Anda di halaman 1dari 13

JUWITA PUSPITA YAMIN

PK 115017068
Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang
ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat
akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus secara
klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar
bilirubin darah 5-7 mg/dl (Kosim, 2012).
1. Ikterus Fisiologis

Ikterus fisiologis adalah suatu proses normal yang terlihat pada


sekitar 40-50 % bayi aterm/cukup bulan dan sampai dengan 80
% bayi prematur dalam minggu pertama kehidupan. Ikterus
fisiologis adalah perubahan transisional yang memicu
pembentukan bilirubin secara berlebihan di dalam darah yang
menyebabkan bayi berwarna ikterus atau kuning (Kosim, 2012).
Menurut Ridha (2014) ikterus fisiologis memiliki tanda-tanda, antara lain
sebagai berikut :

1. Warna kuning akan timbul pada hari kedua atau ketiga setelah bayi lahir
dan tampak jelas pada hari kelima sampai keenam dan menghilang
sampai hari kesepuluh.

2. Kadar bilirubin indirek tidak lebih dari 10 mg/dl pada neonatus kurang
bulan dan 12,5 mg/dl pada neonatus cukup bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg/dl per hari.
4. Kadar bilirubin direk tidak lebih dari 1 mg/dl.
5. Tidak memiliki hubungan dengan keadaan patologis yang berpotensi
menjadi kern icterus (ensefalopati biliaris adalah suatu kerusakan otak
akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak).
2. Ikterus patologis
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis
atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia (Saifuddin, 2009).
Menurut Kosim (2012) ikterus patologis tidak mudah dibedakan dari
ikterus fisiologis. Keadaan di bawah ini merupakan petunjuk untuk
tindak lanjutnya sebagai berikut :
1. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam.
2. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan
fototerapi.
3. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg/dl pada neonatus
kurang bulan dan 12,5 mg/dl pada neonatus cukup bulan.
4. Peningkatan bilirubin total serum > 0,5 mg/dl/jam.
5. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi
muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang
cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil.
6. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah
14 hari pada bayi kurang bulan.
7. Ikterus yang disertai keadaan antara lain : BBLR, masa gestasi
kurang dari 36 minggu, asfiksia, infeksi, dan hipoglikemia.
Menurut Marmi dan Rahardjo (2012) etiologi ikterus pada bayi
baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain sebagai berikut :

1. Produksi yang berlebihan, lebih dari kemampuan bayi untuk


mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada
inkompatibilitas darah Rh, ABO, defisiensi enzim G6PD, pyruvate
kinase, perdarahan tertutup, dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar,
kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi
hepar akibat asidosis, hipoksia, dan infeksi atau tidak
terdapatnya enzim glucoronil transferase (criggler najjar
syndrome). Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam
hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel-sel
hepar.
3. Gangguan dalam transportasi. Bilirubin dalam darah terikat
oleh albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dan
albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat-obat, misalnya : salisilat
dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang
mudah melekat ke sel otak
4. Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat
obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar
biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar.

5. Obstruksi saluran pencernaan (fungsional atau struktural)


dapat mengakibatkan hiperbilirubinemia unconjugated akibat
penambahan dari bilirubin yang berasal dari sirkulasi
enterohepatik.
6. Ikterus akibat Air Susu Ibu (ASI). Ikterus akibat ASI merupakan
unconjugated hiperbilirubinemia yang mencapai puncaknya terlambat
(biasanya menjelang hari ke 6-14). Hal ini untuk membedakan ikterus
pada bayi yang disusui ASI selama minggu pertama kehidupan.
Sebagian bahan yang terkandung dalam ASI (beta glucoronidase) akan
memecah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam lemak, sehingga
bilirubin indirek akan meningkat, dan kemudian akan diresorbsi oleh
usus. Bayi yang mendapat ASI bila dibandingkan dengan bayi yang
mendapat susu formula, mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi
berkaitan dengan penurunan asupan pada beberapa hari pertama
kehidupan. Pengobatannya yaitu bukan dengan menghentikan
pemberian ASI melainkan dengan meningkatkan frekuensi
pemberiannya.
• Meningkatnya kadar bilirubin dapat juga disebabkan produksi yang
berlebihan. Sebagian besar bilirubin berasal dari destruksi eritrosit
yang menua. Pada neonatus 75 % bilirubin berasal dari mekanisme
ini. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 34 mg bilirubin
indirek (free billirubin) dan sisanya 25 % disebut early labeled
bilirubin yang berasal dari pelepasan hemoglobin karena eritropoeis
yang tidak efektif di dalam sumsum tulang, jaringan yang
mengandung protein heme dan heme bebas. Pembentukan bilirubin
diawali dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin.
Setelah mengalami reduksi biliverdin menjadi bilirubin bebas, yaitu
zat yang larut dalam lemak yang bersifat lipofilik yang sulit
diekskresi dan mudah melewati membran biologik, seperti plasenta
dan sawar otak (Kosim, 2012).
Di dalam plasma, bilirubin tersebut terikat/bersenyawa dengan
albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar menjadi mekanisme
ambilan sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hepar dan
masuk ke dalam hepatosit. Di dalam sel bilirubin akan terikat dan
bersenyawa dengan ligandin (protein Y), protein Z, dan glutation S-
tranferase membawa bilirubin ke reticulum endoplasma hati (Kosim,
2012).
Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin
diglukoronide dan sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Ada
dua enzim yang terlibat dalam sintesis bilirubin diglukoronide yaitu
uridin difosfat glukoronide transferase (UDPG:T) yang mengkatalisasi
pembentukan bilirubin monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi
diglukoronide terjadi di membran kanalikulus (Hasan dan Alatas,
2007).
Menurut Ridha (2014) mencegah terjadinya kern ikterus atau
ensefalopati biliaris dalam hal ini yang penting ialah
pengamatan yang ketat dan cermat perubahan peningkatan
kadar ikterus/bilirubin bayi baru lahir khususnya ikterus yang
kemungkinan besar menjadi patologis, yaitu :

1. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama.


2. Ikterus dengan kadar bilirubin >12,5 mg pada neonatus
cukup bulan atau >10 mg% pada neonatus kurang bulan.
3. Ikterus dengan peningkatan kadar bilirubin >5 mg%/hari.

Anda mungkin juga menyukai