Anda di halaman 1dari 6

Akulturasi kebudayaan Hindu Budha

Dalam Seni Pertunjukan


D
I
S
U
S
U
N
Oleh:Kelompok 3
1.Muh. Fiqri Fauzan
2.Mutmainna
3.Khalifah Aisyah Herman
4.Misbahul Munir
5.M. Yusran
Perkembangan seni pertunjukan pada masa Indonesia kuno dapat
diketahui melalui tulisan pada prasasti-prasasti, relief-relief candi,
dan kitab-kitab sastra yang ada. Secara khusus tidak ada prasasti
yang menuliskan tentang adanya suatu bentuk pertunjukan seni,
namun pemakaian kata-kata yang bermakna tentang seni
pertunjukan sering muncul dalam prasasti, kitab sastra, ataupun
relief pada candi. Kitab sastra dan relief tersebut dipergunakan
para ahli etnografi untuk menyimpulkan bahwa pada masa itu, seni
pertunjukan yang berkaitan dengan seni musik dan seni tari telah
berkembang dengan baik.
Beberapa kosakata yang ada pada prasasti, relief candi, ataupun
buku sastra pada masa Indonesia kuno diidentikkan dengan
perkembangan seni pertunjukan, antara lain:
a) adanya kata-kata: mrdangga, padahi, tuwung, curing, dan
murawa yang ada dalam prasasti merupakan sebutan untuk jenis-
jenis alat musik pada masa Indonesia kuno;
b) kata-kata: widu mangidung, yang sering muncul di prasasti
menunjukkan makna “menyanyi“ (seni vokal);
c) kata-kata mangigel atau anigelaken dan mamirus yang berarti
tari topeng menunjukkan perkembangan seni tari pada masa itu;
d) relief-relief yang terdapat pada dinding candi Borobudur
menggambarkan alat musik petik, siter dan kecapi, alat musik
kendang dan alat musik tiup, menujukkan pada masa itu telah
berkembang seni musik;
e).relief-relief yang terdapat pada dinding candi Sukuh,
Tawangmangu, Jawa Tengah menunjukkan gambar terompet dan
alat musik bendhe. Pilihan pembuat candi menggambarkan relief
tentang alatalat musik tersebut menunjukkan bahwa pada masa
itu telah berkembang seni pertunjukan musik dan tari di tengah
kehidupan masyarakat. Relief candi pada hakikatnya merupakan
bentuk kegiatan mendokumentasikan pola perilaku masyarakat
pada masa itu;
f) beberapa kitab sastra yang disusun oleh para pujangga kerajaan
pada masa Indonesia kuno telah memasukkan beberapa kata dan
kalimat yang menunjukkan makna adanya suatu bentuk seni
pertunjukan, baik yang mencakup seni musik maupun seni tari,
kitab sastra tersebut sebagai berikut.

• Dalam kitab Arjunawiwaha, disebutkan “ …ghurna ng gong bheri


..”
• Dalam kitab Sutasoma dituliskan “ …munyang gong pangarah .. “
• Dalam kitab Lubdhaka, dituliskan “… rojeh gong gumuruh ..”
• Dalam kitab Hariwangsa, dituliskan “ … rojeh gong grebeg ning
bala … “

Kata-kata “gong” pada kalimat tersebut menunjukkan makna


sebagai alat musik tradisional, yang sampai kini masih
dipergunakan sebagai salah satu dari alat musik tradisional Jawa.
• Demikian pula dalam Kitab Smaradahana, Hariwangsa, dan Tantri
Kamandaka dituliskan alat musik kendang dengan istilah
“tabehtabehan” atau “ tetabuhan”.
• Dalam Kitab Arjunawiwaha juga dituliskan tentang alat musik
simbal yang disebut sebagai “barebet “.
• Dalam Kitab Malat terdapat tulisan alat musik gambang, yakni
salah satu alat musik tradisional Jawa yang berupa rangkaian
bilahan kayu dengan nada berbeda-beda dibunyikan dengan dua alat
pemukul yang bagian pemukulnya bulat pipih.
• Dalam Kitab Malat juga dituliskan tentang pemakaian alat musik
rebab (jenis alat musik gesek tradisional Jawa) dalam kalimat “….
rebab muni alangu …“, serta menyebutkan alat musik kecapi dengan
istilah kacapi atau kachapi.

• Dalam Kitab Kidung Harsawijaya, terdapat kata-kata angidung,


yang berarti menyanyi, angringgit yang berarti memainkan wayang
(ringgit = wayang), anepuk atau anapuk yang berarti menari
topeng, dan amidu atau widu yang mengandung makna menyanyi,
serta agugujegan yang berarti melucu atau melawak.
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada masa Indonesia kuno,
masyarakat telah mengenal seni pertunjukan yang terdiri atas seni vokal (menyanyi), seni
musik (gamelan), dan seni tari.

Dalam bidang seni pertunjukan pengaruh kebudayaan Hindu memunculkan berbagai


bentuk seni tari maupun seni drama tradisional yang masih lestari hingga kini, antara lain:
• wayang orang ataupun wayang kulit yang mengambil cerita dari kisah Mahabharata
dan Ramayana;

• drama tari topeng yang mengambil kisah cerita panji;


• tari topeng panji, tari topeng rumyang dan tari topeng tumenggungan dari Cirebon;
• tari klono topeng dan tari gunung sari, di Jawa Tengah.

Anda mungkin juga menyukai