Ilmu Dakwah Kel 2

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 15

Mata Kuliah: Dosen Pengampu:

Ilmu Dakwah Siska Pratiwi, M.Ed

METODE DAKWAH

DISUSUN OLEH :

1. KHAIRUL SALEH NASUTION : 12340413888


2. CITRA AMELIA : 12340422480
3. RAHMATIKA ADZKIA : 12340423612
4. YOGA ADITYA : 12340410907

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Metode Dakwah.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari Ibu Siska Pratiwi M.Ed pada program studi manajemen dakwah mata kuliah
Ilmu Dakwah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Siska Pratiwi M.Ed selaku
dosen program studi manajemen dakwah mata kuliah Studi Hadist yang telah
memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 20 Maret 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................1
1.1 Latar Belakang ..............................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................1
1.3 Tujuan............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................2
2.1 Pendekatan Dakwah .....................................................2
2.2 Metode Dakwah ............................................................5
2.3 Etika Dakwah ...............................................................8
BAB III PENUTUP............................................................................11
3.1 Kesimpulan..................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dakwah adalah gambaran seseorang yang sedang menyampaikan pesan-
pesan dakwah dihadapan jama‟ah yang banyak jumlahnya. Model tersebut
tidaklah selalu salah tapi juga tidak betul, gambaran seperti tersebut hanyalah
merupakan salah satu metode dakwah yang sering dipakai orang karena
kepraktisan dan keumumannya. Karena metode tersebut sudah dikenal dan pikai
orang sejak zaman dahulu. Kesimpulan menunjukkan bahwa Dakwah merupakan
suatu kegiatan yang harus ditunaikan oleh setiap muslim. Bahkan salah satu hadits
Nabi Muhammad saw. Meyatakan, “Sampaikanlah olehmu dari aku walaupun
hanya satu ayat”.Agar dakwah bisa dilakukan secara efisien, efektif, dan sesuai
dengan kebutuhan, maka sudah waktunya dibuat dan disusun stratifikasi sasaran.
Mungkin berdasarkan tingkat usia, tingkat pendidikan dan pengetahuan, tingkat
sosial ekonomi dan pekerjaan, berdasarkan tempat tinggal, dan lain sebagainya.
Salah satu arti hikmah yang terdapat dalam (QS. an-Nahl:125) adalah kemampuan
untuk mengenal golongan dan kondisi sasaran dakwah, bahkan secara tegas
Rasulullah saw. Menyatakan bahwasanya “kami diperintahkan untuk
menyampaikan ajaran Islam sesuai dengan kemampuan akal manusia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Pendekatan Dakwah
2. Bagaimana Metode-Metode Dakwah
3. Bagaimana Etika Berdakwah

1.3 Tujuan
1. Mengetahui Pendekatan Dakwah
2. Mengetahui Metode-Metode dalam Berdakwah
3. Mengetahui Etika Ketika Berdakwah

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pendekatan Dakwah


Ditinjau dari segi etimologis atau bahasa da’wah berarti panggilan, seruan,
atau ajakan. Bentuk perkataan tersebut dalam bahasa Arab dalam bentuk
mashdar. Sedang bentuk kata kerja atau fi’ilnya adalah da’a -yad’u yang berarti
memanggil, menyeru atau mengajak. Selain kata dakwah, Al-Qur’an juga
menyebutkan kata yang memiliki pengertian hampir sama dengan dakwah, yakni
kata “tabligh” yang berarti penyampaian, dan “bayan” yang berarti penjelasan1
Kata Pendekatan dakwah adalah titik tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses dakwah. Umumnya, Penentuan pendekatan di dasarkan pada mitra dakwah
dan suasana yang melingkupinya. Mengutarakan tiga pendekatan dakwah yaitu
pendekatan budaya, pendekatan pendidikan, pendekatan psikologis. Pendekatan-
pendekatan ini melihat lebih banyak kondisi mitra dakwah. Oleh karenanya
pendakwah, metode dakwah, pesan dakwah, dan media dakwah harus
menyesuaikan pada kondisi mitra dakwah. Pendekatan dakwah adalah cara-cara
yang dilakukan seorang mubaligh untuk mencapai sebuah tujuan tertentu atas
dasar hikmah dan kasih sayang. Dengan kata lain pendekatan dakwah harus
bertumpu pada suatu pandangan human oriented dengan mendapatkan
penghargaan yang mulia atas diri manusia. Pendekatan terfokus pada mitra
dakwah lainnya adalah dengan mengunakan bidang-bidang kehidupan sosial
kemasyarakatan.
Pendekatan yang terfokus pada mitra dakwah adalah dengan menggunakan
bidang-bidang social kemasyarakatan. Pendekatan dakwah model ini adalah
pendekatan dakwah struktural dan pendekatan dakwah kultural.
 Pendekatan dakwah struktural adalah untuk membangun kehidupan berbangsa
dan bernegara yang sejahtera dan religious.

1
Sri Maullasari, Metode Dakwah menurut Jalaluddin Rahmad. Jurnal Dakwah. 2019, Vol.20, No.1,
Hal.133

2
 Pendekatan kultural atau social budaya merupakan bentuk membangun moral
masyarakat melalui kultur mereka, misalnya dengan memberdayakan ekonomi
masyarakat, memberikan pendidikan yang memadai untuk membentuk sumber
daya manusia yang berkualitas dan sebagainya.
Sebagaimana definisi pendekatan dakwah diatas yaitu titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses dakwah, maka ada pendekatan lain yang melibatkan
semua unsur dakwah, bukan hanya mitra dakwah. Dari definisi ini, terdapat dua
pendekatan dakwah, yaitu pendekatan dakwah yang terpusat pada pendakwah dan
pendekatan yang terpusat pada mitra dakwah.2
1. Pendekatan yang terpusat pada pendakwah adalah menuntu unsur-unsur
dakwah lainnya menyesuaikan atau bekerja sesuai dengan kemampuan
pendakwah: pesan dakwah manakah yang mampu dikuasai oleh pendakwah,
metode dakwah manakah yang mampu digunakan oleh pendakwah, media
dakwah manakah yang mampu dimanfaatkan pendakwah.
2. Pendekatan yang berpusat pada mitra dakwah adalah memfokuskan unsur-
unsur dakwah dalam upaya penerimaan mitra dakwah dengan tipologi tertentu.
manakah pesan dakwah yang paling dibutuhkan oleh mitra dakwah serta
metode dan media dakwah yang bagaimanakah yang dapat menggugah hati
mitra dakwah.
Selanjutnya ada macam-macam pendekatan dimana pendekatan dakwah
yang bersifat yang terdiri dari pendekatan psikilogis, pendekatan budaya,
pendekatan personal dan pendekatan kelompok. Dengan kata lain pendekatan
dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented dengan
mendapatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia. Pendekatan terfokus
pada mitra dakwah lainnya, adalah dengan menggunakan bidang-bidang
kehidupan sosial kemasyarakatan.3
a. Pendekatan Psikologis
Pendekatan ini meliputi dua aspek: 1.Citra pandang dakwah terhadapan
manusia sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan
2
Nurul, Konsep Dakwah Islamiyah. Jurnal Dakwah dan Komunikasi. 2022, Vol.1,No.8, Hal.116
3
Hamlan, Metode dan Pendekatan Dakwah. Jurnal Ilmu Keislaman dan Ilmu Sosial. 2019, Vol.5,
No.3, Hal.29

3
makhluk lainnya. Oleh karena itu, mereka harus dihadapi dengan pendekatan
persuasif, hikmah dan kasih sayang. 2. Realita pandang dakwah terhadap manusia
yang disamping memeiliki kelebihan, remaja juga memiliki berbagai macam
kekurangan dan keterbatasan. Remaja sering kali mengalami kegagalan
mengomunikasikan dirinya ditengah-tengan masyarakat sehingga terbelenggu
dalam lingkaran problem yang mengganggu jiwanya. Oleh karena itu dakwah
harus memandang setiap mitra dakwah sebagai manusia dengan segala
problematikanya. Pendekatan psikologis ini terutama bagi mereka yang
memerlukan pemecahan masalah rohani, baik dengan bimbingan dan penyuluhan
maupun dengan metode-metode lain.
b. Pendekatan Budaya
Setiap masyarakat memiliki budayanya masingmasing, pendekatan ini
adalah pendekatan yang dilakuan dengan memperhatikan suatu perbuatan yang
menjadi kebiasaan masyarakat setempat yang di dalamnya terdapat pengetahuan,
keyakinan, seni, moral dan adat istiadat.
c. Pendekatan Personal
Pendekatan dengan cara ini terjadi dengan cara individual yaitu antara da’i
dan mad’u langsung bertatap muka sehingga materi yang disampaikan langsung
diterima dan biasanya reaksi oleh mad’u akan langsung diketahui. Seperti pernah
dilakukan pada zaman Rasulullah SAW, ketika berdakwah secara rahasia.
Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan di zaman era modern seperti
sekarang ini pendekatan personal harus tetap dilakukan karena terdiri dari
berbagai karakteristik. Disinilah letak elektabilitas pendekatan dakwah.
d. Pendekatan Kelompok
Pendekatan dakwah kelompok adalah dakwah yang dilaksanakan oleh
seorang da’i terhadap sejumlah mad’u dalam satu kelompok. Sedangkan
kelompok dalam pengertian lain berarti dakwah yang dilaksanakan oleh
sekelompok orang dalam sebuah organisasi dakwah untuk melaksanakan dakwah
islam ditengah-tengah masyarakat. Sedangkan kelompok dalam pengertian kedua
berarti dakwah yang dilaksanakan oleh sekelompok orang dalam sebuah
organisasi dakwah yang dilaksanakan dakwah Islam di tengah-tengah masyarakat.

4
2.2 Metode Dakwah
. Pengertian metode menurut bahasa metode berasal dari bahasa Yunani
methodos yang merupakan kombinasi kata meta atau melalui dan hodos atau
jalan, dalam bahasa Inggris metode berarti method yang berarti cara. Metode
dalam bahasa Jerman methodicay artinya jalan, sedangkan dalam bahasa Arab
metode disebut thariq. Sedangkan pengertian metode secara istilah adalah jalan
yang kita lalui untuk mencapai tujuan. Metode adalah cara yang sistematis dan
terartur untuk pelaksanaan sesuatu atau cara kerja. Adapun menurut Saerozi
metode dakwah adalah cara-cara yang dipergunakan oleh seorang dai untuk
menyampaikan materi dakwah atau serentetan kegiatan untuk mencapai tujuan
tertentu.4 Dalam ilmu komunikasi, metode dakwah ini lebih dikenal sebagai
approach, yaitu cara-cara yang dilakukan oleh seorang da’i atau komunikator
untuk mencapai suatu tujuan tertentu atas dasar hikmah dan kasih sayang.
Landasan umum bentuk metode dakwah adalah Al-Qur’an, terutama dalam
QS. An-Nahl ayat 125 yang dijelaskan bahwa ada tiga metode dakwah yang
disesuaikan dengan kondisi objek dakwah, yaitu hikmah, maw’izdhah al-Hasanah
dan mujadalah.
Pertama, kata hikmah, kerap diterjemahkan dalam pengertian bijaksana,
yaitu suatu pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah mampu
melaksanakan apa yang didakwahkan atas kemauannya sendiri, tanpa ada
paksaan, konflik, maupun rasa tertekan. Menurut bahasa komunikasi disebut
sebagai frame of reference, field of reference, field of experience, yaitu situasi
total yang mempengaruhi sikap pihak komunikan atau objek dakwah.
Secara bahasa, mau’izhah hasanah terdiri dari dua kata, yaitu mau’izhah dan
hasanah. kaata mau’izhah terdiri dari kata wa’adzu ya’idzu-wa’dzan-‘idzatan yang
berarti nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan, sementara hasanah
merupakan kebaikan. Mau’izhah hasanah dapatlah diartikan sebagai ungkapan
yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisahkisah, berita
gembira, peringatan, pesan-pesan positif atau wasiat yang bisa dijadikan
4
Saerozi. Ilmu Dakwah. Yogyakarta : Ombak. 2013, 40-41.

5
pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan kedamaian dunia dan akhirat.
Bahasa dalam dakwah dengan almau’izhah al-hasanah, merupakan cara yang
paling banyak digunakan. Dengan demikian, bahasa mempunyai peran yang
sangat besar dalam mengendalikan tingkah laku manusia. Maka perlunya
pengkajian konsep Al-Qur’an tentang penggunaan tutur kata dalam berdakwah.
Konsep Al-Qur’an tentang bahasa atau tutur kata dapat dijelaskan sebagai Qaulan
Baligha, qaulan layyina, qaulan maysura, qaulan karima, Qaulan Sadida dan
Qaulan Ma’rufa.5
Prinsip umum tentang metode dakwah Islam yang menekankan ada tiga
prinsip umum metode dakwah yaitu; Metode hikmah, metode mau’izah khasanah,
meode mujadalah billati hia ahsan, banyak penafsiran para Ulama terhadap tiga
prinsip metode tersebut antara lain:
1. Metode hikmah
Dakwah bil hikmah yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif
bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek
dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada
paksaan, tekanan maupun konflik. Dengan kata lain dakwah bi al-hikmah
merupakan suatu metode pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas
dasar persuasif. Sedangkan menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi dalam tafsirnya
mengatakan bahwa hikmah yaitu perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan
dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan dapat menghilangkan keragu-
raguan. Hal ini sejalan dengan prinsip komunikasi Islam antara lain benar, baik,
amar ma’ruf nahyi munkar, dan bersumberkan Quran & Hadits.
2. Metode Mau’izah Hasanah
Menurut Ibnu Syayyidiqi adalah memberi ingat kepada orang lain dengan
pahala dan siksa yang dapat menaklukkan hati. Memberi peringatan dengan
komunikasi yang menyejukkan dapat menjadi alternatif untuk zaman sekarang ini.
Gaya bicara atau pembicaraan atau qaulan yang dikategorikan sebagai kaidah,
prinsip, atau etika komunikasi Islam bersumberkan Al-Quran.

5
Nur. Said, Metode Dakwah Surah An-Nahl Ayat 125. Jurnal Dakwah Tabligh. 2015, Vol.16, Hal.82

6
3. Metode mujadalah
Mujadalah berarti dengan sebaik-baiknya. Menurut Imam Ghazali dalam
kitabnya Ikhya Ulumuddin menegaskan agar orang-orang yang melakukan tukar
pikiran itu tidak beranggapan bahwa yang satu sebagai lawan bagi yang lainnya,
tetapi mereka harus menganggap bahwa para peserta mujadalah atau diskusi itu
sebagai kawan yang saling tolong-menolong dalam mencapai kebenaran. 6 Seorang
juru dakwah tetap dituntut untuk menyusun argumentasi yang runtut dan cerdas.
Hal ini akan sangat membantu mad’u atau pendengar dalam memahami dan
mencerna materi dakwah yang diterimanya. Argumentasi yang cerdas juga akan
membuat kebenaran yang disampaikan menjadi lebih meyakinkan. Sulthon
menambahkan, para juru dakwah harus mampu mengemas ajaran Islam secara
sistemik sebagai sebuah materi dakwah. Pemahaman sistematik ini, lanjut dia,
dapat dibangun melalui penghayatan dan pemahaman ajaran Islam secara holistik
dan komprehensif dari berbagai aspek ajaran Islam yang mencakup aspek akidah,
aspek ibadah, aspek akhlak dan aspek muamalah.
Dari tiga prinsip metode tersebut, dapat dipahami bahwa proses komunikasi
seorang da’i digolongkan dalam dua model, pertama komunikasi satu arah dimana
peran da’i sangat dominan dan mad’u hanya sebagai pendengar. Kedua
komunikasi dua arah dimana antara da’i dan mad’u bersifat sejajar. Pada proses
ini komunikasi yang terjadi adalah komunikasi yang dialogis. Dalam komunikasi
yang dialogis, da’i harus memperlakukan mad’unya sebagai mitra yang setara,
bukan objek yang dimanipulasi. Pada hubungan yang pertama, pada umumnya
da’i kurang memperdulikan mad’unya apa yang mereka pahami, pikirkan, dan
rasakan. Sedangkan pada hubungan yang kedua da’i mengakui jati diri orang lain.
metode dakwah Islam yang lebih konstruktif niscaya memuat beberapa hal
antara lain, membuat pendekatan secara intensif terhadap masyarakat yang
menjadi objek dakwah, menyampaikan dakwah dengan argumentasi rasional dan
kontekstual. Mengajak masyarakat secara persuasif untuk bersama-sama menjadi
bagian tak terpisahkan dari sistem kemasyarakatan. Memberi terapi psikologis dan
motivasi kepada masyarakat yang kehilangan kepercayaan diri untuk selalu

6
Munzier Suparta, Metode Dakwah (Jakarta: Kencana, 2006).

7
berusaha dalam aktivitas kehidupannya. Hal demikian juga bisa diterapkan dalam
bimbingan dan konseling Islam. Karena dakwah dan bimbingan konseling
mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk menyelesaikan permasalahan manusia
untuk kesejahteraan dunia dan akhirat.
2.3 Etika Dakwah
Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani, ethos dalam bentuk
tunggal atau ta etha jamak. Kata ethos memiliki arti tempat tinggal, padang
rumput, kandang, adat, kebiasaan, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara
berpikir. Sedangkan dalam bentuk jamak. ta etha, artinya adat kebiasaan.
Sehingga etika berarti bertindak atas dasar moralitas atau selaras dengan patokan
moral yang berlaku dalam masyarakat tertentu, atau menyelaraskan perbuatan
dengan standar perilaku dari suatu profesi tertentu. Jadi, etika adalah nilai-nilai
kebaikan yang tumbuh selama kehidupan manusia. Nilai-nilai tersebut sengaja
diciptakan sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi dalam konteks kehidupan
bermasyarakat. Nilai-nilai tersebut dipelihara dan diwariskan secara turun-
temurun guna menjamin kebahagiaan serta kesejahteraan. Nilai-nilai tersebut
menjadi norma dan aturan yang harus dipatuhi. Pelanggaran terhadap aturan
tersebut berdampak pada munculnya sanksi yang akan diterima.
Etika juga berhubungan dengan soal baik atau buruk, benar atau salah. Etika
adalah jiwa atau semangat yang menyertai suatu tindakan. Dengan demikian etika
dilakukan oleh seorang untuk perlakuan yang baik agar tidak menimbulkan
keresahan dan orang lain menganggap bahwa tindakan tersebut memang
memenuhi landasan etika. Dalam bahasa Arab, etika dikenal dengan istilah
akhlak. Sehingga tidak jauh berbeda dengan etika, kecuali ketika kata akhlak
ditambah dengan Islam sehinnga menjadi akhlak islam sehingga sepadan dengan
etika Islam. Menurut Ahmad Amin, etika sepadan dengan akhlak atau ilmu
akhlak, yaitu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang
seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada lainnya.7
Etika atau akhlak dai adalah akhlak Islam yang Allah nyatakan dalam
Alquran dan Sunnah Rasul menurut Tutty Alawiyah adalah sebagai berikut:
7
Siti Rahmatul, Konsep Etika Dalam Dakwah. Jurnal Ilmu Dakwah. 2018, Vol.38, No.2, Hal. 243

8
1.Al-Shidq atau benar dan tidak dusta, 2. Al-Shabr atau sabar dan tabah,
3.Arrahmah atau rasa kasih sayang, 4.Tawadu atau merendahkan diri dan tidak
sombong, 5.Suka bergaul, 6.Amanah atau terpercaya.
Adapun kode etik dakwah diantaranya:
 Tidak Memisahkan Antara Ucapan Dan Perbuatan Para da'i hendaknya tidak
memisahkan antara ucapan dan perbuatan, dalam artian apa saja yang
diperintahkan kepada mad'u, harus pula dikerjakan oleh da'i. seorang da'i yang
tidak beramal sesuai dengan ucapannya ibarat pemanah tanpa busur. Hal ini
bersumber pada QS. Al-shaff ayat 2-3 yang artinya: "Hai orang- orang yang
beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan? Amat
besar murka disisi Allah, bahwa kalian mengatakan apa yang tidak kalian
kerjakan".
 Tidak Melakukan Toleransi Agama Tasamuh memang dinjurkan dalam
islam, tetapi hanya dalam batas-batas tertentu dan tidak menyangkut masalah
agama.
 Tidak Menghina Sesembahan Non Muslim Kede Etik ini berdasarkan QS.
Al-an'am ayat 108 "Dan janganlah kamu memaki sesembahan-sesembahan
yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah
dengan melampaui batas tanpa pengetahuan".
 Tidak Melakukan Diskriminasi Sosial Hal ini berdasarkan QS. Abasa ayat 1-
2 "Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang
seorang buta padanya".
 Tidak Memungut Imbalan. Dalam hal ini memang masih terjadi perbedaan
anatara boleh atau tidaknya memungut imbalan dalam berdakwah. Ada 3
kelompok yang berpendapat hukumnya haram secara mutlaq, baik dengan
perjanjian sebelumya atau tidak. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa
memungut imbalan dalam berdakwah. Sedangkan Imam Malik bin anas dan
Imam Syafi'i, membolehkan memungut biaya atau imbalan dalam
menyebarkan islam baik dengan perjanjian sebelunya atau tidak. Al-Hasan al-
Basri, Ibn Sirin, Al-Sya'tibi dan lainnya, mereka membolehkan memungut
biaya dalam berdakwah, tapi harus diadakan perjanjian terlebih dahulu.

9
 Tidak berteman dengan pelaku maksiat. Berkawan dengan pelaku maksiat ini
dikhawatirkan akan berdampak buruk, karena orang yang bermaksiat itu
beranggapan seakan-akan perbuatan. maksiatnya itu direstui dakwah, pada sisi
lain integritas seorang da'i tersebut akan berkurang.
 Tidak Menyampaikan Hal-Hal Yang Tidak Diketahui Da'i yang
menyampaikan suatu hukum, sementara ia tidak mengetahui hukum itu pasti ia
akan menyesatkan umat. Seorang dakwah tidak boleh asal menjawab
pertanyaan orang menurut seleranya sendiri tanpa ada dasar hukumnya. 13 Hal
ini berdasarkan QS. Al-Isra’ ayat 36 "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang
kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semua itu akan diminta pertanggung jawabannya."
kode etik dakwah apabila diaplikasikan dengan sungguh-sungguh akan
berdampak pada mad'u atau oleh sang da'l. pada mad'u akan memperoleh simpati
atau respon yang baik karena dengan menggunakan etika dakwah yang benar akan
tergambaar bahwa islam itu merupakan agama yang harmonis, cinta damai, dan
yang penuh dengan tatanan-tatanan dalam kehidupan masyarakat.
Namun secara umum hikmah dalam pengaplikasian kode etik dakwah itu
adalah: Kemajuan ruhani, dimana bagi seorang juru dakwah ia akan selalu
berpegang pada rambu-rambu etis islam, maka secara otomatisia akan memiliki
akhlak yang mulia. Sebagai penuntun kebikan, kode etik dakwah bukan menuntun
sang da'i pada jalan kebaikan tetapi mendorong dan memotivasi membentuk
kehidupan yang suci dengan memprodusir kebaikan dan kebajikan yang
mendatangkan kemanfaatan bagi sang da'i khususnya dan umat manusia pada
umumnya. Membawa pada kesmpurnaan iman. Iman yag sempurna akan
melahirkan kesempurnaan diri. Dengan bahasa lain bahwa keindahan etika adalah
manifestasi kesempurnaan iman. Kerukunan antar umat beragama, untuk
membina keharmonisan secara ekstern dan intern pada diri sang da'i.

BAB III

10
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dakwah Islamiyah adalah aktivitas yang dilakukan secara sadar dan
mempunyai tujuan. Dalam bentuk asalnya, dakwah merupakan aktivitas nubuwah
dalam menyampaikan wahyu kepada umat manusia, dengan tujuan utamanya
berkaitan erat dengan tujuan ajaran wahyu Al-quran dan Hadits.Yang perlu
disadari para pengemban dakwah adalah bahwa akidah yang diajarkan itu
bukanlah semata-mata berkaitan dengan eksistensi dan wujud Allah SWT karena
hal itu merupakan fitrah manusia, akan tetapi menumbuhkan kesadaran yand
dalam, bagaimana memanifestasikan akidah dalam ucapan, pikiran, dan tindakan
sehari-hari.
Metode dakwah adalah cara-cara yang dipergunakan oleh seorang dai untuk
menyampaikan materi dakwah atau serentetan kegiatan untuk mencapai tujuan
tertentu. Menurut Jalaluddin paling tidak terdapat tiga metode yang bisa
digunakan dalam berdakwah, yakni: dakwah dengan hikmah, mau’idzah hasanah,
mujadalah billati hiya ahsan. Hal demikian yang sebagaimana sudah dijelaskan di
atas bahwa metode dakwah yaitu terdiri dari hikmah, mujadalah, dan bil lati hiya
ahsan. Untuk mencapai tiga hal tersebut dapat dilakukan dengan lima prinsip
komunikasi dalam Islam, yaitu qaulan sadidan, qaulan maysura, qaulan karima,
qaulan layyina, dan qaulan baligha.
Kode etik lazimnya merujuk pada aturan-aturan atau prinsip-prinsip. yang
mermuskan perilaku benar dan salah. Secara umum etika dakwah itu adalah etika
islam itu sendiri dan pengertian kode etik dakwah adalah rambu-rambu etis yang
harus dimiliki seorang juru dakwah. Diantara kode etik dakwah adalah sebagai
berikut: Tidak Memisahkan Antara Ucapan Dan Perbuatan, Tidak Melakukan
Toleransi Agama, tidak menghina sesembahan non muslim, tidak melakukan
diskriminasi sosial, tidak berteman dengan pelaku maksiat, dan tidak
menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui.

11
DAFTAR PUSTAKA

Hamlan, Metode dan Pendekatan Dakwah. Jurnal Ilmu Keislaman dan Ilmu
Sosial. 2019, Vol.5, No.3

Nurul, Konsep Dakwah Islamiyah. Jurnal Dakwah dan Komunikasi. 2022, Vol.1,
No.8

Nur. Said, Metode Dakwah Surah An-Nahl Ayat 125. Jurnal Dakwah Tabligh.
2015, Vol.16

Sri Maullasari, Metode Dakwah menurut Jalaluddin Rahmad. Jurnal Dakwah.


2019, Vol.20, No.1

Siti Rahmatul, Konsep Etika Dalam Dakwah. Jurnal Ilmu Dakwah. 2018, Vol.38,
No.2

12

Anda mungkin juga menyukai