Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan banyak kenikmatan kepada kita semua, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah Al-Islam & Kemuhammadiyahan yang berjudul “ Strategi
Dakwah Muhammadiyah Corak Tajdid Di Bidang Sosial Keagamaan” dengan
baik. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga-Nya beserta para pengikutnya hingga akhir zaman.

Dalam proses penyusunannya tidak terlepas dari bantuan dan arahan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih. Meskipun
makalah ini telah disusun secara maksimal, namun penulis menyadari bahwa
makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca sekalian.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Semoga makalah ini dapat


bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi penulis sendiri.

Bandung, Oktober 2018

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 1

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 3

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 3

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 4

1.3 Tujuan ............................................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 5

2.1 Pengertian Strategi dan Dakwah ................................................................... 5

2.2 Strategi Dakwah Muhammadiyah ................................................................. 6

2.3 Pengertian Tajdid ........................................................................................ 19

2.4 Gerakan Tajdid Muhammadiyah di Bidang Sosial Keagamaan ................. 21

2.4.1 Gerakan Tajdid di bidang sosial ........................................................... 21

2.4.2 Gerakan Tajdid di bidang keagamaan .................................................. 22

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 25

3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 25

3.2 Saran ............................................................................................................ 25

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dakwah merupakan tugas penting bagi seorang Muslim di dunia ini yang
mendapatkan predikat manusia terbaik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala
sebagaimana Diisyaratkan dalam al-Qur’an, “Kamu (Umat Islam) adalah umat
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang
makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya
Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada
yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (QS. Ali
‘Imran [2]: Ayat 110).
Berangkat dari situlah seorang Muslim sudah semestinya harus bisa
menyampaikan pesan-pesan yang baik kepada Masyarakat dan Mencegah
perbuatan keji yang terdapat dalam Masyarakat tersebut dengan metode / strategi
yang baik. Berbicara mengenai metode / strategi dakwah tentunya sangat banyak,
diantara inti dari beragam macam metode dalam dakwah adalah Hikmah
sebagaimana hal ini diabadikan dalam al-Qur’an, “Serulah (manusia) kepada
jalan Rabbmu, dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah
dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabbmu, Dialah yang
lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl [16]: Ayat 125).
Menyeru manusia dengan Hikmah tentunya bisa dengan cara beragam,
diantaranya; Menyampaikan dengan lemah lembut, Berdiskusi, Menceritakan
kehidupan bagaimana kehidupan Orang Shaleh & Bagaimana akibat dari orang
yang durhaka kepada Allah, Berdakwah secara Kultural, dan lain-lain.
Penting diketahui pada Makalah ini kami akan menyajikan materi
mengenai metode / strategi Muhammadiyah dalam berdakwah. Bahwasannya
Muhammadiyah mempunyai metode yang cukup unik dalam menyampaikan
pesan agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wasallam. Yaitu Muhammadiyah berdakwah secara Kultural dengan corak

3
tajdidnya untuk menjawab tantangan-tantangan zaman yang terus berkembang
secara pesat ke arah perubahan.
Semoga dengan pemaparan yang ringkas ini kita dapat mengetahui dan
memahami bagaimana Strategi Dakwah Kultural Muhammadiyah dengan corak
tajdidnya dalam bidang Sosial Keagamaan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian strategi dan dakwah ?
2. Bagaimana strategi dakwah Muhammadiyah ?
3. Apa pengertian tajdid ?
4. Bagaimana gerakan tajdid Muhammadiyah di bidang sosial keagamaan ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu strategi dan dakwah
2. Untuk mengetahui bagaimana strategi dakwah Muhammadiyah
3. Untuk mengetahui apa itu tajdid
4. Untuk mengetahui bagaimana gerakan tajdid Muhammadiyah di bidang
sosial keagamaan

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Strategi dan Dakwah


Perkataan strategi pada mulanya dihubungkan dengan operasi militer dalam skala
besar-besaran. Oleh sebab itu, strategi dapat berarti “Ilmu tentang perencanaan dan
pengarahan operasi militer secara besar-besaran”. Disamping itu dapat pula berarti
“Kemampuan yang terampil dalam menangani dan merencanakan sesuatu”. Sedangkan
tujuan strategi ialah untuk merebut kemenangan atau meraih suatu hasil yang diinginkan.1

Dakwah pada dasarnya adalah suatu proses yang berkesinambungan yang


merupakan aktivitas dinamis yang mengarah kepada kebaikan, pembinaan dan
pembentukan Masyarakat yang bahagia dunia dan akhirat melalui ajakan yang kontinyu
kepada kebaikan serta mencegah mereka dari hal-hal yang munkar. Oleh sebab itulah,
maka kegiatan dakwah merupakan kewajiban bagi ummat islam secara keseluruhan, baik
secara individu sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya masing-masing maupun
secara berkelompok atau kelembagaan yang diorganisir secara rapid an modern, dikemas
secara apik dan professional serta dikembangkan secara terus menerus mengikuti irama
dan dinamika perubahan zaman dan masyarakat.2

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, dan untuk mencapai keberhasilan


dakwah, maka efektifitas dan efisiensi dalam menyelenggarakan dakwah merupakan
suatu hal yang harus mendapat perhatian dengan diproses melalui strategi dakwah yang
mapan. Untuk memperoleh batasan terhadap pengertian strategi dakwah.3

1
http://alfablackid.blogspot.com/2012/01/strategi-dakwah-muhammadiyah
dalam.html?m=1 diakses pada tanggal 13/10/2018 pukul 19:25
2
http://alfablackid.blogspot.com/2012/01/strategi-dakwah-muhammadiyah
dalam.html?m=1
3
http://alfablackid.blogspot.com/2012/01/strategi-dakwah-muhammadiyah
dalam.html?m=1

5
2.2 Strategi Dakwah Muhammadiyah
Perlu dipertegas kembali, dakwah adalah masalah sosial-budaya yang ada di
dalam wilayah kemanusiaan dan merupakan wewenang kreasi bebas dan ikhtiar manusia.
Kegiatan dakwah, merupakan tindakan seseorang atau masyarakat dengan tujuan-tujuan
yang ada di dalam dimensi sosial dan budaya tersebut.4

Gagasan besar yang mewarnai perjalanan Muhammadiyah pada awal abad ke-21
adalah munculnya rumusan konsep Dakwah Kultural. Muhammadiyah melalui sidang
Tanwir di Denpasar pada bulan Januari 2002 telah menggagas konsep dakwah kultural
tersebut. Dengan berbagai masukan yang berkembang dalam Sidang Tanwir tersebut
kemudian dipersiapkan dan disusun draf konsep yang dilakukan tim yang dibentuk
Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang dikoordinasikan oleh Ahmad Watik Praktiknya dan
Haedar Nashir dengan anggota tim lainnya.5

Setelah dianggap memadai, konsep tersebut kemudian diajukan dalam Sidang


Tanwir di Makassar, Sulawesi Selatan, pada bulan Juni 2003. Sidang Tanwir akhirnya
dapat menerima konsep tersebut dengan perbaikan dan penyempurnaan yang kemudian
oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah konsep tersebut disusun menjadi buku yang
berjudul Dakwah Kultural Muhammadiyah.6

Pemikiran di atas membawa kesadaran betapa banyak persistiwa dari tradisi


risalah kenabian tentang kemanusiaan yang terlupakan. Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wasallam pun, diidealisasi sebagai “Pemimpin politik” atau “Kepala negara” yang
eksklusif. Penyegaran kembali tradisi risalah kenabian itu, bisa dikaji dari kisah seorang
elite tradisional Arab yang ingin menjadi pengikut Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wasallam. Namun, elite ini kesulitan jika harus meninggalkan tradisi kesukuan yang

4
Abdul Munir Mulkhan, Kiai Ahmad Dahlan, Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan
(Jakarta: Kompas, 2010), h. 198.
5
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Bekerja Sama dengan
Lembaga Pustaka dan Informasi (Majelis Diktilitbang dan LPI) PP Muhammadiyah, 1 Abad
Muhammadiyah (Jakarta: Kompas, 2010), h. 322.
6
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Bekerja Sama dengan
Lembaga Pustaka dan Informasi (Majelis Diktilitbang dan LPI) PP Muhammadiyah, 1 Abad
Muhammadiyah

6
bertentangan dengan ajaran Islam. Jika meninggalkan tradisi sukunya, kharisma sang
kepala suku itu akan pudar, ia pun bisa kehilangan kehormatan kemanusiaan.7

Ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan seseorang bisa


menjadi Muslim tanpa menanggalkan tradisi kesukuannya, kepala suku tersebut
terperangah. Setengah tak percaya, ia pun bertanya kepada Rasul: “apa yang mesti
dilakukan?” Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam hanya memberi syarat “jangan
berbohong”. Dengan penuh harapan, kepala suku ini menjadi pengikut Muhammad
dengan seluruh tradisi kesukuannya. Waktu berjalan dan kepala suku ini pun menjadi
pengikut yang saleh karena tidak mungkin lagi melakukan tindakan tanpa kritik publik.8

Kisah lainnya bisa dikaji dari seorang kepala suku yang menjadi tawanan perang
yang berubah menjadi pengikut setia Nabi. Perubahan demikian bukan karena Nabi
menyampaikan kebenaran al-Qur’an, tetapi oleh perlakuan baik Nabi selama kepala suku
menjadi tawanannya. Tanpa persyaratan apa pun, kepala suku tawanan ini dibebaskan
pada hari keempat. Keterkejutan si tawanan ini telah membawanya pada suatu perubahan
radikal dari seorang kafir menjadi mukmin.9

Kisah itu mengandung banyak makna, di antaranya komitmen moral sebagai


dasar strategi risalah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, kesadaran etik dan moral
sebagai kekuatan spiritual yang mampu mengubah perilaku seseorang. Hal ini juga
tampak pada wahyu pertama diturunkan, bukanlah perintah iman atau ibadah ritual,
melainkan pembacaan realitas kehidupan dalam kosa kata “iqra”. Melalui pembacaan
realitas kehidupan dan tradisi itulah masyarakat Arab jahiliah tercerahkan. Sesudah itu
barulah diturunkan ayat-ayat yang bisa ditafsir ke dalam formula hukum positif dan ritual
formal.10

Dakwah Kultural sebagai strategi perubahan sosial bertahap sesuai dengan


kondisi empirik yang diarahkan untuk menumbuhkembangkan kehidupan Islami sesuai
dengan paham Muhammadiyah, secara formal digagas dan menjadi keputusan Sidang
Tanwir di Bali, 24-27 Januari 2002. Dengan fokus pada penyadaran iman sehingga umat
bersedia menerima dan memenuhi seluruh ajaran Islam; akidah, ibadah, akhlak, dan

7
Abdul Munir Mulkhan, Kiai Ahmad Dahlan, Jejak Pembaruan Sosial dan
Kemanusiaan, h. 198-199.
8
Abdul Munir Mulkhan, Kiai Ahmad Dahlan, Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan
9
Abdul Munir Mulkhan, Kiai Ahmad Dahlan, Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan
10
Abdul Munir Mulkhan, Kiai Ahmad Dahlan, Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan

7
muamalah-tahapan perubahan sosial akan beragam sesuai dengan pluralitas sosial,
ekonomi, budaya, dan politik suatu masyarakat, sehingga tahapan ideal islam Kaffah
dicapai setiap kelompok umat secara beragam.11

Selanjutnya menjadi penting untuk meyakini bahwa keuniversal-an al-Qur’an dan


ajaran Tuhan, ialah penempatan semua manusia menjadi terbuka mengembangkan
pemahaman sesuai tahapan budayanya sendiri, dan masalah kemanusiaan yang dihadapi.
Berbagai masalah ini, berbeda dengan apa yang dihadapi ulama pada 11 ribu tahun lalu.
Pemahaman ini, dasar bagi kemungkinan usaha mengembangkan sebuah “model
dakwah” sesuai model masyarakat yang dihadapi: untuk desa atau kota, untuk seniman
atau mahasiswa, dan lainnya.12

Karena itu, penting pula pula diyakini bahwa Tuhan tidak semata bisa
digambarkan sebagai “Hakim” yang keras, tetapi juga “Yang Penuh Kasih Sayang”. Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak semata hanya bisa dilukiskan seperti
konstruksi syariah dalam ilmu fikih atau kalam. Nabi harus pula bisa digambarkan
sebagai sosok kultural, sebagai pelaku sosial-budaya yang meletakkan realitas obyektif
kemanusiaan sebagai bahan dasar aktivitas kenabian dan risalahnya.13

Di situlah letak soal pemeranan Islam dan dakwah amar makruf nahi munkar di
tengah proses perubahan sosial yang semakin cepat dan global. Kegagalan
mengembangkan dakwah sebagai strategi budaya, akan memperkukuh sikap “reaksioner”
gerakan Islam terhadap segala proses dan bentuk perubahan sosial dan budaya sebagai
arus dahsyat yang tak terbendung. Daya pikat Islam pun bisa memudar di tengah
kehancuran peradaban dunia. Kerinduan dunia akan lahirnya zaman baru peradaban yang
manusiawi dari Islam berakhir dengan kekecewaan. Dunia modern pun menjadi putus
harapan dan putus asa.14

11
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Bekerja Sama dengan
Lembaga Pustaka dan Informasi (Majelis Diktilitbang dan LPI) PP Muhammadiyah, 1 Abad
Muhammadiyah (Jakarta: Kompas, 2010), h. 323.
12
Abdul Munir Mulkhan, Kiai Ahmad Dahlan, Jejak Pembaruan Sosial dan
Kemanusiaan, h. 203.
13
Abdul Munir Mulkhan, Kiai Ahmad Dahlan, Jejak Pembaruan Sosial dan
Kemanusiaan
14
Abdul Munir Mulkhan, Kiai Ahmad Dahlan, Jejak Pembaruan Sosial dan
Kemanusiaan

8
Memperhatikan pandangan yang berkembang selama Sidang Tanwir
Muhammadiyah di Denpasar, Dakwah Kultural dapat dibedakan menjadi dua
pengertian, yaitu Dakwah Kultural dalam pengertian umum dan khusus.

Pertama, Pengertian umum. Dalam pengertian umum, Dakwah Kultural


dapat difahami sebagai kegiatan dakwah dengan memperhatikan potensi dan
kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya secara luas, dalam rangka
menghasilkan kultur baru yang bernuansa Islami.15

Pengertian ini diperoleh dari kajian sosiologi dan antropologi agama yang
menyebutkan bahwa manusia adalah homo religius, homo festivus, dan homo
symbolium. Dikatakan homo religius, karena manusia dalam budaya apa pun
memiliki kecenderungan untuk mengaitkan segala sesuatu di dunia ini dengan
kekuatan gaib. Adanya kepercayaan dinamisme, animisme, politeisme, dan
monoteisme adalah contoh nyata bahwa manusia adalah makhluk yang percaya
kepada Tuhan. Dikatakan homo festivus, karena manusia adalah makhluk yang
paling senang mengadakan festival tidak pernah hilang dari kehidupan manusia.
Dikatakan homo symbolicum, karena manusia memiliki kecenderungan untuk
mengekspresikan pemikiran, perasaan, dan tindakannya dengan menggunakan
simbol-simbol, seperti bahasa, mitos, tradisi, dan kesenian.16

Dalam mengekspresikan kerpecayaannya kepada Tuhan, manusia


menggunakan simbol-simbol, antara lain, berupa festival dan ritus keagamaan.
Dalam praktiknya, festival dan ritus dijadikan sebagai simbol harga diri sebuah
agama. Oleh karena itu, hampir setiap agama secara fanatik dan ekstravagan
mengadakan serangkaian festival dan ritual setiap tahunnya yang berkaitan
dengan agama. Dalam Islam, ibadah haji merupakan festival dan ritual keagamaan
yang amat besar biayanya, yang pesertanya datang dari berbagai pelosok dunia,

15
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Bekerja Sama dengan
Lembaga Pustaka dan Informasi (Majelis Diktilitbang dan LPI) PP Muhammadiyah, 1 Abad
Muhammadiyah (Jakarta: Kompas, 2010), hlm. 325.
16
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Bekerja Sama dengan
Lembaga Pustaka dan Informasi (Majelis Diktilitbang dan LPI) PP Muhammadiyah, 1 Abad
Muhammadiyah

9
yang diselenggarakan setiap tahun. Shalat Jum’at, pesta Idul Fitri, Idul Adha, dan
peringatan hari-hari besar Islam adalah contoh penting bahwa ada hubungan yang
erat antara agama dan budaya.17

Ibadah haji, Shalat Jum’at, pesta Idul Fitri, Idul Adha, dan peringatan hari-
hari besar Islam yang dilakukan umat Islam selama ini, termasuk Muhammadiyah,
adalah bentuk-bentuk ekspresi keimanan mereka kepada Allah. Di pihak lain,
festival dan ritual keislaman di atas dapat dijadikan sebagai media dakwah Islam.
Dakwah Islam dengan menggunakan festival dan ritual keagamaan diatas adalah
contoh Dakwah Kultural dalam pengertian umum. Secara umum, Dakwah
Kultural dapat dikatakan bahwa dakwah yang dilakukan menawarkan kultur baru
yang bernuansa Islami.18

Lebih jauh, terkait dengan menawarkan kultur baru yang bernuansa Islami
ini, dari teks kitab suci –al-Qur’an dan as-Sunnah- lahirlah seni baca al-Qur’an
dan seni kaligrafi Islam yang indah. Dua jenis seni Islam ini pada satu sisi
dijadikan sebagai media untuk menyucikan dan memuliakan keberadaannya,
menyosialisasikan pesan moral dari ajarannya, pada sisi yang lain dijadikan
sebagai media dakwah Islam. Seni baca al-Qur’an diekspresikan oleh umat Islam
berkaitan dengan kidung rohani berupa puisi-puisi doa serta lantunan indah
bacaan ayat-ayat al-Qur’an. Seni lain yang menonjol di kalangan umat Islam
adalah seni kaligrafi dan arsitektur.19

Kecenderungan ini juga diperkuat oleh sebuah riwayat bahwa Rasulullah


melarang menggambar makhluk hidup. Betapa kuatnya paham itu sehingga
mereka yang pernah berkunjung ke Arab Saudi akan menyaksikan sendiri bahwa
ekspresi seni di sana berpusat pada kaligrafi dan patung-patung abstrak.

17
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Bekerja Sama dengan
Lembaga Pustaka dan Informasi (Majelis Diktilitbang dan LPI) PP Muhammadiyah, 1 Abad
Muhammadiyah
18
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Bekerja Sama dengan
Lembaga Pustaka dan Informasi (Majelis Diktilitbang dan LPI) PP Muhammadiyah, 1 Abad
Muhammadiyah (Jakarta: Kompas, 2010), hlm. 325-326.
19
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Bekerja Sama dengan
Lembaga Pustaka dan Informasi (Majelis Diktilitbang dan LPI) PP Muhammadiyah, 1 Abad
Muhammadiyah (Jakarta: Kompas, 2010), hlm. 326.

10
Kenyataan ini berbeda, misalnya, kalau kita jalan-jalan ke India. Mungkin ini
sebagai sebuah antitesis, mengingat bangsa Arab pra-Islam senang menyembah
berhala sehingga larangan terhadap obyek-obyek yang berasosiasi dengan patung
dilarang secara keras.20

Memperhatikan uraian di atas, dapat digarisbawahi bahwa di antara ciri-


ciri Dakwah Kultural secara umum adalah: dinamis, kreatif, dan inovatif.
Kreativitas dan inovasi kultural dalam berdakwah juga dilakukan oleh K.H.
Ahmad Dahlan. Mendirikan lembaga pendidikan, rumah sakit, panti asuhan, dan
lain-lain adalah contoh penting bahwa K.H. Ahmad Dahlan dalam berdakwah
menggunakan pendekatran kultural. Pendekatan ini diteruskan oleh para elite
Muhammadiyah berikutnya sehingga Muhammadiyah dalam tempo singkat
berkembang pesat.21

Jika dilihat dari tiga dimensi dakwah di atas, maka Dakwah Kultural ini
telah memperhatikan ketiga dimensi dakwah, yaitu dimensi kerisalahan, dimensi
kerahmatan, dan dimensi kesejarahan. Dalam Dakwah Kultural ada dimensi
kerisalahannya karena ada upaya meneruskan tugas Rasulullah untuk menyeru
agar manusia lebih mengetahui, memahami, menghayati (mengimani), dan
mengamalkan Islam sebagai pandangan hidupnya. Ada dimensi kerahmatan
dalam Dakwah Kultural, karena ada upaya mengaktualkan Islam sebagai rahmat
(jalan hidup yang menyejahterakan, membahagiakan, dan sebagainya) bagi umat
manusia. Ada dimensi kesejarahan dalam Dakwah Kultural karena ada upaya
mengaktualkan peran kesejarahan manusia beriman dalam melihat (mengambil
‘ibar) masa lalu dan mempersiapkan masa depan.22

20
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Bekerja Sama dengan
Lembaga Pustaka dan Informasi (Majelis Diktilitbang dan LPI) PP Muhammadiyah, 1 Abad
Muhammadiyah
21
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Bekerja Sama dengan
Lembaga Pustaka dan Informasi (Majelis Diktilitbang dan LPI) PP Muhammadiyah, 1 Abad
Muhammadiyah (Jakarta: Kompas, 2010), hlm. 326-327.
22
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Bekerja Sama dengan Lembaga
Pustaka dan Informasi (Majelis Diktilitbang dan LPI) PP Muhammadiyah, 1 Abad Muhammadiyah
(Jakarta: Kompas, 2010), hlm. 327.

11
Kedua, pengertian khusus. Dakwah Kultural dalam pengertian khusus
dipahami sebagai “kegiatan dakwah dengan memperhatikan, memperhitungkan,
dan memanfaatkan adat, tradisi, seni, dan budaya local, dalam proses menuju
kehidupan Islami”. Dalam konteks Indonesia, Dakwah Kultural berusaha
menginternalisasikan nilai-nilai Islam ke dalam tradisi, seni, dan budaya local
yang masih dapat dilestarikan dalam kehidupan Masyarakat Indonesia
Kontemporer.23

Sebagai media atau metode, seni dan budaya lokal mempunyai proyeksi
yang mengarah pada pencapaian kesadaran kualitas keislaman yang pada
gilirannya mampu membentuk sikap dan perilaku Islami yang tidak menimbulkan
gejolak sosial, tetapi justru makin memantapkan perkembangan sosial. Sedangkan
sebagai sasaran antara, Dakwah Kultural diarahkan pada pengisian makna dan
nilai-nilai Islami yang integrative ke dalam segala jenis seni dan budaya lokal
yang akan dikembangkan.24

Memperhatikan uraian di atas, dapat digarisbawahi bahwa di antara ciri-


ciri Dakwah Kultural secara khusus adalah akomodatif, persuasive, dan tidak
konfrontatif. Dalam kaitan ini perlu diperhatikan bahwa dalam seni dan budaya
lokal itu banyak unsur mitologinya, karena itu Muhammadiyah perlu melakukan
demitologisasi dan rasionalisasi agar dimensi purifikasi yang dilakukan oleh
Muhammadiyah tidak terhambat. Islam memang membutuhkan kebudayaan, baik
yang berupa adat, tradisi, maupun seni lokal; tetapi keduanya perlu dibedakan
dengan tegas, mana Islam yang universal, absolut, dan abadi, dan mana yang
kebudayaan yang bersifat partikular, relatif, dan temporal.25

23
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Bekerja Sama dengan Lembaga
Pustaka dan Informasi (Majelis Diktilitbang dan LPI) PP Muhammadiyah, 1 Abad Muhammadiyah
24
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Bekerja Sama dengan Lembaga
Pustaka dan Informasi (Majelis Diktilitbang dan LPI) PP Muhammadiyah, 1 Abad Muhammadiyah
(Jakarta: Kompas, 2010), hlm. 327-328.
25
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Bekerja Sama dengan Lembaga
Pustaka dan Informasi (Majelis Diktilitbang dan LPI) PP Muhammadiyah, 1 Abad Muhammadiyah
(Jakarta: Kompas, 2010), hlm. 328.

12
Senada dengan ini, Forum Tanwir Muhammadiyah di Denpasar juga
mengusulkan agar Muhammadiyah berhati-hati dalam melakukan Dakwah
Kultural dengan menggunakan jalur adat, tradisi, seni, dan budaya lokal, karena
hal ini mengandung risiko besar. Atas dasar ini, disusulkan agar para dai dan
mubalig Muhammadiyah mempelajari adat, tradisi, dan budaya lokal untuk
dikuasai dan dikritisi, sebagai wawasan untuk bekal berdakwah.26

Memperhatikan uraian di atas, inti dari Dakwah Kultural adalah


menempatkan Islam di atas pluralitas budaya dalam rangka memberikan visi,
motivasi, dan pencerahan kemanusiaan dalam bingkai kebangsaan dan kebudayaa.
Gerakan Dakwah Kultural pada akhirnya adalah gerakan kebudayaan karena
manifestasi akhir dan perilaku seseorang tampil dalam ranah budaya. Jika Islam
tidak mampu mengartikulasikan diri dalam wadah budaya sebagai gerakan
emansipatoris, maka Islam akan ditinggalkan umatnya. Sebaliknya, gerakan
kebudayaan yang tidak memiliki dimensi transenden juga tidak akan mampu
memperoleh dukungan abadi dan militan. Atas dasar ini, Islam pada akhirnya
akan diuji oleh sejarah dengan ukuran-ukuran kemanusiaan secara empiris. Kini
tugas para dai, intelektual, dan budayawan muslim adalah membudayakan Islam
dalam kehidupan empirik. Ini berarti Islam perlu membuka diri dan bersikap
inovatif serta akomodatif terhadap dinamika lokal maupun modern, dan janganlah
langkah sejarah yang tengah berjalan kedepan dipaksa berputar balik ke
belakang.27

Untuk kepentingan dakwah ke depan, di samping secara terus menerus


mengoptimalkan aktivitas yang sudah ada, beberapa pilihan dapat dilakukan
Muhammadiyah untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah, diantaranya :
1. Melakukan revitalisasi keluarga.
Al-Qur’an surat al-Hasyr (66) ayat 7 menegaskan keharusan
memelihara dan menjaga diri dan keluarga. Artinya, perintah untuk

26
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Bekerja Sama dengan Lembaga
Pustaka dan Informasi (Majelis Diktilitbang dan LPI) PP Muhammadiyah, 1 Abad Muhammadiyah
27
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Bekerja Sama dengan Lembaga
Pustaka dan Informasi (Majelis Diktilitbang dan LPI) PP Muhammadiyah, 1 Abad Muhammadiyah

13
melakukan revitalisasi dakwah secara terus menerus dan berkelanjutan dari
diri dan keluarga.
Fungsi keluarga dalam Pedoman Hidup Islami Muhammadiyah adalah
sebagai berikut:
a. Media sosialisasi nilai-nilai ajaran Islam
b. Kaderisasi; sebagai pelansung dan penyempurna gerakan da’wah,
c. Sebagai media pemberian keteladanan dan pembiasaan amal Islami, dan
d. Media penciptaan suasa dan kehidupan islami dalam bentuk membangun
pergaulan yang saling mengasihi, menyayangi, saling menghargai dan
menghormati, memelihara persamaan hak dan kewajiban.
2. Optimalisasi mesin persyarikatan dalam bentuk pemberdayaan ranting dan
amal usaha secara maksimal sebagai media dakwah. Pimpinan persyarikatan
dan pimpinan amal usaha baik bidang pendidikan, kesehatan dan sosial secara
aktif dan sungguh-sungguh berkerja sama mengefektifkan gerakan dakwah di
ranting dan amal usaha. Diprogramkan secara sistemik, amal usaha, terutama
yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial untuk menjadikan peserta
didiknya sebagai kader-kader Islam yang dipersiapkan untuk mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
3. Pengaruh media elektronik dan teknologi informasi dalam membentuk pola
pikir dan prilaku masyarakat, merupakan keniscayaan dakwah
Muhammadiyah memanfaatkan media elektronik dan teknologi informasi.
Saatnya Muhammadiyah mulai berdakwah melalui dunia maya, seperti lewat
facebook, bolgger dan lain sebagainya. Dalam pemanfaatan media elektronik,
mungkin Muhammadiyah dapat mengambil bagian dalam mengisi acara
tertentu di televisi lokal yang pada masa mendatang akan banyak
dikembangkan.
4. Menjadikan maal sebagai obyek dakwah. Munculnya maal baru sesungguhnya
memberikan peluang untuk berdakwah, sekurang-kurangnya untuk membantu
pengunjung maal melaksanakan shalat jum’at. Bagi Muhammadiyah, ini
merupakan lahan dakwah yang relatif strategis. Di antara jama’ah, ada
berasalah dari kalangan menengah atas. Dari mereka dapat dikembangkan

14
jaringan di kalangan masyarakat menengah atas yang belakangan banyak
dikuasai oleh kelompok lain.
5. Melakukan sinergi dengan berbagai majlis dan lembaga di lingkungan
Muhammadiyah. Sebenarnya Muhammadiyah mempunyai obyek dakwah
yang tidak pernah kering. Mereka datang ke Muhammadiyah, baik ketika sakit
yang ditampung oleh balai pengobatan Muhammadiyah, atau sekolah dan
perguruan tinggi Muhammadiyah. Selama ini, mereka belum secara maksimal
dijadikan sebagai obyek dakwah betapapun Muhammadiyah telah
menegaskan semua amal usaha yang dimiliki adalah media dakwah
Muhammadiyah. Sinergi dengan berbagai majlis dan lembaga dapat
membantu terselenggaranya aktivitas dakwah secara maksimal.
Seperti itu dapat dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Di antaranya
surah an-Nahl ayat 125
   

 
   
    
   
   
 
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
 Tantangan Strategi Dakwah Muhammadiyah pada Masa KH.Ahmad
Dahlan

15
Adapun tantangan yang dihadapi oleh KH.Ahmad Dahlan dalam
melaksanakan strategi dakwah Muhammadiyah, diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Tantangan dari anggota Muhammadiyah sendiri
Muhammadiyah telah mengalami perkembangan yang sangat pesat baik
perkembangan dalam hal amal usaha maupun perkembangan secara kuantitas
Muhammadiyah. Perkembangan selama satu abad ini, Muhammadiyah tetap exis
dalam mengurangi setiap perubahan zaman, perubahan era pemimpin dan banyak
perubahan-perubahan lainnya. Tentunya hal ini bukan sesuatu yang mudah
dilakukan oleh organisasi yang banyak mengalami tantangan dan teror yang
dilakukan oleh berbagai pihak.
Oleh karena itu, banyak organisasi yang secara sedikit demi sedikit hanya
meninggalkan sejarah, contohnya Boedi Utomo, Sarekat Dagang islam, atau
sarekat Islam. Muhammadiyah dalam memasuki abad ke 2 ini tentunya banyak
hal yang harus dibenahi agar tetap exis selama-lamanya. Salah satu hal yang patut
dilakukan adalah menjadikan Muhammadiyah menjadi organisasi yang bukan
hanya menginginkan banyaknya anggota, akan tetapi harus juga menjadi
organisasi yang berkualitas secara kualitas, terutama kuaitas anggota-anggotanya.
Tentunya ini bukanlah sekedar omong kosong belaka. Karena ternyata
banyak fenomena yang terjadi di kalangan Muhammadiyah.Orang dengan begitu
mudahnya masuk menjadi anggota Muhammadiyah hanya dengan dibuktikan
dengan memiliki kartu anggota Muhammadiyah yang saat ini ternyata semakin
mudah didapatkan dengan tidak memandang siapa mereka dan apa yang sudah
mereka lakukan untuk perkembangan dakwah Muhammadiyah dan bahkan
mungkin, juga dalam kehidupan keseharian mereka sama sekali tidak
mencerminkan pribadi-pribadi Muhammadiyah seperti yang diinginkan oleh para
pendiri dan para pejuang Muhammadiyah di generasi awal.
Yang paling mengecewakan dan menyesakan hati adalah mereka
kebanyakan menjadi anggota Muhammadiyah hanya karena ingin masuk dan
bekerja di amal usahaMuhammadiyah. Dan tentunya ini terjadi di semua bagian
negara Indonesia. Ini adalah hal yang sangat riskan dan bisa menjadikan

16
Muhammadiyah kehilangan banyak aset amal usaha. Banyak khasus yang telah
terjadi, sekolah Muhammadiyah beralih nama, masjid dikuasai oleh pihak lain,
dan yang pastinya banyak yang lainnya yang banyak tidak kita ketahui.
Kejadian-kejadian nyata ini harus segera ditanggulangi jika kita tidak ingin
mendengar nanti atau entah berapa tahun lagi bahwa Muhammadiyah telah
menjadi sejarah dan tidak lagi mampu mengukir sejarah peradaban bangsa.
2. Tantangan dari Organisasi Lain
Perkembangan Muhammadiyah yang sangat pesat tentunya akan
menjadikan banyak organisasi lain meniru untuk melakukan hal yang serupa.
Minimal mereka akan belajar bagaimana menjadi seperti Muhammadiyah.
Muhammadiyah yang memiliki ribuan sekolah mulai dari TK, Sekolah Dasar dan
menengah sampai pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah menjadi hal yang
menarik untuk diteliti dan dikaji untuk kemudian diterapkan di organisasi mereka.
Selain tantangan dari organisasi yang menjadikan Muhammadiyah sebagai
partner mereka, tentunya masih banyak tantangan dari organisasi lain yang tidak
suka dengan tindakan Muhammadiyah dari tahun ke tahun telah menjadi rahasia
umum bahwa Muhammadiyah telah membaha paham Wahabi (Muhammad bin
Abdul wahab) yang sangat dibenci dan ditakuti oleh kaum tradisionalis yang anti
pati terhadap berbagai macam pembaharuan atau purivikasi ajaran Islam yang
telah banyak dicampuri oleh berbagai ritual-ritual agama lain.
Muhammadiyah dengan jargon dakwah Amal Ma’ruf Nahi Munkar
menjadikannya sebagai organisasi yang sangat semangat memerangi ajaran yang
sangat berbau tahayul, bid’ah, dan khurafat (TBC). Hal inilah yang menjadikan
Muhammadiyah banyak dimusuhi oleh masyarakat Indonesia khususnya kaum
tradisionalis yang banyak dianut oleh kebanyakan umat Islam Indonesia.Mereka
menganggap bahwa dakwah Muhammadiyah akan mengancam existensi mereka
dan pengaruh mereka di kalangan kaum muslim.
Tentunya hal ini hanyalah salah satu dari berbagai cobaan yang dihadapi
oleh Muhammadiyah. Saat-saat ini kita sering mendengar di Indonesia banyak
diberitakan tentang gerakan-gerakan pencucian otak yang diklaim oleh gerakan
Negara Islam Indonesia (NII). Selain itu banyak juga kaum-kaum sempala yang

17
mengaku Islam tetapi tidak menjalankan ajaran Islam dan bahkan mereka
merubah-rubah syariat Islam yang telah sempurna dibawa oleh Rasululloh
Muhammad SAW. Dan yang lebih buruk lagi adalah banyaknya orang-orang yang
mengaku menjadi nabi dan mendapatkan wahyu dari Allah SWT dan ada satu lagi
yang mengaku sebagai malaikat jibril dan mendirikan kerajaan tuhan (Lia Eden).
Hal-hal tersebut menjadi lahan dakwah Muhammadiyah untuk dapat
membentengi umat Islam agar tidak terpengaruh oleh ajaran-ajaran sesat mereka.

3. Tantangan dari eksternal umat islam (agama lain)


Indonesia memiliki azaz Pancasila dan menganut paham demokrasi telah
menjadikan negara yang mayoritas Islam ini harus mengakui lima agama lainnya
(Khatolik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu). Dan satu kepercayaan kepada
Tuhan (aliran kepercayaan).
Dakwah Muhammadiyah yang mengIslamkan umat Islam juga bagaimana
mampu mengIslamkan orang yang belum Islam atau dakwah kepada orang-orang
non Islam. Begitupun umat agama lain pasti akan melakukan hal-hal yang serupa
untuk menyebar luaskan ajaran agama mereka. Lebih fokus saat ini adalah
bagaimana Muhammadiyah harus bisa menekan gerakan Kristenisasi yang banyak
merambah di berbagai daerah umat-umat Islam.
Kristenisasi yang telah lama dilakukan di Indonesia mulai dari zaman
penjajahan dengan konsep 3G (Gold, Glory dan Gospel). Sampai sekarang ini
masih berjalan. Banyak kasus Kristenisasin yang telah terjadi di setiap sudut kota
maupun di desa, baik secara terang-terangan maupn gerakan terselubung dalam
melakukan gerakan permurtadan, contohnya adalah pendirian gereja di daerah
Bekasi. Dan tentunya lebih banyak lagi kejadian yang tidak kita ketahui.
Melihat hal semacam ini Muhammadiyah harus lebih mengintensifkan
terutama di kantong-kantong masyarakat yang masih labil keimanannya,
contohnya adalah di desa-desa miskin dan sudut-sudut kumuh di kota. Karena di
daerah tersebut menjadi lahan empuk para misionaris yang melakukan gerakan
Kristenisasi. Dengan menawarkan berbagai macam bantuan-bantuan.

18
Dan hal ini sangat mendapat sambutan dari kaum muslim yang miskin dan
menggadaikan keimanan mereka karena kemiskinan. Dan ternyata banyak umat
Islam tidak mempedulikan hal ini. Muhammadiyah yang juga sebagai gerakan
sosial seperti yang dulu dicontohkan oleh K.H.Ahmad Dahlan harus semakin
merespon hal ini dengan memberikan berbagai macam bantuan kepada mereka,
baik bantuan secara spiritual untuk semakin memperkokoh keimanan mereka juga
mampu memberikan bantuan secara materi (pekerjaan). Sehingga dengan
memberi bantuan kepada mereka makan mereka akan merasa dipedulikan oleh
saudara sesama muslim mereka dan mereka tidak akan menggadaikan keimanaan
mereka dengan keimanan lain karena merasa berhutang budi kepada para
misioneris Kristen.

2.3 Pengertian Tajdid


Istilah tajdid berasal dari bahasa Arab yaitu Jaddada-Yujaddidu-Tajdiidan,
yang artinya memperbaharui atau menjadikan baru. Dalam Kamus Bahasa
Indonesia (KBBI) kata tajdid artinya pembaruan, modernisasi atau restorasi.28
Sedangkan dalam pengertian terminologi, tajdid berarti pembaharuan terhadap
kehidupan keagamaan, baik dalam bentuk pemikiran ataupun gerakan, sebagai
respon atau reaksi atas tantangan baik internal maupun eksternal yang
menyangkut keyakinan dan sosial umat. Pelakunya disebut mujaddid
(pembaharu).

Adapun rumusan tajdid yang resmi dari Muhammadiyah adalah sebagai


berikut:

a. Pemurnian
Yaitu mengembalikan kepada keasliannya kemurniannya. Arti
“pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran Islam
yang berdasarkan dan bersumber kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Sasarannya mengenai prinsip perjuangan yang sifatnya tetap/tidak berubah-
ubah.

28
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet 4, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007)

19
b. Peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya.

Dalam arti “peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna


dengannya”, tajdid dimaksudkan sebagai penafsiran, pengamalan, dan
perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh kepada Al-Qur'an dan
As-Sunnah. Sasarannya mengenai masalah seperti: metode, sistem, teknik,
strategi,dll, yang sifatnya berubah-ubah disesuaikan dengan situasi/ruang dan
waktu.29

Untuk melaksanakan tajdid dalam kedua pengertian istilah tersebut,


diperlukan aktualisasi akal pikiran yang cerdas dan suci, serta akal budi yang
bersih, yang dijiwai oleh ajaran Islam. Menurut Persyarikatan Muhammadiyah,
tajdid merupakan salah satu watak dari ajaran Islam. Yang diperbaharui adalah
hasil pemikiran atau pendapat, dan bukan memperbarui atau mengubah apa yang
terdapat dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits. Dengan kata lain, yang diubah atau
diperbarui adalah hasil pemahaman terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadis tersebut.

Dalam konteks Muhammadiyah, tajdid bertujuan untuk menghidupkan


kembali ajaran al-Qur'an dan Sunnah dan memerintahkan kaum muslimin untuk
kembali kepadanya. Adapun yang masih merupakan rumpun tajdid dalam
perspektif Muhammadiyah adalah seperti diurakan oleh beberapa tokoh
Muhammadiyah sebagai berikut: Pertama, K.H. Azhar basyir menyebutkan bahwa
Muhammadiyah bertujuan memurnikan ajaran al-Qur'an dan Sunnah dari praktek-
praktek takhayul, bid’ah dan khurafat yang dianggap syirik.

Apa yang dimaksud dengan tajdid dalam Muhammadiyah dan bagaimana


perkembangannya selama satu abad pertama? Kedua persoalan ini perlu dianalisis
berdasarkan periodesasi dan kurun waktu yang telah ada. Secara garis besar,
perkembangan tajdid dalam Muhammadiyah dapat dibedakan menjadi tiga pase,
yakni pase aksi-reaksi, konsepsionalisasi dan pase rekonstruksi. Ketika
Muhammadiyah didirikan, para tokoh Muhammadiyah, termasuk K.H. Ahmad

29
Tim Pembina Al-Islam dan Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Malang,
Muhammadiyah Sejarah, Pemikiran dan Amal Usaha, (Malang: PT Tiara Wacana Yogya &
Universitas Muhammadiyah Malang Press, 1990) h.118

20
Dahlan, belum memikirkan landasan konseosional dan teoritis tentang apa yang
akan dilakukannya. Yang terjadi adalah, upaya mereka untuk secara praktis dan
pragmatis menyebarkan ajaran Islam yang baik dan benar sesuai dengan tuntunan
Rasulullah. Konsentrasi mereka difokuskan pada bagaimana praktek keagamaan
yang dilakukan masyarakat waktu itu disesuaikan dengan apa yang dilakukan oleh
Rasulullah di satu sisi, tapi juga memperhatikan tradisi agama lain, khususnya
kristen, yang kebetulan disebarkan oleh penjajah negeri ini.

2.4 Gerakan Tajdid Muhammadiyah di Bidang Sosial Keagamaan

2.4.1 Gerakan Tajdid di bidang sosial


Di bidang sosial dan kemasyarakatan, usaha yang dirintis oleh
Muhammadiyah yaitu didirikannya rumah sakit, poliklinik, rumah yatim-piatu,
yang dikelola melalui lembaga-lembaga dan bukan secara individual sebagaimana
dilakukan orang pada umumnya di dalam memelihara anak yatim piatu. Badan
atau lembaga pendidikan sosial di dalam Muhammadiyah juga ikut menangani
masalah-masalah keagamaan yang ada kaitannya dengan bidang sosial, seperti
penerimaan dan pembagian zakat ditangani sepenuhnya oleh PKU yang sekaligus
berwenang sebagai badan amil.
Usaha pembaruan dalam bidang sosial kemasyarakatan ditandai dengan
didirikannya Pertolongan Kesengsaraan Oemoem (PKO) pada tahun 1923. Ide di
balik pembangunan dalam bidang ini karen banyak diantara orang Islam yang
mengalami kesengsaraan, dan hal ini merupakan kesempatan bagi kaum muslimin
untuk saling tolong-menolong.
Perhatian pada kesengsaraan umum dan kewajiban menolong sesama
muslim tidaklah hanya sekedar karena rasa cinta kasih pada sesama, tetapi
perwujudan sosial dengan ilham keagamaan. Contohnya ialah pengamalan firman
Allah dalam surat Al-Ma’un.
  
   
    
   

21
  
    
    
  
“ Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?(1), Itulah orang yang
menghardik anak yatim (2), dan tidak menganjurkan memberi Makan orang
miskin (3), Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat (4), (yaitu) orang-
orang yang lalai dari shalatnya (5), orang-orang yang berbuat riya (6), dan
enggan (menolong dengan) barang berguna (7).”
Ajaran ini direalisasikan oleh Muhammadiyah melalui pendirian rumah
yatim, klinik, rumah sakit dan juga melalui cara mengumpulkan dan
mendistribusikan zakat. Dapat dsimpulkan, bahwa pembaharuan sosial
kemasyarakatan yang dilakukan oleh Muhammadiyah merupakan salah satu
wujud dari ketaatan beragama, dalam dimensi sosialnya atau dimaksud untuk
mencapai tujuan keagamaannya.30
2.4.2 Gerakan Tajdid di bidang keagamaan
Pembaharuan dalam bidang keagamaan ialah memurnikan kembali dan
mengembalikan kepada keasliannya. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan agama
baik menyangkut aqidah (keimanan) maupun ritual (ibadah) haruslah sesuai
dengan aslinya, yaitu sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah dalam Al-
Qur’an dan di tuntunkan oleh Nabi Muhammad Saw melalui sunah-sunahnya.
Dalam masalah aqidah Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah
Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat
tanpa mengabaikan prinsip-prinsip toleransi menurut ajaran Islam, sedangkan
dalam ibadah Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah tersebut
sebagaimana yang dituntunkan Rasulullah tanpa tambahan dan pembaruan dari
manusia.
Usaha Muhammadiyah untuk memurnikan keyakinan umat Islam
Indonesia, ialah dengan mengenalkan penelaahan kembali dan perubahan drastis,

30
Tim Pembina Al-Islam dan Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Malang,
Muhammadiyah Sejarah, Pemikiran dan Amal Usaha, h. 120-121

22
jika diperlukan, menuju penafsiran yang benar terhadap Al-Qur’an dan Al-hadits.
Usaha pemurnian tersebut antara lain :31
1) Penentuan arah kiblat yang tepat dalam shalat, sebagai kebalikan dari
kebiasaan sebelumnya yang menghadap tepat ke arah barat
2) Penggunaan perhitungan astronomi dalam menentukan permulaan dan akhir
bulan puasa (hisab), sebagai sebagai kebalikan dari pengamatan perjalanan
bulan
3) Menyelenggarakan shalat bersama di lapangan terbuka pada hari raya Islam,
Idul Fithri dan Idul Adha, sebagai ganti dari shalat serupa dalam jumlah
jamaah yang lebih kecil, yang diselenggarakan di masjid
4) Pengumpulan dan pembagian zakat fithrah dan qurban pada hari raya oleh
panitia khusus, mewakili masyarakat Islam setempat, yang dapat dibandingkan
sebelumnya dengan memberikan hak istimewa dalam persoalan ini pada
pegawai atau petugas agama (penghulu, naib, kaum, modin, dsb)
5) Penyampaian khutbah dalam bahasa Indonesia/daerah, sebagai ganti dari
penyampaian khutbah dalam bahasa arab
6) Penyederhanaan upacara dan ibadah dalam upacara kelahiran, khitanan,
perkawinan dan pemahaman dengan menghilangkan hal-hal yang bersifat
politeistis
7) Penyederhanaan makan (kuburan) yang semula dihiasi secara berlebihan
8) Menghilangkan kebiasaan berziarah ke makam orang-orang suci (wali)
9) Membersihkan anggapan adanya berkah yang bersifat ghaib, yang dimiliki oleh
para kyai/ulama tertentu dan pengaruh ekstrem pemujaan terhadap mereka
10) Penggunaan kerudung untuk wanita dan pemisahan laki-laki dengan wanita
dalam pertemuan-pertemuan yang bersifat keagamaan

31
Tim Pembina Al-Islam dan Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Malang,
Muhammadiyah Sejarah, Pemikiran dan Amal Usaha, h.118-119

23
24
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dakwah Kultural sebagai strategi perubahan sosial bertahap sesuai dengan
kondisi empirik yang diarahkan untuk menumbuhkembangkan kehidupan Islami
sesuai dengan paham Muhammadiyah, secara formal digagas dan menjadi
keputusan Sidang Tanwir di Bali, 24-27 Januari 2002. Dengan fokus pada
penyadaran iman sehingga umat bersedia menerima dan memenuhi seluruh ajaran
Islam; akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah-tahapan perubahan sosial akan
beragam sesuai dengan pluralitas sosial, ekonomi, budaya, dan politik suatu
masyarakat, sehingga tahapan ideal islam Kaffah dicapai setiap kelompok umat
secara beragam.

Kemudian Muhammadiyah melakukan gerakan tajdid atau pembaharuan


dalam bidang sosial keagamaan, yaitu memurnikan kembali dan mengembalikan
kepada keasliannya. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan agama baik menyangkut
aqidah (keimanan) maupun ritual (ibadah) haruslah sesuai dengan aslinya, yaitu
sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan As-Sunah.
Sedangkan pembaruan dalam bidang sosial dan kemasyarakatan, usaha yang
dirintis oleh Muhammadiyah yaitu didirikannya rumah sakit, poliklinik, rumah
yatim-piatu, yang dikelola melalui lembaga-lembaga dan bukan secara individual.

3.2 Saran
Tujuan dakwah Muhammadiyah adalah meningkatkan kualitas hidup
manusia, serta gerakan tajdid atau pembaharuan dalam Islam khususnya dalam
Muhammadiyah memang perlu terus dilakukan terutama oleh kader–kader
Muhammadiyah itu sendiri. Seharusnya kita ikut berpartisipasi dalam dakwah
tersebut. Karena dengan dakwah tersebut menggerakkan dinamika kehidupan
masyarakat Islam di bidang sosial keagamaan, pendidikan, ekonomi, dan sosial-
budaya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Munir Mulkhan, Kiai Ahmad Dahlan, Jejak Pembaruan Sosial dan
Kemanusiaan, Jakarta: Kompas, 2010.
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Bekerja Sama dengan
Lembaga Pustaka dan Informasi (Majelis Diktilitbang dan LPI) PP
Muhammadiyah, 1 Abad Muhammadiyah, Jakarta: Kompas, 2010.
Tim Pembina Al-Islam dan Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah
Malang, Muhammadiyah Sejarah, Pemikiran dan Amal Usaha, Malang: PT
Tiara Wacana Yogya & Universitas Muhammadiyah Malang Press, 1990.
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet 4, Jakarta: Balai Pustaka,
2007.

http://alfablackid.blogspot.com/2012/01/strategi-dakwahmuhammadiyah
dalam.html?m=1 diakses pada tanggal 13/10/2018 pukul 19.25

26

Anda mungkin juga menyukai