Anda di halaman 1dari 58

Oleh:

dr. Intan Purnamasari


Sindrom nefrotik merupakan kumpulan
gejala-gejala yang terdiri dari
 Proteinuria massif (≥40 mg/m2 LPB/jam atau
rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu
>2 mg atau dipstick ≥2+),
 Hipoalbuminemia (≤2,5 gr/dL),
 Edema
 Dapat disertai hiperkolestrerolemia (250
mg/uL).1
Angka kejadian Sindroma Nefrotik
Amerika dan Inggris dilaporkan antara2-7 per 100.000 anak berusia
dibawah 18 tahun pertahun

Diindonesia dilaporkan 6 kasus per 100.000 anak pertahun

Anak laki-laki dan perempuan 2:1

Departemen IKA FKUI RSCM jakarta, sindroma nefrotik merupakan


kujungan di poi klinik nefrologi dan penyebab terbesar gagal ginjal anak
Kongenital

Ideopatik

Sekunder
Proteinuria merupakan faktor penentu progresifitas sindrom nefrotik

Penurunan proteinuria secara parsial atau komplit menghasilkan fungsi ginjal


yang jauh lebih baik pada pasien gagal ginjal akibat diabetes ataupun non
diabetes

Koreksi proteinuria merupakan faktor resiko utama yang dapat dimodifikasi

Tujuan terapi SN adalah menurunkan proteinuria


I. IDENTIFIKASI
 Nama : Rosita
 Umur : 18 tahun
 kelamin : Perempuan
 Berat badan : 35 kg
 Panjang badan: 145 cm
 Agama : Islam
 Alamat : Kundi
 No. CM : 071143
 MRS : 01 Maret 2018
Keluhan utama: bengkak
RPK :
Pasien datang dengan keluhan bengkak di kedua kaki
dan perut sejak 1 minggu yang lalu. Selain itu pasien
juga mengeluh wajah dan kelopak mata bengkak
terutama di pagi hari dan berkurang saat siang hari.
Sesak tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak ada dan
BAB cair tidak ada. Makan dan minum seperti biasa.
Riwayat sakit kulit (-), trauma (-), sakit pinggang (-),
riwayat kencing berdarah (-), sakit perut (-).
RPD: tidak ada riwayat penyakit seperti diabetes
melitus, hipertensi, sistemik lupus erithematous,
TBC, keganasan, hepatitis b ataupun c, lepra, sifilis,
hiv
RPK: tidak ada riwayat keluarga yang mengalami
keluhan seperti pasien atau penyakit sistemik dan
keganasan serta penyakit kulit lainnya.
 1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Kompos mentis
 GCS : E4M6V5
 Pengukuran :
 Tanda vital : Tensi : 120/90 MmHg
 Nadi : 90x/menit
 Suhu : 36,5o C
 Respirasi : 20x/menit
 Berat badan : 35kg
 Tinggi badan : 145 cm
 Kulit : Warna : Kuning Langsat
 Sianosis : Tidak ada
 Hemangiom : Tidak ada
 Turgor : Cepat kembali
 Kelembaban : Cukup
 Pucat : Tidak ada
 Kepala : Bentuk : Normocepali
 Rambut : Warna : Hitam
 Tebal/tipis : Tebal
 Jarang/tidak (distribusi) : Tidak jarang
 Alopesia : Tidak ada
 Mata : Palpebra : Edema
 Alis & bulu mata : Tidak mudah dicabut
 Konjungtiva : Tidak anemis
 Sklera : Tidak ikterik
 Produksi air mata : Cukup
 Pupil : Diameter : 2 mm/2 mm
 Simetris : Isokor, normal
 Reflek cahaya langsung dan tak langsung : +/+
 Kornea : Jernih
 Telinga : Bentuk : Simetris
 Sekret : Tidak ada
 Serumen : Minimal
 Nyeri : Tidak ada
 Hidung : Bentuk : Simetris
 Pernafasan cuping hidung : Tidak ada
 Epistaksis : Tidak ada
 Sekret : Tidak ada
 Mulut : Bentuk : Normal
 Bibir : Mukosa bibir basah, sianosis tidak ada
 Gusi : - Tidak mudah berdarah
 - Pembengkakan tidak ada
 Lidah : Bentuk : Normal
 Pucat/tidak : Tidak pucat
 Tremor/tidak : Tidak tremor
 Kotor/tidak : Tidak kotor
 Warna : Kemerahan
 Faring : Hiperemi : Tidak ada
 Edema : Tidak ada
 Membran/pseudomembran : (-)
 Tonsil : Warna : Kemerahan
 Pembesaran : Tidak ada
 Abses/tidak : Tidak ada
 Membran/pseudomembran : (-)
 Leher :
 Vena Jugularis : Pulsasi : Tidak terlihat
 Tekanan : Tidak meningkat
 Pembesaran kelenjar leher : Tidak ada
 Kaku kuduk : Tidak ada
 Masa : Tidak ada
 Tortikolis : Tidak ada
 Thorak :
◦ Dinding dada/paru :
 Inspeksi : Bentuk : Simetris
 Retraksi : Tidak ada
 Dispnea : Tidak ada
 Pernafasan : Abdomino-thorakal
 Palpasi : Fremitus fokal : Simetris
 Perkusi : Sonor/sonor
 Auskultasi : Suara Napas Dasar : Suara napas
vesikuler
 Suara Napas Tambahan : Rhonki (-/-),
Wheezing (-/-), Gesekan pleura (-/-)
 Jantung :
 Inspeksi : Iktus : Tidak terlihat
 Palpasi : Apeks : Tidak teraba
 Thrill : Tidak ada
 Perkusi : Batas kanan : ICS IV LPS dextra
 Batas kiri : ICS V LMK sinistra
 Batas atas : ICS II LPS dextra
 Auskultasi :

 Frekuensi : 90 x/menit
 Suara dasar : BJ I > BJ II Tunggal, Reguler
 Bising : Tidak ada
 Abdomen
 Inspeksi : Bentuk : Cembung (perut kodok)
 Palpasi : Hati : Sulit dinilai
 Lien : Sulit dinilai
 Ginjal : Sulit dinilai
 Masa : sulit dinilai
 Undulasi : (+)
 Perkusi : Timpani/pekak : Timpani, shifting dullness (+)
 Asites : Ada
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Ekstremitas :
 Umum : Akral hangat, edema ekstremitas
bawah +/+ , parese (-)
 Pemeriksaan neurologis : dalam batas normal
 Parese nervus cranial (-)
 Genitalia : perempuan, labia mayora edema
 Anus : ada dan tidak ada kelainan
 Pemeriksaan laboratorium darah lengkap:
 Hb : 11,4 g/dl
 Trombosit : 322.000/l
 Leukosit : 10.120/l
 Neutrofil Segmen : 53%
 Albumin : 1,4 gr/dl
 Kolesterol total : 555 mg/dl
 Trigliserida : 892 mg/dl
 Urinalisa : Protein (+3)
 Sedimen Urin : Bakteri bentuk batang
 Malaria : Negatif
 Pasien an. Rosita, perempuan, 18 tahun
 BB 35kg
 Pasien datang dengan keluhan bengkak di kedua kaki
dan perut sejak 1 minggu yang lalu. Selain itu pasien
juga mengeluh wajah dan kelopak mata bengkak
terutama di pagi hari dan berkurang saat siang hari.
Sesak tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak ada,
BAB cair tidak ada. Makan dan minum seperti biasa.
Riwayat sakit kulit (-), trauma (-), sakit pinggang (-),
riwayat kencing berdarah (-), sakit perut (-) sesak
nafas (-) dan cepat capek (-)
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Kompos mentis GCS : 4-5-6
 Tensi : 120/90 MmHg
 Denyut Nadi : 90 kali/menit
 Pernafasan : 20 kali/menit
 Suhu : 36,5 oC
 Kulit : Turgor cepat kembali,
kelembaban cukup
 Kepala : Normocephali
 Mata : Edema palpebrae (+/+),
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), produksi air
mata cukup
 Telinga : Simetris, sekret (-/-), serumen minimal
 Mulut : Sianosis (-), mukosa bibir basah
 Thorak/paru: Retraksi (-), suara nafas vesikuler (+/+),
ronkhi (-/-), wheezing (-/-),
 Jantung : S1 dan S2 tunggal
 Abdomen : Cembung, bising usus (+) normal, asites (+),
hati/limpa/renal sulit dinilai
 Ekstremitas : Akral hangat, terdapat edeme pada kedua
tungkai bawah, parese tidak ada
 Susunan saraf : Nervi craniales I-XII tidak ada
kelainan
 Genitalia : Perempuan, Edema labia mayora
 Anus : Ada, tidak ada kelainan
◦ Diagnosa banding : Sindrom Nefrotik dd
Glomerulonefritis Akut
◦ Diagnosa kerja : Sindrom Nefrotik
◦ Status gizi : IMT 24
◦ IVFD Nacl asal tetes
◦ Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
◦ Inj. Furosemid 40 mg/8 jam
◦ Spironolactone 1x25mg
◦ Inj. Dexamethasone 5mg/8 jam
◦ Ranitidin 2x1 amp
◦ Simvastatin 1x20mg
◦ Finofibrate 1x300mg
◦ Urinalisa atau urin rutin
◦ Fungsi Ginjal ureum dan creatinin
◦ USG Abdomen dan Ginjal
◦ ANA Tes
◦ Hba1c
◦ Biopsi
 PROGNOSIS
 Quo ad vitam : Dubia
 Quo ad functionam: Dubia
 Quo ad sanationam: Dubia
 PENCEGAHAN
◦ Sanitasi dan hygiene lingkungan untuk mencegah terjadinya
infeksi sekunder.
◦ Memberikan penerangan yang cukup mengenai semua risiko
yang mungkin terjadi dan mengenai diet, yakni menghindari
makanan yang banyak mengandung garam dan lemak tetapi
memperbanyak makan makanan yang mengandung protein,
seperti putih telur, tahu, tempe dan ikan.
 Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran
klinik penyakit glomerular yang ditandai:
1. proteinuria masif >3,5 gram/24jam/1.73 m3
2. hipoalbuminemia,
3. edema,
4. hiperlipidemia,
5. lipiduria dan
6. hiperkoagulabilitas. [1,2,3]
1. Nefropati lesi minimal (75%-85%) lebih sering
ditemukan pada anak-anak
2. Nefropati membranosa (30%-50%) lebih sering
ditemukan pada orang dewasa
3. Perbandingan laki-laki dan wanita 2:1
4. SN idiopak 2-3 kasus/100.000 anak/tahun dan dewasa
3/1.000.000/tahun
5. SN paling sering disebabkan oleh diabetes melitus
A. glomerulonefritis (GN) primer:
1. GN lesi minimal (GNLM)
2. Glomerulosklerosis fokal (GSF)
3. GN membranosa (GNMN)
4. GN membranoproliferatif (GNMP)
5. GN proliferatif fokal segmental
 B. SN Sekunder
 . GN sekunder akibat:
 i. Infeksi: - HIV, Hepatitis virus B dan C
 - Sifilis, Malaria, Skistosoma
 - TBC, Lepra
 ii. Keganasan: -Adenokarsinoma paru, payudara,
kolon, limfoma hodgki, mieloma
multiple dan karsinoma ginjal
 iii. Penyakit jaringan penghubung: - SLE, artritis
reumatoid
 iv. Efek obat dan toksin: obat NSAID, preparat
emas, penisilinamin, probenesid,captopril
 v. Lain-lain: diabetes mellitus, amiloidosis, pre-
eklamsi, sengatan lebah.
 Sindroma nefrotik secara klinis dibagi 3:
 1. sindroma nefrotik bawaan
 2. sindroma nefrotik sekunder
 3. sindroma nefrotik ideopatik

 Pembagian patologi anatomi:


 1. kelainan minimal
 2. nefropati membranosa
 3. glomerulesklerosis fokal segmental
 4. glomerunefritis proliferatif membranosa
 5. glomerulonefritis proliferatif fokal
 Istirahat sampai edema berkurang (pembatasan
aktivitas)
 Diet protein
 Pembatasan garam atau asupan natrium sampai 1–2
gram/hari..
 Diet rendah kolestrol
 Pembatasan asupan cairan terutama pada penderita
rawat inap ± 900 sampai 1200 ml/ hari
 Pemberian iv albumin
 Diuretik
 Ace Inhibitor
 Kortikosteroid
 Statin
 Kelainan koagulasi dan timbulnya trombosis.
 Infeksi sekunder
 Gangguan tubulus renalis
 Gagal ginjal akut
 Anemia
 Peritonotis
 Gangguan keseimbangan hormon dan
mineral
1. Prognosis baik jika dapat didiagnosa segera
2. Prognosis baik jika respon terhadap
kortikosteroid dan jarang relaps.
 Resisten steroid
 Onset terjadi pada usia >10 tahun atau < 6 bulan
 Gejala mula-mula yang timbul adalah hematuria
makroskopik
 Kadar C3 yang rendah
 Adanya hipertensi dan hematuria makroskopik yang
persisten
 Remisi : ekskresi protein urine < 4 mg/hr/m2 selama 3
hari berturut-turut.
 Relaps : setelah mencapai remisi, pemeriksaan protein
urine 3 hari berturut-turut > 2+ .
 Relaps berulang (frequent) : relaps terjadi 2x atau lebih
dalam 6 bulan atau > 4x relaps dalam 12 bulan.
 Steroid dependen : terjadi relaps 2x berturut-turut selama
pengobatan steroid atau dalam waktu 14 hari penghentian
terapi.
 Steroid resisten : gagal mencapai respon (klinis dan
laboratorium tidak memperlihatkan perubahan) setelah 28
hari pengobatan dengan steroid dosis 60 mg/kgbb/hari.
 Pada kasus ini seorang perempuan berusia 17tahun
 Keluhan utama bengkak, dikelopak mata, wajah, perut dan
tungkai.
 Pemeriksaan laboratorium
 1. Serum albumin 1,4 g/dl (hipoalbuminemia)
 2. Kolestrole darah 555mg/dl dan trigliserida 892mg/dl
(hiperkolestrolemia)
 Protein urine +3 atau protein urin 200-500mg/dl

SN yaitu keadaan klinis yang terdiri dari edema


hipoalbuminemia, hiperlipidemia (hiperkolesterolemia) dan
proteinuria
 SN didiagnosa banding berdasarkan klasifikasi
penyebab SN yaitu glomerulonefrotis primer atau
idiopatik dan glomerulonefritis sekunder
 Secara teori kelainan minimal lebih sering ditemukan
pada anak-anak. pasien ini berusia 17 tahun menurut
UNICEF anak sebagai penduduk yang berusia antara
0 sampai 18 tahun, menurut pasal 1 butir 5 undang-
undang no 39 tahun 1999 tentang asasi manusia
menerangkan bahwa ”anak adalah setiap manusia
yang usia dibawah 18 tahun dan belum menikah”.
 Secara jenis kelamin kelainan minimal lebih beresiko terkena
pada anak laki-laki dua kali lipat lebih sering dari pada anak
perempuan. Jika dilakukan pemeriksaan histopatologi akan
terlihat gambaran glomeruli yang tampak normal atau hampir
normal pada mikroskop cahaya sedangkan dengan mikroskop
elektron terlihat adanya penyatuan podosit; hanya bentuk
glomerolunefritis mayor yang tidak memperlihatkan
imunopatologi. Jika terjadi kelainan minimal maka biasanya
prognosisnya baik.
 Glomerulonefritis membranosa lebih sering pada
dewasa dan usia pertengahan kisaran usia rata-rata
30-50 tahun, progresifitas dari penyakitnya lebih
lambat. Pasien ini termasuk anak-anak sehingga
untuk penyebab SN akibat glomerulonefritis
membranosa memiliki kemungkinan yang sangat
kecil karena jarang terjadi pada anak-anak. Jika
dilakukan pemeriksaan histopatologi akan kita
temukan adanya penebalan membrana basalis yang
dapat terlihat baik dengan mikroskop cahaya maupun
elektron.
 Glomerulonefritis proliferatif membranosa lebih sering
ditemukan pada pasien nefritis setelah infeksi streptococus.
Pasien ini tidak ada riwayat sakit tenggorokan maupun
riwayat kelainan dikulit sehingga diagnosa banding
glomerunefritis membranosa bisa tersingkirkan. Jika
dilakukan pemeriksaan histopatologi dengan menggunakan
mikroskop cahaya, MBG menebal dan terdapat proliferasi
difus sel-sel mesangial dan suatu penambahan matriks
mesangial serta perluasan mesangium berlanjut ke dalam
kumparan kapiler perifer, menyebabkan reduplikasi
membrana basalis (”jejak-trem” atau kontur lengkap).
Glomerulonefritis membranosa memiliki prognosis buruk.
 Glomerulonefritis fokal segmental secara teori lebih sering
ditemukan hematuri, hipertensi dan proteinuria selektif. Pasien
ini ada hipertensi ringan sehingga SN pada kasus ini juga bisa
didiagnosa banding dengan GNA karena gejala klinis yang
ditimbulkan sama yakni berupa edema dan hipertensi, sesuai
dengan teori diatas hipertensi lebih sering terjadi pada GNA.
Namun pada literatur lain dinyatakan bahwa hipertensi ringan
sedang sering ditemukan pada SN dan menjadi normotensi
bersamaan dengan peningkatan diuresis, sehingga dalam
penatalaksanaannya tidak perlu diberikan anti hipertensi. Hal
ini berbeda dengan hipertensi pada GNA, sering terjadi
hipertensi berat sehingga perlu terapi anti hipertensi.
 Glomerulonefritis proliferatif fokal secara teori lebih
sering ditemukan pada pasien sindroma nefritik,
Pemeriksaan histopatologi akan ditemukan
proliferatif glomeruler atau kerusakan yang terbatas
pada segmen glomerulus individual (segmental) dan
mengenai beberapa glomerulus (fokal). Pasien ini
sudah terdiagnosa sindroma nefrotik sehingga resiko
untuk terjadinya glomerulonefritis proliferatif fokal
menjadi sangat kecil. Prognosis glomerulonefritis
proliferatif fokal buruk.
 Pasien ini tidak memiliki riwayat penyakit-penyakit
sistemik seperti diabetes melitus ataupun riwayat
keluarga dengan diabetes melitus sehingga penyebab SN
karena DM bisa disingkirkan.
 Riwayat nyeri sendi maupun bengkak pada sendi, riwayat
pipi kemerahan, riwayat fotosensitivitas, riwayat luka-
luka dimulut yang tidak nyeri, pemakaian obat-obat
steroid lama tidak ada pada pasien. Kemungkinan SN
yang disebabkan oleh penyakit sistemik lupus
erithematous bisa tersingkirkan secara klinis, tetapi untuk
memastikan harus dilakukan pemeriksaan ANA tes,
karena pasien usia produktif , berjenis kelamin
perempuan. Sistemik Lupus erithematous wanita
dibanding pria yaitu 5,5-9 :1.
 Pemeriksaan fisik kulit tidak ditemukan adanya purpura yang
palpable dan tanda-tanda pendarahan saluran cerna sehingga
SN yang disebabkan oleh purpura anafilaktoid juga bisa
disingkirkan pada pasien ini.

 SN yang disebabkan oleh malaria bisa didiagnosis banding


karena pasien merupakan penduduk bangka belitung yang
merupakan daerah endemis malaria, namun hasil pemeriksaan
malaria negatif.

 SN akibat sifilis juga dapat disingkarkan pada pasien ini

 SN akibat TBC dapat disingkirkan berdasarkan anamnesis


dan pemeriksaan fisik
 SN akibat Hepatitis B dan C bisa disingkirkan
secara anamnesis dan pemeriksaan fisik

 SN akibat HIV maupun pemakaian obat-obat


yang berbahan kimia bisa disingkirkan pada
pasien berdasarkan anamnesis.

 SN akibat keganasan juga bisa disingkirkan


berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik
 setelah dilakukan diagnosa banding berdasarkan etiologi
penyebab SN maka dapat disimpulkan kemungkinan SN pada
pasien ini disebabkan oleh glumerulonefritis primer yang
berupa kelainan minimal karena secara teori lebih sering
terjadi pada anak-anak.
 Jadi diperlukan pemeriksaan biopsi ginjal dan pemeriksaan
ANA tes untuk menyingkirkan kemungkinan sistemik lupus
erithematous.
 Pasien ini dirawat inap selama beberapa hari dan dilanjutkan
dengan rawat jalan.
 secara klinis edema sudah mulai berkurang, tekanan darah
sudah mulai normal, pemberian obat dapat dilakukan secara
oral, pasien sudah terlihat sehat serta orangtua kooperatif
untuk terus memberikan dukungan dan pengobatan kepada
pasien selama dirumah.
 Pada pasien ini diberikan obat selama 28 hari dan dianjurkan
untuk kontrol agar dapat dilakukan pemeriksaan kadar protein
urinenya. Sehingga dapat diketahui apakah telah mencapai
remisi atau tidak. Bila tercapai remisi pengobatan dilanjutkan
namun bila tidak terdapat remisi atau terjadi relaps maka
dilakukan pengobatan lanjutan.
 Tatalaksana pada kasus ini yaitu diet tinggi kalori tinggi
protein rendah lemak, tetapi ada teori yang mengatakan
pemeberian protein memperberat kerja ginjal
 Secara medikamentosa diberikan diuretik berupa
furosemide dosis 3x1 ampul namun ditambahkan
menjadi 3x2 ampul dan ditambahkan spironolacton
1x25mg. Kemudian diberikan HCT 1x12,5mg yang
kemudian ditambahkan menjadi 1x25mg. Karena
ditakutkan terjadi hipokalemia ditambahkan lagi KSR
1x1
 Diuretik diberikan pada pasien yang tidak ada perbaikan
edema pada pembatasan garam, sebaiknya diberikan tiazid
dengan dikombinasi obat penahan kalsium seperti
spirinolakton, atau triamteren tapi jika tidak ada respon dapat
diberikan: furosemid, asam etakrin, atau butematid. Selama
pengobatan pasien harus dipantau untuk deteksi kemungkinan
komplikasi seperti hipokalemia, alkalosis metabolik atau
kehilangan cairan intravaskuler berat.
 simvastatin 1x20mg dan finofibrat 1x300mg disebabkan
karena kadar kolestrole total 555mg/dl dan kadar trigliserida
892mg/dl, secara teori dislipidemia pada SN diyakini dapat
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Jadi perlu
diberikan pencegahan.
 Pemberian kortikosteroid berupa injeksi dexamethasone
3x1ampul, secara teori dikatakan bahwa pemberian
kortikosteroid sebagai imunosupresan pada sindroma nefrotik
adalah golongan glukokortikoid yaitu prednisone, prednisolon
dan metilprednisolon.
 Ceftriaxone 2x1gr karena terdapat infeksi sekunder berupa
ISK berdasarkan temuan bakteri berbentuk batang dalam urin.
 Pemeriksaan protein urin terakhir sebelum dipulangkan adalah
+2
 dianjurkan makan makanan yang tidak banyak mengandung
garam dan lemak
 Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung protein
seperti putih telur, tahu dan tempe tetapi harus dalam kadar
normal jangan berlebihan karena dapat memperberat kerja dari
ginjalnya serta banyak mengkonsumsi sayur dan buah-buahan.
 Selain itu pasien juga harus menjaga kebersihan diri dan
lingkungan agar tidak terinfeksi sehingga tidak akan
memperparah sindroma nefrotiknya.
 Telah dilaporkan kasus sindrom nefrotik (SN) pada seorang
wanita berusia 17 tahun dengan berat badan 35 kg yang datang
ke RSUD sejiran setason dengan keluhan utama bengkak.
 Diagnosis Sindrom nefrotik (SN) ditegakkan berdasarkan
anamnesa dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan edema
palpebra, wajah, perut dan tungkai bawah sedangkan pada
pemeriksaan penunjang didapatkan adanya proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia.
 Untuk dapat mengetahui penyebab dari SN pada pasien ini dapat
dilakukan biopsi ginjal dan pemeriksaan ANA test untuk dapat
menyingkirkan kemungkinan SN disebakan oleh Sistemik Lupus
Erithematous.
 DAFTAR PUSTAKA
◦ Anonym. Cyclophosphamide untuk sindroma nefrotik [artikel]. Website:
Indonesia Kidney Care Club. [cited 2018, mar 12]. Available:
http://www.ikcc.or.id/content.php?c=2&id=170
◦ A.Aziz Rani, Soegondo S. Mansjoer A. et all. Sindrom Nefrotik. Panduan
Pelayanan Medik PAPDI. 3rd ed. Jakarta: PB. PAPDI. 2009
◦ Carta A. Gunawan. Sindrom Nefrotik: Patogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin
Dunia Kedokteran No. 150, 2006 53. Website: kalbe farma. [cited 2018, mar 15].
Available:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/18_150_SindromaNefrotikPatogenesis.pdf
/18_150_SindromaNefrotikPatogenesis.html
◦ Prodjosudjadi W. Sindrom Nefrotik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. 4th
ed. Jakarta: IPD FKUI. 2007. Hal: 547-549
◦ Eric P Cohen.Nephrotic Syndrome. Website: emedicine nephrology. Mar 17,
2010. [cited 2018, mar 12 ]. Available:
http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview
◦ Hull PR. Goldsmith DJ. Nephrotic syndrome in Adult [clinical review]. 2008:
vol.336.Website: BMJ. [cited 2018, mar 12]
◦ Price, Braunwald, Kasper, et all. Nephrotic Syndrome. Harrison’s Manual Of
Medicine. 17th ed. USA: McGraw Hill. 2008. Page: 803-806
◦ Hanno PM et al. Clinical manual of Urology 3rd edition. New York: Mcgraw-
hill.2001
◦ Stephen JM, William G. Nephrotic Syndrome. Pathophysiology of Disease. 5th
ed. USA: Lange-Mc Graw Hill. 2003. Page: 476-477

Anda mungkin juga menyukai