• Berbagai aritmia jantung (takikardia atau bradikardia)
atau gangguan konduksi dapat terjadi selama pemasangan kateterisasi jantung. • Beberapa gangguan ritme bisa memicu dekompensasi hemodinamik pada pasien dengan penyakit jantung koroner yang berat, stenosis aorta, atau kardiomiopati hipertrofik dengan cara meningkatkan denyut jantung secara berlebihan. Fibrilasi ventrikel • Biasanya terjadi ketika balon-flotasi untuk kateterisasi jantung kanan yang menyebabkan terjadinya ventrikular takikardia pada hampir 30% pasien, dengan sustained ventrikuler takikardia pada 3% pasien, dan fibrilasi ventrikel pada 0,7% kasus. • Hal ini diperlukan pentingnya mengendalikan posisi kateter di ventrikel kanan dan kelancarannya ketika keluar melalui saluran di ventrikel kanan dan juga penempatan posisi dari kateter yang berada di bagian tengah ventrikel kiri. Jika mulai terjadi ventrikel takikardia, kateter yang digunakan harus segera direposisi agar ritme jantung awal dapat dipulihkan. • Fibrilasi ventrikel atau ventrikel takikardia tidak stabil harus ditangani dengan cepat, dengan pemberian amiodaron intravena (150 mg selama 10 menit, dengan bolus tambahan 150 mg selama 10 menit, dilanjutkan dengan infus 1 mg / menit selama 6 jam, dan kemudian 0,5 mg / menit), atau procainamide (20 sampai 50mg / menit untuk mengawasi penurunan tekanan darah atau perluasan QT atau perpanjangan interval QRS sebesar 50%, atau dosis kumulatif total 17 mg/kgBB). Atrial Fibrilasi • Atrial extrasystoles umumnya terjadi saat kenaikan kateter dari atrium kanan ke vena kava superior, atau selama perulangan kateter di atrium kanan untuk memudahkan perjalanan pada pasien dengan pembesaran sisi kanan ruang jantung (bilik kanan jantung). Ekstrasistol ini biasanya mereda begitu kateter direposisi, meskipun bisa berlanjut ke atrium flutter atau fibrilasi pada pasien yang sensitif. • Kedua ritme cenderung untuk kembali secara spontan selama beberapa menit sampai beberapa jam, tetapi mungkin memerlukan terapi tambahan jika didapatkan iskemia atau ketidakstabilan hemodinamik. • Atrial flutter bisa berlangsung singkat (15 detik) tapi cepat (300 sampai 400 detik per menit) dari atrium kanan, yang menyebabkan pembalikan irama sinus atau onset atrial fibrillation (dengan respon ventrikel yang lebih terkontrol) dapat terjadi. • Atrial flutter atau atrial fibrillation umumnya tidak berbahaya selama kateterisasi, namun dapat menyebabkan gejala klinis jika respon ventrikel cepat (> 100) atau jika kehilangan tendon atrium yang menyebabkan hipotensi pada pasien dengan stenosis mitral, kardiomiopati hipertrofik, atau diastolik ventrikel kiri akibat disfungsi ventrikel. • Jika ditoleransi dengan buruk pada pasien tersebut, atrial fibrilasi atau flutter mungkin memerlukan sinkronisasi DC cardiaversion. Jika tidak terjadi disfungsi hemodinamik yang signifikan, beta-blocker intravena (metoprolol 5 mg, atau esmolol pada loading dosis 500 mg / kg / menit selama 30 detik, diikuti dengan infus 50 mg / kg / menit, dengan dosis perawatan maksimal 300 mg / kg / menit) atau calcium channel blocker (diltiazem atau verapamil) dapat diberikan dan dinaikkan sampai kontrol respon ventrikel tercapai. • Begitu respon ventrikel dapat dikendalikan / terkontrol, konversi kimia menjadi irama sinus yang normal biasanya bisa dilakukan dengan pemberian dari procainamide intravena atau ibutilide. • Tachycardia kompleks sempit lainnya seperti paroksismal takikardia supraventrikular dapat diobati dengan manuver vagal (pijat sinus karotis), adenosin intravena, atau verapamil. Bradiaritmia • Perlambatan denyut jantung pada umumnya biasanya terjadi pada angiografi koroner, ketika pengambilan arteri koroner yang dilakukan dengan menggunakan agen kontras ion osmolar tinggi. Masalah ini sudah jarang terjadi sekarang dengan meluasnya penggunaan agen osmolar rendah. • Reaksi vasovagal berhubungan dengan hipotensi, mual, menguap, dan berkeringat, seharusnya dicurigai bila bradikardia. Ini adalah salah satu komplikasi (dengan kira- kira 3% kejadian) yang terlihat di laboratorium kateterisasi jantung, biasanya dipicu oleh rasa sakit dan kecemasan. Beberapa pasien lanjut usia mungkin menunjukkan temuan hipotensi dari reaksi vasovagal tanpa temuan khas bradikardia. • Dalam studi oleh Landau dkk, lebih dari 80% reaksi semacam itu terjadi saat akses vaskular. Hal ini diperlukan pentingnya sedasi sebelum prosedur pemasangan kateter dilakukan dan pemberian anestesi sebelum penyisipan kateter dilakukan. Jika hipotensi tetap ada, dapat ditambahkan norepinephrine. • Meski episode vasovagal itu sendiri cenderung rendah, namun operator harus menyadari bahwa stimulasi vagal adalah salah satu temuan paling awal pada perforasi jantung karena perikardium terganggu oleh darah. • Gangguan konduksi (bundle branch block atau complete AV block) adalah penyebab bradikardia yang jarang terjadi. Hal tersebut dapat terjadi ketika ada endapan saat kateter mempengaruhi area bundel selama pemasangan kateterisasi jantung. • Jika pada saat blok cabang bundel kiri tejadi, katup aorta dilintasi oleh pasien dengan blok cabang bundel kanan yang sudah ada sebelumnya. Saat terjadi blok jantung keduanya, pemberian atropin jarang membantu.