Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

“Bronkiektasis”

Oleh:
Sagifa Anovianty
H1A014071

Pembimbing:
dr. Triana Dyah Cahyawati, Sp.Rad, M.Sc

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF RADIOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala
nikmat, pertolongan dan perlindungan-Nya, sehingga laporan kasus ini dapat selesai dengan
baik. Laporan ini dilakukan dalam rangka mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Radiologi
RSUP NTB. Laporan kasus ini berjudul: Bronkiektasis
Dalam penyusunan refrat ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat dr. Triana Dyah Cahyawati, Sp.Rad, M.Sc
sebagai pembimbing dalam laporan ini. Semoga tulisan ini dapat memberikan penambahan
khasanah ilmu dan memeberikan manfaat bagi pembaca, selain itu penulis paham masih
banyak kekurangan yang ada didalamnya, oleh karena itu penulis meminta maaf dan
memohon saran serta kritikan yang membangun untuk perbaikan penyusunan laporan kasus
yang selanjutnya.

Mataram, Agustus 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2

DAFTAR ISI...................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................4

1.1. Latar Belakang..................................................................................................................4

1.2. Tujuan Penulisan...............................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................5

2.1. Definisi..............................................................................................................................5

2.2. Epidemiologi.....................................................................................................................5

2.3. Etiologi..............................................................................................................................5

2.4. Patogenesis........................................................................................................................7

2.5. Diagnosis...........................................................................................................................8

2.6. Pemeriksaan Radiologi...................................................................................................14

2.7. Diagnosis Banding..........................................................................................................14

2.8. Tatalaksana......................................................................................................................14

2.9. Prognosis.........................................................................................................................16

BAB III LAPORAN KASUS........................................................................................................17

BAB IV PEMBAHASAN.............................................................................................................20

BAB V PENUTUP........................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................22

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bronkiektasis adalah penyakit akibat obstruksi atau infeksi persisten yang


ditimbulkan oleh berbagai penyebab. Jika sudah terbentuk, bronkiektasis akan
menimbulkan kompleks gejala yang didominasi oleh batuk dan pengeluaran sputum
purulent dalam jumlah yang besar1. Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai
proses fokal yang melibatkan satu lobus segmen atau sub-segmen paru, atau proses yang
bersifat difus dan melibatkan kedua paru2.
Bronkiektasis merupakan akibat dari proses patologis yang berlangsung luas dan
lama, termasuk kelainan srtuktur bronkus (Defisiensi kartilago pada William Campbell
Syndrome), penyakit akibat penimbunan mukus (Fibrosis kistik, kelainan fungsi silia),
akibat infeksi (Pneumonia yang berat pada anak, defisiensi imunoglobulin) dan penyakit
inflamasi (Kolitis ulceratif). Pada kebanyakan kasus, infeksi merupakan penyebab
tersering dari inflamasi, kerusakan dan remodelling jalan nafas3.

Diagnosis penyakit didasarkan pada riwayat klinis dari gejala respirasi yang bersifat
kronik, seperti batuk setap hari, produksi sputum yang kental dan penemuan radiografi.
Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan diagnostik berupa gambar dari bagian tubuh
yang sulit dijangkau hanya dengan pemeriksaan fisik saja. Pemeriksaan radiologi
merupakan pemeriksaan penunjang yang dapat membantu seorang dokter dalam keraguan
membuat diagnostik. Pada kasus bronkiektasis, pemeriksaan foto polos dada
memperlihatkan bronkovaskular yang kasar dan gambaran cincin lusen sedangkan
penebalan dinding bronkus dan dilatasi lumen terlihat pada pemeriksaan CT Scan 2.
Berdasarkan gambaran pemeriksaan radiologi tersebut maka penulis ingin mengetahui
lebih jauh lagi gambaran berupa bronkiektasis ditinjau dari aspek radiologi.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui tentang bronkiektasis dari definisi, etiologi, manifestasi klinis, penegakan
diagnosa, dan tata laksana.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mengetahui modalitas dan gambaran radiologi bronkiektasis.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Bronkiektasis adalah suatu keadaan bronkus dan bronkiolus yang melebar akibat
kerusakan dan hilangnya sifat elastisitas dinding otot bronkus yang dapat disebabkan
oleh obstruksi dan peradangan kronis1.
2.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, bronkiektasis merupakan kondisi yang jarang terjadi. Tetapi


jumlah penyakit bronkiektasis di Amerika Serikat biasanya berkaitan dengan infeksi
mycobacteria atau faktor lingkungan yang lain yang dilaporkan meningkat 2. Estimasi
prevalensi yang menderita bronkiektasis berkisar 4,2 per 100.000 orang dari golongan
18-24 tahun sedangkan prevalensi pada golongan 75 tahun keatas adalah 272 per
100.000 orang4.

Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai penyakit
ini. Penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki
maupun wanita mulai sejak anak-anak bahkan dapat berupa kelainan kongenital. Data
terakhir yang diperoleh dari RSUD Dr. Soetomo tahun 1990 menempatkan bronkiektasis
pada urutan ke-7 terbanyak, dengan 221 penderita dari 11.018 (1,01%) pasien rawat
inap2.

2.3 Etiologi

Etiologi bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga


bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.
A. Kelainan kongenital
Dalam hal ini, bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor
genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan memegang peranan penting.
Bronkiektasis yang timbul kongenital biasanya mengenai hampir seluruh cabang bronkus
pada satu atau kedua bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya menyertai
penyakit-penyakit kongenital seperti Fibrosis kistik, Sindroma Kertagener, William
Campbell syndrome, Mounier-Kuhn syndrome, dll.1

5
B. Kelainan didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan merupakan proses
berikut:

a. Infeksi Paru Berulang

Infeksi saluran nafas akut, misalnya bronkopneumonia, menyebabkan destruksi


jaringan peribronkial sehingga terjadi penarikan dinding bronkus dan menyebabkan
dilatasi bronkus. Bronkiektasis pada umumnya dijumpai pada individu yang
mempunyai rekuren dan infeksi saluran pernapasan bawah dalam jangka waktu lama.
Infeksi dapat berupa campak, pertusis, infeksi adenovirus, infeksi bakteri contohnya
Klebsiella, Staphylococcus atau Pseudomonas, influenza, tuberkulosa, serta infeksi
mikoplasma2.

b. Penyumbatan bronkus

Sebagian besar cabang bronkus yang kecil, akibat adanya aspirasi mukus masuk
ke dalam lumen bronkus yang menyebabkan kolaps bagian distal, keadaan ini
menyebabkan peningkatan tekanan intraluminer proksimal dan terjadi dilatasi
bronkus. Bila terjadi infeksi pada bronkus yang mengalami dilatasi ini serta terjadi
destruksi dinding bronkus, maka akan terjadi dilatasi bronkus yang permanen5.

Obstruksi dapat disebabkan oleh2,5 :


 Benda asing yang terisap.
 Pembesaran kelenjar getah bening di hilus yang menyebabkan bronkiektasis pada
distal bronkus.
 Tumor paru.
 Sumbatan oleh lender.
Kondisi tersebut menyebabkan gangguan mekanisme mucocilliary clearance dan
gangguan ini akan menyebabkan berkembangnya infeksi bakteri.
c. Cedera penghirupan1
 Cedera karena asap, gas atau partikel beracun
 Menghirup getah lambung dan partikel makanan
d. Kelainan imunologik1
 Sindroma kekurangan imunoglobulin
 Disfungsi sel darah putih
 Defisiensi komplemen

6
 Infeksi HIV
 Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti artritis rematoid,
 kolitis ulcerativa
e. Keadaan lain1
 Penyalahgunaan obat (misalnya heroin)

2.4 Patogenesis

Bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan dimana terjadi dilatasi bronkus yang


ireversibel (> 2 mm dalam diameter) yang merupakan akibat dari destruksi komponen
muskular dan elastis pada dinding bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah
akibat dari suatu proses infeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside
dan netrophilic protease yang dilepaskan oleh system imun tubuh sebagai respon
terhadap antigen1.
Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding bronkus
atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan nafas. Pertahanan
jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan nafas. Silia tersebut bergerak
berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mukus yang normal melapisi jalan nafas.
Partikel yang berbahaya dan bakteri yang terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan
dipindahkan naik ke tenggorokan dan kemudian batukkan keluar atau tertelan5.
Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan keelastisannya, sehingga
bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta membentuk kantung atau saccus yang
menyerupai balon yang kecil. Inflamasi juga meningkatkan sekresi mukus. Karena sel
yang bersilia mengalami kerusakan, sekret yang dihasilkan akan menumpuk dan
memenuhi jalan nafas dan menjadi tempat berkembangnya bakteri. Yang pada akhirnya
bakteri-bakteri tersebut akan merusak dinding bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan
antara infeksi dan kerusakan jalan nafas5.

Gambar 1: Pada bronkiektasis, produksi mukus meningkat, silia mengalami kerusakan dan
daerah bronkus mengalami inflamasi kronik dan mengalami kerusakan 1

7
Kelemahan dinding bronkus pada bronkiektasis dapat kongenital ataupun didapat
(acquired) yang disebabkan karena adanya kerusakan jaringan. Bronkiektasis kongenital
sering berkaitan dengan adanya dekstrokardia dan sinusitis, jika ketika keadaan ini
(bronkiektasis, dekstrokardia dan sinusitis ) hadir bersamaan, keadaan ini disebut sebagai
sindrom Kartagener. Jika disertai pula dengan dilatasi trakea dan bronkus utama maka
kelainan ini disebut trakeobronkomegali6.

Bronkiektasis yang didapat sering berkaitan dengan obstruksi bronkus. Dilatasi


bronkus mungkin disebabkan karena kerusakan dinding bronkus akibat peradangan
seperti pada penyakit endobronkial tuberkulosis. Bronkiektasis non-tuberkulosis
cenderung terjadi pada bagian paru yang bergantung (dependent part) yang menyebabkan
aliran drainase discharge terhambat. Gaya berat menyebabkan akumulasi sputum
sehingga infeksi dan supurasi lebih mudah terjadi6.

2.5 Diagnosis

1. Gambaran Klinis

Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum yang
banyak sepanjang hari, terutama pagi hari, yang mukopurulen sering berlangsung
bulanan sampai tahunan. Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat
menjadi akibat dari kerusakan jalan nafas dengan infeksi akut. Bronkiektasis kering
biasanya merupakan sekuele (gejala sisa) dari tuberculosis dan biasanya ditemukan
pada lobus atas. 1

Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri dada pleuritik,
wheezing, demam, mudah lelah dan berat badan menurun. Pasien relatif mengalami
episode berulang dari bronkitis atau infeksi paru, yang merupakan eksaserbasi dari
bronkiektasis dan sering membutuhkan antibiotik. Infeksi bakteri yang akut ini sering
diperberat dengan onsetnya oleh peningkatan produksi sputum yang berlebihan,
peningkatan kekentalan sputum, dan kadang-kadang disertai dengan sputum yang
berbau. 1

Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi hampir
90% pasien. Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum dengan infeksi saluran
pernafasan atas yang akut. Sputum yang dihasilkan dapat berbagai macam, tergantung
berat ringannya penyakit dan ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa
mukoid, mukopurulen, kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum

8
menjadi purulen dengan bau yang tidak sedap. Pada pasien fibrosis kistik, volume
sputum pada umumnya lebih banyak dibanding penyakit penyebab bronkiektasis
lainnya. 1,5,6

Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis. Hemoptisis


mungkin terjadi masif dan berbahaya bila terjadi perdarahan pada arteri bronkial.
hemoptisis biasanya terjadi pada bronkiektasis kering, walaupun angka kejadian dari
bronkiektasis tipe ini jarang ditemukan. Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72%
pasien bronkiektasis tapi bukan merupakan temuan yang universal. Biasanya terjadi
pada pasien dengan bronkiektasis luas yang terlihat pada gambaran radiologisnya. 1,2

Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan nafas yang diikuti
oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini juga mungkin merupakan
kondisi yang mengiringi, seperti asma. Nyeri dada pleuritik kadang-kadang
ditemukan, terjadi pada 46% pasien pada sekali observasi. Paling sering merupakan
akibat sekunder pada batuk kronik, tetapi juga terjadi pada eksaserbasi akut. Demam
biasanya terjadi akibat infeksi yang berulang.1,2

2. Pemeriksaan Laboratorium

Sputum ditampung dalam gelas transparan dan didiamkan akan tampak 3 lapisan,
yaitu lapisan atas buih, lapisan tengah cairan jernih / saliva, dan lapisan bawah
endapan pus. Sebaiknya sputum diambil dari aspirasi transtrakeal, kemudian
dilakukan pulasan gram, biakan, serta uji resistensi. Umumnya dijumpai H.influenza
dan P.aeroginosa5.

2.6 Pemeriksaan Radiologi

a. Foto thorax

Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat ditemukan


gambaran seperti dibawah ini:

i. Ring shadow

Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai


diameter 1 cm). dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga
membentuk gambaran ‘honeycomb appearance’ atau ‘bounches of grapes’.
Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi pada bronkus. 4,7

9
Gambar 2. Tampak Honeycomb pada bagian bawah paru

Gambar 3. Tampak dilatasi bronkus yang ditunjukkan oleh anak panah

ii. Tramline shadow

Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru. Bayangan ini
terlihat terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh
daerah berwarna hitam. Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan
pada daerah parahilus. Tramline shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal
dan bukan pada daerah parahilus. 4,7

10
Gambar 4. Tampak Tramline shadow terlihat diantara bayangan jantung

iii.Tubular shadow

Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat mencapai 8
mm. gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang penuh dengan
sekret. Gambaran ini jarang ditemukan, namun gambaran ini khas untuk
bronkiektasis.4,7

iv.Glove finger shadow

Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat


seperti jari-jari pada sarung tangan.4,7

b. Bronkografi

Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras ke


dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, Lateral, Oblik).
Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat
menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk silindris
(tubulus, fusiformis), sakuler (kistik) dan varikosis.8

Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan pada penderita bronkiektasis yang


akan di lakukan pembedahan pengangkatan untuk menentukan luasnya paru yang
mengalami bronkiektasis yang akan diangkat.8

11
Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh karena
prosedurnya yang kurang menyenangkan terutama bagi pasien dengan gangguan
ventilasi, alergi dan reaksi tubuh terhadap kontras media. 5

Gambar 5. Bronkiektasis Kistik secara Bronkografi

Gambar 6. Bronkiektasis Silindrik secara Bronkografi

12
Gambar 7. Bronkiektasis Varikose secara Bronkografi

c. CT Scan Thorax

CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik untuk


mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari foto thorax dan melihat
letak kelainan jalan nafas yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorax. CT-
Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas sebesar 97% dan spesifisitas sebesar
93%.8

CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan


dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena,
terutama penting untuk menentukan apakah diperlukan pembedahan.8

Gambar 8 . Bronkiektasis Kistik secara CT Scan (penampang melintang)

13
Gambar 9. Bronkiektasis Silindrik secara CT Scan (penampang melintang)

Gambar 10. Bronkiektasis Varikose secara CT Scan (penampang melintang)

2.7 Diagnosis Banding

 Bronchitis kronik
 TB Paru
 Abses paru
 Adenoma paru
 Karsinoma paru

2.8 Tatalaksana

Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas 2 kelompok, yaitu :


1. Pengobatan konservatif 5

14
- Pengelolaan umum, meliputi :
 Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien

 Memperbaiki drainase sekret bronkus

 Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian antibiotik,


dimana antibiotik diberikan bila terjadi perubahan sifat sputum dari
mukoid menjadi purulen, dan pemberian disesuaikan dengan hasil uji
resistensi.

- Pengelolaan khusus

 Kemoterapi pada bronkiektasis

 Drainase sekret dengan bronkoskopi

- Pengobatan simtomatik

 Pengobatan obstruksi bronkus, misalnya dengan obat bronkodilator seperti


golongan methylxantine, beta agonis maupun antikolinergik. Selain itu,
bronkodilator juga dapat diberikan pada pasien dengan bronkitis kronis.

 Pengobatan hipoksia, dengan pemberaian oksigen.

 Pengobatan Hemoptisis misalnya dengan obat-obat hemostatik.

 Pengobatan demam, dengan pemberian antibiotik dan antipiretik.

 Mukolitik dan Ekspektoran, diberikan guna mengencerkan sekret serta


merangsang sekresi dahak dari saluran napas.

 Steroid secara inhalasi, terbukti dalam mengurangi produksi sputum serta


menurunkan angka eksaserbasi.

2. Pengobatan Pembedahan5

Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi) segmen atau lobus


yang terkena. Indikasinya pada pasien bronkiektasis yang terbatas dan resektabel,
yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat, selain
itu juga pada pasien bronkiektasis terbatas, tetapi sering mengalami infeksi
berulang atau hemoptisis yang berasal dari daerah tersebut. Pasien dengan
hemoptisis masif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi. Tindakan operasi bisa

15
berupa segmentektomi, lobektomi, atau pneumonektomi, serta bisa berupa
transplantasi paru.

2.9 Prognosis
1. Kelangsungan Hidup

Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta luasnya


penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat
(konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit. Pada kasus-
kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan lebih
dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia, empiema,
payah jantung kanan, hemoptisis dan lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi
bronkitis kronik berat dan difus biasanya disabilitasnya ringan. 4,6

2. Kelangsungan Organ

Kelainan pada bronkiektasis biasanya mengenai bronkus dengan ukuran sedang.


Adanya peradangan dapat menyebabkan destruksi lapisan muscular dan elastic dari
bronkus serta dapat pula menyebabkan kerusakan daerah peri bronchial. Kerusakan
ini biasanya akan menyebabkan timbulnya daerah fibrosis terutama pada daerah
peribronkial. 6

16
BAB III

LAPORAN KASUS

a. Identitas
Nama : Tn. M
Usia : 53 tahun
Alamat : Lombok Tengah
Agama : Islam
No. RM : 591301
b. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik
Pasien datang ke RS dengan keluhan sesak napas dirasakan sejak 1 minggu
yang lalu. Sesak nafas dirasakan terus-menerus dan mengganggu aktifitas. Selain itu
pasien juga mengeluh batuk berdahak kental kurang lebih sebulan yang lalu. Pasien
merasakan lemas dan berat badannya menurun. Pasien tidak memiliki riwayat
merokok namun anak kandungnya yang tinggal serumah seorang perokok aktif.
c. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan radiologis
- Foto Rontgen thoraks

17
Deskripsi Foto
• Identitas sesuai
• Proyeksi AP
• Posisi supine
• Markers ada
• Simetris
• Inspirasi cukup
Deskripsi
• Jaringan lunak: tak tampak kelainan seperti emfisema subkutis maupun massa dan
swelling
• Trakea: posisi di tengah, massa (-)
• Mediastinum: massa (-), tak tampak pergeseran
• Tulang: intak
• Pleura: tak tampak penebalan pleura dextra dan sinistra

18
• Pulmo: tampak corakan bronkovaskuler kasar terutama pada lapangan bawah paru
dan gambaran cincin-cincin lusen atau honeycomb appearance di basal paru dextra
dan sinistra
• Hillus: tampak penebalan hillus dextra dan sinistra
• Cor: tertutup lesi opak homogen
• Sudut costophrenicus: Dextra dan sinistra tumpul, tampak lesi opak pada sisi dextra
dan sinistra
• Diafragma: batas diafragma tertutup lesi opak pada sisi dextra dan sinistra

Kesan: Curiga bronkiektasis, pneumonia dan efusi pleura bilateral


Diagnosis Kerja: Suspek bronkiektasis + Pneumonia + Efusi pleura bilateral

19
BAB IV

PEMBAHASAN

Bronkiektasis didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana terdapat dilatasi


irreversibel dari bronkus. Faktor penyebab utama kemungkinannya adalah obstruksi yang
menyebabkan dilatasi bronkial di bagian distal dan infeksi yang menyebabkan kerusakan
permanen dinding bronkus. Pada pasien ini kemungkinan disebabkan oleh obstruksi pada
bronkus di lihat dari faktor resiko yaitu pasien merupakan perokok pasif dan di lihat dari usia
pasien. Bronkiektasis pada pasien ini dapat digolongkan dalam penyakit paru obstruktif
kronik, yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan, lalu menyebabkan
obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya
disertai dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis.1
Gambaran foto polos toraks pada pasien memperlihatkan corakan bronkovaskular
kasar dan cincin lusen atau honey comb appearance pada basal paru dextra dan sinistra yang
khas pada tampakkan bronkiektasis. Berdasarkan derajat pelebaran yang terjadi pada
bronkus, bronkiektasis dibedakan menjadi 3 derajat. Derajat terendah yaitu bronkiektasis
silindris yaitu penambahan diameter bronkus bersifat regular. Varicose adalah pelebaran
diameter bronkus lebih besar dan bersifat irregular, kemudian kistik yaitu pelebaran bronkus
terlihat sebagai balon yang sangat progresif ke perifer bronkus dan biasanya terjadi pada
bronkus yang besar. Pada foto polos pasien tersebut terlihat gambaran berbentuk seperti
balon pada basal paru dextra dan sinistra yang khas pada bronkiektasis kistik4.
Kombinasi dari foto toraks dan gejala klinis sebenarnya sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis bronkiektasis, namun dapat juga dilakukan pemeriksaan CT Scan
untuk mengetahui dengan pasti jenis atau derajat bronkiektasisnya. Pemeriksaan High-
resolution computed tomography (HRCT) merupakan pemeriksaan yang standar untuk kasus
bronkiektasis. HRCT memiliki sensitivitas 96% dan spesifisitas 93%. Temuan pada HRCT
biasa mengasilkan gambaran konsolidasi pada segmen atau lobus dan memperlihatkan derajat
bronkiektasis dengan lebih akurat. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang
terkena, terutama penting untuk menentukan apakah diperlukan pembedahan7.

20
BAB V

PENUTUP

Seorang pasien laki-laki berumur 53 tahun datang ke RS dengan keluhan sesak napas
dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Sesak nafas dirasakan terus-menerus dan mengganggu
aktifitas. Selain itu pasien juga mengeluh batuk berdahak kental kurang lebih sebulan yang
lalu. Pasien merasakan lemas dan berat badannya menurun dan merupakan seorang perokok
pasif. Gambaran foto polos toraks memperlihatkan tampak corakan bronkovaskuler kasar
terutama pada lapangan bawah paru dan gambaran cincin-cincin lusen atau honeycomb
appearance di basal paru dextra dan sinistra yang khas pada bronkiektasis. Pemeriksaan CT
Scan beresolusi tinggi dapat dilakukan untuk mengetahui besar derajat bronkiektasis tersebut.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Maitra A, Kumar V. Paru dan Saluran Napas Atas. Dalam: Kumar V, Cotran RS, Robbins
SL (eds). Buku Ajar Patologi Robbins. 2007. Diterjemahkan oleh: Pendit BU. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2. Emmons EE. Bronchiectasis. 2007. available at www.emedicine.com (Diakses pada


tanggal 4 Agustus 2018)

3. O’Regan AW, Berman JS. Baum’s Textbook of Pulmonary Disease 7 th Edition . Editor
James D. Crapo, MD. Lippincott Williams & Walkins. 2004. Philadelphia. 255-274.

4. Cantin, Luce; Bankier, Alexander A.; Eisenberg, Ronald L. Bronchiectasis. American


Journal of Roentgenology, 2009, 193.3: W158-W171.

5. Rahmatullah P. Bronkiektasis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
Ketiga. Editor Slamet Suyono. Balai Penerbit FKUI. 2012. Jakarta . 861-871.

6. Djojodibroto D. Respirologi. 2009. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

7. Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging volume 1. 2003. Churchill livingstone.


Tottenham. 45, 163, 164 & 168.

8. Goeminnie, Pieter Christian, et al. Risk factors for morbidity and death in non-cystic
fibrosis bronchiectasis: a retrospective cross-sectional analysis of CT diagnosed
bronchiectatic patients. Respiratory research, 2012, 13.1: 21.

22

Anda mungkin juga menyukai