Anda di halaman 1dari 38

Hanevi Djasri, dr.

, MARS
Puti Aulia Rahma, drg, MPH
Prof. Laksono Tirsnantoro, MSc, MPH, PhD
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK UGM

Fraud dan Permasalahannya


di Bidang Kesehatan dalam
Era JKN
Disampaikan pada Seminar & Workshop PERSI Jatim dengan Tema “Strategi
Memenangkan Pasar Perumahsakitan Melalui Optimalisasi Sumber Daya Rumah
Sakit di Era MEA dan JKN”, Surabaya, 20 April 2016
Perkenalan
 Hanevi Djasri, dr, MARS
 FK UI lulus tahun 1994, MARS UI lulus tahun 1997
 Peneliti dan Konsultan di PKMK FK UGM sejak 2003
 Dosen S1 FK & S2 (MMR, HPM) UGM sejak 2003
 Ketua Indonesian Healthcare Quality Network (IHQN)
sejak 2004
 Pengurus Pusat PERSI sejak 2011
 Pengelola Grup RS Swasta 1998-2003
Sistematika Penyampaian Materi
1. Pendahuluan
2. Bentuk-bentuk Fraud di FKRTL
3. Dampak Fraud Layanan Kesehatan
4. Amanat Permenkes No. 36 tahun 2015 terkait
Pencegahan Fraud
5. Isu-isu terkini terkait Fraud
1. Pendahuluan
 Aturan terkait fraud layanan kesehatan tercantum
dalam Permenkes No. 36 tahun 2015 tentang
Pencegahan Kecurangan (Fraud) dalam
Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan pada
SJSN
 Permenkes terdiri dari:
7 Bab
 31 Pasal
 Menjelaskan mulai dari pengertian hingga pemberian
sanksi bagi pelaku fraud
A. Pengertian Fraud Layanan
Kesehatan
 Dalam pasal 1: kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan pada Sistem Jaminan Sosial
Nasional yang selanjutnya disebut Kecurangan JKN adalah
tindakan yang:
 dilakukan dengan sengaja oleh peserta, petugas BPJS
Kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan, serta penyedia
obat dan alat kesehatan
 untuk mendapatkan keuntungan finansial dari program
jaminan kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional
 melalui perbuatan curang yang tidak sesuai dengan
ketentuan
B. Pelaku Fraud Layanan Kesehatan

 Dalam pasal 2: kecurangan JKN dapat dilakukan


oleh:
a.peserta;
b.petugas BPJS Kesehatan;
c.pemberi pelayanan kesehatan;
d.penyedia obat dan alat kesehatan.
C. Mengapa Provider yang Menjadi
Sorotan?
 Di seluruh dunia, provider menempati urutan
pertama pelaku fraud layanan kesehatan
Pelaku-Pelaku Fraud (America’s Health
Insurance Plans (AHIP))
Medical Professional (72%)
2. Bentuk-Bentuk Kecurangan (Fraud) di
FKRTL
 Dalam pasal 5 disebutkan tentang jenis fraud oleh FKRTL,
yaitu:
a.penulisan kode diagnosis yang berlebihan/upcoding;
b.penjiplakan klaim dari pasien lain/cloning;
c.klaim palsu/phantom billing;
d.penggelembungan tagihan obat dan alkes/inflated bills;
e.pemecahan episode pelayanan/services unbundling or
fragmentation;
f.rujukan semu/selfs-referals;
g.tagihan berulang/repeat billing;
h.memperpanjang lama perawatan/ prolonged length of stay;
i.memanipulasi kelas perawatan/type of room charge;
j.membatalkan tindakan yang wajib dilakukan/cancelled
services;
k.melakukan tindakan yang tidak perlu/no medical value;
l.penyimpangan terhadap standar pelayanan/standard of
care;
m.melakukan tindakan pengobatan yang tidak
perlu/unnecessary treatment;
n.menambah panjang waktu penggunaan ventilator;
o.tidak melakukan visitasi yang seharusnya/phantom visit;
p.tidak melakukan prosedur yang seharusnya/phantom
procedures;
q.admisi yang berulang/readmisi;
r.melakukan rujukan pasien yang tidak sesuai dengan
tujuan untuk memperoleh keuntungan tertentu;
s.meminta cost sharing tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
t.tindakan Kecurangan JKN lainnya
3. Dampak Fraud Layanan Kesehatan
Fraud Memberi Dampak Luas
Menyangkut Berbagai Pihak
 Bagi Negara:
 Berdasarkan laporan BPJS kesehatan, sampai dengan Juni 2015,
dengan pengawasan yang masih minim saja, telah terdeksi
sebanyak 175.774 klaim FKRTL dengan nilai sebesar Rp. 440
Milyar yang terduga Fraud  merugikan dana JKN
 Data klaim palsu saat “upcoding”  Mengganggu pengumpulan
data epidemiologi
 Bagi Provider:
 Dalam Permenkes No. 36 tahun 2015 ada ancaman sanksi bagi
pelaku kecurangan termasuk provider (walaupun belum
dilaksanakan)  merugikan nama baik provider
 Bagi Pasien
 Berpotensimendapat pelayanan substandar 
pemulangan rawat inap lebih cepat, pengurangan
pemeriksaan/ pelayanan yang seharusnya dilakukan
4. Amanat Permenkes No. 36 tahun 2015
terkait Pencegahan Fraud
Amanat Permenkes No. 36 tahun 2015

 Amanat untuk mencegah kecurangan (fraud)


layanan kesehatan di FKRTL tertuang dalam
Permenkes No. 36 tahun 2015 tentang Pencegahan
Kecurangan (Fraud) dalam Pelaksanaan Program
Jaminan Kesehatan pada SJSN
 Dalam Permenkes ini RS diamanatkan untuk
melakukan pencegahan fraud dengan upaya
sebagai berikut:
1. Membangun Sistem Pencegahan
Kecurangan JKN
 Dalam pasal 9 disebutkan bahwa FKRTL yang
bekerjasama dengan BPJS Kesehatan harus
membangun sistem pencegahan Kecurangan JKN
melalui:
 a. penyusunan kebijakan dan pedoman pencegahan
Kecurangan JKN  mendorong semua SDM untuk bekerja
sesuai etika, standar profesi, dan standar pelayanan
 b. pengembangan pelayanan kesehatan yang
berorientasi kepada kendali mutu dan kendali biaya 
manajemen yang efektif dan efisien
 c. pengembangan budaya pencegahan Kecurangan JKN
sebagai bagian dari tata kelola organisasi dan tata kelola
klinis yang berorientasi kepada kendali mutu dan kendali
biaya  transparan, akuntabel, rensponsibel, independen,
dan wajar
2. Pembentukan Tim Pencegahan
Kecurangan JKN
 Dalam pasal 18 disebutkan mengenai pembentukan Tim
Pencegahan Kecurangan JKN di FKRTL
 Tim pencegahan Kecurangan JKN di FKRTL terdiri atas unsur
satuan pemeriksaan internal, komite medik, perekam medis,
Koder, dan unsur lain yang terkait
 Tim dapat bekerjasama dengan BPJS Kesehatan sewaktu-
waktu
 Tugas:
a. melakukan deteksi dini Kecurangan JKN berdasarkan data
Klaim pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh FKRTL;
b. menyosialisasikan kebijakan, regulasi, dan budaya baru
yang berorientasi pada kendali mutu dan kendali biaya;
c. mendorong pelaksanaan tata kelola organisasi dan tata
kelola klinik yang baik;
d. meningkatkan kemampuan Koder, serta dokter dan petugas
lain yang berkaitan dengan Klaim;
e. melakukan upaya pencegahan, deteksi dan penindakan
Kecurangan JKN;
f. monitoring dan evaluasi; dan
g. pelaporan.
 Dalam pasal 19 disebutkan bahwa bila FKRTL belum memiliki
tim pencegahan Kecurangan JKN, pencegahan Kecurangan
JKN dapat dilakukan oleh tim pencegahan kecurangan JKN
di FKTP yang dibentuk oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
3. Melakukan Upaya-Upaya
Pencegahan Kecurangan
 Dalam pasal 20 disebutkben bentuk-bentuk upaya
pencegahan kecurangan sebagai berikut:
 a. peningkatan kemampuan Koder, dokter, serta
petugas lain yang berkaitan dengan Klaim; dan
 b. peningkatan manajemen dalam upaya deteksi
dini Kecurangan JKN  analisis data klaim,
investigasi, dan pelaporan hasil analisis data klaim dan
investigasi.
 Analisis data klaim dapat bekerjasama dengan
verifikator BPJS Kesehatan.
 Investigasi dilakukan oleh tim investigasi yang
ditunjuk oleh tim pencegahan Kecurangan JKN
dengan melibatkan unsur pakar, asosiasi rumah
sakit/asosiasi fasilitas kesehatan, dan organisasi
profesi.
 Investigasi dengan cara audit.
4. Pelaporan Hasil Deteksi dan
Investigasi
 Dalam pasal 24 disebutkan mengenai pelaporan hasil
deteksi dan investigasi:
 (1) Pelaporan hasil deteksi dan investigasi adanya dugaan
Kecurangan JKN dilakukan oleh tim pencegahan
Kecurangan JKN kepada pimpinan fasilitas kesehatan.
 (2) Pelaporan paling sedikit memuat:
a. ada atau tidaknya kejadian Kecurangan JKN yang ditemukan;
b. rekomendasi pencegahan berulangnya kejadian serupa di
kemudian hari; dan
c. rekomendasi sanksi administratif bagi pelaku Kecurangan
JKN.
5. Pengaduan
 Dalam pasal 25 disebutkan tentang proses pengaduan potensi
fraud:
 (1)Setiap orang yang mengetahui adanya tindakan Kecurangan
JKN dapat melakukan pengaduan secara tertulis.
 (2)Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada pimpinan fasilitas kesehatan, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Dinas Kesehatan
Provinsi.
 (3)Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memuat paling sedikit:
 a. identitas pengadu;
 b. nama dan alamat instansi yang diduga melakukan
tindakan Kecurangan JKN; dan
 c. alasan pengaduan.
6. Investigasi
 Dalam pasal 26 disebutkan tentang tindak lanjut
pasca pelaporan potensi fraud yaitu dengan
investigasi:
 (1) Pimpinan fasilitas kesehatan, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan/atau Dinas Kesehatan
Provinsi harus menindaklanjuti pengaduan dengan
cara melakukan investigasi.
 (2) Investigasi dilakukan dengan melibatkan BPJS
Kesehatan, tim pencegahan Kecurangan JKN di
FKTRL, atau tim pencegahan Kecurangan JKN FKTP
yang dibentuk Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
7. Sanksi Administrasi
 Dalam pasal 28 disebutkan tentang sanksi administrasi bagi
pelaku fraud:
 (1)Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Menteri,
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dapat memberikan sanksi
administratif bagi fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan,
dan penyedia obat dan alat kesehatan.
 (2)Sanksi administratif berupa:
 a. teguran lisan;
 b. teguran tertulis; dan/atau
 c. perintah pengembalian kerugian akibat Kecurangan
JKN kepada pihak yang dirugikan.
 (3)Dalam hal tindakan Kecurangan JKN dilakukan oleh
pemberi pelayanan atau penyedia obat dan alat
kesehatan, sanksi administrasi dapat ditambah dengan
denda paling banyak sebesar 50% dari jumlah
pengembalian kerugian akibat tindakan Kecurangan JKN.
 (5)Sanksi administrasi tidak menghapus sanksi pidana
5. Isu-isu Terkait Fraud Layanan Kesehatan
A. Sistem Pembiayaan Kesehatan
1. Tarif INA CBG’s belum dihitung berdasar unit cost
yang baik
2. Kemampuan pembiayaan kesehatan negara
belum optimal, perlu opsi sharing biaya dengan
pasien
3. Pembayaran jasa medis di internal RS masih belum
baik (belum berdasar sistem remunerasi yang baik)
B. Sistem Pelaporan dan Tindak Lanjut
Fraud
1. Belum ada sistem pelaporan khusus fraud layanan
kesehatan baik tingkat nasional maupun di
internal RS
2. Informasi-informasi terkait fraud yang dilakukan
berbagai aktor sudah cukup kuat terdengar, tapi
belum ada tindak lanjut yang nyata
3. “Kekuranghadiran” pemerintah baik pusat maupun
daerah dalam upaya penyelesaian dugaan fraud
oleh berbagai aktor
4. Belum ada metode deteksi potensi fraud yang
secara resmi dibakukan dan digunakan di
Indonesia
5. Data terkait potensi fraud yang dimiliki BPJS
Kesehatan tidak bisa diakses umum  tidak bisa
diolah untuk deteksi awal potensi fraud
C. Standar Pelayanan Kesehatan
1. Pedoman Nasional Praktek Kedokteran (PNPK)
sebagai panduan pelayanan kesehatan, belum
semua disusun.
2. Kalaupun sudah, sulit diakses  ada perbedaan
persepsi antara provider dan BPJS Kesehatan
mengenai standar pelayanan yang harus
digunakan
D. Gratifikasi
1. Turunnya mutu layanan kesehatan akibat fraud
diperparah dengan adanya isu gratifikasi oleh
perusahaan farmasi kepada dokter  peresepan
yang tidak rasional untuk pasien
Terima kasih
hanevi.djasri@ugm.ac.id

materi ini dapat didownload di


mutupelayanankesehatan.net

Anda mungkin juga menyukai