Anda di halaman 1dari 60

KETERLAMBATAN

MOTORIK
Oleh : Herlina
Perkembangan motorik : awal dari kecerdasan
dan emosi sosial anak.
Gunarsa (1985) perkembangan motorik
merupakan bertambah matangnya
perkembangan otak yang mengatur sistem saraf
otak (neoromuskular), memungkinkan anak-
anak lebih lincah dan aktif bergerak.
Beberapa prinsip dasar perkembangan motorik
anak :
 Proses perkembangan berlangsung secara
berkesinambungan dari satu tahap ke tahap
berikutnya meskipun kecepatannya bervariasi
dari anak ke anak.
 Proses perkembangan motorik ini telah
terprogram secara genetik (diturunkan) dan
faktor lingkungan sedikit pengaruhnya.
 Proses perkembangan motorik memerlukan
perkembangan otak yang optimal sesuai
dengan tahapan umurnya.
 Pola perkembangan motorik dimulai dari
bagian atas tubuh yaitu dari kepala,
kemudian leher, batang tubuh dan ke kaki
(cephalocaudal).
 Keterampilan motorik kasar dapat
dikuasai dan selanjutnya menjadi semakin
halus dan berfungsi semakin baik (inner
to outer).
 Gerakan yang bersifat umum dan tidak
teratur menjadi gerakan yang spesifik dan
bertujuan (simple to complex).
Perkembangan motorik sangat dipengaruhi
oleh organ otak. Otaklah yang mengatur
setiap gerakan yang dilakukan oleh anak,
semakin matangnya perkembangan
sistem saraf otak yang mengatur otot
memungkinkan berkembangnya
kompetensi atau kemampuan motorik
anak.
Gangguan perkembangan motorik : 23,5 -
27,5%) / 5 juta anak mengalami
gangguan(UNICEF, 2005).
Dipicu oleh kurangnya deteksi dini dan
kurangnya stimulasi yang diberikan untuk
mendukung perkembangan motorik halus.
Gejala-gejala yang sering dikeluhkan orang tua
dalam perkembangan motorik anak :
 Motorik halus : tidak dapat membuat garis
lurus, tidak dapat menulis nama, tidak dapat
menggambar suatu bentuk, tidak benar
dalam memegang pensil, belum dapat makan
menggunakan sendok / makan masih
berantakan.
 Motorik kasar : canggung, berjalan aneh,
belum dapat naik sepeda, sering terjatuh,
pincang, kurang keseimbangan, tidak
menyukai sepak bola.
Solusi yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya
gangguan perkembangan motorik halus
pada anak usia toddler yaitu dengan
melakukan deteksi dini tumbuh kembang
anak, skrining, dan orang tua
memberikan stimulasi lebih awal untuk
merangsang kemampuan motorik halus
anak.
FAMILIAL

KEPRIBADIAN LINGKUNGAN

MENTAL PALSI
SUBNORMA SEREBRA
L L

Faktor – Faktor Yang Berhubungan


Dengan Keterlambatan
Perkembangan Motor
TIDAK
GIZI DIKETAHU
I
KELAINAN PENYAKIT
TONUS NEUROMUSKULA
OTOT R

BUTA NGESOT
CEREBRAL PALSY
Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau
kelainan yang terjadi pada suatu kurun
waktu dalam perkembangan anak,
mengenai sel-sel motorik di dalam
susunan saraf pusat, bersifat kronik dan
tidak progresif akibat kelainan atau cacat
pada jaringan otak yang belum selesai
pertumbuhannya.
ETIOLOGI

1) Pranatal :
a) Malformasi kongenital.
b) Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan
kelainan janin (misalnya; rubela, toksoplamosis,
sifilis, sitomegalovirus, atau infeksi virus lainnya).
c) Radiasi.
d) Toksemia gravidarum.
e) Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio
plasenta, plasenta previa, anoksi maternal, atau tali
pusat yang abnormal).
2) Natal :
a) Anoksia/hipoksia.
b) Perdarahan intra kranial.
c) Trauma lahir.
d) Prematuritas.
3) Postnatal :
a) Trauma kapitis.
b) Infeksi misalnya : meningitis bakterial,
abses serebri, tromboplebitis,
ensefalomielitis.
c) Kern icterus.
GAMBARAN KLINIK
tergantung dari bagian dan luasnya
jaringan otak yang mengalami kerusakan.
1) Paralisis
Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia,
diplegia, monoplegia, triplegia. Kelumpuhan
ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau
campuran.
2) Gerakan involunter
Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis,
tremor dengan tonus yang dapat bersifat
flaksid, rigiditas, atau campuran.
3) Ataksia
Gangguan koordinasi ini timbul karena
kerusakan serebelum. Penderita biasanya
memperlihatkan tonus yang menurun
(hipotoni), dan menunjukkan perkembangan
motorik yang terlambat. Mulai berjalan
sangat lambat, dan semua pergerakan serba
canggung.
4) Kejang
Dapat bersifat umum atau fokal.
5) Gangguan perkembangan mental
Retardasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3
dari anak dengan cerebral palsy terutama
pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan
ataksia.
Cerebral palsy yang disertai dengan retardasi
mental pada umumnya disebabkan oleh
anoksia serebri yang cukup lama, sehingga
terjadi atrofi serebri yang menyeluruh.
Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila
korteks serebri tidak mengalami kerusakan
menyeluruh dan masih ada anggota gerak
yang dapat digerakkan secara volunter.
Dengan dikembangkannya gerakan-
gerakan tangkas oleh anggota gerak,
perkembangan mental akan dapat
dipengaruhi secara positif.
6) Mungkin didapat juga gangguan
penglihatan (misalnya: hemianopsia,
strabismus, atau kelainan refraksi),
gangguan bicara, gangguan sensibilitas.
7) Problem emosional terutama pada saat
remaja.
KLASIFIKASI
ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan
derajat kemampuan fungsionil.
Berdasarkan gejala klinis maka
pembagian cerebral palsy adalah sebagai
berikut:
1)Tipe spastis atau piramidal.
Merupakan bentuk cerebral palsy terbanyak
(70-80%).
Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada
adalah :
a) Hipertoni (fenomena pisau lipat).
b) Hiperrefleksi yang disertai klonus.
c) Kecenderungan timbul kontraktur.
d) Refleks patologis.
Secara topografi distribusi tipe ini adalah sebagai
berikut:
a. Hemiplegia apabila mengenai anggota gerak sisi
yang sama.
b. Spastik diplegia. Mengenai keempat anggota
gerak, anggota gerak bawah lebih berat.
c. Kuadriplegi, mengenai keempat anggota gerak,
anggota gerak atas sedikit lebih berat.
d. Monoplegi, bila hanya satu anggota gerak.
e. Triplegi apabila mengenai 3 ekstremitas, yang
paling banyak adalah mengenai kedua lengan
dan satu kaki, biasanya merupakan varian dari
kuadriplegi.
2) tipe atetoid / diskinetik
Tipe ini terjadi pada 10-20% penderita
cerebral palsy.
Bentuk ini mempunyai karakteristik gerakan
menulis yang tidak terkontrol dan perlahan.
Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki,
lengan atau tungkai dan pada sebagian besar
kasus, otot muka dan lidah, menyebabkan
anak tampak menyeringai dan selalu
mengeluarkan air liur. Gerakan sering
meningkat selama periode peningkatan stres
dan hilang pada saat tidur.
3) tipe ataksid
Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan
persepsi dalam. Penderita yang terkena
sering menunjukkan koordinasi yang buruk;
berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan
kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki
dengan posisi yang saling berjauhan;
kesulitan dalam melakukan gerakan cepat
dan tepat, misalnya menulis atau
mengancingkan baju. Mereka juga sering
mengalami tremor, dimulai dengan gerakan
volunter misalnya mengambil buku,
menyebabkan gerakan seperti menggigil
pada bagian tubuh yang baru digunakan dan
tampak memburuk sama dengan saat
penderita akan menuju obyek yang
dikehendaki.
Bentuk ataksid ini mengenai 5-10% penderita
serebral palsy.
3) Tipe campuran
Gejala-gejalanya merupakan campuran gejala di
atas, misalnya hiperrefleksi dan hipertoni disertai
gerakan khorea.
Berdasarkan derajat kemampuan fungsional:
1) Ringan
Penderita masih bisa melakukan pekerjaan
aktifitas sehari-hari sehingga sama sekali tidak
atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan
khusus.
2) Sedang
Aktifitas sangat terbatas. Penderita
membutuhkan bermacam-macam bantuan
khusus atau pendidikan khusus agar dapat
mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak
atau berbicara. Dengan pertolongan secara
khusus, diharapkan penderita dapat
mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara
sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di
tengah masyarakat dengan baik.
3) Berat
Penderita sama sekali tidak bisa melakukan
aktifitas fisik dan tidak mungkin dapat hidup
tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan
atau pendidikan khusus yang diberikan
sangat sedikit hasilnya. Sebaiknya penderita
seperti ini ditampung dalam rumah
perawatan khusus. Rumah perawatan khusus
ini hanya untuk penderita dengan retardasi
mental berat, atau yang akan menimbulkan
gangguan sosial-emosional baik bagi
keluarganya maupun lingkungannya.
PATOGENESIS
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan
terbentuknya neural tube yaitu induksi dorsal
yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi
dan induksi ventral, berlangsung pada minggu ke
5-6 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa
ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan
kongenital seperti kranioskisis totalis, anensefali,
hidrosefalus dan lain sebagainya.
Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang
terjadi pada masa gestasi bulan ke 2-4.
Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan
mikrosefali, makrosefali.
Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi
yang terjadi pada masa gestasi bulan 3-5.
Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara
radial, sel berdiferensiasi dari daerah
periventrikuler dan subventrikuler ke lapisan
sebelah dalam korteks serebri; sedangkan
migrasi secara tangensial sel berdiferensiasi
dari zone germinal menuju ke permukaan
korteks serebri. Gangguan pada masa ini bisa
mengakibatkan kelainan kongenital seperti
polimikrogiri, agenesis korpus kalosum.
Stadium organisasi terjadi pada masa
gestasi bulan ke 6 sampai beberapa tahun
pascanatal. Gangguan pada stadium ini
akan mengakibatkan translokasi genetik,
gangguan metabolisme. Stadium
mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai
beberapa tahun pasca natal. Pada
stadium ini terjadi proliferasi sel neuron,
dan pembentukan selubung mielin.
Kelainan neuropatologik yang terjadi
tergantung pada berat dan ringannya
kerusakan. Jadi kelainan neuropatologik yang
terjadi sangat kompleks dan difus yang bisa
mengenai korteks motorik traktus piramidalis
daerah paraventrikuler ganglia basalis,
batang otak dan serebelum.
Anoksia serebri sering merupakan komplikasi
perdarahan intraventrikuler dan subependim.
Asfiksia perinatal sering berkombinasi
dengan iskemi yang bisa menyebabkan
nekrosis.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis lengkap
tentang riwayat kehamilan, perinatal dan pascanatal,
dan memperhatikan faktor risiko terjadinya cerebral
palsy. Juga pemeriksaan fisik lengkap dengan
memperhatikan perkembangan motorik dan mental
dan adanya refleks neonatus yang masih menetap.
Pada bayi yang mempunyai risiko tinggi diperlukan
pemeriksaan berulang kali, karena gejala dapat
berubah, terutama pada bayi yang dengan hipotoni,
yang menandakan perkembangan motorik yang
terlambat; hampir semua cerebral palsy melalui fase
hipotoni.
Pemeriksaan penunjang lainnya : foto polos
kepala, pemeriksaan pungsi lumbal.
Pemeriksaan EEG terutama pada penderita
yang memperlihatkan gejala motorik, seperti
tetraparesis, hemiparesis, atau karena sering
disertai kejang. Pemeriksaan ultrasonografi
kepala atau CT Scan kepala dilakukan untuk
mencoba mencari etiologi.
Pemeriksaan psikologi untuk menentukan
tingkat kemampuan intelektual yang akan
menentukan cara pendidikan ke sekolah
biasa atau sekolah luar biasa.
PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi spesifik terhadap cerebral
palsy. Terapi bersifat simtomatik, yang
diharapkan akan memperbaiki kondisi pasien.
Terapi yang sangat dini akan dapat mencegah
atau mengurangi gejala-gejala neurologik.
Untuk menentukan jenis terapi atau latihan
yang diberikan dan untuk menentukan
keberhasilannya maka perlu diperhatikan
penggolongan cerebral palsy berdasarkan
derajat kemampuan fungsionil yaitu derajat
ringan, sedang dan berat.
Tujuan terapi : membantu pasien dan
keluarganya memperbaiki fungsi motorik dan
mencegah deformitas serta penyesuaian
emosional dan pendidikan penderita sedikit
mungkin memerlukan pertolongan orang lain
dan diharapkan penderita bisa mandiri.
 Obat-obatan yang diberikan tergantung pada gejala-
gejala yang muncul. Misalnya untuk kejang bisa
diberikan anti kejang. Untuk spastisitas bisa diberikan
baclofen dan diazepam. Bila gejala berupa rigiditas
bisa diberikan levodopa.
 Mungkin diperlukan terapi bedah ortopedi maupun
bedah saraf untuk merekonstruksi terhadap
deformitas yang terjadi. Fisioterapi dini dan intensif
untuk mencegah kecacatan, juga penanganan
psikolog atau psikiater untuk mengatasi perubahan
tingkah laku pada anak yang lebih besar. Yang tidak
boleh dilupakan adalah masalah pendidikan yang
harus sesuai dengan tingkat kecerdasan penderita.
 Occupational therapy ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan untuk
menolong diri sendiri, memperbaiki
kemampuan motorik halus, penderita
dilatih supaya bisa mengenakan pakaian,
makan, minum dan keterampilan lainnya.
 Speech therapy diberikan pada anak
dengan gangguan bahasa, yang ditangani
seorang ahli.
PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada gejala dan
tipe cerebral palsy. Di Inggris dan
Skandinavia 20-25% pasien dengan cerebral
palsy mampu bekerja sebagai buruh penuh;
sebanyak 30-35% dari semua pasien cerebral
palsy dengan retardasi mental memerlukan
perawatan khusus. Prognosis paling baik
pada derajat fungsionil yang ringan.
Prognosis bertambah berat apabila disertai
dengan retardasi mental, bangkitan kejang,
gangguan penglihatan dan pendengaran.

s
Cerebral Palsy dan Pengobatan Sel
Induk (Stem Sel)
Sekarang, pasien dengan cerebral palsy
memiliki kesempatan lebih besar untuk
hidup normal dengan bantuan terapi sel
induk.
Stem sel (sel induk/sel puncak)
Sel yang tidak/belum terspesialisasi
berpotensi untuk berkembang menjadi
berbagai jenis sel-sel yang spesifik
membentuk berbagai jaringan tubuh
 Pada dekade terakhir perhatian dan
penelitian dalam bidang sel punca (stem
cell ) mengalami kemajuan yang amat
pesat
◦ memahami proses tumbuh kembang
jaringan tubuh normal
◦ memahami patogenesis penyakit
◦ pengobatan penyakit-penyakit /kelainan
yang sudah tidak mungkin untuk diobati
lagi
◦ penelitian dan pencarian obat-obatan
baru
 Karakteristik
◦ Differentiate
 kemampuan untuk berdifferensiasi
menjadi sel lain yang spesifik
◦ sel saraf
◦ sel otot jantung
◦ sel otot rangka
◦ sel pankreas
◦ Self regenerate/self renew
- kemampuan untuk memperbaharui
atau meregenerasi dirinya sendiri
Pengobatan ini dilakukan dengan
menginjeksikan sel induk ke dalam cairan
sumsum tulang belakang pasien. Setelah
beberapa kali pengobatan, pasien
menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Hal ini
sedang dikembangkan di rumah sakit di
China, Amerika Serikat, dan Mexico.
Penelitian invitro telah menunjukkan sel-sel
induk tali pusar dapat berdiferensiasi menjadi
jenis sel saraf. Dalam model hewan, penelitian
telah menunjukkan bukti yang meyakinkan
bahwa stem sel darah tali pusar disuntikkan
intravena bermigrasi ke otak (melewati
penghalang darah-otak) dan meningkatkan
fungsi neurologis dan mempromosikan
penyembuhan.
Hasil dari studi tersebut menyebabkan
banyak peneliti yang menunjukkan bahwa
infus sel induk darah tali pusat dapat
mengurangi kerusakan pada jaringan
otak, mengurangi kejang otot dan
memperbaiki masalah kiprah dan
mobilitas yang terkait pada manusia.
Dr Joanne Kurtzberg, seorang profesor pediatri
dan patologi dan direktur hematologi
pediatric Duke dan Program Transplantasi
Sumsum, menanamkan sel induk darah tali
pusar anak sendiri kembali ke dalam tubuh
untuk memfasilitasi perbaikan jaringan otak
yang rusak oleh hipoksia perinatal
(kekurangan oksigen). Untuk saat ini, lebih
dari 20 anak telah menjalani pengobatan ini
dengan hasil yang sangat baik.
Developmental Coordination Disorder (DCD)
Walaupun kondisi ini pertama kali dikenal awal
tahun 1990-an, namun kewaspadaan mengenai
keadaan ini baru meningkat akhir-akhir ini
berdasarkan bukti bahwa prevalensnya sekitar
5% dari anak sekolah usia primer.
American Phychiatric Association / APA pada tahun
1994 dan WHO mengklasifikasikan sindrom
keterampilan pergerakan yang berbeda ini
sebagai gangguan koordinasi perkembangan
(developmental coordination disorder, DCD).
Dalam konsensus internasional yang ditujukan
untuk mendiskusikan berbagai label yang berbeda
ini, akhirnya definisi DCD diterima oleh para
peneliti dan klinisi.
Jadi, istilah DCD baru umum dikenal setelah
publikasi dari Diagnostic and Statistic Manual
of Mental Disorder 4th Edition (DSM IV) pada
tahun 1994, yang mana menurut kriteria
DSM IV tersebut, DCD didefinisikan sebagai
kondisi di mana seorang anak memiliki
koordinasi motorik buruk yang mengganggu
pencapaian akademis atau aktivitas sehari-
harinya, namun memiliki IQ yang normal dan
tidak memiliki kondisi medis umum atau
gangguan perkembangan pervasif lainnya.
Ciri utamanya adalah gangguan perkembangan
motorik, terutama motorik halus. Sebenarnya
gangguan ini mengenai motorik kasar dan
motorik halus, tetapi yang sangat berpengaruh
pada fungsi belajar adalah fungsi motorik
halusnya.
Manifestasinya berupa perkembangan motorik
anak sejak bayi hingga usia tertentu terlambat,
misalnya duduk, tengkurap, merangkak, berlari.
Kemampuan olahraga anak juga kurang. Anak
lebih sulit mengatur keseimbangan setelah
melakukan gerakan dan keseimbangan saat
berdiri.
Prevalensi
5% dari populasi
perbandingan laki-laki dan perempuan 4 : 1.
Etiologi
gabungan antara faktor genetik dan
lingkungan (multifaktorial).
Developmental Coordination bukan merupakan
suatu penyakit, namun lebih kepada
sekumpulan gejala yang secara bersama-
sama dapat menegakkan diagnosis. Faktor
risiko lain yang diketahui misalnya usia
gestasional yang kurang dan berat lahir
rendah.
Kriteria diagnostic DCD
menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder (DSM-IV).
 kriteria A
Adanya gangguan yang jelas pada perkembangan
koodinasi motorik.
 kriteria B
Diagnosis dibuat hanya bila gangguan ini secara
signifikan mengganggu pencapaian akademik atau kegiatan
sehari-hari.
 kriteria C
Diagnosis DCD ditegakkan bila kesulitan koordinasi
tersebut bukan karena kondisi medis keseluruhan (seperti
palsi selebral, hemiplegi atau distrofi otot) dan tidak
memenuhi kriteria gangguan perkembangan pervasif.
 kriteria D
Jika retardasi mental ditemukan, kesulitan motorik
didapati berlebihan pada mereka yang berhubungan dengan
hal ini.
Gambaran Kunci DCD

 perkembangan
pada umumnya terlambat mencapai tolak ukur
perkembangan (developmental milestone), misalnya
duduk, berjalan dan berbicara.
 Karakteristik fisik
saat masih bayi, lebih memilih tengkurap dibanding
berbaring karena tonus otot yang rendah. Tonus yang lebih
rendah ini mengakibatkan kesulitan untuk duduk tegak di
kursi atau duduk dengan nyaman di lantai saat
mendengarkan cerita. Anak terlihat mudah terusik karena
ia lebih berkonsentrasi pada mempertahankan
keseimbangan dibanding mendengarkan pelajaran.
Selanjutnya, anak akan berdiri dalam posisi punggung
melengkung (curved spine) untuk mendapatkan stabilitas
yang lebih baik sehingga akan mengakibatkan masalah
punggung sekunder pada masa dewasa.
 Kelenturan ligament (ligament laxity)
Beberapa anak menunjukkan fleksibilitas sendi yang
berlebih dan lebih memilih duduk dengan posisi “W”
saat menonton televisi. Instabilitas dari pinggul dan
bahu mereka menyebabkan kesulitan koordinasi.
 Keseimbangan dan koordinasi
kesulitan dalam menjaga keseimbangan dan
koordinasi saat berlari, melompat, menendang bola,
dan berdiri dengan satu kaki.
 Integrasi bilateral
anak mengalami kesulitan dalam mengkoordinasikan
kedua sisi tubuhnya. Kesulitan dalam menggunakan
alat makan, tulisan atau berpakaian. Mengendarai
sepeda mungkin lebih sulit karena mengintegrasikan
gerakan mengayuh pedal dan mempertahankan
keseimbangan. Hal ini lebih terlihat saat
permukaannya bervariasi, seperti di atas rumput.
 Genggaman dan ketangkasan
kesulitan memegang dan memanipulasi obyek
yang kecil, mengancing pakaian, memegang
dan menggunakan pensil atau gunting. Anak
akan mengubah posturnya untuk
memperoleh keseimbangan dan kontrol tubuh
untuk melakukan keterampilan motorik halus,
atau mempertahankan tubuhnya dalam satu
posisi tertentu sehingga ia bisa stabil dalam
melakukan tugas-tugas kecil. Ia mungkin
tidak terlihat jelas pengguna tangan kanan
atau kiri, karena ia bisa menggunakan tangan
manapun yang lebih dekat untuk mencapai
sesuatu.
 Kontrol memegang pensil, menulis dan
menggambar
anak menghindari tugas menulis dan
menggunakan berbagai teknik distraksi untuk
melakukannya. Tulisannya biasanya sulit
dibaca, khususnya jika menulis dengan cepat.
Tulisannya bervariasi dalam hal ukuran dan
kualitas, dari awal sampai akhir halaman.
Huruf-huruf bisa terletak di atas atau di
bawah garis yang ada.
 Kesulitan perseptual
bisa dalam hal persepsi auditori,
menganggap suara berisik di dalam kelas
sangat mengganggu. Keterampilan dalam
mendengar biasanya buruk dan anak
meminta pengulangan instruksi. Kesulitan
persepsi visual menyebabkan masalah dalam
menulis, mengikuti bacaan, dan menuruni
tangga. Selain itu, anak juga mengalami
kesulitan menyalin tulisan dari papan tulis
dan membutuhkan bantuan jari untuk
mengikuti tulisannya. Ia bisa juga kehilangan
jejak saat membaca dan menyimak hal-hal
yang disampaikan oleh gurunya.
 Organisasi pekerjaan/tugas
bermasalah dalam mencatat pekerjaan rumah,
seringkali kehilangan barang-brang miliknya, dan
mengingat urutan tugas.
 Konsep waktu
biasanya terlambat mengerjakan tugas,
terlambat hadir atau menanyakan waktu
berulang kali.
Selain berbagai gambaran kunci di atas, terdapat
pula kesulitan lainnya seperti membaca,
berhitung, kesulitan berkomunikasi dan
bersosialisasi, keterlambatan bercakap-cakap
dengan jelas, terdapat masalah dalam bahasa
reseptif dan ekspresif, konsentrasi dan atensi,
serta kepercayaan diri.
Terapi
Terdapat berbagai pendapat yang berbeda
mengenai kapan memulai intervensi, namun
lebih cepat lebih baik untuk memastikan
anak tidak kehilangan kepercayaan dan
harga dirinya. Hal ini akan membantu
mengurangi masalah perilaku dan
membantu anak untuk berhasil dalam hal
fisik, sosio emosional dan akademis.
Seorang anak mulai membandingkan dirinya
dengan teman sebayanya pada usia 6 tahun,
jadi penting untuk memulai intervensi
sebelum masa ini, namun pada hakekatnya
tidak pernah ada kata terlambat untuk
memulai intervensi
Berbagai metode terapi yang berbeda dapat dilakukan
dalam intervensi anak dengan DCD, di antaranya : --
Pencapaian Keterampilan
Setelah disfungsi area spesifik ditemukan pada saat
pengkajian, lalu direncanakan program terapi spesifik
untuk meningkatkan keterampilan individu pada area
tersebut, misalnya anak dengan masalah pada
keterampilan motorik kasar. Kesulitan anak mungkin
timbul akibat kurangnya pengalaman atau maturasi
yang lambat.
Sensori Integrasi
Terapi ini berorientasi pada anak dengan menciptakan
lingkungan sensori di mana anak bisa secara aktif
mengekplorasi keterampilan baru. Terapi ini akan
membantu mengkoordinasikan kedua sisi tubuh,
meningkatkan organisasi dan mengembangkan citra
diri dan rasa percaya diri. Teknik yang dipakai
mencakup input vestibular, proprioseptif dan taktil.
Perseptuo-motorik
Metode ini melibatkan urutan latihan di mana
anak mengulang-ulang tugas yang diberikan
sampai ia kompeten melakukannya. Latihan lalu
ditingkatkan dengan memberikan tugas yang
lebih kompleks. Program ini berbasis
keterampilan visual-perseptual, tugas mencakup
tugas spasial, koordinasi mata-tangan,
konsistensi, dan bentuk.
Neurodevelopmental
Ini merupakan bentuk intervensi yang
berhubungan dengan tatalaksana palsi selebral.
Dengan menghambat tonus yang meningkat
melalui handling dan positioning, kita
memfasilitasi pola normal dari pergerakan.
Terapi psikomotor (Naville)
Dalam terapi ini, koordinasi yang buruk
diperkirakan sebagai akibat masalah fisik, sosial
dan psikologis. Metode ini mencakup latihan
keterampilan motorik kasar, disosiasi, koordinasi
dan relaksasi, kesadaran akan waktu dan ruang,
serta latihan memori visual.
Sensitivitas kinestetik
Sensitivitas kinestetik dideskripsikan sebagai
kemampuan otak untuk mengetahui posisi dan
pergerakan anggota tubuh yang merupakan salah
satu faktor dalam kontrol perilaku motorik. Anak
dilatih berbasis kegiatan kehidupan sehari-hari
selama 2 minggu untuk meningkatkan
kewaspadaan kinestetik mereka. Uji ini digunakan
bersamaan dengan program motorik umum untuk
meningkatkan keterampilan motorik anak.
The Lee method
Tujuan utama metode ini adalah meningkatkan
stabilitas proksimal untuk memberikan titik fiksasi,
meningkatkan kepercayaan dan harga diri, koordinasi
(baik mata-tangan, dan mata-kaki), memori,
keterampilan merencanakan dan organisasi. Latihan
khusus diberikan untuk meningkatkan otot,
sementara aktivitas dan permainan diberikan untuk
meningkatkan keterampilan. Penekanan terapi ini
adalah membuat hal ini menyenangkan, memastikan
bahwa keterampilan dipecah sampai tingkat di mana
anak bisa mengerjakannya sebelum membangunnya
lagi. Tujuannya adalah membantu tiap anak
mencapai keterampilan sesuai usianya.terapi
mencakup 1 sesi/minggu selama 8 minggu, yang
dibantu dengan 2 program rumah, masing-masing
selama 4 minggu untuk memastikan bahwa anak
tidak merasa bosan dengan latihan dan aktivitas
tersebut.
Bentuk terapi paling popular
Bentuk intervensi yang paling popular adalah
pencapaian keterampilan,
neurodevelopmental, sensori integrasi,
perseptuo-motorik dan metode Lee. Bentuk
berbagai intervensi ini memiliki dasar teori
yang berbeda dan terapis harus
memahaminya dan mendapatkan latihan
yang tepat sebelum menerapkannya.
Karena tiap anak berbeda, begitu pula
dengan responnya, terapis harus mampu
untuk menentukan terapi mana yang sesuai
untuk masing-masing anak.
Saran praktis yang dapat membantu anak
1. Bayi sebaiknya bermain pada bagian depan
tubuhnya untuk memicu stabilitas bahu dan
panggul, duduk saat berbicara, dan berbaring
saat tertidur.
2. Bekerja dalam gerakan yang kasar sebelum
yang halus; seperti petak umpet, merangkak,
mengecat dengan kuas besar, menulis dengan
kapur pada ubin karpet.
3. Lihat lingkungan dan pastikan lingkungan
itu sesuai bagi anak dan orang dewasa,
misalnya gelas yang tidak akan tumpah
ujungnya, gunting yang dapat digunakan si
anak, bantuan menulis seperti penggunaan
komputer, dan penggunaan alat pengatur
waktu untuk membantu anak dalam hal
konsep waktu.
4. Pertahankan harga diri anak dengan mencoba berbagai hobi
seperti berenang, yoga, mengendarai kuda, dan fotografi.
5. Jangan bebankan latihan tambahan pada anak ketika dia
tampaknya mulai lelah.
6. Tanyakan apa yang mengganggunya dan apa yang perlu
dibantu.
7. Bantu anak agar lebih terorganisir, pastikan setiap benda
dinamai dan tempat penyimpanannya mudah digunakan.
8. Pastikan bahwa anak duduk dengan nyaman, namun stabil
secara postural dengan kaki berpijak pada lantai dan
menghadap tugasnya.
9. Cobalah untuk melatih keterampilan sosial sehingga anak
memiliki hirarki perilaku dan mengetahui apa yang harus
dilakukan dan kapan.
8. Pastikan bahwa anak duduk dengan nyaman, namun stabil
secara postural dengan kaki berpijak pada lantai dan
menghadap tugasnya.
9. Cobalah untuk melatih keterampilan sosial sehingga anak
memiliki hirarki perilaku dan mengetahui apa yang harus
dilakukan dan kapan.
10. Gunakan instruksi visual daripada auditori
untuk menyampaikan pesan, jangan ragu untuk
mengulang dan periksa apa anak sudah mengerti.
11. Gunakan bahasa yang sangat sederhana
12. Selalu demonstrasikan kegiatannya terlebih
dahulu oleh anda sendiri atau minta anak yang
kompeten untuk keterampilan tersebut.
13. Pecahkan kegiatan menjadi sasaran kecil yang
mudah dicapai.
14. Pastikan bahwa setiap keterampilan dipelajari
secara terpisah sebelum mengkombinasikannya
dan anak harus mampu memiliki keseimbangan
(kedua kaki menapak lantai) kemudian pada tiap
kaki (lebih dari 5 detik) sebelum melompat, saat
keterampilan ini dipelajari terpisah.
Kesimpulan
Developmental Coordination Disorder ini bukan
merupakan suatu penyakit, tidak memiliki
kondisi medis umum atau gangguan
perkembangan pervasif lainnya, tapi sebuah
kondisi seorang anak memiliki kesulitan
koordinasi motorik yang mengganggu aktivitas
sehari-harinya atau pencapaian akademis.
Melalui pengetahuan dan pemahaman yang baik
mengenai DCD, kondisi ini dapat didiagnosis dan
ditangani sejak dini sehingga implikasi lebih
lanjut dapat dicegah.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai