Anda di halaman 1dari 80

PARASITOLOGI

MODUL INFEKSI &


IMUNOLOGI
INDRIA AUGUSTINA, dr, M.Si
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
PEMBAGIAN SISTEM IMUN

Imunitas adalah resistensi terhadap


penyakit terutama infeksi
Sistem imun dibagi :
Sistem imun alamiah / nonspesifik /
natural / innate / native / nonadaptif
Sistem imun didapat / spesifik /
acquired / adaptif
PEMBAGIAN SISTEM
IMUN
A. Sistem imun alamiah / nonspesifik / natural /
innate / native / nonadaptif
Fisik : kulit, selaput lendir (mukosa), silia, batuk,
bersin
Larut :
Biokimia : lisozim, sekresi sebaseus, asam lambung,
laktoferin, asam neuraminik
Humoral : komplemen, Acute Phase Protein, mediator
asal lipid, sitokin, C Reaktif Protein, molekul adhesi,
kolektin
Selular : sel fagosit (mononuklear dan
polimorfonuklear), sel Natural Killer, sel dendritik
Fagositosis adalah mekanisme
pertahanan yang dilakukan sel fagosit
dengan mencerna mikroorganisme
Mononuklear yaitu monosit dan makrofag
Monosit di darah, jika monosit bermigrasi
ke jaringan menjadi makrofag
Polimorfonuklear adalah granulosit yaitu
neutrofil, basofil, eosinofil dan sel mast
(di jaringan)
PEMBAGIAN SISTEM
IMUN
B. Sistem imun didapat / spesifik /
acquired / adaptif
Humoral : Sel B : Ig G, Ig A, Ig M, Ig E,
Ig D ; Sitokin
Selular : Sel T : Th 1, Th 2, Th 17,
T regulator, T delayed type
hypersensitivity, T cytotoxic, Natural
Killer T
Respons imun nonspesifik terhadap
cacing dan protozoa adalah
fagositosis
Protozoa dan cacing mempunyai
perbedaan secara struktur, ukuran,
siklus hidup dan patogenitasnya
sehingga respons imun spesifik juga
berbeda
Respons imun terhadap
protozoa
Pada umumnya antibodi
humoral efektif terhadap
siklus hidup protozoa dalam
darah bila protozoa sudah
menginfeksi sel pejamu
diperlukan imunitas seluler.
Respons imun terhadap
cacing
Pertahanan terhadap infeksi cacing
diperankan oleh Th2. Th2
melepaskan IL-4 dan IL-5.
IL-4 merangsang produksi Ig E dan IL-5
mengaktivasi eosinofil.
Ig E berikatan dengan permukaan
cacing selanjutnya eosinofil
diaktifkan dan mensekresi granul
enzim yang membunuh cacing
Plasmodium falciparum

Malaria masih merupakan salah satu


penyakit infeksi parasitik yang
menjadi masalah serius di dunia.
Terdapat sekitar 198 juta kasus
malaria di tahun 2013 dengan
perkiraan 584.000 kasus kematian
dan 78% meninggal akibat malaria
terjadi pada anak di bawah usia 5
tahun (World Health Organization,
2015).
Plasmodium falciparum
Malaria disebabkan oleh infeksi parasit genus
Plasmodium, ditularkan ke manusia melalui
gigitan nyamuk Anopheles sp. betina yang
terinfeksi dengan parasit tersebut.
Terdapat empat spesies Plasmodium yang
menginfeksi manusia yaitu Plasmodium
falciparum, P. vivax, P. ovale dan P.
malariae. P. falciparum dan P. vivax
merupakan penyebab terbanyak penyakit
malaria.
Siklus Hidup Plasmodium Malaria
Karakteristik Genom dan Sifat
Antigen P. falciparum
P. falciparum mempunyai genom yang
berukuran 22,8 Mega basa (Mb) yang tersebar
pada 14 kromosom yang masing masing
berukuran sekitar 0,643 3,29 Mb
P. falciparum mempunyai famili gen yang
bersifat sangat variabel, di antaranya var, rif
dan stevor, secara berurutan masing masing
mengkode Plasmodium falciparum erythrocyte
membrane protein-1 (PfEMP-1), repetitive
intersperses family (rifin) dan subtelometric
variable open reading frame (stevor).
Karakteristik Genom dan Sifat
Antigen P. falciparum

PfEMP-1 merupakan antigen


yang terekspresikan sebagai
suatu cara parasit untuk
tetap fleksibel dalam melekat
(adhesi) pada berbagai
macam sel endotel pada
tubuh manusia
Patogenesis Malaria
falciparum
Ag parasit malaria merangsang Th1CD4+ IFN-
dan IL-2 mengaktivasi makrofag
TNF- dan IL-1
TNF- dan IL-1 dalam batas ambang rendah
sebagai proteksi, mencegah parasit masuk ke
hepar dan eritrosit
TNF- dan IL-1 dalam batas ambang tinggi
mengakibatkan gejala klinis (demam, nyeri otot,
mual), eritrofagositosis (anemia), peningkatan
sitoadherens eritrosit dengan parasit ke endotel
vaskular (malaria serebral)
Sitokin Proinflamasi

TNF- merupakan sitokin yang bersifat


sebagai pirogen
TNF- berperan dalam pengaturan
makrofag memproduksi IL-12 dan
menunjukkan TNF- penting sebagai ko-
faktor untuk IL-12
TNF- sudah diproduksi dari awal infeksi
dan akan semakin meningkat pada waktu
stadium skizogoni dan pelepasan merozoit
Sitokin Proinflamasi

Interleukin 1 (IL-1) menyebabkan


febris, hipoglikemia, bekerja
sinergis dengan TNF- dapat
menimbulkan gejala klinis malaria
berat
Interleukin 6 (IL-6) menyebabkan
febris, meningkatkan metabolisme
tubuh, produksi katekolamin
Sitokin Anti Inflamasi

IL-10 ditemukan dalam plasma pada


penderita akut malaria, dihasilkan
oleh monosit, sel Th-2 dan sel B
IL-10 meningkatkan proliferasi sel B
dan produksi imunoglobulin yang
perlu untuk perkembangan dan
maturasi dari antibodi anti malaria
Sequestration,Cytoadherence,
and Rosetting
Gejala klinis

Masa inkubasi 9 14 hari. Gejala prodromal : demam,


sakit kepala, menggigil, mual, muntah dan diare. Pada
beberapa kasus ditemukan anemia, splenomegali,
hepatomegali dan ikterus. Anemia disebabkan
hemoglobin yang dikonsumsi oleh parasit, pecahnya
eritrosit yang terinfeksi parasit, peningkatan
penghancuran eritrosit di organ limpa, intake makan yang
turun dan eritropoiesis dalam sumsum tulang menurun.
Malaria pernisiosa adalah sekumpulan gejala akibat
pengobatan malaria falciparum yang tidak benar.
Gejalanya neuritis perifer yaitu parestesia, hiperhidrosis,
kejang, nyeri pada daerah mata, fotofobia, vertigo, tinitus
dan perdarahan retina.
Gejala klinis lanjutan
Patogenesis malaria serebral adanya
obstruksi mikrovaskuler akibat
sitoadherens, roseting dan deformabilitas
eritrosit dan pelepasan sitokin terutama
TNF , IL-1, ROS, NO, neurotransmiter
yang lain serta toksin malaria. Kedua
proses bersama hipovolemia dan
vasokontriksi akibat asidosis menimbulkan
gangguan perfusi serebral menyebabkan
gangguan kesadaran dan kejang.
Gejala klinis lanjutan
Secara klinis malaria serebral
timbul karena adanya kelainan
otak dengan gejala hiperpireksia,
paralisis dan koma. Gejala
neurologis menyerupai meningitis
atau epilepsi namun pemeriksaan
cairan cerebrospinal menunjukkan
bening atau tidak berwarna.
Diagnosis

Ditemukan parasit malaria pada


sediaan tetes tebal dan hapusan
darah tipis
Tehnik pemeriksaan yang lain
imunokromatografi, serologi dan
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Terapi

Artesunat + Amodiakuin +
Primakuin
Artemisinin Combination Therapy
(ACT)
Non ACT : Klorokuin, Sulfadoksin-
pirimetamin, Kina, Primakuin
Pencegahan

Penggunaan kelambu pada malam


hari
Memakai baju lengan panjang dan
celana panjang
Menggunakan repellant
Menjaga kebersihan lingkungan di
sekitar rumah
Morfologi Hapusan
Darah Tipis
Morfologi Sediaan Tetes
Tebal
Entamoeba histolytica

Penyakit : Amebiasis
Hospes definitive : manusia
Habitat : lumen usus besar
Distribusi geografis
Tersebar di daerah tropis dan subtropics
seperti Afrika, Asia, Amerika Selatan dan
Cina
Cara infeksi
Manusia menelan kista infektif
Siklus Hidup
Kista matang tertelan
usus halus ekskistasi
amubula trofozoit lumen
usus besar mukosa usus
besar trofozoit
multiplikasi keluar bersama
feses enkistasi kista
matang
Kista ekskistasi trofozoit merupakan
Ag yang mempunyai molekul Galactose
atau N-acetyl-D-galactosamine spesific
lectin (Gal/Gal-Nac-Spesific lectin),
molekul tsb melekat pada reseptor
Gal/Gal-Nac pada dinding sel epitel usus
apoptosis sel epitel trofozoit
membentuk kista
Fase akut terjadi respon inflamasi dengan
mengaktivasi neutrofil dan limfokin
Gejala klinis

Asimptomatis
Amebiasis usus akut ( nyeri perut hebat
sebelum BAB, penderita BAB 6-8 kali
sehari, feses bercampur darah dan lendir
disertai bau menyengat)
Amebiasis usus kronis ( terjadi
pembentukan ulkus seperti botol)
jaringan parut dan dinding usus menipis
pembentukan amuboma yang mirip tumor
usus
Gejala klinis lanjutan
Penyebaran amebiasis usus ke organ
di luar usus (ekstra intestinal )
secara hematogen atau
perkontinuitatum (menyebar secara
langsung) abses di hepar, otak,
paru
Gejala amebiasis otak : demam, sakit
kepala, paresis, kejang tonik klonik,
hemiplegi dengan rasa sensasi yang
menurun.
Diagnosis

Amebiasis intestinal ditemukan trofozoit pada


pemeriksaan feses yang di dalamnya ada eritrosit
serta melihat pergerakan parasit.
Stadium kista pada feses padat atau setengah
padat
CT-Scan otak ditemukan lesi hipodense di dalam
jaringan otak dengan kontras tampak bayangan
berbentuk cincin multipel dan ada edema di
sekitar lesi dan obliterasi ventrikel (lesi berupa
abses berbatas tegas)
Terapi
Metronidazole, Tinidazole, kraniotomi

Pencegahan
Perbaikan hygiene sanitasi
perorangan dan lingkungan
Pengobatan penderita atau sumber
infeksi
Morfologi

Stadium trofozoit
ukuran : 20-40
mempunyai satu inti dengan nucleolus
terletak di tengah
endoplasma bergranula sedangkan
ektoplasma tampak bening dan membentuk
tonjolan disebut pseudopodia yang
berfungsi untuk pergerakan
terdapat vakuola berisi sel darah merah
(eritrosit)
Stadium trofozoit E.histolytica
Morfologi
Stadium kista
ukuran : 10-20
bentuk bulat atau lonjong
dinding kista tipis
inti kista (infektif) mempunyai 4 buah
Stadium kista E.histolytica
Toxoplasma gondii

Penyakit : toxoplasmosis
Distribusi geografis
Tersebar luas (cosmopolitan) terutama di daerah beriklim tropis
dan panas dengan kelembaban tinggi. Negara yang penduduknya
mempunyai kebiasaan makan daging mentah atau dimasak
kurang matang.
Cara infeksi
Manusia terinfeksi secara didapat (acquired) pada anak maupun
orang dewasa dan bawaan (kongenital) dari ibu ke bayi yang
dikandungnya.
Penularan yang didapat melalui per-oral, droplet infection, luka
pada kulit, transplantasi organ dan transfusi darah. Toxoplasmosis
kongenital melalui plasenta menyebabkan abortus, kematian
janin dan bayi lahir dengan gejala toxoplasmosis.
Siklus hidup

Seksual dalam tubuh kucing


Dalam epitel usus kucing terjadi sizogoni beberapa kali sampai
terjadi gametogoni
Gametogoni terbentuk gamet jantan dan betina pembuahan
zigot oocyst keluar bersama feses kucing, oocyst mengalami
sporogoni didalamnya terbentuk 2 sporocyst yang masing-masing
berisi 4 sporozoit
Aseksual dalam tubuh berbagai jenis hewan mamalia, unggas
termasuk manusia, kucing
Masuknya tissue cyst atau oocyst dalam lambung keluar
sporozoit menembus dinding usus sirkulasi darah, difagositosis
oleh makrofag. Fase akut parasit tersebar dan menginfeksi semua
sel kecuali eritrosit disebut takizoit. Fase kronis setelah timbul
respon imun, parasit menjadi kista yang berisi bradizoit, kista dapat
hidup lama dalam otak, otot jantung dan otot skeletal
Fase akut
Takizoit T. gondii memasuki makrofag,
proses invasi ini lebih cepat daripada
fagositosis oleh makrofag
Pada fase akut, justru makrofag menjadi
alat transportasi ke seluruh tubuh
Setelah proliferasi sel hospes penuh
pecahnya sel hospes terbebasnya
parasit akan merangsang reaksi sitokin
radang menimbulkan demam
Fase akut lanjutan
Fase akut diakhiri dengan respon
imun humoral Ab dan komplemen
Sel makrofag aktif, takizoit yang
bebas akan diopsonisasi bersama Ab
masuk Fc reseptor terjadi fusi
takizoit dihancurkan
Takizoit yang bertahan membentuk
kista
Fase kronis
Terbentuk kista dalam jaringan
Dapat bertahan seumur hidup
Tahan terhadap Ab
Tidak timbul reaksi radang
Gejala klinis

Gejala klinis ringan mirip flu


Infeksi toxoplasmosis terjadi pada
trimester terakhir kehamilan
menyebabkan ensefalomielitis, konvulsi,
kalsifikasi serebral, koriorenitis,
hidrosefalus dan mikrosefalus.
Infeksi toxoplasmosis pada orang
dewasa menyebabkan gejala psikiatri
seperti delusi dan halusinasi.
Diagnosis
Tes serologi (deteksi antibodi : Ig G, Ig M, Ig A), ELISA, PCR
Terapi
Pyrimethamine + asam folat, tidak dianjurkan untuk
wanita hamil
Sulfonamide
Spiramisin
Klindamisin
Pencegahan
Perbaikan hygiene makanan dan minuman
Masak daging matang
Pengobatan penderita atau sumber infeksi
Morfologi

Takizoit
Berbentuk seperti busur panah atau
bulan sabit (crescent) dengan kedua
ujung runcing atau satu ujung
tumpul
Ukuran 4-8 m x 2-4 m
Inti berbentuk oval, terletak sentral
atau subsentral, karyosome berupa
bercak-bercak
Morfologi T.gondii

Schematic drawings of a tachyzoite (left) and a


bradyzoite (right) of T. gondii. The drawings are
composites of electron micrographs.
Takizoit T.gondii
Morfologi
Tissue cyst
Kista berbentuk bulat, berdinding
tipis, di dalamnya berisi koloni
bradizoit
Ukuran bisa mencapaoi 100 m
Bentuk bradizoit dapat hampir bulat
atau oval
Morfologi Tissue Cyst T.gondii
Morfologi
Ookista
Berbentuk oval, berdinding tebal
Ukuran 10x12 m
Ookista yang baru berinti 1, bila
sudah matur dapat berisi 2
sporokista yang masing-masing
berisi 4 sporozoit sehingga inti
berjumlah 8
Morfologi Oocysts T. gondii

Oocysts of T. gondii. (A) Unsporulated oocyst. Note the


central
mass (sporont) occupying most of the oocyst. (B) Sporulated
oocyst with two sporocysts. Four sporozoites (arrows) are
visible in one of the sporocysts. (C) Transmission electron
micrograph of a sporulated oocyst. Note the thin oocyst wall
(large arrow), two sporocysts (arrowheads), and sporozoites,
one of which is cut longitudinally (small arrows).
Trypanosoma sp.

Trypanosoma brucei gambiense


Penyakit : trypanosomiasis gambiense,
african sleeping sickness
Hospes definitif : manusia, babi, kambing
Vektor : Lalat Glossina atau lalat tsetse
Distribusi geografis
Afrika Tengah, Afrika Barat
Cara infeksi
Manusia terinfeksi melalui gigitan lalat
Glossina
Siklus hidup
Melalui gigitan lalat Glossina, dalam tubuh manusia parasit
tumbuh menjadi bentuk trypomastigote memperbanyak
diri secara binary longitudinal fission aliran darah perifer
menyerang susunan saraf pusat dan kelenjar limfe
Jika ada lalat Glossina lain mengisap darah maka bentuk
trypomastigote masuk ke dalam lalat Glossina
epimastigote trypomastigote dalam kelenjar saliva lalat
Glossina

Gejala klinis
Masa inkubasi 6 14 hari, demam, limfeadenitis, stadium
penyakit tidur terjadinya meningoensefalitis
Selama sakit jumlah trypomastigote di dalam darah
bertambah atau berkurang disebabkan respons imun
hospes terhadap parasit.
Berkurangnya jumlah parasit karena kerusakan yang
dimediasi antibodi (antibody mediated destruction =
AMD) terhadap suatu varian glikoprotein permukaan
(variant surface glycoprotein = VSG)
Parasitemia bertambah karena trypomastigote
mengekspresikan VSG yang antigennya berbeda
(different variable antigen types = VATs) sehingga Ig M
meningkat termasuk di dalam cairan serebrospinal.
Meningkatnya jumlah Ig M penting untuk diagnosis
trypanosomiasis gambiense
Diagnosis
Pemeriksaan darah tepi, cairan kelenjar limfe,
cairan serebrospinal
Terapi
Suramin
Melarsoprol
Pentamidine isethionate
Pencegahan
Pengobatan penderita atau sumber infeksi
Memberantas lalat Glossina yang menjadi vektor
penular
Morfologi

4 bentuk Trypanosoma sp.


a. Amastigote
Intraseluler, 2-3 m, bulat atau oval, inti
eksentrik, kinetoplast anterior dari inti,
flagellum (-), Undulating membrane (-)
b. Promastigote
Ekstraseluler, 15 m, memanjang lurus
seperti spindel, inti di tengah, kinetoplast
anterior, flagellum (+), Undulating
membrane (-)
Morfologi
c. Epimastigote
Ekstraseluler, 15 - 25m, memanjang lurus seperti
spindel, inti di tengah, kinetoplast anterior,
flagellum (+), Undulating membrane (+)
d. Trypomastigote
Ekstraseluler, 20 30 berlekuk seperti huruf S
atau C, inti di tengah, kinetoplast posterior,
flagellum Berpangkal pada kinetoplast,
mengikuti undulating membrane sepanjang
tubuh, breakhir sebagai free flagellum di bagian
anterior, Undulating membrane (+)
Morfologi Trypanosoma
sp.
Strongyloides stercoralis

Penyakit : Strongiloidiasis
Hospes definitif : manusia
Distribusi geografis
Tersebar luas (cosmopolitan)
terutama di daerah beriklim tropis
dan subtropics, terutama negara
berkembang karena sanitasi yang
jelek.
Cara infeksi
larva filariform menembus kulit
autoinfeksi (self infection) saat larva rhabditiform
menjadi larva filariform melakukan penetrasi
menembus dinding usus maupun kulit perianal
Gejala klinis
Kelainan kulit berupa creeping eruption yang disertai
rasa gatal yang sangat.
Infeksi menjadi berat pada penderita dengan
defisiensi imun misalnya penderita HIV/AIDS akan
menyebabkan gangguan pencernaan, syok dan
komplikasi pada paru dan saraf
Parasit yang masuk ke lumen usus pertama dirusak
oleh Ig G, Ig E dibantu Antibody Dependent Cell
Cytotoxicity (ADCC) proliferasi sel goblet dan
sekresi mukus yang menyelubungi cacing untuk
dihancurkan
Ig E diinduksi IL-4 oleh sel Th2
Eosinofil menempel pada parasit melalui Ig G atau
Ig A melepaskan Myelin Basic Protein (MBP) dan
neurotoksin untuk menghancurkan cacing
PMN dan makrofag menempel pada parasit melalui
Ig G atau Ig A melepaskan oksida nitrit dan enzim
untuk membunuh cacing
Diagnosis
Menemukan larva rhabditiform atau larva
filariform pada pemeriksaan feses
Terapi
Ivermectin
Albendazole
Pencegahan
Perbaikan hygiene sanitasi perorangan dan
lingkungan
Pengobatan penderita atau sumber infeksi
Morfologi larva

Larva rhabditiform
Berbentuk agak gemuk dan pendek
Ukuran 225x15
Rongga mulut pendek (buccal cavity) panjang
esophagus = 1/3 panjang tubuh
Larva filariform
Berbentuk langsing dan panjang
Ekor tumpul seakan bercabang
Panjang esophagus = 1/2 panjang tubuh
Tidak mempunyai selubung (sheath)
Merupakan stadium infektif bagi manusia
Larva rhabditiform
Larva filariform
Cacing dewasa bentuk parasitik (infektif)

Hanya ditemukan cacing betina


Bentuk kecil, panjang 2,2 mm
dengan ekor lancip
Panjang esofagus =1/3 panjang
tubuh
Uterus berisi telur pada tubuh
bagian posterior tersusun seperti
buah petai
Morfologi cacing dewasa yang hidup bebas (free living)

Hidup di luar tubuh manusia (mukosa usus


halus) yaitu di alam bebas dalam tanah
Betina
Gemuk, panjang 1 mm dan berekor runcing
Uterusnya berisi telur yang tersusun
berderet
Jantan
Gemuk, panjang 0,7 mm dan berekor lancip
agak membengkok ke arah ventral serta
mempunyai sepasang spikula
Cacing dewasa S. stercoralis
Schistosoma sp.

Schistosoma japonicum
Penyakit : skistosomiasis japonicum,
skistosomiasis oriental
Hospes definitif : manusia
Hospes perantara : siput genus
Onchomelania
Distribusi geografis
Tersebar di Cina Selatan, Filipina, Indonesia
(Sulawesi Tengah di danau Lindu dan lembah
Napu) .
Cara infeksi

Infeksi parasit pada manusia terjadi karena


menembus kulit yang tipis pada saat berada di
dalam air
Siklus hidup :
Serkaria per kutaneus melepaskan ekor
metaserkaria sirkulasi darah hepar
cacing dewasa vena porta dan vena usus
telur diletakkan di dinding usus halus, keluar
bersama feses, telur menetas dalam air
mirasidium siput air tawar sporokista
serkaria dalam jumlah banyak.
Gejala klinis
Demam, batuk, nyeri abdomen, diare,
hepatomegali
Penyebaran telur dapat meluas ke otak
dan medulla spinalis menimbulkan
gangguan susunan saraf pusat
seperti kejang, myelitis
Granuloma
Tubuh hospes berusaha membentuk
kapsul yang terdiri sel inflamasi.
Makrofag merangsang pembentukan
granuloma dan fibrotik.
Granuloma merupakan bentuk dari
Delayed Type Hypersensitivity (DTH)
Granuloma

Eg
g

Delayed-type
hypersensitivity

An inflammatory granuloma forms with epithelial,


giant, plasma and eosinophil cells and fibroblasts.
There is subsequent fibrosis and calcification.
Diagnosis
Menemukan telur pada pemeriksaan feses, ELISA
Pemeriksaan darah : Eosinofil, Ig M, Ig G, Ig E
meningkat, Leukositosis
Terapi
Prazikuantel
Pencegahan
Perbaikan hygiene sanitasi perorangan dan
lingkungan
Pengobatan penderita atau sumber infeksi
Morfologi telur
Ukuran : 70 65 mikron
Bentuk bulat dan dindingnya tebal
Mempunyai duri (spine) yang
rudimenter di bagian lateral
Isi : mirasidium

Morfologi Serkaria

merupakan bentuk infektif


kepala : mempunyai dua batil isap
yaitu oral sucker dan ventral sucker
ekor : bercabang disebut bifurcated
tail
Morfologi cacing dewasa S. japonicum

Morfologi cacing jantan


Habitat di usus halus
Badan : seperti daun melipat, gemuk
Kutikula halus
Panjang : 1220 mm dan lebar : 0,5 mm
Bagian caudal dari ventral sucker membentuk canalis gynecophorus
tempat cacing betina masuk saat kopulasi
Testis : 5 7 buah

Morfologi cacing betina


Badan : kurus, lebih panjang
Kutikula halus
Panjang : rata-rata 26 mm
Lebar : kira-kira 0,3 mm
Ovarium : letaknya ditengah-tengah panjang badan
Cacing dewasa S.
japonicum
Cacing dewasa S.
japonicum

Anda mungkin juga menyukai