Anda di halaman 1dari 29

IDIOPATIK TROMBOSITOPENIA PURPURA

Disusun oleh :
dr.nurzulzilatun musdhalifatullah

Pembimbing
dr. H. Ilham Sp.PD

2017
BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

1. Identitas penderita

Nama penderita : Nn. AW

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 17 tahun

Alamat : jln.poros soppeng

Pekerjaan : tamatan SMA

II. ANAMNESIS

Kiriman dari : Sendiri

Dengan diagnosa :-

Cara pengkajian : Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan orang tua OS

Tempat pengkajian Bangsal Rawat Inap Namiroh

Tanggal : 28 Januari 1 Februari 2013

1. Keluhan Utama : Demam Tinggi

2. Riwayat penyakit sekarang :

Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, muncul demam tinggi pada malam hari

pada pasien. pasien juga mengeluhkan adanya pembengkakan di kedua leher atas, susah

menelan, dan ada bercak merah kebiruan di pelupuk mata, daerah siku dan kaki, serta
ada beberapa bintik merah yang ditemukan di tangan dan kaki, lidah terasa tebal dan

ada gusi berdarah.

3. Riwayat penyakit dahulu :

Pasien mengatakan 5 tahun terakhir berobat di RS awal bros makssar.. Dokter yang

merawat mengatakan kemungkinan besar pasien mengalami gangguan atau penyakit

yang di sebut dengan idiopatik trombositopenia purpura.

4. Riwayat Keluarga:
Keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa

Ikhtisar keturunan

Ket : Laki-laki

Perempuan

Sakit

Susunan keluarga :

No Nama Umur L/P Keterangan


1 Tn. S 47 tahun L Sehat
2 Ny. N 44 tahun P Sehat
3 Tn. A 26 tahun L Sehat
4 Nn. A 17 tahun P Sakit
5. Riwayat Sosial Lingkungan :

Anak tinggal bersama ibu di sebuah rumah berukuran 15x15 m2 terletak di

pinggir jalan dengan 3 kamar, dapur, wc, dan ruang tamu. Ventilasi udara dan cahaya

cukup. Jarak rumah dengan tetangga + 2 meter. Keperluan mandi, mencuci, BAK,

BAB, memasak dan minum menggunakan air PDAM. Pembuangan sampah di tempat

sampah.

Kesimpulan : kualitas lingkungan cukup baik

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : Tampak lemas

Kesadaran : Komposmentis

GCS : 456

2. Pengukuran

Tanda vital : Tekanan darah : 130/90

Nadi : 76 kali/menit

Suhu : 38 C

Respirasi : 20 kali/menit

Berat badan : 43 kg

Tinggi badan : 158 cm

3. Kepala : Bentuk : mesosefali


Lain-lain : -

Rambut : Warna : hitam


Tebal/tipis : tipis
Jarang/tidak (distribusi) : merata

Alopesia : tidak ada

Lain-lain : tidak ada

Mata : Palpebra : edem (-/-), hematom (+/-)


Alis & bulu mata : tidak mudah dicabut
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Produksi air mata : cukup
Pupil : Diameter: 1 mm/1 mm
Simetris : isokor, normal
Reflek cahaya : (+/+)

Kornea : jernih/jernih

Telinga : Bentuk : simetris


Sekret : tidak ada
Serumen : minimal

Nyeri : tidak ada

Hidung : Bentuk : simetris


Pernafasan cuping hidung : tidak ada
Epistaksis : tidak ada

Sekret : tidak ada

Mulut : Bentuk : simetris


Bibir : mukosa bibir kering
Gusi : mudah berdarah
- pembengkakan tidak ada

Gigi-geligi : ada beberapa gigi yg keropos

Lidah : Bentuk : normal


Pucat/tidak : tidak pucat
Kotor/tidak : tidak kotor

Warna : kemerahan
Lain-lain : lidah gosong

Faring : Hiperemi : tidak ada


Edema : tidak ada

Membran/pseudomembran : (-)

Tonsil : Warna : kemerahan


Pembesaran : tidak ada
Abses/tidak : tidak ada
Membran/pseudomembran : (-)

4. Leher :

Vena Jugularis : Pulsasi : tidak terlihat

Tekanan : tidak meningkat

Pembesaran kelenjar leher : tidak ada

Kaku kuduk : tidak ada

Masa : tidak ada

Tortikolis : tidak ada

5. Toraks :

a. Dinding dada/paru :

Inspeksi : Bentuk : simetris


Retraksi : tidak ada
Dispnea : tidak ada
Pernafasan : abdominal
Palpasi : Fremitus fokal : simetris
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : Suara Napas Dasar : vesikuler
Suara Napas Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi : Iktus : tidak terlihat
Palpasi : Apeks : tidak teraba
Thrill : tidak ada
Perkusi: kesan kardiomegali (-)
Auskultasi :
Frekuensi : 80 x/menit
Suara dasar : S1 dan S2 tunggal
Bising : tidak ada Derajat : (-)

Lokasi : (-)
Punctum max : (-)

Penyebaran : (-)

6. Abdomen :

Inspeksi : Bentuk : supel

Palpasi : Hati : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ginjal : tidak teraba

Masa : tidak ada

Perkusi : Timpani/pekak : timpani

Asites : tidak ada

Auskultasi : bising usus (+) normal

7. Ekstremitas :

- Umum : akral hangat, edem tidak ada, parese tidak ada,

8. Genitalia : Perempuan, tidak ada kelainan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

DARAH LENGKAP HASIL NILAI NORMAL


WBC 17.400 4.000-10.000/uL
RBC 4.760.000 3.500.000-5.500.000/uL
HGB 15,4 11,0-16,0 %
HCT 45,2 37-54 %
PLT 20.000 150.000 450.000 / uL
KIMIA DARAH
GDS 92 60-150 mg/dL
SGOT P<25/W<31
SGPT P<41/W<32
Bilirubin Total 0-1,0
Bilirubin Direck 0-0,25
Bilirubin Indireck 0-0,75
Protein Total 6,6-8,7
Albumin 3,2-4,5
Globulin 2,3-3,5
HBA1c
Cholesterol 150-220
Asam Urat P 2,5-7 / W 2-6
Ureum 10-40mg/Dl
Creatinin 0,5-1,5 mg/dL

ELEKTROLIT
Natrium 135-155 mmol/L
Kalium 3,6-5,5 mmol/L
Chloride 95-108 mmol/L
Hbs Ag
Ab HIV

Diagnosis
Susi ITP

2.5 Terapi
- IVFD RL 20 tpm
- Injeksi asam traneksamat 1amp/12j/iv
- Injeksi Ranitidine 1amp/12j/iv
- Metilprednisolon 1amp/12j/iv
- Neurosanbe/drips

FOLLOW UP

17/8/2017 S : Keluar darah pada gusi - IVFD RL 20 tpm


O : CM, TD: 120/70, N; 82x/I, RR:20 - Injeksi asam traneksamat
Ane -/- ikt -/- rhonki -/- wheezing -/- 1amp/12j/iv
BU (+), Nyeri Tekan abdomen (-) massa (-) - Injeksi Ranitidine 1amp/12j/iv
A : susp.ITP - Metilprednisolon 1amp/12j/iv
- Neurosanbe/drips

18/8/2017 S : Keluar darah pada gusi - IVFD RL 20 tpm


O : CM, TD: 120/70, N; 82x/I, RR:20 - Injeksi asam traneksamat
Ane -/- ikt -/- rhonki -/- wheezing -/- 1amp/12j/iv
BU (+), Nyeri Tekan abdomen (-) massa (-) - Injeksi Ranitidine 1amp/12j/iv
A : susp.ITP - Metilprednisolon 1amp/12j/iv
- Neurosanbe/drips
- Neurosanbe/drips

19/8/2017 S : Keluar darah pada gusi - IVFD RL 20 tpm


O : CM, TD: 120/70, N; 82x/I, RR:20 - Injeksi asam traneksamat
Ane -/- ikt -/- rhonki -/- wheezing -/- 1amp/12j/iv
BU (+), Nyeri Tekan abdomen (-) massa (-) - Injeksi Ranitidine 1amp/12j/iv
A : susp.ITP - Metilprednisolon 1amp/12j/iv
- Neurosanbe/drips

V. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam

VI. PENCEGAHAN
- Bed rest hingga kondisi stabil

- Asupan makanan dan minuman yg cukup

- Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai kondisi pasien


BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis ITP akut didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang. Pada kasus ini diagnosa ITP akut, ditegakkan berdasarkan:

1. Anamnesis

Onsetnya akut, Hal ini sesuai dengan anamnesis (9). Kelainan yang paling sering ditemukan

ialah petekie dan kemudian ekimosis yang dapat tersebar di seluruh tubuh. Keadaan ini kadang-

kadang dapat dijumpai pada selaput lender terutama hidung dan mulut sehingga dapat terjadi

epistaksis dan perdarahan gusi dan bahkan dapat timbul tanpa kelainan kulit (5).

Dari hasil anamnesis pada kasus ini, ditemukan gejala yang mendukung diagnosis ITP

akut, yaitu:
Terdapat petekie di seluruh tubuh tanpa disertai manifestasi perdarahan lain.
Riwayat Mondok karena ITP beberapa hari sebelumnya

2. Pemeriksaan Fisik

Pada ITP akut dan berat dapat timbul pula pada selaput lender yang berisi darah (bula

hemoragik). Gejala lainnya ialah perdarahan traktus genitourinarius (menoragia, hematuria);

traktus digestivus (hematemesis, melena), pada mata (konjungtiva, retina) dan yang terberat

namun agak jarang terjadi ialah perdarahan pada SSP (perdarahan subdural dan lain-lain). Pada

pemeriksaan fisis umumnya tidak banyak dijumpai kelainan kecuali adanya petekie dan

ekimosis. Pada kira-kira seperlima kasus dapat dijumpai splenomegali ringan (terutama pada

hipersplenisme). Akan tetapi, pada kasus ini tidak ditemukan splenomegali. Mungkin pula
ditemukan demam ringan bila terdapat perdarahan berat atau perdarahan traktus

gastrointestinalis. Renjatan (shock) dapat terjadi bila kehilangan darah banyak (5).

Secara klinis ITP dapat dibagi dalam 3 tingkat (9)

Ringan : hanya petekia.


Sedang : ekimosis, epistaksis dan gross hematuria.
Berat : purpura berat, atau perdarahan retina.
Pada pasien ini tergolong ITP ringan.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pada ITP dapat dijumpai kelainan laboratorium berupa :

- Darah tepi : trombosit paling sering antara 10.000/50.000/mm3 (1)


- Sumsum tulang: jumlah megakariosit meningkat disertai inti banyak

(multinuclearity) disertai lobulasi (1)


- Imunologi: adanya antiplatelet Ig G pada permukaan trombosit atau dalam serum.

Yang lebih spesifik adalah antibodi terhadap gpHb/IIIa atau gpIb (1)
- anemia normositik, bila lama dapat berjenis mikrositik hipokromik (7).

Pemeriksaan laboratorium yang khas pada ITP ialah trombositopenia. Jumlah trombosit

dapat mencapai nol. Anemia biasanya normositik dan sesuai dengan jumlah darah yang hilang.

Bila telah berlangsung lama maka dapat berjenis mikrositik hipokromik. Pada pasien ini

dilakukan pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia (19.000 ribu/ul) yang

mendukung diagnosis. Hasil laboratorium juga menunjukkan anemia normositik normokromik

sesuai teori. Pemeriksaan punksi sumsum tulang merupakan pemeriksaan yang penting untuk

membedakan dengan penyebab trombositopenia lain, seperti Anemia Aplastik, Leukemia

Limfatik Akut, dan Purpura Trombositopenik Trombotik (6). Oleh karena itu, pada pasien ini

direncanakan untuk dilakukan BMP. Akan tetapi, jawaban konsulen dari spesialis patologi klinik

menyatakan pasien belum ada indikasi BMP dan mengingat risiko infeksi cukup besar.
Diagnosis banding disingkirkan berdasarkan anamnesa. Dari anamnesa pasien tidak ada

demam dan gejala prodromal lain yang menyingkirkan DBD yang berdasarkan kriteria WHO

1997 harus memenuhi kriteria dibawah ini (10):

- Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

- Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif,

petekie, ekimosis, atau purpura, perdarahan mukosa (tersering epistaksis

atauperdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain, hematemesis atau melena.

- Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ml)

- Terdapat minimal satu tanda-tansa plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai

berikut: peningkatan hematokrit > 20 % dibandingkan standar sesuai dengan umur

dan jenis kelamin, penurunanhematokrit > 20 % setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya, tanda kebocoran plasma seperti :

efusi pleura, ascites, hipoproteinemia, atau hiponatremia.

Pada kasus, kriteria WHO hanya terpenuhi dua yaitu manifestasi perdarahan berupa

petekie dan trombositopenia.

Untuk diagnosis varicella disingkirkan dengan tidak adanya gejala prodromal 1 hari

sebelum ruam muncul dan sebaran lesi yang tidak menyebar secara sentrifugal dari muka, kulit

kepala, menyebar ke badan dan ekstremitas. Pada pasien ini ruam tersebar dimulai dari tangan .

Untuk diagnosis morbili disingkirkan karena tidak ada manifestasi prodromal selama tiga

hari pertama berupa batuk, pilek, dan konjungtivitis. Pada morbili, ruam dimulai dari kepala,

(sering di atas garis rambut), dan menyebar ke seluruh bagian tubuh dalam 24 jam secara

menurun, pada pasien ini muncul petekie pertama kali di tangan (10).
Pemeriksaan punksi sumsum tulang merupakan pemeriksaan yang penting untuk

membedakan dengan penyebab trombositopenia lain, seperti Anemia Aplastik, Leukemia

Limfatik Akut, dan Purpura Trombositopenik Trombotik (11). Oleh karena itu, pada pasien ini

direncanakan untuk dilakukan BMP.

BAB II

Selayang Pandang

ITP (idiophatic thrombocytopenic purpura) adalah kelainan akibat trombositopenia yang

tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), tetapi sekarang diketahui bahwa sebagian besar

kelainan ini disebabkan oleh proses imun karena itu disebut juga sebagai autoimmune

thrombocytopenic purpura (1,2). The American Society of Hematology 2011 mendefinisikan

ITP sebagai kelainan autoimun yang dicirikan dengan destruksi immunologis terhadap trombosit

normal yang biasanya terjadi terhadap stimulus yang tidak diketahui (2). ITP dicirikan dengan

trombositopenia persisten (trombosit < 150 x 10 9/ L) (4). Kelainan ini dahulu dianggap

merupakan suatu golongan penyakit dan disebut dengan berbagai nama misalnya morbus

makulosus Werlhofi, sindrom hemogenik, purpura trombositolitik. Disebut idiopatik ialah untuk

membedakan dengan kelainan hematologis lain seperti misalnya anemia, kelainan leukosit. Pada
ITP biasanya tidak disertai anemia atau kelainan lainnya kecuali bila banyak darah yang hilang

karena perdarahan (5).

ITP lebih sering dijumpai pada anak dan dewasa muda. Pada anak yang tersering ialah di

antara umur 2-8 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki (perbandingan

berkisar di antara 4:3 dan 2:1 serta akan menjadi lebih nyata setelah pubertas (5).

Etilologi ITP belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan berbagai kemungkinan di

antaranya ialah hipersplenisme, infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela, dan

sebagainya), intoksikasi makanan atau obat (asetosal, PAS, fenilbutazon, diamox, kina,

sedormid) atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan faktor pematangan

(misalnya malnutrisi), DIC (misalnya pada DSS, leukimia, ARDS pada bayi) (5).

Awitan PTI biasanya akut dengan gambaran ekimosis, petekie, epistaksis, atau gejala

perdarahan lain. Biasanya secara klinis tidak dijumpai kelainan lain (6). Sering terjadi 1-3

minggu setelah infeksi saluran nafas atas. Timbul becak petekie yang tersebar luas, kemudian

berkembang menjadi titik-titik purpura kecil. Mungkin terdapat perdarahan dari hidung atau

dalam membran mukosa. Jarang didapatkan perdarahan intrakranial yang serius (7). Kelainan

pada kulit tidak disertai eritema, pembengkakan, atau peradangan (5).

Perjalanan penyakit ITP dapat bersifat akut dan kemudian menghilang sendiri (self

limited) atau menahun dengan atau tanpa remisi dan kambuh (5). Umumnya penyembuhan

penyakit ini baik. Tujuh puluh lima persen anak mengalami penyembuhan sempurna dalam satu

bulan. Transfusi trombosit dan darah jarang diperlukan. Kortikosteroid mengurangi risiko

perdarahan masif. Splenektomi dilakukan pada sejumlah kecil anak yang mengalami

trombositopenia persisten atau berulang (7).


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. ITP

Definisi

Purpura trombositopenia idiopatik ialah suatu keadaan perdarahan berupa petekie atau

ekimosis di kulit ataupun selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan jumlah

trombosit karena sebab yang tidak diketahui. PTI pada anak yang tersering terjadi antara umur 2-

8 tahun, lebih sering pada wanita (7). Kelainan ini dahulu dianggap merupakan suatu golongan

penyakit dan disebut dengan berbagai nama misalnya morbus makulosus Werlhofi, sindrom

hemogenik, purpura trombositolitik. Disebut idiopatik ialah untuk membedakan dengan kelainan

hematologis lain seperti misalnya anemia, kelainan leukosit. Pada ITP biasanya tidak disertai

anemia atau kelainan lainnya kecuali bila banyak darah yang hilang karena perdarahan (5).

ITP lebih sering dijumpai pada anak dan dewasa muda. Pada anak yang tersering ialah di

antara umur 2-8 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki (perbandingan

berkisar di antara 4:3 dan 2:1 serta akan menjadi lebih nyata setelah pubertas (5).

Etiologi
Etilologi ITP belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan berbagai kemungkinan di

antaranya ialah hipersplenisme, infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela, dan

sebagainya), intoksikasi makanan atau obat (asetosal, PAS, fenilbutazon, diamox, kina,

sedormid) atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan faktor pematangan

(misalnya malnutrisi), DIC (misalnya pada DSS, leukimia, ARDS pada bayi) (5).

Hal ini diketahui dengan ditemukannya zat anti terhadap trombosit dalam darah

penderita. Pada neonates kadang-kadang ditemukan trombositopenia neonatal yang disebabkan

inkompatibilitas golongan darah trombosit antara ibu dan bayi (isoimunisasi). Prinsip

patogenesisnya sama dengan inkompatibilitas rhesus atau ABO (5).

Jenis antibodi trombosit yang sering ditemukan pada kasus yang mempunyai dasar

imunologis ialah anti P1E1 dan anti P1E2. Mencari kemungkinan penyebab ITP ini penting

untuk menentukan pengobatan, penilaian pengobatan dan prognosis (5).

Dalam Guidline 2011 dari American Society of Hematology disebutkan (4):

Klasifikasi
Secara klinik dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan durasi trombositopenia, yaitu (1,

2):

- ITP akut
ITP akut jika tidak lebih dari enam bulan (2). ITP akut lebih sering terjadi pada anak,

setelah infeksi virus akut atau vaksinasi, sebagian besar sembuh spontan, tetapi 5-10 %

berkembang menjadi kronik (berlangsung lebih dari 6 bulan). Diagnosis sebagian besar

melalui ekslusi. Jika trombosit lebih dari 20 x 10 9/l tidak diperlukan terapi khusus. Jika

trombosit kurang dari 20 x 109/l dapat diberikan steroid atau immunoglobulin intravena.
- ITP kronik
ITP kronik terutama dijumpai pada wanita umur 15-50 tahun. Perjalanan penyakit

bersifat kronik, hilang timbul berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Jarang mengalami

kesembuhan spontan.

Distribusi

Lebih sering dijumpai pada anak dan dewasa muda. Pada anak yang tersering ialah di

antara umur 2-8 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki (perbandingan

berkisar di antara 4:3 dan 2:1 serta akan menjadi lebih nyata setelah pubertas) (5).

Patogenesis

Purpura trombositopenik autoimun masa kanak-kanak (ITP masa kanak-kanak)

merupakan kelainan yang lazim pada anak yang biasanya menyertai infeksi virus akut. ITP pada

masa kanak-kanak disebabkan oleh antibodi (IgG atau IgM) yang melekat pada membran

trombosit. Keadaan ini menyebabkan destruksi trombosit yang diselubungi antibodi dalam

limpa. Kadang-kadang, ITP dapat merupakan gejala yang muncul pada penyakit autoimun

seperti SLE. Sekitar 80% anak mengalami penyembuhan ITP secara spontan dalam 6 bulan

sesudah diagnosis. Anak kecil secara khas menunjukkan keadaan ini dalam 1-4 minggu sesudah
penyakit virus, dengan petekie, purpura, dan epistaksis yang mulai mendadak. Trombositopenia

biasanya berat. Adenopati atau hepatosplenomegali yang bermakna tidak biasa terjadi, dan

jumlah eritrosit serta leukosit tetap normal. Diagnosis ITP biasanya tidak memerlukan

pemeriksaan sumsum tulang. Namun, jika terdapat temuan-temuan atipik, pemeriksaan sumsum

tulang diindikasikan untuk mengesampingkan kelainan infiltrat (misalnya, leukemia) atau proses

aplastik (misalnya, anemia aplastik). Pada ITP, pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan

peningkatan megakariosit dengan elemen eritroid serta mieloid normal (6).

Perdarahan serius, terutama perdarahan intracranial, terjadi pada kurang dari 1% pasien

dengan ITP. Tetapi jarang diindikasikan untuk hitung trombosit diatas 30.000/mm3. Tetapi tidak

memengaruhi keluaran ITP jangka panjang, tetapi dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah

trombosit secara cepat. Untuk perdarahan klinis atau trombositopenia berat (hitung trombosit

<20.000/mm3), pilihan terapeutik adalah prednisone 2-4 mg/kg/24 jam selama 2 minggu, IVIG 1

g/kg/24 jam selama 1-2 hari, atau anti-D IV (WinRho-SD) 50 g/kg/dosis untuk individu Rh-

positif. Semua pendekatan ini tampak bekerja dengan mengurangi laju pembersihan trombosit

yang tersensitisasi bukannya penurunan produksi antibodi. Pilihan terapi yang optimal adalah

kontroversial. Spelenektomi diindikasikan pada ITP akut yang hanya untuk perdarahan yang

mengancam jiwa (6).

Pada ITP jumlah trombosit menurun disebabkan oleh trombosit diikat oleh antibodi,

terutama IgG. Antibodi terutama ditujukan terhadap gpIIb-IIIa atau Ib. Trombosit yang

diselimuti antibodi kemudian difagositir oleh makrofag dalam RES terutama lien, akibatnya akan

terjadi trombositopenia. Keadaan ini menyebabkan kompensasi dalam bentuk peningkatan

megakariosit dalam sumsum tulang (1).


Anemia hemolitik mikroangiopati (microangiopathic hemolytic anemia [MAHA])

biasanya dikaitkan dengan trombositopenia, anemia sekunder akibat destruksi eritrosit

intravascular, dan pengosongan faktor pembekuan. Anak dengan MAHA biasanya cukup parah.

Pada anak dengan DIC, endapan benang-benang fibrin dalam pembuluh darah dan aktivasi

thrombin maupun plasmin menyebabkan kelainan hemostasis dalam cakupan-luas disertai

aktivasi dan pembersihan trombosit. Sindrom hemolitik-uremik terjadi akibat pemajanan

terhadap toksin yang merangsang terjadinya jejas endotel, pengendapan fibrin, dan aktivasi serta

pembersihan trombosit. Pada purpura trombositopenik trombotik, konsumsi trombosit yang

dipercepat atau diperberat oleh faktor plasma atau kekurangan faktor penghambat muncul

sebagai proses primer, dengan endapan fibrin sedang dan destruksi eritrosit (6).

Telah lama diduga bahwa ITP diperantarai oleh autoantibodi, sejak trombositopenia

transien terjadi pada neonatus mempengaruhi wanita, kecurigaan ini dikonfirmasi8 dengan

perkembanagn dasar trombositopenia transien pada resipien sehat setelah transfer plasma pasif,

termasuk fraksi kaya-IgG, dari pasien dengan ITP. Trombosit dilingkupi dengan autoantibodi Ig-

G sepanjang reseptor Fc yang diekspresikan oleh jaringan makrofag, umumnya paling banyak

di hati dan lien. Sebagai kompensasi terjadi peningkatan jumlah trombosit yang terjadi pad

sebagian besar pasien. Produksi trombosit muncul sebagai hasil destruksi intrameduller

trombosit yang dilingkupi antibodi oleh makrofag atau inhibisi megakariositpoesis. Jumlah

trombopoetin tidak meningkat, gambaran dari megakariosit normal (8).

Metode yang digunakan sebelumnya untuk menterapi ITP ditinjau dari berbagai aspek

berbeda pada siklus produksi antibodi dan sensitisasi trombosit, pemebersihan, dan produksi.

Skema patogenesis dan titik tangkap masing-masing terapi pada ITP dapat dilihat pada skema

berikut (8).
Gejala

Dapat timbul mendadak, terutama pada anak, tetapi dapat pula hanya berupa kebiruan

atau epistaksis selama jangka waktu yang berbeda-beda. Tidak jarang terjadi gejala timbul

setelah suatu peradangan atau infeksi saluran nafas bagian atas akut (5).
Kelainan yang paling sering ditemukan ialah petekie dan kemudian ekimosis yang dapat

tersebar di seluruh tubuh. Keadaan ini kadang-kadang dapat dijumpai pada selaput lender

terutama hidung dan mulut sehingga dapat terjadi epistaksis dan perdarahan gusi dan bahkan

dapat timbul tanpa kelainan kulit (5).

Pada ITP akut dan berat dapat timbul pula pada selaput lender yang berisi darah (bula

hemoragik). Gejala lainnya ialah perdarahan traktus genitourinarius (menoragia, hematuria);

traktus digestivus (hematemesis, melena), pada mata (konjungtiva, retina) dan yang terberat

namun agak jarang terjadi ialah perdarahan pada SSP (perdarahan subdural dan lain-lain). Pada

pemeriksaan fisis umumnya tidak banyak dijumpai kelainan kecuali adanya petekie dan

ekimosis. Pada kira-kira seperlima kasus dapat dijumpai splenomegali ringan (terutama pada

hipersplenisme). Mungkin pula ditemukan demam ringan bila terdapat perdarahan berat atau

perdarahan traktus gastrointestinalis. Renjatan (shock) dapat terjadi bila kehilangan darah banyak

(5).

Pada ITP menahun, umumnya hanya ditemukan kebiruan atau perdarahan abnormal lain

dengan remisi spontan dan eksaserbasi. Remisi yang terjadi umumnya tidaklah sempurna. Harus

waspada terhadap kemungkinan ITP menahun sebagai gejala stadium praleukemia (5).

Pemeriksaan laboratorium

Yang khas ialah trombositopenia. Jumlah trombosit dapat mencapai nol. Anemia biasanya

normositik dan sesuai dengan jumlah darah yang hilang. Bila telah berlangsung lama maka dapat

berjenis mikrositik hipokromik. Bila sebelumnya terdapat perdarahan yang cukup hebat, dapat

terjadi anemia mikrositik. Leukosit biasanya normal, tetapi bila terdapat perdarahan hebat dapat
terjadi leukositosis ringan dengan pergeseran ke kiri. Pada keadaan yang lama dapat ditemukan

limfositosis relatif atau bahkan leucopenia ringan (5).

Sumsum tulang biasanya memberikan gambaran yang normal, tetapi jumlah dapat pula

bertambah, banyak dijumpai megakariosit muda berinti metamegalialuariosit satu, sitoplasma

lebar dan granulasi sedikit (megakariosit yang mengandung trombosit) jarang ditemukan,

sehingga terdapat maturation arrest pada stadium megakariosit (5).

Sistem lain biasanya normal, kecuali bila terdapat perdarahan hebat maka akan

ditemukan hiperaktif sistem eritropoetik. Beberapa penyelidik beranggapan bahwa ditemukannya

eosinofil dalam jumlah banyak (lebih dari normal) merupakan petunjuk bahwa prognosis

penyakit baik (5).

Selain kelainan hematologis di atas, mekanisme pembekuan memberikan kelainan berupa

masa perdarahan memanjang. Rumpel-Leede umumnya positif, tetapi masa pembekuan normal,

retraksi bekuan abnormal dan prothrombin consumption time memendek. Pemeriksaan lainnya

normal (5).

Pengobatan

1. ITP akut (5)


a. Tanpa pengobatan, karena dapat sembuh secara spontan.
b. Pada keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteroid (prednisone) peroral dengan

atau tanpa transfusi darah.


Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan belum terlihat tanda kenaikan jumlah

trombosit, dapat dianjurkan pemberian kortikosteroid karena biasanya perjalanan

penyakit sudah menjurus kepada ITP menahun


c. Pada trombositopenia yang disebabkan oleh DIC, dapat diberikan heparin intravena.

Pada pemberian heparin ini sebaiknya selalu disiapkan antidotumnya yakni protamin

sulfat.
d. Bila keadaan sangat gawat (perdarahan otak) hendaknya diberikan transfuse suspense

trombosit.
2. ITP menahun (5)
a. Kortikosteroid, diberikan selama 6 bulan.
b. Obat imunosupresif (missal 6-merkaptopurin, azatioprin, siklofosfamid). Pemberian

obat golongan ini didasarkan atas adanya peranan proses imunologis pada ITP

menahun.
c. Splenektomi dianjurkan bila tidak diperoleh hasil dengan penambahan obat

imunosupresif selama 2-3 bulan. Kasus seperti ini dianggap telah resisten terhadap

prednison dan obat imunosupresif, sebagai akibat produksi antiboditerhadap

trombosit yang berlebihan oleh limpa. Splenektomi seharusnya dikerjakan dalam

waktu 1 tahun sejak permulaan timbulnya penyakit, karena akan memberikan angka

remisi sebesar 60-80%. Splenektomi yang dilakukan terlambat hanya memberikan

angka remisi sebesar 50% (2).


Indikasi splenektomi (5):
- Resisten setelah pemberoan kombinasi kortikosteroid dan obat imunosupresif

selama 2-3 bulan.


- Remisis spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian kortikosteroid saja

dengan gambaran klinis sedang sampai berat.


- Penderita yang menunjukkan respon terhadap kortikosteroid namun memerlukan

dosis yang tinggi untuk mempertahankan keadaan klinis yang baik tanpa adanya

perdarahan.

Indikasi kontra splenektomi (5)

Sebaiknya splenektomi dilakukan setelah anak berumur lebih dari 2 tahun,

kerna sebelum umur 2 tahun fungsi limpa terhadap infeksi belum dapat diambil
alih oleh alat tubuh yang lain (hati, kelenjar getah bening, timus). Hal ini

hendaknya diperhatikan, terutama di negeri yang sedang berkembang karena

mortalitas dan morbiditas akibat infeksi masih tinggi.

Dosis obat yang dipakai

Prednison: 2-5 mg/kgBB/hari peroral. Hati-hati terhadap akibat samping karena

pemberian yang lama (tuberkulosis, penambahan kalium dan pengurangan natrium dalam diet,

pemberian ACTH pada waktu tertentu) (5).

- Merkaptopurin: 2,5-5 mg/kgBB/hari peroral


- Azatioprin (imuran): 2-4 mg/kgBB/hari peroral
- Siklofosfamid (Endoxan): 2 mg/kgBB/hari peroral
- Heparin: 1 mg/kgBB intravena, dilanjutkan dengan dosis 1 mg/kgBB perinfus setiap 4

jam sampai tercapai masa pembekuan lebih dari 30 menit (1 mg ekuivalen dengan 100

U).
- Protamin sulfat: dosis sama banyaknya dengan jumlah mg heparin yang telah diberikan.

Pemberiannya secara intravena.


- Transfusi darah: umumnya 10-15ml/kgBB/hari. Dapat diberikan lebih banyak pada

perdarahan yang massif.

Di bawah ini disajikan tabel ringkasan rekomendasi berdasarkan American

Society of Hematology 2011 (4):


Berikut ini respon pengobatan pada pasien ITP (4):

Prognosis

Pada ITP akut bergantung kepada penyakit primernya. Bila penyakit primernya ringan,

90% akan sembuh secara spontan. Prognosis ITP menahun kurang baik, terutama bila merupakan

stadium praleukemia karena akan berakibat fatal. Pada ITP menahun yang bukan merupakan
stadium praleukemia, bila dilakukan splenektomi pada waktunya akan didapatkan angka remisi

sekitar 90% (5).


DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC, 2006.

2. Tepie MAF, Roux GL, Beach KJ, Bennett D, Robinson NJ. Comorbidities of Idiopathic
Thrombocytopenic Purpura: A Population-Based Study 2008;2009:1-12.

3. Neunert C, Lim W, Crowther M, Cohen A, Solberg L, Crowther MA. The American


Society of Hematology 2011 evidence-based practice guideline for immune
thrombocytopenia. Blood 2011 117: 4190-4207

4. BJH. Guidelines for the investigation and management of idiopathic thrombocytopenic


purpura in adults, children and in pregnancy. British Journal of Haematology, 120: 574
596.

5. Tim Penyusun FK UI. Ilmu Kesehatan Anak Buku Kuliah 1. Jakarta : Bagian Ilmu
Kesehatan Anak, 2007.

6. Behrman RE, Kliegman RM.Esensi Pediatri Edisi 4.Jakarta:EGC, 2010.

7. Tim Penulis. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius, 2000.

8. Cines DB, Blanchette VS. Immune thrombocytopenia purpura. N Engl J Med 2002;
346(13):995-1008

9. Siregar CD. Penggunaan Imunoglobulin Dosis Tinggi pada Purpura Trombositopenik


Idiopatik Khronik Anak. Cermin Dunia Kedokt. 1993; 86: 279.

10. Kementrian Kesehatan RI. Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Jakarta : Depkes,
2010.

11. Meadow R, Newell S. Lecture Notes Pediatrica. Jakarta: Erlangga, 2005.

Anda mungkin juga menyukai