Anda di halaman 1dari 69

PENDIDIKAN

ANTI KORUPSI
(Program Magister Manajemen)
STIE MURA
Dr. Abdullah Hehamahua, MM
Dosen Pengampu STIE Mura Lubuklinggau
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
II. MENGENAL KORUPSI
III. SEJARAH PEMBERANTASAN KORUPSI DI
INDONESIA
IV. POLA KORUPSI DAN MODUS OPERANDI
V. JIHAD MEMBERANTAS KORUPSI
VI. KENDALA PEMBERANTASAN KRUPSI
VII.PERILAKU ANTI KORUPSI DI PRODI
MAGISTER MANANEJEMN
DAFTAR RUJUKAN

1. Budaya Korupsi oleh Ali Allatas


2. Jihad Memberantas Korupsi oleh Abdullah
Hehamahua
3. UU No. 28/1998 tentang PN yang bebas dari
KKN
4. UU No. 31/99 jo UU No. 20/2001 tentang
Tindak Pidana Korupsi
BAB I. PENDAHULUAN
A. DISKREPSI MATA KULIAH
B. FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN
ANTI KORUPSI
C. PROSES PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
D. AKTIVITAS PEENCEGAHAN KORUPSI
E. SYARAT YANG HARUS DIPENUHI DA-
LAM PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
F. ORGANISASI PENDIDIKAN ANTI
KORUPSI
A. DISKREPSI PENDIDIKAN
ANTI KORUPSI
1. Tujuan kemerdekaan (Mukadimah UUD 45) adalah
untuk mencerdaskan bangsa, mensejahterakan
rakyat, melindungi NKRI, dan memicu terciptanya
perdamaian dunia yang abadi.
2. Tujuan kemerdekaan sukar dicapai karena korupsi
sudah merupakan kejahatan luar biasa.
3. Lebih dari 90% koruptor yang ditangkap KPK
adalah para sarjana, salah satu sebabnya, mereka
tidak paham apa itu korupsi.
4. Dalam mata kuliah ini, mahasiswa diperkenalkan
apa itu korupsi, jenis dan modus operandi,
dampaknya serta sistem pencegahan korupsi.
B. FUNGSI DAN TUJUAN
PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
 PENDIDIKAN ANTI KORUPSI BERFUNGSI
SEBAGAI WAHANA PEMBELAJARAN BAGI
MAHASISWA MENGENAL APA ITU KORUPSI,
JENIS, MODUS OPERANDI, DAMPAKNYA, DAN
BAGAIMANA PROSES PENCEGAHANNYA.
 TUJUAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI ADALAH
MAHASISWA, DALAM KEDUDUKAN APA PUN DI
PEMERINTAHAN DAN MASYARAKAT TIDAK
TERLIBAT DALAM KKN SEKECIL APA PUN
DENGAN CARA BERPERILAKU ANTI KORUPSI
C. PROSES PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
 Mengenal, memahami, dan menghayati apa itu
korupsi, jenis, modus, dampak, dan proses pence-
gahannya melalui bahan ajar yang disampaikan
dosen.
 Mengaplikasikan nilai-nilai pendidikan anti korupsi
dalam proses belajar mengajar seperti: tidak bolos
kuliah; tidak nyontek dalam UTS/UAS; dan tidak
menyuap dosen.
 Konsep pencegahan korupsi yang disampaikan
mahasiswa, baik dalam makalah maupun jawaban
UTS/UAS, dipraktikkan di keluarga, di kantor, dan di
masyarakat.
D. AKTIVITAS PENCEGAHAN KORUPSI
 Pencegahan korupsi merupakan jawaban atas
sebab terjadinya korupsi (niat dan kesempatan),
yakni:
 Pemurnian niat dalam beraktivitas (di rumah, di
kantor, dan di masyarakat) melalui proses pen-
didikan (rumah, sekolah, dan masyarakat).
 Perbaikan sistem keluarga, masyarakat, dan peme-
rintahan.
 Perbaikan sistem pemerintahan melalui reformasi
birokrasi dengan skala prioritas: SDM yang unggul;
remunerasi yang menyejahterakan; fungsionalisasi
IT; dan pengelolaan kekayaan negara/daerah.
E. SYARAT YANG HARUS DIPENUHI
DALAM PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
 Kemauan politik eksekutif dan legislatif untuk
memberantas korupsi melalui penetapan peraturan
perundang-undangan yang bersifat tegas, jelas, dan
komprehensif dalam pemberantasan korupsi, baik
dari aspek pencegahan maupun penindakan.
 Kemauan politik eksekutif untuk membaiki sistem
pemerintahan dengan menyiapkan infra struktur
yang kondusif bagi meningkatkan layanan publik
melalui program reformasi birokrasi.
 Kemauan politik yudikatif dan penegak hukum
untuk tegas dalam menjatuhkan hukuman yang
menjerakan bagi koruptor
F. ORGANISASI PENDIDIKAN
ANTI KORUPSI

 Good governance: transparan, akuntabel,


berintegritas, dan profeional.
 Good corporate governance: Etika bisnis
dan zona integritas
 Good civil society governance: kesadaran
sivik dan pendidikan anti korupsi
BAB II
MENGENAL KORUPSI
BAB II: MENGENAL KORUPSI

A. PENGERTIAN KORUPSI
B. TIPOLOGI KORUPSI
1. Korupsi Berdasarkan Motif
2. Korupsi Berdasarkan Target
3. Korupsi sebagai Tindak Pidana
A. PENGERTIAN KORUPSI
 Secara terminologi, korupsi yang berasal dari
bahasa Latin: corruptio yang lahir dari kata kerja
corrumpere, berarti: “busuk, rusak,
menggoyahkan, memu-tarbalik, menyogok.”
 TI: Korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik
politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang
secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya
diri atau memperkaya mereka yang dekat
dengannya, dengan menyalah-gunakan
kekuasaan publik yang dipercayakan kepada
mereka.
 Kamus Bahasa Indonesia: Korupsi adalah
perbuatan yang buruk, yang merusak, yang
menjijikkan.
 Dengan demikian, jika perbuatan sese-
orang menimbulkan kerusakan dan kebu-
rukan bagi tatanan kehidupan suatu orga-
nisasi, instansi, lembaga Negara, masya-
rakat, bangsa dan Negara, sekalipun dia
tidak menerima langsung hasil perbuat-
annya secara material, perbuatan itu dapat
digolongkan sebagai korupsi.
B. TIPOLOGI KORUPSI

1. KORUPSI BERDASARKAN MOTIF

2. KORUPSI BERDASARKAN TARGET

3. KORUPSI SEBAGAI TINDAK PIDANA


1. KORUPSI BERDASARKAN MOTIF

a. CORRUPTION BY NEED
b. CORRUPTION BY GREEDY
c. CORRUPTION BY OPORTUNITY
d. CORRUPTION BY EXPOESES
a. CORRUPTION BY NEED
 Karyawan dan pegawai rendahan, umumnya
korupsi yang mereka lakukan disebabkan
kebutuhan. Gaji mereka, jauh dari cukup. Demi
kelanjutan hidup anak isteri, karyawan atau
pegawai rendahan melakukan korupsi. Mulai dari
mencuri ATK, memeras pelanggan, menerima suap
sampai dengan mengkorup waktu kerja.
 Korupsi karena keperluan adalah korupsi yang
dilakukan seseorang secara terpaksa karena
penghasilan yang diperoleh tidak cukup untuk
keperluan rutin selama sebulan penuh.
b. CORRUPTION BY GREEDY
 Korupsi jenis ini biasanya dilakukan oleh pejabat
struktural, mulai dari kepala seksi sampai dengan
Presiden/Wakil Presiden. Sebab, jika seorang peja-
bat struktural hidup sederhana, gaji, tunjangan dan
fasilitas yang diperoleh setiap bulan, cukup, seti-
daknya memadai Namun, disebabkan serakah,
pejabat melakukan korupsi dengan menyalahgu-
nakan pangkat, jabatan, kekuasaan, kewenangan
serta kesempatan yang ada. Mereka memperkaya
diri dengan segala cara, antara lain melakukan
mark up atau mark down terhadap pengadaan
barang kantor dan melakukan pelbagai pungli.
 Sikap serakah pejabat seperti ini disebabkan dua
faktor utama:
 Gengsi, haus pujian dan kehormatan. Sebagai
pejabat, mereka merasa, tidak pantas tinggal di
rumah biasa, apalagi di kampung. Merasa juga
merasa tidak pantas mengenderai toyota, apalagi
avanza. Isteri pejabat merasa gengsi kalau belanja
di pasar tradisional.
 Tidak memiliki sense of crisis. Disebabkan sikap
serakah untuk memperkaya diri sendiri, sebagian
pejabat publik tidak memiliki rasa kepedulian
terhadap penderitaan rakyat kecil. Mereka tidak
merasa malu dalam ber-KKN karena pejabat terkait
tidak pernah memerhatikan atau mendengar kata
hati nurani mereka
c. CORRUPTION BY OPORTUNITY
 Secara sunatullah, setiap orang ingin mengikuti
peraturan yang ada. Tetapi, ketika ada peluang
untuk melanggar, sebagian masyarakat atau
pejabat akan memanfaatkan keadaan tersebut.
Peluang ini hadir karena tiga aspek utama:
 Penyelenggaraan negara, khususnya layanan publik
yang terlalu birokratis. Contoh sederhana,
mengurus SIM, STNK, Paspor, ijin usaha dan
sejenisnya harus melalui pelbagai instansi, banyak
persyaratan yang harus dipenuhi dan lamanya
waktu pengurusan, Di Singapura dan Malaysia
misalnya, pengurusan SIM, STNK, paspor dan
sejenisnya, pelanggan cukup memperlihatkan KTP.
 Manajemen yang amburadul. Bus PPD mulai ada
sampai sekarang, tidak pernah dilaporkan
mendapatkan untung padahal setiap hari penuh
sesak, bahkan ada penumpang yang bergantungan.
Sebab, ada penumpang yang tidak membayar
sementara sebagian uang bayaran penum-pang
ditilep oleh sopir dan atau kondektur. Di Singapura,
Kuala Lumpur, Hong Kong, Seul, Tokyo dan kota-
kota besar di Eropa dan Amerika Serikat, penum-
pang tidak menyerahkan uang tiket ke manusia,
tetapi ke mesin. Disebabkan mesin tidak dapat
mengkorup, hanya pandai menghitung dan me-
nyimpan, maka seluruh uang tiket dan catatannya
masuk ke kas Negara. Dalam konteks ini, mana-
jemen otomasi sangat diperlukan untuk mencegah
terjadinya korupsi di Indonesia.
 Pejabat/petugas yang kurang bermoral. Sekalipun
telah memiliki manajemen otomasi, tetapi kalau
pejabat atau petugas kurang bermoral, data yang
dimasukan ke dalam komputer dapat dimanipulasi
sehingga output yang bersifat otomatif itu tidak
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Begitu
pula halnya dengan birokrasi, yang sekalipun jarak
birokrasi sudah diperpendek dengan sistem on line,
tetapi kalau mental pejabatnya rusak, KKN tetap
berlangsung.
Jadi, ketiga faktor di atas harus dijalankan secara
sinerjik: birokrasi yang sederhana, manajemen
otomasi, dan pejabat yang bermoral.
d. CORRUPTION BY EXPOSES
 Selama empat tahun usia pertama (kepemimpinan
jilid satu), banyak organisasi, LSM dan tokoh ma-
syarakat datang ke kantor KPK, menyampaikan
protes. Menurut mereka, mengapa si pulan di-
tangkap padahal dia orang yang baik dan jujur.
Mengapa si pulan ditangkap padahal tidak ada
hasil korupsi yang dinikmatinya. Di sinilah iro-
nisnya, sebagian pejabat, PN, elit politik, tokoh
masyarakat, bahkan cendekiawan dan tokoh
agama, tidak mengerti, apa yang dilakukan mereka
adalah tindak pidana korupsi. Baik perbuatan
korupsi menurut undang-undang maupun korupsi
dari perspektif agama.
 Korupsi jenis ini disebut korupsi yang telanjang
karena ia berlaku hampir di seluruh strata
masyarakat. Ia berlaku mulai dari Presiden
sampai dengan Lurah. Baik Presiden, Wakil
Presiden maupun para Menteri, mungkin tidak
sadar bahwa apa yang dilakukan adalah
perbuatan korupsi sebagaimana disebutkan
dalam padal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana yang diubah menjadi UU Nomor
20 Tahun 2001. Setidak-tidaknya, perbuatan
Presiden, Wakil Presiden dan para Menteri
tersebut penuh dengan unsur conflict of
interest.
2. KORUPSI BERDASARKAN TARGET

a. MATERIAL CORRUPTION

b. POLITICAL CORRUPION

c. INTELECTUAL CORRUPTION
a. MATERIIL CORRUPTION
 Materiil Corruption atau korupsi materiel
adalah korupsi yang mendatangkan secara
langsung materi kepada pelaku maupun orang
lain yang terlibat dalam satu tindak pidana
korupsi.
 Materi tersebut ada yang berupa uang, mobil,
sawah dan kebun, rumah, saham atau berupa
fasilitas lainnya, sebagaimana yang dimaksud
dalam bentuk-bentuk gratifikasi.
b. POLITICAL CORRUPTION
 Potical Corruption adalah bentuk kejahatan yang
dilakukan dalam proses politik. Manipulasi hasil
Pemilu, Pilpres, dan Pemilukada termasuk dalam
kategori ini. Korupsi jenis ini juga ditemui dalam
proses penyusunan UU, Perppu, PP, Pepres, Perda,
Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur,
Keputusan Bupati, dan Keputusan Walikota.
 Dalam korupsi politik, suatu UU yang disusun
eksekutif dan legislatif secara prosedural, kelihatan
sah. Kenyataannya, UU tersebut mendatangkan
keutungan bagi parpol dan golongan tertentu,
bukan kepentingan rakyat secara keseluruhan.
c. INTELECTUAL CORRUPTION
• Korupsi intektual adalah korupsi yang sering
dilakukan oleh guru, dosen, ustadz, kiyai,
pendeta, pastor, rohaniwan atau para sarjana
pada umumnya. Sebab, korupsi intelektual
adalah korupsi yang dilakukan oleh mereka yang
memiliki informasi, data, ilmu dan pengetahuan,
tetapi disembunyikan, diraha-siakan,
disalahgunakan atau dimanipulasi untuk
kepentingan diri pribadi, golongan atau untuk
kepentingan tertentu.
3. KORUPSI SEBAGAI TINDAK PIDANA

a. DARI SUDUT PANDANG HUKUM


ISLAM
b. DARI SUDUT PANDANG AGAMA
NASRANI
c. DARI SUDUT PANDANG HUKUM
POSITIF
KORUPSI DARI SUDUT PANDANG
HUKUM ISLAM
Islam memandang korupsi sebagai
kejahatan yang serius karena akibat yang
ditimbulkan tidak hanya berdampak pada
diri pelaku tetapi juga kepada masyarakat.
Oleh karenanya, Islam sangat menekankan
pemeluknya untuk super hati-hati dan
menjaga diri serta keluarganya dari
perbuatan korupsi atau memakan uang
hasil korupsi.
 Suap menyuap
 Hadiah
 Penggelapan
 Menghianati amanah dan Sumpah
Jabatan
 Menyalahgunakan Jabatan dan Fasilitas
Negara
 Kolusi dan Nepotisme
 Lambat melaporkan keuangan/aset
Negara
SUAP MENYUAP
 Dan janganlah kamu makan harta (orang-orang
yang di antara) kamu dengan (jalan) tidak betul,
dan (janganlah) kamu bawa (urusan harta) itu
kepada Hakim-Hakim dengan maksud kamu
hendak memakan sebahaigan daripada harta
orang (lain) dengan (jalan) dosa, padahal kamu
tahu (Q.S. Al Baqarah: 188)
 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menghianati Allah dan Rasul (Muhammad SAW)
dan (juga) janganlah kamu menghianati amanat-
amanat yang dipercayakan kepadamu sedang
kamu mengetahui (Q.S. Al Anfaal: 27)
 Katakanlah: “Rabb-ku hanya mengharamkan
perbuatan yang keji, baik yang nampak
ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan
dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan
yang benar, (mengharamkan) memperseku-
tukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak
menurunkan hujjah untuk itu dan
(mengharamkan) mengada-adakan terhadap
Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (Q.S. Al-
A’raf: 33)
 Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah SAW
bersabda, “Allah melaknat orang yang menyuap
dan yang menerima suap.” (HR Imam Ahmad)
 Rasulullah SAW melaknat pemberi suap,
penerima suap dan mediatornya (HR Ahmad,
At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban)
 Dari Buraidah bahwa Nabi Muhammad SAW
bersabda: “Barang siapa yang kami beri tugas
akan suatu jabatan dan kami memberinya
rezeki (gaji rutin), maka apa-apa yang
diambilnya selain itu (gaji) berarti kecurangan.”
 Rasulullah saw mengutus Abdullah bin Rawahah
untuk mengunjungi kaum Yahudi dengan tujuan
mengambil pajak hasil tanaman kurma. Kaum Yahudi
membangkang, malah memberi sedikit uang kepada
Abdullah bin Rawahah sebagai suap. Dia menjawab:
“adapun apa-apa yang kamu tawarkan berupa suap,
maka seungguhnya itu adalah makanan haram. Kami
tidak akan memakannya.” (H.R. Malik)
 Umar Khattab berkata dalam suratnya yang
dikirimkan ke Gubernur Sa’ad bin Abi Waqqash:
“Janganlah mengambil orang musyrik sebagai juru
tulis orang-orang Muslim, sebab mereka mengambil
suap dalam agamanya, sedangkan kita tidak ada
suap sedikit pun dalam agama Allah.”
 Umar Khattab menulis surat ke para pegawai:
“Jauhkanlah segala macam hadiah karena
sesungguhnya hadiah itu termasuk suap.”
HADIAH
 Seorang petugas pemungut zakat melapor ke
Rasulullah saw tentang hasil pungutan zakat yang
dilakukannya sambil menambahkan bahwa, dia
mendapat hadiah dari salah seorang wajib zakat.
Berkata Rasulullah: Apakah jika engkau duduk-
duduk di rumah orang tuamu, hadiah itu akan
datang kepadamu.?
 Hadiah-hadiah (yang diterima) para pejabat adalah
(sama dengan) hasil curian (HR Al Baihaqi)
 Dari Hudzaifah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
”hadiah yang diterima pejabat itu semuanya
haram.”
 Dari Usamah bin Malik bahwa Rasulullah
bersabda: Hadiah itu dapat menghi-
langkan pendengaran, menutup hati dan
penglihatan.
 Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi
Muhammad SAW bersabda: “Hadiah
untuk pejabat (penguasa) adalah kecu-
rangan.
 Dari Ali bin Abu Thalib, bahwa Nabi SAW
bersabda: “Pejabat mengambil hadiah
berarti memakan harta haram dan Hakim
menerima suap berarti kufur.”
PENGGELAPAN
 Ibnu Abbas meriwayatkan, katanya: saya
diberitahu Umar Ibnul Khattab, katanya: Ketika
usai perang Khaibar, serombongan sahabat yang
menghadap Rasulullah saw mengatakan: si
Fulan syahid, si Fulan syahid sehingga tiba di
tempat seseorang (dan mengatakan): si Fulan
ini syahid. Lalu Rasulullah menjawab: tidak,
sekali-kali tidak, sungguh benar-benar saya lihat
dia di neraka karena selembar burdah yang
disembunyikannya (HR Muslim da Abu Daud)
MENGHIANATI AMANAH
 Dan tidaklah layak seorang Nabi menyembunyikan ( ghani-
mah) dan siapa yang menyembunyikannya akan membawa
barang yang disembunyikan itu kelak di akhirat lalu setiap
orang akan disempurnakan (balasan) apa yang
dilakukannya sedangkan mereka tidak dizalimi (Q.S Ali
Imran: 161)
 Perkataan ”menyembunyikan” dalam ayat di atas adalah
terjemahan dari perkataan ”ghalla” karena ayat ini
diturunkan berkaitan dengan hilangnya selembar kain
merah dari barang-barang ghanimah (pampadan perang).
Sedangkan perkataan ”ghalla” sendiri artinya hianat. Oleh
karena itu, menghianati amanah yang diberikan oleh
Negara, rakyat atau atasan adalah sama dengan korupsi.
Begitu pula dengan melanggar sumpah jabatan dalam
konteks ayat ini, termasuk korupsi
MENYALAHGUNAKAN JABATAN
DAN FASILITAS NEGARA
 Sesuai dengan arti dari perkataan
”ghalla” di atas, yaitu menghianati
jabatan dan fasilitas yang harus
digunakan hanya untuk kepentingan
Negara, maka ia juga terkategori
sebagai perbuatan korupsi
KOLUSI DAN NEPOTISME
 Seorang perempuan di zaman Rasulullah SAW
sesudah fathu Makah telah mencuri. Rasulullah
lalu memerintahkan agar tangan wanita itu
dipotong. Usamah bin Zaid menemui Rasulullah
untuk meminta keringanan hukuman bagi
perempuan tersebut. Mendengar penuturan
Usamah, wajah Rasulullah langsung berubah.
Beliau lalu bersabda: “Apakah kamu akan meminta
pertolongan (mensyafa’ati) untuk melanggar
hukum-hukum Allah Azza Wajalla?. Demi Allah,
jika Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti
kupotong tangannya” (HR Imam Buchari)
LAMBAT MELAPOR KEUANGAN
/ASET NEGARA
 Abdullah bin Umar meriwayatkan: Rasulullah
saw ketika mendapat ghanimah, menyuruh Bilal
mengumumkan ke khalayak. Mereka lalu
membawa ghanimahnya. Diambil seperlima
terlebih dahulu (untuk fakir miskin dan anak
yatim piatu), lalu beliau membaginya (ke
peserta perang yang berhak). Ada seseorang
yang terlambat membawa seutas tali/kendali
terbuat dari bulu, seraya berkata: Ya Rasulullah,
inilah yang kami peroleh dari ghanimah.
Rasulullah SAW kemudian bertanya,
”Apakah anda belum mendengar
pengumuman Bilal.?” Diulang sampai
tiga kali. Dia pun menjawab: ”Ya,
sudah.” Selanjutnya beliau bertanya
lagi, ”Apa yang menyebabkan kamu
terlambat.?” Orang tersebut beralasan.
Maka Rasulullah SAW bersabda,
”Bawalah sendiri barang itu nanti di
hari kiamat, saya tidak mau menerima
barang tersebut darimu.”
KORUPSI DARI SUDUT
PANDANG NASRANI
 Engkau yang mengajar: jangan mencuri,
mengapa engkau sendiri mencuri.?
Mengapa engkau sendiri menghina Tuhan
dengan melanggar hukum.? (Roma 2: 21 –
23).
 jangan merampas dan jangan memeras
dan cukuplah dirimu dengan gajimu (Lukas
3: 13-14)
 ”Masakan Aku melupakan harta benda
kefasikan di rumah orang fasik dan takaran
efa yang kurang dan terkutuk itu.? Masakan
Aku membiarkan tidak dihukum orang yang
membawa neraca palsu atau pundi-pundi
berisi batu timbangan tipu.? Orang-orang
kaya di kota melakukan banyak kekerasan,
penduduknya berkata dusta dan lidah
dalam mulut mereka adalah penipu. Maka
Aku pun mulai memukul engkau,
menanduskan engkau oleh karena
dosamu.” (Mikha 6: 10 – 13)
KORUPSI DARI TINJAUAN
HUKUM POSITIF
 Sebagaimana diketahui, hukum positif di Indonesia
juga telah mengatur masalah korupsi. Aturan yang
paling utama adalah UU Nomor 31 Tahun 1999
tentang tindak pidana korupsi sebagaimana yang
diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Dalam
UU ini, perbuatan korupsi diatur dalam bab II
mengenai tindak pidana korupsi yang terdiri dari
19 pasal yang secara garis besar merumuskan 30
bentuk perbuatan yang termasuk korupsi yang
dapat diklasifikasi dalam 7 keluarga besar korupsi,
yaitu:
PERBUATAN YANG MERUGIKAN
KEUANGAN /PEREKONOMIAN NEGARA
 Sering kita dengar, seorang tersangka/terdakwa kasus
tindak pidana korupsi atau keluarganya mengatakan,
mereka tidak pernah menggunakan atau menikmati
uang korupsi yang disangkakan/dituduhkan. Mereka
lupa, sekalipun mereka tidak menggunakan atau
menikmati uang sebagaimana disangkakan, tetapi jika
telah terjadi kerugian keuangan/perekonomian
negara disebabkan perbuatan, tindakan atau
kebijakan mereka (yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang ada), hal itu
sudah terkategori sebagai korupsi. Utamanya, jika
unsur yang dimaksud pasal ini (pasal 2 dan pasal 3)
terpenuhi, tindakan tersebut dapat dikategorikan
sebagai tindak pidana korupsi.
Pasal 2 (1)
Setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri,
orang lain atau korporasi yang dapat merugikan
keuangan Negara atau perekonomian Negara,
dipidana penjara dengan penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan mengun-
tungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan, atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan Negara atau pereko-
nomian Negara, dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit
Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).
SUAP MENYUAP
 Pelanggan datang ke kantor layanan publik
untuk suatu urusan. Dia langsung menyerahkan
amplop berisi sejumlah uang dengan maksud
agar urusannya segera diselesaikan. Sebabnya
dua: (a) persyaratan yang harus dimiliki, tidak
terpenuhi. Kasus yang sering terjadi adalah
pengiriman TKW ke luar negeri yang masih di
bawah umur. (b) pelanggan tidak mau lama antri
karena banyak urusan lain yang mesti dikerjakan.
Atau dia adalah seorang tokoh masyarakat,
politisi atau pejabat yang merasa risih, malu,
gengsi atau tidak mau capek untuk antri dengan
masyarakat umum lainnya.
SUAP MENYUAP PASIF
 Suap menyuap pasif lebih banyak berbentuk janji-janji
seperti dalam kampanye Pilpres, Pemilu, Pemilukada,
kandidat mengatakan, jika dirinya atau partainya menang,
setiap orang diberi modal usaha dalam bentuk pinjaman
tanpa bunga dan tanpa agunan. Atau, kalau dilantik sebagai
komisaris, direktur BUMN/BUMD, Deputi, Kepala Biro, akan
diberikan mobil, motor atau sejumlah uang atau saham
perusahaan. Seorang tersangka akan menjanjikan hadiah
rumah, mobil atau sejumlah uang kalau penegak hukuman
meringankan hukumannya, apalagi sampai membebaskan-
nya. Korupsi jenis ini juga dilakukan oleh siswa dan
mahasiswa atau orang tua mereka agar anaknya dinaikan
kelas, lulus atau memeroleh nilai yang bagus.
 Korupsi jenis ini diatur dalam lima pasal, yaitu:
 Pasal 5: Dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
dan atau pidana denda paling sedikit
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp.250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah) setiap orang yang:
memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai
negeri atau Penyelenggara Negara dengan maksud
supaya pegawai atau Penyelenggara Negara tersebut
berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya, dilakukan atau tidak dilakukan dalam
jabatannya;
memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau
Penyelenggara Negara karena atau berhubungan
dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam
jabatannya.
Bagi pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang
menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huru a atau huruf b, dipidana dengan
pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1)
 Padal 13: Setiap orang yang memberi hadiah atau
janji kepada pegawai negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada
jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi
hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan
atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda
paling banyak Rp.150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah)
 Padal 12: Dipidana dengan penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah):
 Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang
menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau
patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
untuk menggerakan agar melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya;
 Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang
menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau
disebabkan karena telah melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya
Padal 11: Dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp.250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta rupiah), pegawai negeri atau
Penyelenggara Negara yang menerima hadiah
atau janji padahal diketahui atau patut diduga,
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
karena kekuasaan atau kewenangan yang
berhubungan dengan jabatannya, atau yang
menurut pikiran orang yang memberikan hadiah
janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
 Padal 6: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas tahun) dan
pidana denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.750.000.000,00
(tujuh ratus lima puluh juta rupiah), setiap orang yang:
 Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan
maksud untuk memengaruhi putusan perkara yang
diserahkan kepadanya untuk diadili; atau
 Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang
pengadilan dengan maksud untuk memengaruhi nasihat
atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan
perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
 Bagi Hakim yang menerima pemberian atau janji
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat
yang menerima pemberian atau janji sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana
yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Padal 12: Hakim yang menerima hadiah atau
janji, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
untuk memengaruhi putusan perkara yang
diserahkan kepadanya untuk diadili; seseorang
yang menurut peraturan perundang-undangan
ditentukan menjadi advokad untuk menghadiri
sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji tersebut untuk memengaruhi
nasihat atau pendapat yang akan diberikan,
berhubungan dengan perkara yang diserahkan
kepada pengadilan untuk diadili;
BAB III
SEJARAH PEMBERANTASAN KORUPSI
DI INDONESIA

 KKN PADA MASA ORDE LAMA


 KKN PADA MASA ORDE BARU
 KKN PADA MASA ORDE REFORMASI
A. KKN PADA MASA ORDE LAMA

1. KORUPSI MATERIEL

2. KORUPSI POLITIK

3. KORUPSI INTELEKTUAL
1. KORUPSI MATERIEL
a. Dana Revolusi
Dana Revolusi adalah dana yang diperoleh melalui cara
pengumpulan sumbangan masyarakat atas inisiatif
Presiden Soekarno. Dana-dana ini, menurut Soekarno
akan digunakan untuk membangun national character
building. Dana-dana revolusi itu, berdasarkan BAP
(Berita Acara Pemeriksaan) para tahanan politik orde
baru pasca G.30 S/PKI yang dikutip Bakri Tianlean,
berasal dari sumbangan yang dikenakan pada
pemberian ijin impor dengan Deferred Payment
khusus. Dalam pelaksanaannya, tidak ada peraturan
yang mengatur cara-cara dan syarat-syarat untuk
mendapatkan ijin impor, tarif pembayaran dana
revolusi maupun ketentuan-ketentuan mengenai
penggunaan dana-dana tersebut.
b. Penerimaan uang Komisi
Korupsi materiel yang mencolok yang dilakukan
pemerintahan orde lama menurut buku Bakri
Tianlen tersebut adalah Presiden Soekarno
menerima uang komisi sebesar US$
2.063.129,15 dari Bridgestone Tire Co. Ltd
(Jepang) dalam rangka impor 350.000 ban mobil
oleh PT Usaha Perkembangan Banteng yang
dilaksanakan oleh Bram Tambunan. Uang
tersebut dimasukan dalam rekening Bung Karno
di salah satu bank di Tokyo, Jepang.
 Komisi yang diperoleh Soekarno dapat dibacan di BAP
AR Aslam; BAP Yusuf Muda Dalam, BAP Potan Harahap,
SH; BAP Teuku Markam/PT Karkam; BAP Drs. Harsono
Reksoatmodjo; Berita Acara serah terima barang-barang
rampasan dari Dep. Kejaksaan tgl, 29 April 1966, yang
berisi keterangan:
 Dari catatan, khususnya Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
yang dilakukan terhadap beberapa pejabat orde lama,
dapat diketahui bahwa korupsi material yang dilakukan
pemerintahan orde lama cukup signifikan. Tidak kalah
penting, Soekarno, sadar atau tidak, terlibat dalam
kegiatan tersebut. Hal ini antara lain dapat dilihat dari
LHKPN Megawati Soekarno Putri ketika menjadi
Presiden RI, yaitu banyak barang antik peninggalan Bung
Karno yang menjadi milik Megawati yang tidak dapat
dicantumkan nilainya.
2. KORUPSI POLITIK
a. Pembubaran Parlemen
• Korupsi politik yang paling fundamental yang
dilakukan oleh Soekarno adalah pembubaran
parlemen, hasil Pemilu (1955) yang terbersih
yang pernah dipunyai Indonesia sejak merdeka
sampai saat ini. Pembubaran parlemen tersebut
dilakukan melalui Dekrit 5 Juli 1959 yang berisi
dua diktum, yaitu:
b. Pembubaran Partai Politik
 Ketika Soekarno semakin dikatotor, beberapa
anggota Partai Masyumi dan PSI melakukan
koreksi total terhadap pemerintah pusat dengan
tuntutan otonomi daerah.
 Gerakan meminta otonomi daerah ini
diboncengi beberapa perwira militer sehingga
kemudian Suamatera Barat dibombardir militer
Jakarta.
 Tanpa proses pengadilan, partai Masyumi dan
PSI dibubarkan Soekarno dan beberapa
aktivisnya dipenjarakan.
3. KORUPSI INTELEKTUAL
a. Penghianatan Terhadap Dekrit 5 Juli 1959 di mana dalam
dekrit tersebut dikatakan, Piagam Jakarta menjiwai Dekrit 5
Juli. Tetapi, ketika umat Islam mau menerapkan Piagam
Jakarta, mereka ditahan, dipenjarakan, dan diisolasikan
dengan tuduhan anti Pancasila.
b. Penghianatan Terhadap Pancasila dan UUD 45 di mana
Pancasila diperas menjadi trisila, kemudian menjadi ekasila
yang berarti gotong royong yang maknanya, sila pertama Ke-
Tuhanan Yang Maha Esa, hilang eksistensinya.
c. Keterlibatan Dalam Peristiwa G.30S/PKI di mana Soekarno
tidak membubarkan PKI yang jelas-jelas membunuh 6 enam
jenderal dan seorang perwira menengah.
B. KKN PADA MASA ORDE BARU
 Korupsi pada masa orde baru, lebih kasar dari korupsi
ketika orde lama karena ia merupakan kolaborasi di
antara penguasa yang dikuasasi oleh militer, khususnya
Angkatan Darat dengan pengusaha yang juga didominasi
oleh golongan nonpribumi. Pada masa itu, apa yang
disebut sebagai KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
dilaksanakan secara sempurna. Sedangkan nepotisme
Soeharto dapat dilihat dari jaringan bisnis yang dikuasai,
tak ubahnya seperti gurita. Sampai-sampai sepatu anak
sekolah pun ditentukan merk dagangnya yang
perusahaan penyedia jasa sepatu ini milik keluarga
Cendana. Begitu pula koperasi cengkeh yang
mengakibatkan kerugian luar biasa petani cengkeh di
 Bahkan sampai bisnis katering di hotel-hotel pun
dikuasai oleh keluarga Cendana. Oleh karena itu,
korupsi pada masa orde baru dapat dikategorikan
sebagai berikut Ketika terjadi peristiwa
pembajakan pesawat terbang Woyla (1981) oleh
kelompok Komji di bawah pimpinan Imran,
Menteri Agama Alamsyah Ratu-perwiranegara
mengundang ulama, tokoh dan pimpinan ormas
Islam untuk mendengarkan penjelasan pemerintah
atas kasus tersebut. Ternyata, Menteri Agama
hanya bertindak sebagai pengundang sedangkan
yang punya hajatan sebenarnya adalah
Pangkoptamtib, Laksamana Soedomo. Acaranya
berlangsgung di salah satu hotel ternama di
Jakarta. Sebab, katering untuk acara tersebut
disediakan oleh perusahaan milik ibu Tien
Soeharto.
C. KKN PADA MASA ORDE REFORMASI
 Korupsi politik dan korupsi intelektual, cukup
subur, di antaranya mengamandemen UUD 45 yang
secara substantif menyalahi filosofi pemikiran
founding fathers.
 Pengusaha menguasai legislatif sehingga UU yang
dilahirkan memihak pengusaha sehingga 80% lahan
di Indonesia, dikuasai 0,2% pengusaha yang
notabene nonpribumi.
 KKN dengan pengusaha asing cukup
mengkhawatirkan sehingga utang luar negeri dapat
menjadikan Indonesia sebagai jajahan salah satu
super power di dunia.

Anda mungkin juga menyukai