Anda di halaman 1dari 16

Spondilitis Tuberkulosis

Marisa Syavitri Dilaga


H1A 013 038
Pendahuluan
• Spondilitis tuberkulosis infeksi pada tulang belakang yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.
• Spondilitis tuberkulosis dapat menjadi sangat destruktif.
• Berkembangnya tuberkulosis di tulang belakang berpotensi
meningkatkan morbiditas, termasuk defisit neurologi yang
permanen dan deformitas yang berat.
• Tujuan
– Mengetahui definisi dan epidemiologi Spondilitis tuberkulosis
– Mengetahui patofisiologi Spondilitis tuberkulosis
– Mengetahui gambaran/manifestasi klinis Spondilitis tuberkulosis
– Mengetahui penatalaksanaan Spondilitis tuberkulosis
Definisi dan Epidemiologi
• Penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis yang mengenai tulang
belakang.
• Epidemiologi tuberkulosis merupakan penyakit infeksi
pembunuh nomor satu di dunia, 95% kasus berada di
negara berkembang.
• WHO (2000) memperkirakan 2 juta penduduk
terserang dan 3 juta penduduk di seluruh dunia
meninggal oleh karena TB.
• Insiden spondilitis TB masih sulit ditetapkan, sekitar
10% dari kasus TB ekstrapulmonar merupakan
spondilitis TB dan 1,8% dari total kasus TB
Klasifikasi
Patofisiologi
• Droplet Mycobacterium tuberculosis masuk melalui
saluran napas dan akan menimbulkan fokus infeksi di
jaringan paru  fokus primer kuman TB menyebar
melalui saluran limfe menuju ke kelenjar limfe regional
(fokus Ghon)
• Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-
8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu.
• Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga
mencapai jumlah 104 yaitu jumlah yang cukup untuk
merangsang respons imunitas selular.
• Pada saat terbentuk kompleks primer, infeksi TB primer
dinyatakan telah terjadi  Hipersensitivitas terhadap
protein TB (respons positif terhadap uji tuberkulin)
• Setelah imunitas selular terbentuk fokus primer di jaringan
paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna
membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami
nekrosis dan enkapsulasi.
• Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas
selular, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen.
Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar
limfe regional membentuk kompleks primer sedangkan
pada penyebaran hematogen kuman TB masuk ke dalam
sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
• Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi
adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik
tersamar (occult hematogenic spread), kuman TB
menyebar secara sporadik dan sedikit demi
sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis.
Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai
organ di seluruh tubuh.
• Organ yang dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal,
dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus
atas paru.
• Lesi tuberkulosis pada tulang belakang dimulai dengan inflamasi
paradiskus.
• Setelah tulang mengalami infeksi, hiperemia, edema sumsum
tulang belakang dan osteoporosis terjadi pada tulang.
• Destruksi tulang terjadi akibat lisis jaringan tulang, sehingga tulang
menjadi lunak dan pipih yang terjadi akibat gaya gravitasi dan
tarikan otot torakolumbal.
• Selanjutnya, destruksi tulang diperberat oleh iskemi sekunder
akibat tromboemboli, periarteritis, endarteritis.
• Karena transmisi beban gravitasi pada vertebra torakal lebih
terletak pada setengah bagian anterior badan vertebra, maka lesi
kompresi lebih banyak ditemukan pada bagian anterior badan
vertebra sehingga badan vertebra bagian anterior menjadi lebih
pipih daripada bagian posterior.
• Resultan dari hal-hal tersebut mengakibatkan deformitas kifotik.
• Deformitas kifotik inilah yang sering disebut sebagai gibbus.
• Beratnya kifosis tergantung pada jumlah vertebra yang
terlibat, banyaknya ketinggian dari badan vertebra yang
hilang, dan segmen tulang belakang yang terlibat.
• Vertebra torakal lebih sering mengalami deformitas kifotik.
• Pada vertebra servikal dan lumbal, transmisi beban lebih
terletak pada setengah bagian posterior badan vertebra
sehingga bila segmen ini terinfeksi, maka bentuk lordosis
fisiologis dari vertebra servikal dan lumbal perlahan-lahan
akan menghilang dan mulai menjadi kifosis
Manifestasi Klinis
• Indolen (tanpa nyeri)
• Nyeri lokal tidak spesifik pada daerah vertebra yang
terinfeksi
• Demam dan menggigil
• Malaise
• Berat badan menurun
• Kifosis
• Defisit neurologis: paraplegia, paresis, hipestesia, nyeri
radikular, sindrom kauda equina
• Spondilitis TB servikal: disfagia dan stridor, tortikollis,
suara serak akibat gangguan n. laringeus
OAT lini pertama
Isoniazid Bakteriasidal Absorbsi GI 300 mg/hari

Tatalaksana Rifampisin Bakteriostatik/Bakter Absorbsi GI


iasidal
600 mg/hari

Pirazinamid Bakteriasidal pada Absorbsi GI 15-30 mg/kg/hari (<2

• Tatalaksana lingkungan asam g/hari)

Streptomisin Bakteriasidal pada Parenteral 15 mg/kg/12 jam (<1


Tuberkulosis lingkungan basa g/hari)

Etambutol Bakteriostatik Absorbsi GI 40-55kg: 800


mg/hari
56-75kg: 1.2 g/hari
>75kg: 1.6 g/hari

OAT lini kedua


Sikloserin Initial: 250 mg/hari
Maintenance: 500mg-1g/hari

Etionamid 15-20mg/kg/hari
Kamanisin 5-7.5 mg/kg/8-12 jam IM atau IV
Capreomisin Initial: 1 g/hari (60-120 hari)
Maintenance: 1 g (2-3x/minggu) IM atau IV

PAS 4 g/hari
• Pembedahan
– drainase abses
– debridemen radikal
– penyisipan tandur tulang
– artrodesis/fusi
– penyisipan tandur tulang
– dengan atau tanpa instrumentasi/fiksasi baik
secara anterior maupun posterior
– osteotomi
• Indikasi
– defisit neurologis akut, paraparesis, atau paraplegia.
– deformitas tulang belakang yang tidak stabil atau
disertai nyeri, dalam hal ini kifosis progresif (30º untuk
dewasa, 15º untuk anakanak).
– tidak responsif kemoterapi selama 4 minggu.
– abses luas.
– biopsi perkutan gagal untuk memberikan diagnosis
– nyeri berat karena kompresi abses
• Kontraindikasi: Kegagalan jantung dan paru
Kesimpulan
Spondilitis TB adalah merupakan masalah penyakit yang
kompleks dengan manifestasi klinis yang bervariasi.
Pemeriksaan radiografi mutlak diperlukan untuk
menegakkan diagnosis serta follow up penyakit. Jika
dalam pemeriksaan didapatkan normal, salah satu
pemeriksaan jaringan harus dikerjakan untuk
menyingkirkan spondilitis TB. Tata laksana ditentukan
oleh ada tidaknya paralisis atau paraplegi pada
ekstremitas inferior sehingga pembedahan harus segera
dilakukan. Prognosis tergantung dari perjalanan penyakit,
tata laksana dan komplikasi yang menyertai.
Daftar Pustaka
• Apastolou, T., et al. 2015. Spinal Tuberculosis. International Journal of
Orthopaedics Volume 2 No. 2. Available at:
http://www.ghrnet.org/index.php/ijo/article/view/971/1207 (Accessed
on: May 2, 2016)
• Faried, A., et al. 2015. Spondylitis Tuberculosis in Neurosurgery
Department Bandung Indonesia. JSM Neurosurg Spine 3(3):
1059.(Accessed on: May 2, 2016)
• Felix, U., et al. 2013. Review of Pott’s Disease with Neurological Deficit–
Radiological Algorithm and Management. International Journal of Medical
and Applied Sciences Volume 2. ISSN:2320‐3137. [pdf]. (Accessed on: May
2, 2016)
• Jiang, T., Zhao, J., He, M., Wang, K., Fowdur, M., Wu,Y. 2015. Outcomes and
Treatment of Lumbosacral Spinal Tuberculosis: A Retrospective Study of 53
Patients. PLoS ONE 10(6): e0130185. doi:10.1371/journal.pone.0130185
• Qadeer, M., & Sharif, S. 2015. Spinal TB Infection. World Spinal Column
Journal, Volume 6. [pdf] (Accessed on: May 2, 2016)
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai