 3, No. 1, Maret 2019 e-ISSN: 2549-2586


EFEKTIVITAS KOMBINASI MINT (PAPERMINT OIL) DAN CAIRAN NEBULIZER PADA PENANGAN BATUK
ASMA BRONCHIALE

Fajar Anwari1, Melawati2, Umi Fatmawati3


Pepermint oil is a volatile oil obtained through a distillation process. According to Alankar (2009), mint oil in the form of
extracts has a variety of esters, especially menthyl acetate and monoterpenes which produce a distinctive aroma that is
beneficial for breathing. The aim of the study was to examine the effect of adding mint oil as a result of distillation on the
liquid with the nebulizer in cough handling. The reason for choosing mint oil in this study is because mint oil is natural in the
hope of reducing the chemical effects of using hypertonic fluids. This study was a pre-experimental study with
nonrandomized design pre test and post test with control group design which was used to determine the effect of the addition
of mint oil as a result of distillation on the liquid with nebulizer to reduce the coughing status of the patient which included
(cough frequency, onset of inflammation, wheezing, and ease of expectoration of phlegm).
 
 The study sample was bronchial asthma patients at the hospital. Anwar Medika Sidoarjo which is in accordance
with the inclusion criterion that is doing treatment at the time of the study, patients who are willing to be
researched, cooperative, and aged between 15-40 years. The analysis used is the Mann Whitney test to determine
the difference in the cough status of patients after being given the addition of mint extract to the liquid through the
nebulizer. The results showed that the addition of mint extract was effective in reducing the severity of the
patient's cough status which included the frequency of coughing, the onset of inflammation, wheezing, and ease of
expectoration. Cough frequency status is known to have decreased from 44.4% of patients to 23.5% of patients.
Similarly, the status of inflammation decreased from 41.7% to 21.7%; wheezing status which was originally
58.3% decreased to 39.1%; the ease of expectoration status also shows that mint oil can reduce the level of
difficulty of phlegm to go out to 13% from 36.1%
  
 Key Words: Pepermint Oil, Nebulizer, Asthma Cough Bronchiale
 METODE
Penelitian ini merupakan penelitian praeksperimen dengan rancangan nonrandomized pre test and post test with
control group design yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penambahan minyak mint hasil distilasi pada cairan
dengan nebulizer untuk memperbaiki status batuk yang meliputi frekuensi batuk, timbulnya radang, wheezing, dan
kemudahan keluarnya dahak. Sampel penelitian yaitu pasien asma bronchiale di RS. Anwar Medika Sidoarjo yang
sesuai dengan kriteris inklusi yaitu sedang melakukan pengobatan pada saat penelitian, pasien yang bersedia diteliti,
kooperatif, dan berusia di antara 15-40 tahun. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang tidak hadir
saat penelitian, pasien gangguan saluran pernapasan selain asma bronchiale, atau dengan komplikasi lainnya, serta
berusia di luar 15 -40 tahun. Analisis yang digunakan yaitu uji Mann Whitney dengan bantuan software SPSS 20.0.
Hipotesis penelitian yang diuji yaitu terdapat perbedaan status batuk pasien setelah diberikan penambahan ekstrak
mint pada cairan melalui nebulizer
KESIMPULAN
 Berdasarkan hasil penelitian maka dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:
 1. Terdapat perbedaan yang signifikan pada status batuk pasien yang meliputi frekuensi batuk, radang,
wheezing, dan kemudahan keluarnya dahak setelah penambahan ekstrak mint melalui nebulizer.
 2. Perbedaan tertinggi pada status batuk setelah penambahan ekstrak mint melalui nebulizer terletak
pada kemudahan keluarnya dahak pasien. 3. Pada penambahan peppermint oil di kelompok perlakuan
melalui nebulizer mengurangi lamanya perawatan selama di rumah sakit
2. JURNAL INTERNASIONAL
Volume 27, No.3, June 2017
EFFECTS OF NEBULIZED ALBUTEROL IN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEWBORN A
CLINICAL TRIAL
Mirhadi Mussavi1, Khirollah Asadollahi2, Mirnia Kayvan3 and Shahram Sadeghvand4

Abstract
 To date there is no effective drug treatment for transient tachypnea of the newborn (TTN) and respiratory support is the
only means to handle this disease. This study was performed to evaluate the effect of albuterol (Salbutamol) in
improvement of respiratory distress in involved neonates. We conducted a randomized, blinded, placebo-controlled
clinical trial Neonates with TTN received either nebulized albuterol (30 neonates) or placebo (30 neonates), and early
clinical parameters were measured during and after treatment. Totally 60 neonates including 31 males and 29 females,
mean gestational age of 36.9 ± 1.69 weeks, mean weight of 2703 ± 589 gr, were analyzed. Respiratory distress score was
significantly decreased in treatment compared to placebo group (from 5.6 at the start to 1.7 at the end of study vs 5.6 to
3.9 respectively) and the PO2 was significantly increased in neonates receiving nebulized albuterol compared to the
placebo group (from 58.5% at the start to 84.8% at the end of study vs 58.2% to 70.2% respectively). No adverse effects
were observed in either group.
The duration of continuous positive airway pressure (CPAP) application was significantly decreased in the
treatment group compared to the placebo group (1.6 ± 0.77 vs. 3.3 ± 0.98 respectively) (P = 0.0001).
Application of nebulized albuterol caused a considerable improvement in the respiratory distress of neonates
at its primary hour of using via reduction of respiratory scores, duration and concentration of oxygen
requirement, and duration of CPAP without any side effects. Therefore, this drug can be applied in the
treatment of Transient Tachypnea of the Newborn appropriately.
Keywords: Transient Tachypnea of the Newborn, Salbutamol, Nebulized Albutero
Introduction
 Respiratory distress is one of the most common neonatal diseases and approximately 1% of all newborns experience
some degrees of respiratory distress. Among all hospitalized infants due to respiratory distress, especially those admitted
to neonatal intensive care unit, one third are finally detected with transient tachypnea of the newborn (TTN). Natural
respiratory distress caused by TTN is usually resolved during 48 - 72 hours after birth, but it may last up to 5 days.
Although little is known about the pathology of TTN, this is a respiratory disorder caused by insufficient or delayed
clearance of neonate alveolar fluid. Lung fluid absorption is beginning by beta-adrenergic agonists, such as endogenous
steroids and catecholamines, which increase during childbirth. Neonates who do not have TTN in comparison with those
with this disorder, face with lower levels of circulating catecholamines and also experience a delay or reduction in
absorption of fluid by their alveoli.
 It was recently shown that intravenous administration of Albuterol (Salbutamol), a β2 - adrenergic
agonist, stimulated the lung fluid absorption. TTN is often benign and self-limited, but in some cases can
lead to respiratory failure. So far, no effective drug therapy was introduced for the treatment of TTN and
its standard treatment is the use of supplemental oxygen and respiratory support but severe resistant cases
also need intubation and mechanical ventilation. Respiratory support with intubation has a lot of side
effects such as changes in the blood pressure, intraventricular hemorrhage, and also respiratory support
with mechanical ventilation is accompanied with numerous complications. Accordingly, we hypothesized
that nebulized Salbutamol (albuterol), may enhance lung fluid absorption in patients with TTN and might
be effective in reduction of respiratory symptoms of these neonates
Conclusions
 There was limited study to show the effects of albuterol therapy on respiratory distress score, duration of
positive pressure respiratory support and albuterol complications. Our study findings suggest that albuterol
nebulization therapy significantly decreases respiratory distress score, increases PO2, and decreases the
oxygen demand, without considerable side effects. Further researches are needed to examine the effects of
nebulized albuterol on TTN in a larger number of infants and whole spectrum of TTN (mild to severe) and
measuring the serum level of albuterol is also necessary to fully characterizing the effects of this treatment
on TTN.
TELAAH JURNAL
 Studi kasus pada An. L dengan bronkopneumonia di ruang PICU RS. Dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota
Bekasi dengan skenario kasus klien datang dengan sesak ±3 jam yang lalu, batuk sesak kurang lebih 3 jam yang lalu,
muntah, denyut jantung pasien cibitus medulla. Bbl pasien 3,3kg usia kehamilan 5 bulan, saat lahir pasien menangis tapi
tidak ada suara. Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan: TD: 85/40 mmHg, nadi; 165 x/mnt, respirasi: 25
x/mnt, suhu: 39 ‫ﹾ‬C dan Saturasi: 99%. Setelah 3x24 jam masalah teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan dengan
discard planning yaitu: lakukan suction, lakukan inhalasi dan berikan terapi injeksi dan oral sesuai program.
 Telaah jurnal nasional pada terkait keefektifan Nacl 0,9%, menurut penelitian sebelumnya yaitu menggunakan
cairan NaCl 0,9 untuk menginduksi sputum, dimana memberikan hasil bahwa penggunaan NaCl 0,9% akan
menyebabkan bronkokonstriksi pada pasien bronkopneumonia. Penelitian lain menyimpulkan bahwa pemberian
salbutamol melalui nebulizer ultrasonic diencerkan dengan NaCl 0,9% mempunyai efek bronkodilator lebih baik
dibandingkan penggunaan salbutamol MDI. Dan telaah dari jurnal internasional, hasil penelitian menunjukkan bahwa
nebulisasi albuterol/salbutamol dengan Nacl 0,9% secara signifikan dapat menurunkan skor gangguan pernapasan,
meningkatkan PO2 dan meningkatkan kebutuhan oksigen. Dari kedua jurnal diatas dan studi kasus pada An. L di ruangan
PICU didapatkan hasil bahwa pemberian nebulizer dengan NaCL 0.9% dikatakan cukup efektif dan keefektifan
penggunaan NaCL 0.9% berpengaruh pada lamanya hari perawatan.
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
 Infeksi saluran napas akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting morbiditas dan mortalitas pada anak terutama usia
dibawah 5 tahun. ISPA dapat berlanjut menjadi pneumonia. Pnemonia adalah proses infeksi akut yang mengenai
jaringan paruparu (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi
akut pada bronkus yang disebut dengan dengan bronkopneumonia . Bronkopneumonia adalah istilah medis yang
digunakan untuk menyatakan peradangan yang terjadi pada dinding bronkiolus dan jaringan paru di sekitarnya.
 Brokopeumonia dapat disebut sebagai pneumonia lobularis karena peradangan yang terjadi pada parenkim paru bersifat
terlokalisir pada bronkiolus berserta alveolus di sekitarnya. Pemberian pengencer NaCL 0.9% dapat membantu
mengencerkan daha sehingga mudah dikeluarkan dan dapat menjaga kelembaban jalan nafas. Dalam SOP pemberian
therapy nebulizer tidak dituliskan mengenai pemberian pengencer. Untuk obat yang diberikan kembali pada instruksi
yang diberikan dokter namun biasanya untuk rata0rata anak diberikan ventolin dan diencerkan menggunakan NaCl
0.9%.
B. SARAN

Bagi Rumah Sakit


 Penulisan ini dapat memberikan manfaat bagi institusi
RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Kota Bekasi dalam Bagi Institusi
rangka penerapan tindakan keperawatan kolaboratif terutama  Dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu
yang berhubungan dengan pemberian nebulizer. Diharapkan pengetahuan dalam bidang keperawatan, terutama
tingkat keberhasilan dalam pemulihan pasien, menurunkan yang berkaitan dalm mengencerkan dahak pada
lama perawatan dan biaya perawatan pasien. pasien dengan nebulizer menggunakan NaCL 0,9%
Bagi Mahasiswa khususnya pada pasien dengan bronkopneumonia.
 Sebagai landasan bagi pengembangan penulisan tentang Bagi Pasien
pemberian nebulizer dengan menggunakan NaCL 0.9% pada  Dapat memberi manfaat bagi pasien untuk dapat
pasien dengan Bronkopneumonia. Selain itu penelitian ini mengurangi produksi sputum sehingga
dapat dijadikan kerangka acuan bagi penulisan dalam mempercepat pemulihan.
memberikan tindakan keperawatan kolaboratif dalam
membantu mengencerkan dahak pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

 Tim Pokja. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
 Tim Pokja. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
 Tim Pokja. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai