Pengertian Perundang-undangan
Ciri-ciri Peraturan
Perundang-undangan
NORMA HUKUM
Norma Hukum
Norma adalah suatu ukuran yang harus dipatuhi oleh
seseorang dalam hubungannya dengan sesamanya
ataupun dengan lingkungannya.
Norma (kaidah: Bahasa Arab) berupa pedoman,
patokan, dan aturan
Dalam perkembangnya, norma itu diartikan sebagai
suatu ukuran atau patokan bagi seseorang dalam
bertindak atau bertingkahlaku dalam masyarakat.
Norma Hukum
Hans Kelsen, norma hukum adalah aturan, pola, atau standar
yang perlu diikuti, yang berfungsi memerintah, melarang,
menguasakan, membolehkan, dan menyimpan ketentuan.
Sudikno Mertokusumo: kaidah hukum merupakan peraturan
hidup yang menentukan bagaimana manusia itu seyogyanya
berperilaku, bersikap, di dalam masyarakat agar
kepentingannya dan kepentingan orang lain terlindungi.
Dalam khasanah Eropa Kontinental bahwa peraturan
perundang-undangan mengandung tiga unsur pokok: norma
hukum, berlaku keluar, bersifat umum dalam arti luas.
Norma Hukum
Hans Kelsen membagi norma dalam dua sistem: sistem norma
yang statik (nomostatics) dan sistem norma yang dinamik
(nomodinamics)
Norma yang statik adalah suatu sistem yang melihat pada isi
suatu norma, dimana norma-norma umu dapat ditarik menjadi
norma-norma khusus, atau sebaliknya
Norma dinamik adalah suatu sistem norma yang melihat
berlakunya suatu norma atau dari cara pembentukannya dan
penghapusannya
Hans Kelsen: Norma hukum merupakan norma yang dinamik
karena hukum itu selalu dibentuk dan dihapus oleh lembaga atau
otoritas yang berwenang membentuknya,norma hukum akan
dinilai valid jika dibentuk oleh lembaga yang sah.
Norma Hukum
Dinamika norma hukum:
Dinamika norma hukum vertikal adalah dinamika yang
berjenjang dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas, dalam
dinamika hukum ini bahwa suatu norma hukum itu berlaku,
berdasar, bersumber pada norma hukum di atasnya, dan tidak boleh
norma yang berada di bawahnya bertentangan dengan norma
hukum di atasnya.
Dinamika norma hukum horizontal, suatu norma hukum itu
bergerak tidak hanya ke atas ke bawah, tetapi juga ke samping.
Dinamika norma hukum ini membentuk suatu norma hukum baru,
bisa terjadi karena analogi (suatu penarikan norma hukum untuk
kejadian-kejadian yang dianggap serupa).
HIERARKI NORMA
HUKUM
Hans Kelsen
Hans Nawiasky
Indonesia
1. UUD 1945
2. UU/
Perppu
3. PP
4. Perpres
5. Perda
(Peraturan
Propinsi,
Peraturan
Kabupaten/
Kota, dan
Peraturan
1. UUD 1945
2. Tap MPR
3. UU/
Perppu
4. PP
5. PerPres
6. Perda
Provinsi
7. Perda
Kabupaten/
Kota
Notonagoro
Dalam tertib hukum Indonesia dapat diadakan pembagian susunan
yang hierarkis daripada peraturan hukum, dan dalam susunan itu UUD
yang merupakan hukum dasar negara yang tertulis bukan merupakan
peraturan hukum yang tertinggi karena diterangkan masih mempunyai
dasar-dasar pokok yang dalam hakikatnya terpisah dari UUD,
dinamakan pokok kaidah negara yang fundamental
(Staatsfundamentalnorm).
Hal ni membuktikan bahwa pokok kaidah negara yang fundamental
(Pancasila) mengkristal dan menjadi penuntun dalam pembentukan
dan pelaksanaan UUD 1945.
Hierarki norma hukum Indonesia atau hukum peraturan perundangundangan (dalam pengertian khusus) yang berlapis, berjenjang dan
berkelompok tersebut bertujuan menentukan derajat norma masingmasing agar tercipta sistem norma hukum yang harmonis baik
secara vertikal maupun horizontal.
Derajat norma yang tersusun hierarkis tersebut menentukan norma
hukum yang lebih tinggi dan rendah, dengan konsekuensi norma
hukum yang lebih rendah akan bergantung dan bersumber pada
norma hukum yang derajatnya lebih tinggi adalah jika ada peraturan
yang bertentangan, maka yang dinyatakan berlaku adalah yang
derajatnya lebih tinggi dan peraturan yang lebih rendah dapat
dibatalkan.
LANDASAN
PERUNDANGUNDANGAN
Landasan Filosofis
Hal berlakunya norma hukum secara filosofis, artinya adalah
norma hukum itu sesuai dengan cita-cita hukum (rechtsidee)
sebagai nilai positif yang tertinggi (uberpositieven wert).
Landasan ini merupakan nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai
konstitusi, nilai-nilai Pancasila meliputi: nilai Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi dan Keadilan Sosial.
Sementara nilai-nilai konstitusi berupa nilai-nilai keadilan,
kemanfaatan hukum dan kepastian hukum.
Landasan ini merupakan tempat bergantungnya norma-norma
hukum di bawahnya dan berimplikasi pada norma hukum yang di
bawahnya tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai tersebut.
Dalam sebuah undang-undang, landasan filosofis terkandung
dalam konsideran/ dasar menimbang pembentukan undang-undang
Landasan Filosofis
Landasan filosofis UU MK No.24/2003: bahwa NKRI merupakan
negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa dan negara
yang tertib, bersih, makmur, dan berkeadilan; dan bahwa MK
sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman mempunyai
peranan penting dalam usaha menegakkan konstitusi dan prinsip
negara hukum sesuai dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana
ditentukan dalam UUD 1945.
Landasan filofosis UU No.12 Tahun 2011: bahwa untuk
mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara
berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang
dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam
sistem hukum nasional yang menjamin pelindungan hak dan
kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan UUD 1945.
Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis lebih difokuskan pada perspektif medan
penerapan hukum dalam keadaan nyatanya, yang selalu disertai
ciri berupa penerimaan (acceptance) peraturan oleh sekelompok
masyarakat, berlakunya kaidah hukum secara sosiologis adalah
efektifitas kaidah hukum di dalam lapangan masyarakat.
Menurut Soerjono Soekanto bahwa landasan teoritis sebagai dasar
sosiologis berlakunya suatu peraturan perundang-undangan
dikaitkan dengan dua teori: pertama, teori kekuasaan, yang pada
pokoknya menyatakan bahwa kaidah hukum itu dipaksakan
berlakunya oleh penguasa, terlepas diterima atau tidak oleh
komunitas masyarakat; kedua, teori pengakuan, yang menyatakan
bahwa berlakunya kaidah hukum itu didasarkan pada penerimaan
atau pengakuan masyarakat ditempat hukum itu diberlakukan.
Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis UU No.12 Tahun 2011 menyebutkan
konsideran huruf b) dan c) , yaitu: huruf b) yang berbunyi
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas peraturan
perundang-undangan yang baik, perlu dibuat peraturan mengenai
pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan
dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang
mengikat semua lembaga yang berwenang membentuk peraturan
perundang-undangan
huruf c) dalam Undang-Undang No.10 Tahun 2004 masih terdapat
kekurangan dan belum dapat menampung perkembangan
kebutuhan masyarakat mengenai aturan pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik sehingga perlu diganti.
Landasan Yuridis
Hal berlakunya norma hukum secara yuridis, landasan ini
mengacu pada pemahaman pada teori stufenbau, Hans Kelsen
mengatakan bahwa norma hukum akan berlaku secara yuridis
apabila penentuannya berdasarkan norma hukum yang lebih
tinggi. Artinya norma hukum yang lebih tinggi itu menjadi dasar
terbentuknya norma hukum yang berada di bawahnya.
Misalnya Undang-undang No.12 tahun 2011 dasar mengingatnya
adalah Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22A UUD 1945. Jika
ternyata dalam pasal atau ayat Undang-undang No.12 Tahun 2011
menyimpang dari landasan yuridis pada norma di atasnya (pasalpasal atau ayat dalam UUD 1945), maka dapat diuji dan di
batalkan.
Landasan Yuridis
UU MK Perubahan No.8/2011 yang memiliki landasan yuridis
Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22E ayat (2), Pasal
24, Pasal 24C, dan Pasal 25 UUD 1945, artinya Pasal tersebut
dapat dijadikan batu uji/ tolok ukur untuk menilai pertentangan
norma jika ada Pasal atau ayat yang diuji. Namun tolok ukur
secara yuridis tidak hanya yang tertuang dalam dasar mengingat
(landasan yuridis) saja, sebab pertentangan norma dalam
perspektif yuridis dapat terjadi antara Pasal atau ayat dalam
undang-undang yang bertentangan dengan Pasal dalam konstitusi/
UUD 1945 selain yang dijadikan dasar mengingat.
MATERI MUATAN
PERUNDANGUNDANGAN
Ketidaksempurnaan Materi
Muatan Peraturan Jeremy Betham
Ketidaksempurnaan (imperfections) yang
dapat mempengaruhi undang-undang
(statute law) dapat dibagi dalam dua derajat
atau tingkatan ketidaksempurnaan, yang
disebabkan hal-hal berikut: arti ganda
(ambiguity), kekaburan (obscurity), dan
terlalu luas (overbulkinnes).
Ketidaksempurnaan Materi
Muatan Peraturan Jeremy Betham
ketidaksempurnaan derajat kedua disebabkan oleh:
ketidaktepatan ungkapan (unsteadiness in respect of
expression), ketidaktepatan tentang pentingnya
sesuatu (unsteadiness in respect of import),
berlebihan (redundancy), dan terlalu panjang lebar
(longwindedness), membingungkan (entanglement),
tanpa tanda yang memudahkan pemahaman
(nakedness in respect of helps to intelletion), dan
ketidakteraturan (disorderliness).
Ketidaksempurnaan undang-undang bisa jadi terletak
pada penafsiran lembaga negara tertentu, dalam arti
banyak undang-undang yang ditafsirkan salah dan
menyimpang dari makna aslinya (norma hukumnya).
Pembentukan
Peraturan
Perundangundangan
MATERI
MUATAN
UU
LANDASAN
PEMBENTUKAN
Landasan Filosofis: norma hukum itu sesuai dengan
cita-cita hukum (rechtsidee) sebagai nilai positif yang
tertinggi (uberpositieven wert). Landasan ini
merupakan nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai
konstitusi
Landasan Sosiologis: perspektif medan penerapan
hukum dalam keadaan nyata, yang selalu disertai ciri
berupa penerimaan (acceptance) peraturan oleh
sekelompok masyarakat (efektifitas kaidah hukum)
Landasan Yuridis: Berlakunya norma hukum secara
yuridis mengacu pada Hierarki Norma Hukum (norma
hukum akan berlaku secara yuridis apabila
penentuannya berdasarkan norma hukum yang lebih
tinggi).
2.Asas
kelembagaan
atau pejabat
pembentuk yang
tepat
3.Kesesuaian
antara jenis,
hierarki, dan
materi muatan
4.Dapat
dilaksanakan,
5.Kedayagunaan
dan
kehasilgunaan
6.Kejelasan
rumusan
ASAS
FORMIL
1.Pengayoman
2.Kemanusiaan
3.Kebangsaan
4.Kekeluargaan
5.Kenusantaraan
6.Bhineka Tunggal
Ika
7.Keadilan
8.Kesamaan
Kedudukan dalam
Hukum dan
Pemerintahan
9.Ketertiban dan
Kepastian Hukum
10.Keseimbangan,
Kerserasian dan
Keselarasan
11.Asas Lain sesuai
bidang hukum
ASAS
MATERIIL
LANGKAH
MENYUSUN
UNDANG-UNDANG
Identifikasi
Isu &
Masalah
(DIM)
Identifikasi
Legal
Baseline
Penyusunan
NA
PENGESAH
AN
Disetujui oleh
DPR &
Presiden
Pembahasan
RUU
Public Hearing
Penulisan
Naskah RUU
IDENTIFIKASI ISU
& MASALAH
ROCCIPI THEORY
IDENTIFIKASI ISU
& MASALAH
Regulatory Impact
Assessment (RIA)
NA
PARTISIPATIF
Tahapan Persiapan Penyusunan NA
1. Pembentukan Tim Penyusun NA
2. Pengumpulan Data (Library Research dan
Empirical Research)
Tahap Pelaksanaan: Penyusunan
Kerangka draf NA dan
Penyusunan Draf NA
Diskusi Publik (Public Hearing):
Masukan-masukan Berbagai Pihak
Evaluasi Draf NA: Akomodasi masukanmasukan dari berbagai Pihak (Misalnya
Ahli)
Finalisasi dan Penetapan Draf
NA
MPR RI
DPR RI &
PRESIDEN
PRESIDEN
DPRD PROV &
GUB
DPRD
KAB/KOTA &
BUP/W.KOTA
ASAS
PEMBENTUKAN PERATURAN
PERUNDANG- UNDANGAN
PENGUJIAN
PERUNDANGUNDANGAN
Toetsingrecht
Toetsingrecht berarti hak menguji, hak atau kewenangan untuk
menguji atau hak uji, pengertian tersebut memperjelas bahwa
toetsingrecht merupakan suatu proses untuk melakukan pengujian
atau menguji.
Jimly Asshiddiqie: toetsingrecht bukan merupakan kata kerja,
toetsing atau pengujian, pengukuran, penilaian merupakan bentuk
kata benda atau gerund, yang berasal dari kata toetsen yang berarti
menguji/ mengukur/ menakar, misalnya dikatakan bahwa undangundang diuji terhadap UUD (wetten aan de grondwet worden
getoetst), pengujian dapat dilakukan mengenai kebertujuan hukum
atau mengenai kesesuaian antara norma dengan norma hukum lain
(toetsing naar doelmatigheid en toetsing naar rechtmatigheid),
pengertian lain yang dipakai dalam bahasa Belanda misalnya
pengujian keberwenangan (toetsing naar van bevoegdheid),
pengujian tentang dapat tidaknya diterima (toetsing naar van de
ontvankelijkheid), pengujian undang-undang terhadap UUD (toetsing
van wet aan grondwet), pengujian peraturan perundang-undangan
(toetsing van wetgeving)
Judicial Review
Judicial review merupakan pengujian norma yang
dilakukan oleh lembaga yudisial atau lembaga
pengadilan, atau merupakan pengawasan kekuasaan
kehakiman (judicial power) terhadap kekuasaan
legislatif dan eksekutif.
Jimly Asshiddiqie secara teknis pengertian judicial
review adalah lebih luas daripada pengujian
peraturan, judicial review berarti peninjauan kembali,
menilai kembali atau menguji kembali. Dalam literatur
Inggris bahwa judicial review termasuk semuanya
yaitu kegiatan menilai norma-norma hukum baik
produk legislatif, pejabat hukum, atau pejabat tata
usaha negara.
NASKAH
AKADEMIK
Naskah Akademik
Naskah Akademik adalah naskah hasil
penelitian atau pengkajian hukum dan hasil
penelitian lainnya terhadap suatu masalah
tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah mengenai pengaturan masalah
tersebut dalam suatu Rancangan UndangUndang, Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi, Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota, sebagai solusi terhadap
permasalahan dan kebutuhan hukum
masyarakat.
Sistematika NA
BAB I Pendahuluan
BAB II Kajian Teoretis dan Praktik Empiris
BAB III Evaluasi dan Analisis Peraturan
Perundang- undangan terkait
BAB IV Landasan Filosofis, Sosiologis, dan
Yuridis
BAB V Jangkauan, Arah Pengaturan, dan
Ruang Lingkup Materi Muatan Undangundang, peraturan daerah provinsi, atau
peraturan daerah kabupaten/kota
BAB VI Penutup
Pendahuluan
Latar Belakang
Latar belakang memuat pemikiran dan alasan-alasan perlunya
penyusunan Naskah Akademik sebagai acuan pembentukan
Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah
tertentu.
Latar belakang menjelaskan mengapa pembentukan Rancangan
Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah suatu Peraturan
Perundang-undangan memerlukan suatu kajian yang mendalam
dan komprehensif mengenai teori atau pemikiran ilmiah yang
berkaitan dengan materi muatan Rancangan Undang-Undang atau
Rancangan Peraturan Daerah yang akan dibentuk.
Pemikiran ilmiah tersebut mengarah kepada penyusunan
argumentasi filosofis, sosiologis serta yuridis guna mendukung
perlu atau tidak perlunya penyusunan Rancangan Undang-Undang
atau Rancangan Peraturan Daerah.
Pendahuluan
Identifikasi Masalah
Permasalahan apa yang dihadapi dalam kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat serta bagaimana
permasalahan tersebut dapat diatasi
Mengapa perlu Rancangan Undang-Undang atau Rancangan
Peraturan Daerah sebagai dasar pemecahan masalah
tersebut, yang berarti membenarkan pelibatan negara dalam
penyelesaian masalah tersebut.
Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis,
sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Undang-Undang
atau Rancangan Peraturan Daerah.
Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup
pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan
Pendahuluan
Tujuan Penyusunan NA
Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat serta cara-cara
mengatasi permasalahan tersebut.
Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai
alasan pembentukan Rancangan Undang-Undang atau
Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar hukum
penyelesaian atau solusi permasalahan dalam kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis,
sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Undang-Undang
atau Rancangan Peraturan Daerah.
Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup
pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam
Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan
Daerah.
Pendahuluan
Metode Penyusunan NA
Metode yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka
yang menelaah (terutama) data sekunder yang berupa
Peraturan Perundang-undangan, putusan pengadilan,
perjanjian, kontrak, atau dokumen hukum lainnya, serta hasil
penelitian, hasil pengkajian, dan referensi lainnya. Metode
yuridis normatif dapat dilengkapi dengan wawancara, diskusi
(focus group discussion), dan rapat dengar pendapat.
Metode yuridis empiris (penelitian sosiolegal). Metode yuridis
empiris atau sosiolegal adalah penelitian yang diawali dengan
penelitian normatif atau penelaahan terhadap Peraturan
Perundang- undangan (normatif) yang dilanjutkan dengan
observasi yang mendalam serta penyebarluasan kuesioner
untuk mendapatkan data faktor nonhukum yang terkait dan
yang berpengaruh terhadap Peraturan Perundang-undangan
yang diteliti.
Landasan Yuridis
Penutup
Simpulan
Simpulan memuat rangkuman pokok pikiran yang berkaitan
dengan praktik penyelenggaraan, pokok elaborasi teori, dan
asas yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya.
Saran
Perlunya pemilahan substansi Naskah Akademik dalam suatu
Peraturan Perundang-undangan atau Peraturan Perundangundangan di bawahnya.
Rekomendasi tentang skala prioritas penyusunan RUU/
Raperda dalam Program Legislasi Nasional/Program Legislasi
Daerah
Kegiatan lain yang diperlukan untuk mendukung
penyempurnaan penyusunan Naskah Akademik lebih lanjut
Lain-lain
Daftar Pustaka
Daftar pustaka memuat buku, Peraturan Perundangundangan, dan jurnal yang menjadi sumber bahan
penyusunan Naskah Akademik.
Lampiran
Lampiran Rancangan Peraturan Perundang-undangan (RUU,
Raperda Provinsi, Raperda Kab/ Kota.