Dalam urutan tersebut air telah dimunculkan sebagai parameter penting ke tiga,
setelah parameter bentang alam dan tanah, sebagai parameter penentu di
dalam penilaian kelayakan lahan dalam pengembangan lingkungan binaan.
Pada Gambar 10.1, air hujan yang jatuh, sebagian besar masuk ke dalam sungai dan
meresap ke dalam tanah, yang dibatasi oieh wilayah air sungainya (WAS). Garis
wilayah air sungai berperan adalah garis pemisah air topografi, yaitu suatu garis
yang rnenghubungkan puncak-puncak gunung/hukit. Pada gambar tersebut terlihat
pula adanya beberapa lapisan akifer, beberapa sistem aliran airtanah, darimana
sumber airtanahnya serta bagaimana aliran antar akifer yang terjadi, sampai ke
pantai. Konstribusi air sungai ke dalam akifer atau sebaliknya dapat ditihat pula pada
ilustrasi tersebut. Khususnya mengenai kajian airtanah maka diperlukan
pemahaman geometri akifer untuk pengelolaannya . Selaniutnya, ilustrasi Gambar
10.2 merupakan akifer media celahan, umumnya terdapat pada daerah
berbatugamping/lava/granit. Pada media ini perbedaan yang terlihat adalah perilaku
sungai yang bersifat intermiten (tidak mengalir sepanjang tahun) di mana sungai
bawah tanah sering ditemukan, muncul menghilangnya aliran sungai sering terjadi.
:idol...441 m o d i f i e d , ■ 9 9 1 ) m o d i f i e d ,
■991)
Aliran sungai yang berkembang tidak berhubungan dengan garis pemisah air
topografi seperti halnya pada daerah lain umumnya. Perangkap airtanah pun
bersifat acak tetapi dapat ditelusuri polanya. Old) karena itu karakteristik airtanah
pada kawasan seperti ini sangat berbeda dengan pada media porous.
1
/ 4
Gambar 10.2 Sistim drainase air daerah Kano! Perhatikan mama1 clan menghilangnya aliran sungai Strahler, 1979)
Mengingat ketersediaan airtanah perlu diketahui sedini mungkin, maka sebelum pelaksanaan
petnbukaan lahan, diperlukaa rekonstruksi, dan analisis potensi sumberdaya air di suatu wilayah.
Kajian ini menjadi rnutlak diketahui sebelumnya agar memudahkan penanganannya. Dengan
demikian maka konsepsi dasar penanganan dan pengelolaan sumberdaya air meliputi dua hal :
a. Aspek air permukaan, berbasis cekungan hidrologi permukaan atau dikenal pula pengelolaan
Daerah Aliran Sungai (DAS).
4. Bencana tanah longsor akibat terganggunya kestabilan lereng. Hal ini disebabkan
tahapan perencanaan wilayah berm memperhatikan potensi bencana karena
airtanah.
Pola pikir dalam Analisis Cekungan Airtanah adalah kajian aspek padatan (batas
cekungan permukaan, sistem akifer dan syarat batas hidrogeologi) dan aspek air
(perilaku airtanah dalam akifer).
Memandang suatu Cekungan Airtanah sebagai kesatuan kawasan recharge
(sebagai kawasan resapan airtanah) dan discharge (sebagai kawasan tempat
airtanah diek.T1Jitasi;. Pengelolaan airtanah sebagai bagian dari siklus hidrologi,
sehingga perlu dikaji pula interaksi airtanah dengan air hujan (yang berpetan
sumber resapan airtanah) dan airtanah dengan air permukaan (interaksi airtanah
dan air sungai). Untuk itu periu diketahui penyebaran akifer dan kondisi geologi
yang rnernbatasi aliran airtanah dalam suatu cekungan airtanah. Oleh
karenanya, batas cekungan airtanah tidak berimpit dengan batas
administrasi. Gambar 10.4 berikut ini,
Oleh karenanya, batas cekungan airtanah tidak berimpit dengan batas
administrasi. Gambar 10.4 berikut ini, menggambarkan batas cekungan
airtanah yang letaknya tidak berimpit dengan batas administrasi.
· Pada tahapan ini hendaknya telah diketahui secara pasti kawasan imbuhan
(recharge area) dan kawasan pengambilan (discharge area), serta sifat
imbuhan rata airnya.
4. Tahap Optimasi : Optimasi kegiatan eksploitasi berbasiskan kepada:
• Manajemen cekungan airtanah (groundwater basin management)
• Kesinambungan neraca airtanah (groundwater balance budget)
10.2. PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN
AIRTANAH
10.2.1. Pendahuluan
Kebutuhan manusia akan air tidak dapat disangkal, baik untuk kepentingan
air minuet, membersihkan badan, mencuci dan sebagainya, atau yang disebut
pemakaian "domestik", maupun untuk kepentingan industri dan irigasi.
Kebutuhan air bersih untuk kepentingan domestik saja per orang per hari
berkisar sekitar 80 sampai 100 liter bagi sedang bagi penduduk kota besar di
negar-negara itu kebutuhan totalnya dapat mencapai sampai 5 kali lipat.
Potensi airtanah disini pada umumnya relatif besar. Di beberapa tempat di P. Jawa
seperti dataran Madiun, pemboran di batuan aluvium yang berasal dari bahan
lepas gunungapi dapat menghasilkan debit sebesar 80 liter/detik, sedangkan makin
naik ke lereng gunungapi debitnya makin menurun, yaitu hanya 5 liter/detik.
Airtanah yang terdapat disini terutama berasal dari peresapan air hujan yang
dikenal mempunyai curah hujan yang cukup tinggi di puncak-puncak gunungapi
tersebut karena lerengnya yang terjal dan kekedapan batuan lava yang pada
umumnya menutupi puncak tersebut
Di daerah aluviura yang terdapat sepanjang dataran rendah di pantai utara Jawa,
bat-uannya relatif berbutir halus seperti lanau ataupun lempung dengan sisipan-
sisipan pasir. Karena itu. potensinya lebih kecil dibandingkan dengan daerah batuan
gunungapi muda. Di daerah aluvium pantai debit airtanah rata-rata mencapai 5 liter
setiap detik.
Di daerah batuan Tersier klastik yang pada umumnya terlipat, airtanah terdapat
setempat-setempat, demikian pula halnya di batuan Pra-Tersier. Bagian-bagian yang
mengandung rekahan biasanya mempunyai potensi airtanah. Kualitas air yang
dihasilkan di daerah ini tidak begitu baik karena jumlah material yang terlarut
cukup tinggi sehingga kesadahannya tidak normal.
Bila ke dalam jumlah ini ditambahkan pula produksi sumur pasak yang setiap
sumur rata-rata menghasilkan 5 liter, maka keseluruhan airtanah yang telah
disedot untuk kebutuhan irigasi adalah 16.330 liter per detik Daerah pertanian
yang diairi dengan airtanah ini diperkirakan mencapai 15 ribu ha, diantaranya
12 ribu ha di daerah dataran Madiun 2,5 ribu ha di berbagai tempat di Jawa
Tengah dan Yogyakarta. Kedalaman airtanah yang disadap di dataran Madiun
adalah pada akifer 150 sampai 200 meter.
Untuk keperluan domestik (minum dan keperluan rumah tangga) setiap orang
diperkirakan memerlukan 60 liter per hari untuk daerah pedesaan dan untuk
daerah pedesaan dan untuk daerah perkotaan angka ini diperlukan 2 sampai 3
kali lipat. Dengan jumlah penduduk lk. 170 juta orang yang diantaranya 70%
hidup di pedesaan. maka kebutuhan air domestik mencapai 1k. 14,6 juta meter
kubik setiap tahun, yaitu 7,1 juta meter kubik bagi pedesaan dan 7,5 juta meter
kubik per tahun bagi perkotaan. Produksi air bersih di perkotaan dewasa ini
diperkirakan mencapai 119.609 liter per detik atau lk. 3,5 juta meter kubik setiap
hari (Sumbcr: Departemen Pekerjaan Umum), dengan demikian maka 1k. 4 juta
meter kubik air harus dipenuhi dengan pemboran sendiri dengan
menggunakan bor ataupun sumur pasak.
Dari angka-angka itu tampak bahwa tahun demi tahun kebutuhan akan airtanah
meningkat sesuai dengan laju pertambahan penduduk dan anus perpindahan
penduduk dari pedesaan ke kota-kota. Berdasarkan Daerah pertanian yang diairi
dengan airtanah ini diperkirakan mencapai 15 ribu ha, diantaranya 12 ribu ha di
daerah dataran Madiun 2,5 ribu ha di berbagai tempat di Jawa Tengah dan
Yogyakarta. Kedalaman airtanah yang disadap di dataran Madiun adalah pada
akifer 150 sampai 200 meter.
Untuk kepentingan industri diperlukan lk sejumlah 1,5 juta meter kubik air per
hari. Jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi lk. 2 juta meter kubik
per hari pada tahun 2000 nanti. Penggunaan air untuk industri adalah untuk
pabrik tckstii, pabrik kertas, dan industri logatm Pada tahun 1980 yang lalu,
pabrik baja Krakatau memerlukan hampir 4 juta meter kubik air per tahun untuk
keperluan industrinya. Karena terbatasnya persediaan airtanah di cekungan
Cilegon, maka dewasa ini kebutuhan air tersebut dipenuhi dengan air perrnukaan.
b. Algemeen Water Reglement No. 489, stbl 1936 Pasal 28, 37 dan 53 melarang
pengambilan airtanah lebih dalam dari 15 meter kecuali atas izin
Gubernur/Kepala Daerah Propinsi/Pemerintah Daerah. Izin tidak boleh dikeluarkan
sebelum mendengar pendapat Kepala Dinas Pertambangan terlebih dahulu.
Dalam izin termalcsud disebutkan cara dan tempat pengambilan air atau
kekuatan pengambilan baths maksimum pengambilan dan bila perlu cara
pengaliran air tersebut
10.2.6. Kesimpulan
1. Karena Airtanah mempunyai keunggulan dibandingkan dengan air permukaan
maka pengelolaannya hams dilakukan dengan berdasar prinsip keekonomian.
Terlebih-lebih oleh karena Airtanah terdapat dalam jumlah yang tidak tak
terbatas.
Airtanah merupakan salah satu sumberdaya air (water resources) yang penting dalam
mencukupi kebutuhan hidup manusia yang sangat beragam, meliputi kebutuhan
domestiklrumah tangga, industri, pertanian. peternakan dli. Oleh karena itu, untuk mendukung
segala aktifitas yang berlangsung di dalamnya, sangat diperlukan suplai sumberdaya air,
khususnya airtanah, yang handal dan berkelanj utan.
Untuk menjamin keberlaajutan suplai airtanah tersebut maka potemi airtanah perlu dikelola
secara baik dan bertanggungjawab dengan cara memperhatikan prinsip-prinsip
kesetimbangan neraca air, dimana jumlah air yang diambil dari dalam akifer minimal sama
Kegiatan berikut ini merupakan tahap awal langkah pengelolaan airtanah yaitu
pembangunan sistem pengendalian dan pemantauan airtanah. Sistem
mengintegrasi kan data-data hidrogeologi dan data muka airtanah ke dalam
database yang bersifat real time dengan menggunakan teknologi seluler.
Sy st enc a t H G IS ) .
Data fluktuasi muka airtanah sangat penting sebagai dasar dalam upaya
nengendalian eksploitasi airtanah. Muka airtanah merupakan refleksi dan ada
tidaknya atau besar kecilnya pengambilan airtanah di suatu 'wilayah. Dalam
pembangunan sistem akan didesain sistem pemantauan fluktuasi muka airtanah
yang bersifat real time dan dapat dipantau dari suatu pusat data.
Secara umum, mekanisme kerja sistem ini adalah penambahan data muka airtanah
real time yang diukur secara otomatis dan dikirim melalui komunikasi seluler pada
database yang telah dibuat. Pengukuran dan pengiriman data jarak jauh seperti
ini disebut dengan telemetri. Desain sistem GWLR ITB dapat ditihat pada Cambar
10.5 berikut
Gambar 10.5. Skema sistem GWLR ITB. Kombinasi antara Sistem Dial up-retrieve data yang diakses dari Pusat
Data dan sistem Short Message Service (SMS) yang dapat diakses dari telepon selular secara
individual dan real time (Sumber : Dinas Lingkungan Hidup Kab. Tangerang dan LAPI-ITB, 2003)
Sistem pemantauan airtanah GWLR ITB menjadi bagian dari suatu sistem informasi data airtanah
yang berbasis GIS. Data-data muka yang disuplai dari GWLR menjadi bagian dari data
hidrogeologi lainnya, seperti: litologi, hidrogeologi, sumur bor, dan sumur pantau, seperti dapat
dil ihat pada Gambar 10.6 berikut in i .
Gamhar 10.6. Diagram alir sistem telemetri (Sumber : Dinas Lingkungan Hidup Kab. Tangerang dan LAPI-ITB,
2003)
Pembangunan sistem di atas memerhikan kegiatan input data, proses digitas peta, pembufltar. kontzi-c,
dan penyajian output dalam bentuk peta. Peta-peta yang telah dibuat akan manjadi bahan
pertiinbangan dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan pemberian ijin pcmboran.
Rincian kegiatan dapat dilihat dalam Tabel 10.1 berikut
Tabel 10.1. Pembagian jenis pekerjaan berdasarkan input dan
output-nya.
Input Data Output Hasil
No Kegiatan Proses
yang diambil Pekerjaan
Pembuatan Data dasar · Pembuatan model · Sistem
database GIS — database informasi
1 peta
hidrogeologi · Data entry sumberdaya
topograf · Updating data air berbasis
peta geologi GIS-
Hidrogeologi
Peta
hidrogeologi
Data tambahan
lain
Pemetaan akifer Data resistivitas · Interpretasi data
dengan metode (tahanan ienis)
2 batuan resistivitas · Peta
geofsika batuan resistivitas
· Penampang
akifer
· Diagram blok
3-D
Pembuatan Posisi muka Pola fluktuasi
sistem airtanah • Instalasi dan muka airtanah
3
telemetri evaluasi dari waktu ke
pemantauan kinerja alat, waktu (real
pantau,
Input data Output Hasil
No Kegiatan Proses
yang diambil pekerjaan
· Perhitungan
parameter hidrolik
5 Simulasi
numerik · M u ka airtanah · Pembuatan model Peta muka
· Database akifer airtanah hasil
hidrogeologi · Simulasi nutnerik simulasi
10.4.2. Aplikasi Sistem G1VLR ITB Sumur "'Qatari Berbasis Akijer
Sumur pantau berfungsi untuk memantau fluktuasi muka airtanah pada akifer tertentu. Oleh
karena itu, pembuatan suniur pantau memerlukan pengenalan sistem akifer yang ada.
Safingan (screen) hanya diposisikan pada akifer yang memang ingin dipantau muka
airtanahnya. Selain itu perlu dipastikan tidak ada airtanah dari akifer lain yang bercampur.
Kontruksi sumur pantau beserta unit pengukur posisi muka airtanahnya dapat dilihat pada Gam
bar 10.7 berikut ini :
Ga ni bar 10.7. Konstruksi sumur pantau dan unit pemantau posisi muka airtanah (Suniber : Dinas
Lingkungan i-iidup Kab. Tangerang dan LAPI-ITB, 2003)
Alur kerja pembuatan sistem informasi airtanah diawali dengan inventarisasi data sekunder. Data-data
tersebut meliputi: data geologi, data lokasi dan informasi sumur pantau, data lokasi dan informasi sumur
produksi, serta data lokasi dan informasi uji geolistrik. Lnventarisasi data- data tersebut antara lain
dilakukan di Dinas Lingkungan Hidup serta
instansi lain seperti Dinas Pertambangan dan Energi tingkat Propinsi; serta instansi Direktorat Tata
Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan.
Data yang telah lolos seleksi validasi identitas lokasi dan kelengkapan inforrnasi serta telah
dianalisis ulang kemudian dirnasukkan Ice dalam database. Masing-masing tipe data kemudian
didigitasi sebagai saw layer informasi di atas peta dasar berupa peta digital. Masing-masing point
data yang telah didigitasi kemudian dihubungkan dengan inforrnasi-informasi dalam database.
Output utama pekerjaan ini adalah membuat suatu pra-pemodelan sistem akifer dalam format
spasial, Untuk itu diperlukan suatu sistem GIS yang mencakup seluruh informasi sumberdaya
airtanah. Sistem GIS ini merupakan database inforrnasi airtanah yang disajikan dalani bentuk peta-
peta dengan format digital. Sistem informasi ini akan dikembangkan agar dapat menjadi Hydro
Geo lnformation System (HyGIS):
Sistem ini terdiri dari instalasi sistem pendeteksi muka airtanah pada sumur pantau dan instalasi
pengumpul data di pusat data. Pada sumur akan diinstalasi sistem GWLR (Ground Water Level
Recorder) dan sistem pengiriman data muka airtanah melalui seluler, sedangkan pada pusat
data akan diinstalasi alat penerima dan jaringan komputer pengolah data. Komputer pengolah
data secara periodik akan melakukan interpo:asi untuk memperlihatkan posisi kerucut
penurunan airtanah (cone of depression) dari waktu ke waktu.
Dengan sistem tersebut akan dapat diketahui daerah-daerah mans yang
mengalami perubahan pola penurunan muka airtanah. Adapun sistem pengendalian
dan pemantauan tersebut disajikan pada Gambar 10.8 berikut ini.
Gambar 10.8. Sistem telemetri pemantauan airtanah yang terdiri dari unit pendeteksi, unit
pemancar, unit penerima, dan pusat data (Sumber : Dinas Lingkungan Hidup Kab.
Tangerang dan LAPI-ITB, 2003)
Secara umum pckerjaan penyusunan sistem telemetri meliputi perancangan piranti keras
RTU (Remote Terminal Unit) dan CU (Central Unit), serta perancangan piranti lima!:
yang akan menjadi antarmuka (interface) dari kedaa piranti tersebut. Tahapan proses
pengembangan sistem pemantauan dan pengelolaan airtanah, untuk seluruh pekerjaan
secara skematik diperlihatkan pada diagram aiir di bawah ini (Gambal- 10.9).
Gambar 10.9. Mur kerja penyusunan sistem telemetri (Sumber : Dinas Lingkungan Hidup
Kab. Tangerang dan LAPI-ITB, 2003)
Alat GWLR yang telah dipasang dan dioperasikan akan mengirimkan data muka
airtanah ke pusat data setiap kuran waktu tertentu, yang telah ditentukan sebelumnya.
Software konektivitas dengan nama KENDA-Cyclope dapat menyimpan data dan
memproses data hingga membentuk kurva fluktuasi muka airtanah pada sumur pantau yang
dipasangi GWLR (Gambar 10.10).
Gambar 19.10. Foto alat GWLR yang sedang dirangkai dan telah dipasang (Sumber
: Dinas Lingkungan Hidup Kab. Tangerang dan LAPI-1T13, 2003)
Data muka airtanah dart GWLR dapat juga diakses melalui pesan SMS.
Data dikirim ke nomor GWLR yang diinginlcan. Alat GWLR akan
mengirimkan SMS balasan ke ponsel pengirim. Berikut ini contoh
tampilan SMS balasan pada layar ponsel :
· dapat merekonstruksi tatanan hidrogeologi permukaan dan hawah permukaan secara persis
dalam format dua dan tiga dimensi.
· dapat membuat program pengendalian dan proteksi sumber airtanah pada masing-
masing akifer secara lebih transparan dan terencana.
· informasi nyata (real time) pola dan fluktuasi muka airtanah dapat diketahui, sehingga
dapat dilakukan mitigasi dini guna menghindari druwdown muka airtanah yang
berlebihan.
dapat memprediksi keberadaan sumur produksi yang tidak terdaftar, yang secara tidak
langsung dapat meningkatkan nilai PAD.
Bagi para pengguna airtanah :
· dapat mengetahui fluktuasi muka airtanah pada masing-masing sumur produksinya.