Anda di halaman 1dari 7

 Latar Belakang

Organisasi Nahdlatul Ulama (NU) merupakan mitra sejajar


pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan nasional
yang mempunyai kesempatan yang sangat luas untuk
berperan serta dalam mewujudkan tujuan organisasi,
pendidikan sebagaimana disebut dalam Undang-undang RI.
No. 20 tahun 2003 tentang pendidikan Nasional. Para
penanggungjawab penyelenggaraan pendidikan di lingkungan
NU harus memiliki komitmen yang untuk terlaksananya
proses pendidikan dan pembelajaran yang bermutu, yang
senantiasa mendapat dukungan dari masyarakat dan
pemerintah.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana sistem
NU dalam pengembangan pendidikan di Indonesia, maka
tentu saja kajian tentang hal tersebut sangat urgen dan
signifikan sebagaimana yang menjadi pokus pembahasan
pada makalah ini, yakni Tradisi Kepesantrenan di Lingkungan
nahdatul Ulama (NU)
PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Lembaga Pendidikan Nahdatul
Ulama
Nahdatul Ulama (NU) didirikan pada tanggal 31 Januari
1926 bertepatan dengan tanggal 16 Rajab 1334 H. di
Surabaya oleh K.H. Hasyim Asy’ari beserta para tokoh
ulama tradisional dan usahawan di Jawa Timur. Berdirinya
NU diawali dengan lahirnya Nahdlatuttujjar (1918) yang
muncul sebagai lembaga gerakan ekonomi pedesaan, disusul
dengan munculnya Taswirul Afkar (1922) sebagai gerakan
keilmuan dan kebudayaan, dan Nahdatul Watan (1924)
sebagai gerakan politik dalam bentuk pendidikan.
Dengan demikian, maka ditemukanlah tiga pilar penting bagi
NU yaitu:
(1) Wawasan Ekonomi kerakyatan,
(2) Wawasan keilmuan, Sosial Budaya, dan
(3) Wawasan kebangsaan.
Setelah NU resmi berdiri menjadi jam’iyah pada
tahun 1926, telah banyak madrasah-madrasah
yang berdiri disamping pondok pesantren yang
telah lama ada dan mengakar di Indonesia.
Bila di cermati penyebab kurang berhasilnya
gerakan pendaftaran kembali madrasah atau
sekolah NU tersebut, paling tidak ada tiga faktor
yaitu:
1. Kurangnya kemampuan finansial Lembaga
Pendidikan Ma’arif NU
2. Kurangnya kemampuan pengelolaan atau
manajemen
3. Tradisi para Ulama yang terbiasa bebas
B. Pendidikan di Lingkungan Nahdatul Ulama
 Pada tahun 1936 (1356 H), komisi perguruan NU
berhasil menyusun reglement tentang susunan
madrasah-madrasah NU yang harus dijalankan
mulai ditetapkannya. Adapun susunan madrasah
NU tersebut adalah :
1. Madrasah Awaliyah, lama belajar 2 tahun.
2. Madrasah Ibtidaiyah, lama belajar 3 tahun.
3. Madrasah Tsanawiyah, lama belajar 3 tahun.
4. Madrasah Mualimim Wustha, lama belajar 2
tahun.
5. Madrasah Mualimin Ulya, lama belajar 3 tahun.
Sesuai dengan perkembangan pemikiran bidang pendidikan,
dan untuk perbaikan-perbaikan sistem dan kelembagaan
pendidikan di lingkungan NU, maka NU bagian Ma’arif
(pendidikan dan pengajaran) dalam suatu konferensi besar
yang berlangsung pada 23-26 februari 1954 telah diambil
keputusan mengenai susunan sekolah / madrasah di
lingkungan NU sebagai berikut :
 Raudhotul Atfal (TK), lama belajar 3 tahun.
 Sekolah Rakyat (SR), lama belajar 6 tahun.
 SMP NU, lama belajar 3 tahun.
 SMA NU, lama belajar 3 tahun.
 SGB NU, lama belajar 4 tahun.
 SGA NU, lama belajar 3 tahun.
 Madrasah Mualimin Pertama (MMP), lama belajar 3 tahun.
 Madrasah Mualimin Atas (MMA), lama belajar 3 tahun.
 Mualimin-Mualimat NU, lama belajar 5 tahun.
Berdasarkan hasil rapat kerja Ma’arif yang
dilaksanakan pada tahun 1978, disebutkan tentang
program-program kerja Ma’arif antara lain :
1. Pemantapan sistem pendidikan Ma’arif meliputi
2. Peningkatan organisasi Ma’arif.
3. Penyediaan data dan informasi sekolah-sekolah
Ma’arif.
4. Penerbitan.
5. Peningkatan mutu guru Ma’arif
Berdasarkan data 1981, jumlah lembaga pendidikan
yang dikelola NU:
 Pondok Pesantren : 3.745 buah
 Madrasah : 18.938 buah
 Sekolah Umum : 3.102 buah

Anda mungkin juga menyukai