Anda di halaman 1dari 89

Ruang tutorial 12

skenario 2
2

SKENARIO 2
Seorang anak perempuan, 8 tahun, BB 26kg, TB 126cm, dibawa
orang tuanya ke poliklinik dengan keluhan utama suka mendadak
bengong di kelas sejak sekitar 3 bulan terakhir. Menurut orang tua,
satu bulan yang lalu, guru pasien melaporkan bahwa dia mulai
menyadari dalam 3 bulan terakhir ini jika si anak sering mendadak
bengong saat sedang belajar atau bermain dengan teman-temannya di
sekolah. Kedua orang tua juga baru menyadari bahwa satu buan
terakhir ini anaknya juga seperti mendadak bengong sebentar saat
sedang bermain di rumah.
3

Kata Sulit
Masalah Dasar
:- Anak perempuan
Kata umur 8 tahun
datang dengan
kunci keluhan mendadak
bengong sudah 3
bulan, keluhan
 Anak perempuan 8 tahun.
sering muncul saat
 Mendadak bengong sejak 3
sedang belajar dan
bulan yang lalu.
bermain.
 BB 26kg.
 TB 126cm.
PERTANYAAN- PERTANYAAN 4
1. Bagaimana anamnesis pada kasus diatas?
2. Pemeriksaan Fisik apa yang harus dilakukan?
3. Pemeriksaan Penunjang apa yang dilakukan?
4. Apa diagnosa kerja dan diagnosa bandingnya?
5. Bagaimana epidemiologi kasus tersebut?
6. Apa saja etiologi dan faktor risikonya?
7. Bagaimana patomekanisme yang sesuai dengan
kasus diatas?
8. Apa saja penatalaksanaan farmakologis dan
nonfarmakologis kasus ini?
9. Bagaimana komplikasi dan prognosisnya?
10. Apa saja pencegahan dan edukasi yang perlu
diberikan?
ANAMNESIS
ANAMNESIS
Riwayat penyakit
sekarang

THE SACRED Riwayat penyakit dahulu


SEVEN
AND
FUNDAMENTAL Riwayat penyakit
FOUR keluarga

Riwayat kebiasaan

6
KELUHAN UTAMA : MENDADAK BENGONG

ONSET DAN KRONOLOGI :

 SEJAK KAPAN SERANGAN MUNCUL ?


 APAKAH TERJADI SECARA TIBA- TIBA ?
 APAKAH ADA TANDA-TANDA SEBELUM
SERANGAN MUNCUL ?
KUANTITAS :

 APAKAH SERANGAN SERING TERJADI ? DALAM SEHARI BISA


BERAPA KALI ?
 BERAPA LAMA SERANGAN TERJADI ?

KUALITAS :
 APAKAH SAAT DIPANGGIL NAMANYA , DIA SADAR ?
 APAKAH PASIEN MENGINGAT APA YANG IA LAKUKAN SEBELUMNYA
?
 APAKAH SAAT BENGONG ADA GERAKAN PADA WAJAH ?
 APAKAH MATA PASIEN MENATAP KEATAS ?
 APAKAH SETELAH SERANGAN TERJADI PASIEN LINGLUNG ATAU
LANGSUNG MELAKUKAN AKTIVITAS SEPERTI TIDAK TERJADI APA-
APA ?
8
FAKTOR MEMPERBERAT DAN MEMPERINGAN:

 ADAKAH AKTIVITAS TERTENTU YANG


MENYEBABKAN PASIEN BENGONG ?

 ADAKAH USAHA DARI ORANG TUA/GURU YANG


DILAKUKAN KETIKA ANAK BENGONG ?

KELUHAN LAIN ;

APAKAH ADA DEMAM?


APAKAH ANAK SEMPAT KEJANG ?

9
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :

 APAKAH SEBELUMNYA PERNAH DEMAM DAN


KEJANG ?
 APAKAH SEBELUMNYA PASIEN PERNAH
TRAUMA ?

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA :

 APAKAH ADA ANGGOTA KELUARGA YANG


PERNAH MENGALAMI KELUHAN YANG SAMA ?
 ADAKAH ANGGOTA KELUARGA YANG PERNAH
DAN SERING KEJANG ?
RIWAYAT HAMIL DAN MELAHIRKAN

 APAKAH IBU SAAT HAMIL


MENGALAMI KONDISI HIPOKALEMIA
ATAU HIPOGLIKEMIA ?

 APAKAH SAAT MELAHIRKAN


TERJADI TRAUMA LAHIR ?
Pemeriksaan Fisik

12
TTV GCS Pemeriksaan
(Tanda- INSPEKSI (Glasglow Neurologi :
tanda Coma Motorik
vital) Scale)

13
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG merupakan pemeriksaan
penunjang yang paling sering dilakukan dan harus
dilakukan pada semua pasien epilepsi untuk
menegakkan diagnosis epilepsi.
16
Rekaman EEG dikatakan abnormal apabila:
1. Asimetris irama dan voltase gelombang pada
daerah yang sama di kedua hemisfer otak
2. Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang
lebih lambat dibanding seharusnya

✘ Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah
neuroimaging bertujuan untuk melihat struktur otak
dan melengkapi data EEG.
17
DIAGNOSIS
Dx ETIOLOGIS :
Epilepsi Dx TOPIS:
Idiopatik,
Tipe lena
-Klasifikasi Epilepsi-

Lena/petit mal
Parsial  Kehilangan Grand mal Mioklonik
 Gang. kesadaran  Kontraksi
 Jatuh mendadak
Kesadaran  Mata menatap (dgn teriakan)
otot-otot
kosong hilangnya
 Tubuh kaku
 Gej.psikis tonus otot
(bengong) gej.motorik
 Gang. Fungsi  Gerakan (tonik-klonik)
luhur mioklonik  Kesadaran hilang
saat jatuh
 Sering (mata/wajah)
 Disertai mulut
bercampur  Otomatisme berbusa/
dgn emosi  Kehilangn ngompol
Atonik
 Bingung dan
tonus otot  Stlh bangkitan  Kehilangan
disorientasi
 Pas sadar sering tidur, tonus otot
lupa segalanya tampak letih & mendadak
sakit kepala
 Sblm kejang
kecemasan
BANGKITAN PARSIAL
PARSIAL
PARSIAL
KOMPLEKS
SEDERHANA
Gambaran parsial
sederhana diikuti
o motorik gangguan kesadaran
o sensorik Dg gangguan
kesadaran pd saat
o autonomik awal bangkitan

 gang. Fungsi
luhur
-Dx DD-

Lena/petit mal
Parsial  Kehilangan Grand mal Mioklonik
 Gang. kesadaran  Kontraksi
 Jatuh mendadak
Kesadaran  Mata menatap (dgn teriakan)
otot-otot
kosong hilangnya
 Tubuh kaku
 Gej.psikis tonus otot
(bengong) gej.motorik
 Gang. Fungsi  Gerakan (tonik-klonik)
luhur mioklonik  Kesadaran hilang
saat jatuh
 Sering (mata/wajah)
 Disertai mulut
bercampur  Otomatisme berbusa/
dgn emosi  Kehilangn ngompol
Atonik
 Bingung
tonus otot  Stlh bangkitan  Kehilangan
 disorientasi
 Pas sadar sering tidur, tonus otot
lupa segalanya tampak letih & mendadak
sakit kepala
 Sblm kejang
kecemasan
Dx banding lainnya

 Sinkop
Migren
Tic
 Ketakutan malam hari
 Psikogenik
Definisi epilepsi

Epilepsi adalah Cetusan listrik lokal pada substansia grisea


otak yang terjadi sewaktu-waktu, mendadak, dan sangat
cepat yang dapat mengakibatkan serangan penurunan
kesadaran, perubahan fungsi motorik atau sensorik, perilaku
atau emosional yang intermiten

suatu kelainan di otak yang ditandai adanya bangkitan


epileptik yang berulang
EPIDEMIOLO
GI
DUNIA

Data World Health Organization (WHO) menunjukkan


epilepsi menyerang 70 juta dari penduduk dunia (Brodie et
al., 2012). Epilepsi dapat terjadi pada siapa saja di seluruh
dunia tanpa batasan ras dan sosial ekonomi.Data epilepsi
yang dihimpun dari 108 negara mencakup 85,4% dari
populasi dunia terdapat 43.704.000 orang menderita epilepsi.
Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama di negara
berkembang yang mencapai 114 per 100.000 penduduk per
tahun. Angka tersebut tergolong tinggi dibandingkan dengan
negara yang maju dimana angka kejadian epilepsi berkisar antara
24-53 per 100.000 penduduk per tahun.
26
Insidensi epilepsi di negara-negara
maju ditemukan 24-53 setiap 100.000
populasi, sementara insidensi epilepsi di
negara-negara berkembang 49.3-190
setiap 100.000 populasi. Tingginya
insidensi epilepsi di negara-negara
berkembang dikarenakan infeksi susunan
saraf pusat, trauma kepala dan
morbiditas perinatal (WHO, 2010).
Tingkat insidensi epilepsi
menunjukkan laki-laki lebih sering terjangkit
daripada wanita penelitian, yang berkisar
antara 41,9 setiap 100.000 populasi laki-
laki dan 20,7 setiap 100.000 populasi
wanita. Tingkat insidensi pada laki-laki
lebih tinggi merupakan kontribusi faktor
resiko dari trauma kepala
INDONESIA

Bila jumlah penduduk Indonesia berkisar 220 juta, maka


diperkirakan jumlah penderita epilepsi baru 250.000 per tahun.
Dari berbagai studi diperkirakan prevalensi epilepsi berkisar antara
0,5-4%. Rata-rata prevalensi epilepsi 8,2 per 1000 penduduk.
Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup tinggi,
menurun pada dewasa muda dan pertengahan, kemudian
meningkat lagi pada kelompok usia lanjut (Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI, 2011).

28
SULAWESI UTARA

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Poliklinik Saraf RSUP Prof.


DR. R. D. Kandou Manado periode Juli 2015-Juni 2016 dapat
disimpulkan bahwa jumlah penyandang epilepsi jenis kelamin laki-
laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Distribusi penyandang
epilepsi terbanyak pada golongan usia dewasa muda, tingkat
pendidikan terkahir SMA, belum bekerja dan masih berstatus
sebagai pelajar, serta mengalami kejang yang tidak terkontrol
dengan jenis bangkitan parsial (fokal).

29
ETIOLOGI DAN
FAKTOR RISIKO
Pendahuluan

Etiologi tidak ada penyebab yang pasti.


Dengan demikian berikut adalah faktor-
faktor resiko dari epilepsi.
Faktor resiko yang paling banyak
dilaporkan oleh Negara-Negara
dalam penelitian WHO (149
Negara):

1.Trauma
2.Infeksi SSP
3.Perinatal
4.Cerebrovascular disease
5.Idiopathic
6.Tumors
7.Congential
8.Parasitic
1. Brain trauma
Yang paling penting; dan resiko
epilepsi tergantung seberapa parahnya
trauma tersebut.

2. Infeksi CNS
- Meningitis yang paling sering, dan 34

lebih beresiko menjadi epilepsi jika


sedang mengalami penyakit akut.
- Neurocysticerecosis (NCC),
khususnya di daerah endemic seperti
Peru, dimana Taenia solium sering
ditemukan
3. Perinatal (paling banyak di negara
berkembang)
- Infeksi
- Trauma
- Malformasi pada saat perkembangan otak.
(korteks, rongga, ataupun arteriovena)
(JARANG)
35

4. Idiopathic (tanpa penyebab jelas, biasanya


dengan faktor resiko genetik)
- Keluarga (Horizontal dan vertikal)
- Kelainan kromosomal, khususnya yang
berkelainan trisomy 21 ditemukan ada
kejang, dan 20% menunjukan kelainan pada
pemeriksaan EEG.
5. “
Tumor otak
- Faktor resiko yang
tergantung akan lokasi,
besar tumor

6. Penyakit degenerative:
- Alzheimer’s, salah satu
faktor resiko epilepsi
pada umur lansia
36
7. Penyakit serebrovaskular,
seperti stroke
- Stroke adalah faktor resiko
yang cukup besar dalam
epilepsi
37

8. Alkohol
- Peminum alkohol kronik
termasuk dalam faktor resiko
yang cukup besar, dan
tergantung dosis minum.
PATOMEKANISME
39
TATALAKSANA
FARMAKOLOGI
Ada 4 mekanisme aksi utama OAE yaitu:
a. Mengikat kanal Na menjadi inaktif
Contoh obat: Fenitoin, Karbamazepin, Oxcarbazepin, Zonisamid, Lamotrigin,
Topiramat, Gabapentin.
b. Memodulasi GABA, menginhibisi reuptake GABA
Contoh obat: Agonis GABAa (Benzodiazepin, Barbiturat, Topiramat); Inhibitor
reuptake (Tiagabin); GABA-transaminase (Vigabatrin); Modulasi GAD
(Felbamate).
c. Mengikat reseptor glutamat
Contoh obat: Reseptor NMDA (Felbamate) dan Reseptor AMPA/Kainat
(Topiramat).
d. Mengikat kanal Ca
Contoh obat: Ethosuksimid, Fenitoin, Karbamazepin, Oxcarbazepin, Zonisamid.
(Brodie dan Dichter, 1996; Gidal dan Garnett, 2005; Lawthorn dan Smith,
2001).
A. MENGIKAT KANAL NA MENJADI INAKTIF

Channel Na secara dinamis berada dalam tiga keadaan:


a.) Keadaan istirahat yaitu keadaan selama Na+ berjalan menuju ke
sel melalui channel Na.
b.) Keadaan aktif yaitu keadaan dimana terjadi peningkatan Na+
yang masuk ke dalam sel.
c.) Keadaan inaktif yaitu keadaan dimana channel tidak memberikan
jalan untuk Na+ masuk ke dalam sel.
Dalam keadaan istirahat, sel-sel neuron mempunyai keseimbangan
antara ion ekstraseluler dan intraseluler, yakni ion Ca, Na, dan Cl
lebih cenderung berada di luar sel sedangkan ion K cenderung
berada di dalam sel.
Adanya rangsang mekanik, kimiawi, dan listrik serta rangsangan lain
akibat suatu penyakit membuat permeabilitas membran terhadap
ion-ion tersebut meningkat. Ion Na, Ca, dan Cl masuk ke dalam sel
secara berlebihan.
Hal ini mencetuskan pelepasan muatan listrik yang
berlebihan sehingga menyebabkan terjadinya epilepsi.
Contoh obat lamotrigin, ada juga acetazolamid untuk
menstabilkan keluar masuknya natrium pada sel otak.
(Wibowo dan Gofir, 2006).
B. MENGIKAT KANAL CA

Ca bertanggung jawab atas terjadinya letupan


kortikal ritmik kejang. Obat yang menurunkan nilai
ambang arus ion Ca2+, contohnya yaitu etoksuksimid
(Ikawati, 2011).
C. MEMODULASI GABA, MENGINHIBISI REUPTAKE GABA
Reaksi kejang merupakan hasil ketidakseimbangan antara aktivitas
eksitasi dan inhibisi pada otak, dimana aktivitas eksitasinya lebih tinggi
daripada inhibisi.
Akson melepaskan neurotransmitter, melalui ruang sinaps yang
berhubungan dengan dendrit-dendrit dan badan sel neuron lain.
Neurotransmitter terbagi menjadi dua bagian yaitu eksitator dan
inhibitor.
Hasil pengaruh kedua neurotransmitter tersebut dapat bersifat eksitasi
atau inhibisi. Jika yang terjadi lebih kuat eksitasi, maka neuron akan
lebih mudah melepaskan muatan listrik dan meneruskan impuls ke
neuron-neuron lain. Sebaliknya jika inhibisi yang lebih kuat, maka
neuron-neuron akan dihambat untuk tidak meneruskan impuls ke
neuron lain.
Proses inhibisi ini akan menghentikan serangan epilepsi. (Wibowo dan
Gofir, 2006)
NON-FARMAKOLOGI
PEMBEDAHAN
Pada pasien yang tetap mengalami kejang
meskipun sudah mendapat lebih dari 3 agen
antikonvulsan, adanya abnormalitas fokal, lesi
epileptik yang menjadi pusat abnormalitas epilepsi.
(Ikawati, 2011)
DIET KETOGENIK

Menggunakan lemak sebagai sumber energi.


Mekanisme diet ketogenik sebagai antiepilepsi masih belum
diketahui secara pasti, namun senyawa keton ini
diperkirakan berkontribusi terhadap pengontrolan kejang.
Diet ketogenik diketahui dapat menekan atau mencegah
kejang pada banyak anak yang kejangnya tidak dapat
dikontrol melalui medikasi.
OBAT ANTI EPILEPSI PADA
ABSENCE DAN DOSISNYA
EFEK OBAT ANTIEPILEPSI PADA ANAK

• Jurnal Pediatr Neurol. th 2006 : obat2 antiepilepsi (asam


valproat, carbamazepin, oxcarbazepin) dapat menurunkan
densitas tulang pada anak.
• Perlu monitoring pemakaian jangka panjang pada anak, di
samping perlu dipertimbangkan pemberian suplemen utk
tulang.
Diberikan 1 macam obat epilepsi terlebih dahulu dimulai dari dosis
minimal. Jika kejang masih ada, maka naikkan dosis secara bertahap
sampai dosis optimal yang dapat mengontrol kejang. Dosis optimal
akan terus dipertahankan sampai 2 tahun bebas kejang, dosis akan
disesuaikan jika terdapat kenaikan berat badan anak. Jika dengan 1
macam obat (dosis maksimal) kejang masih ada, berikan obat
antiepilepsi kedua sebagai tambahan.
Kejang umum terbagi atas:
• Tonic-clonic convulsion = grand mal
• merupakan bentuk paling banyak terjadi
• pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas terengah-engah, keluar air
liur
• bisa terjadi sianosis, ngompol, atau menggigit lidah
• terjadi beberapa menit, kemudian diikuti lemah, kebingungan,
sakit kepala atau tidur
SASARAN TERAPI
Mengontrol supaya tidak terjadi kejang dan meminimalisasi adverse effect of
drug

Strategi Terapi
 mencegah atau menurunkan lepasnya muatan listrik
syaraf yang berlebihan  melalui perubahan pada kanal
ion atau mengatur ketersediaan neurotransmitter
PRINSIP UMUM TERAPI EPILEPSI:
• monoterapi lebih baik  mengurangi potensi adverse effect,
meningkatkan kepatuhan pasien, tidak terbukti bahwa politerapi
lebih baik dari monoterapi dan biasanya kurang efektif karena
interaksi antar obat justru akan mengganggu efektivitasnya dan
akumulasi efek samping dg politerapi
• hindari atau minimalkan penggunaan antiepilepsi sedatif 
toleransi, efek pada intelegensia, memori, kemampuan motorik
bisa menetap selama pengobatan
• jika mungkin, mulai terapi dgn satu antiepilepsi non-sedatif, jika
gagal baru diberi sedatif atau politerapi
• berikan terapi sesuai dgn jenis epilepsinya
• Memperhatikan risk-benefit ratio terapi
• Penggunaan obat harus sehemat mungkin dan sedapat
mungkin dalam jangka waktu pendek
• mulai dengan dosis terkecil dan dapat ditingkatkan
sesuai dg kondisi klinis pasien  penting : kepatuhan
pasien
• ada variasi individual terhadap respon obat antiepilepsi
 perlu pemantauan ketat dan penyesuaian dosis
• jika suatu obat gagal mencapai terapi yang diharapkan
 pelan-pelan dihentikan dan diganti dengan obat lain
(jgn politerapi)
• lakukan monitoring kadar obat dalam darah  jika
mungkin, lakukan penyesuaian dosis dgn melihat juga
kondisi klinis pasien
MONITORING KADAR OBAT DALAM SERUM
(TDM = THERAPEUTIC DRUG MONITORING )
Tujuan :
• Untuk mengevaluasi kepatuhan penderita
• Menilai faktor farmakokinetika dan farmakodinamika obat  menelusuri
kemungkinan apabila terjadi kegagalan terapi
• Mengidentifikasi kadar obat yg efektif utk mengenali perubahan2 yg mungkin dpt
menimbulkan kejang/bangkitan atau efek samping
• Menentukan obat apa yg kemungkinan dpt menimbulkan efek toksik apabila
digunakan lebih dari satu macam obat
Kendala :
Fasilitas & biaya pemeriksaan laboratorium
PENDEKATAN MONOTERAPI

• Tujuan utama : mengendalikan bangkitan epilepsi dg satu jenis obat


• Obat yg dipilih adl obat yg terbaik atau paling sesuai utk bangkitan tertentu dan penderita
sendiri
• Apabila obat pertama jelas2 terbukti tdk efektif, maka obat jenis kedua harus diberikan
• Penghentian obat pertama secara mendadak tidak dianjurkan karena akan menimbulkan
bangkitan ulang, penurunan dosis dianjurkan 20% dari dosis total harian setiap 5 kali waktu
paroh obat
• Dalam praktek pendekatan monoterapi mungkin sulit diterapkan secara konsisten mengingat
perlu tenaga profesional, fasilitas laboratorium yg mendukung serta kerja sama yg baik
antara penderita dan keluarga
TATALAKSANA TERAPI

• Non farmakologi:
• Amati faktor pemicu
• Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya :
stress, OR, konsumsi kopi atau alkohol,
perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dll.
• Farmakologi : menggunakan obat-obat antiepilepsi
OBAT-OBAT ANTI EPILEPSI
Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+:
• Inaktivasi kanal Na  menurunkan kemampuan syaraf untuk
menghantarkan muatan listrik
• Contoh: fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, okskarbazepin, valproat
Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik:
• agonis reseptor GABA  meningkatkan transmisi inhibitori dg
mengaktifkan kerja reseptor GABA  contoh: benzodiazepin, barbiturat
• menghambat GABA transaminase  konsentrasi GABA meningkat 
contoh: Vigabatrin
• menghambat GABA transporter  memperlama aksi GABA  contoh:
Tiagabin
• meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal pasien 
mungkin dg menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesikular pool 
contoh: Gabapentin
Pemilihan obat : Tergantung pada jenis epilepsinya

Kejang Umum (generalized seizures)


Kejang
parsial Tonic-clonic Abscense Myoclonic,
atonic
Drug of Karbamazepin Valproat Etosuksimid Valproat
choice Fenitoin Karbamazepin Valproat
Valproat Fenitoin

Alternatives Lamotrigin Lamotrigin Clonazepam Klonazepam


Gabapentin Topiramat Lamotrigin Lamotrigin
Topiramat Primidon Topiramat
Tiagabin Fenobarbital Felbamat
Primidon
Fenobarbital
ALGORITMA Diagnosa positif
TATALAKSANA
EPILEPSI Mulai pengobatan dg satu AED
Pilih berdasar klasifikasi kejang
dan efek samping

Ya Sembuh ? Tidak

Efek samping dapat ditoleransi ? Efek samping dapat ditoleransi ?

Ya Tidak Ya Tidak

Tingkatkan dosis Turunkan dosis


Kualitas hidup Turunkan dosis Tambah AED 2
optimal ?

Pertimbangkan,
Sembuh?
Ya Tidak Hentikan AED1
Atasi dg tepat Tetap gunakan Ya Tidak
AED2
Lanjutkan
terapi
lanjut
lanjut
lanjutan

Lanjutkan Tidak sembuh


terapi
Efek samping dapat ditoleransi ?
Tidak kambuh
Selama > 2 th ? Tidak Ya

ya tidak Hentikan AED yang tdk efektif, Tingkatkan dosis


Tambahkan AED2 yang lain AED2, cek interaksi,
Cek kepatuhan
Hentikan Kembali ke
pengobatan Assesment Sembuh ?
awal
Y Tidak
a
Lanjutkan terapi Rekonfirmasi diagnosis,
Pertimbangkan pembedahan
Atau AED lain
Obat antiepilepsi digolongkan dalam 2 periode (Shih, 2007), yaitu:
a. Senyawa lama, terdiri dari karbamazepin, klonazepam, ethosuksimid,
fenobarbital, fenitoin, pirimidon, dan asam valproat. Senyawa ini
telahditemukan, digunakan cukup banyak dan sering kali dijadikan obat-obat
lini pertama.
b. Senyawa baru, terdiri dari felbamat, gabapentin, lamotrigin, topiramat,
levetiracetam, oxcarbazepin, zonisamid dan pregabalin. Obat ini baru
ditemukan dan digunakan sehingga data-data mengenai penggunaan obat
tersebut masih sedikit. Selain itu, ada obat yang diciptakan sebagai terapi
adjuvant/add-on. Akan tetapi, lamotrigin yang pada awalnya digunakan sebagai
adjuvant kini telah dipertimbangkan menjadi lini pertama bagi jenis epilepsi
umum (Wells, 2009).
STATUS EPILEPTIKUS

• = kejang umum yang terjadi selama 5 menit atau


lebih atau kejadian kejang 2 kali atau lebih tanpa
pemulihan kesadaran di antara dua kejadian tersebut
• Merupakan kondisi darurat yg memerlukan
pengobatan yang tepat untuk meminimalkan
kerusakan neurologik permanen maupun kematian
TERAPI ?
• Non-farmakologi:

• Tanda-tanda vital dipantau


• Pelihara ventilasi
• Berikan oksigen
• Cek gas darah utk memantau asidosis respiratory atau
metabolik
• Kadang terjadi hipoglikemi  berikan glukosa

• Farmakologi : dengan obat-obatan


Algoritma tatalaksana pada status epileptikus
Unit Kerja Koordinasi (UKK) Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2007
merekomendasikan untuk memulai memberikan OAE setelah kejang pertama
pada keadaan sebagai berikut :
a. Kejang parsial dan kejang umum tonik klonik, termasuk kejang berulang
dalam 1 hari dan status epileptikus.
b. Kejang berikut biasanya datang dengan keluhan sering kejang, seperti
absence, mioklonik, atau atonik.
c. Kejang yang memerlukan penanganan khusus, seperti kejang neonatus.
• Lamotrigin
Dapat digunakan dlm btk tunggal, spt fenitoin dg ES <
ES : pandangan kabur, bingung, mengantuk
Reaksi kulit serius terutama pd anak kecil
• Ethosuximide
Hanya efektif pd pengobatan kejang mioklonik (tanpa efek kehilangan kesadaran)
• Valproat
Keuntungan : risiko sedatif <, spektrum aktivitas luas & ES mual, peningkatan BB,
perdarahan & rambut rontok relatif kecil
Kerugian utama : kdg2 respon idiosinkratik menyebabkan toksisitas hepatik parah / fatal
• Benzodiazepin : Clonazepam
Antikonvulsan poten, efektif pd absences, tonic-clonic seizures & myoclonic seizures
Bersifat sedatif dan toleransi kuat dimana tjd pada pemberian oral yg lama
PEMBERIAN OBAT ANTIEPILEPSI PADA ANAK

• Terjadi defisiensi kognitif spesifik akibat : bangkitan epilepsi, faktor etiologi,


munculnya bangkitan pada usia dini, sering mengalami bangkitan, dan obat
antiepilepsi
• Pengaruh beberapa obat antiepilepsi :
• Fenobarbital →hiperaktif
• Fenitoin (dosis tinggi)→enselofati progresif, retardasi mental dan penurunan
kemampuan membaca
• Karbamazepin dan asam valproat →gangguan kognitif ringan
• Valproat (dosis tinggi)→mengganggu fungsi motorik
EFEK OBAT ANTIEPILEPSI PADA ANAK

• Jurnal Pediatr Neurol. th 2006 : obat2 antiepilepsi (asam valproat, carbamazepin, oxcarbazepin) dapat
menurunkan densitas tulang pada anak.
• Perlu monitoring pemakaian jangka panjang pada anak, di samping perlu dipertimbangkan pemberian
suplemen utk tulang.
PENGHENTIAN PENGOBATAN EPILEPSI

• Tergantung jenis bangkitan / kejang dan prognosis epilepsi


• Jenis bangkitan untuk memperkirakan tingkat kekambuhan,
misalnya :
• Epilepsi absence atau petit mal →tingkat kekambuhan rendah
• Berturut-turut makin tinggi tingkat kekambuhan : klonik atau
mioklonik, kejang tonik-klonik, parsial sederhana dan parsial
kompleks, selanjutnya kejang yang terdiri dari lebih dari satu jenis
JIKA TERAPI FARMAKOLOGI GAGAL,
BAGAIMANA ?
• Perlu dipertimbangkan terapi operatif (terutama utk epilepsi
refrakter/kambuhan)
• Yang paling aman & efektif : reseksi lobus temporal bagian
anterior, jenis yang lain : reseksi korteks otak, hemisferektomi,
pembedahan korpus kalosum, reseksi multilobar pada bayi
• Lebih kurang 70-80% penderita yg mengalami operasi terbebas
dari bangkitan, walaupun beberapa diantaranya harus tetap
minum obat
• Terapi Absence SE
• Karena pada kenyataannya kerusakan neuron jarang didapatkan karena
terjadinya absence SE, maka terapi yang agresif tidak direkomendasikan. Absence
SE berespon baik dengan pemberian benzodiazepin oral atau intravena. Pada
absence SE berespon cepat dengan pemberian benzodiazepin intravena. Untuk
pemberian intravena, dapat diberikan lorazepam dengan dosis 0,05-0,1
mg/kgBB.18 Literatur lain menyebutkan dosis lorazepam 1 mg diberikan selama
perekaman EEG, terkadang dosis yang lebih tinggi (sampai 4 mg) diperlukan
untuk mengatasi absence SE ini. Namun, jika pemberian benzodiazepin tidak
efektif atau terdapat kontraindikasi pemberian benzodiazepin, sementara tetap
diperlukan terapi intravena, maka dapat diberikan asam valproat secara intravena
dengan single loading dose 20-40 mg/kgBB.19
• Pada pasien dengan idiopatik general epilepsy sering mengalami absence SE berulang dan
pada umumnya disertai gejala yang lain, seperti absence dengan myoclonus pada kelopak
mata, idiopatik general epilepsi dengan phantom absence dan juvenile myoclonic epilepsi.
Pada kasus tersebut, pasien harus mendapatkan terapi benzodiazepine oral (seperti
diazepam 5 – 10 mg, clobazam 10 mg atau clonazepam 0,5 mg) atau dapat juga diberikan
benzodiazepin per rektal, per bukal atau per nasal, jika tidak memungkinkan diberikan per
oral.19 Sedangkan untuk terapi atypical absence SE, tidak berespon baik dengan
pemberian benzodiazepine intravena. Selain itu dengan pemberian benzodiazepin
intravena pada kasus ini dapat memicu terjadinya status epileptikus tipe tonik. Sebaliknya
pemberian terapi oral memberikan hasil lebih baik dibanding intravena. Pilihan obatnya
adalah asam valproat, lamotrigin, topiramate, clonazepam dan clobazam. Sedangkan
untuk obat-obat sedasi, carbamazepin dan vigabatrin dilaporkan dapat memperburuk
atypical absence itu sendiri
KOMPLIKASI DAN
PROGNOSIS
KOMPLIKASI EPILEPSI
Gangguan
Psikiatri

Gangguan Gangguan
Kognitif Motorik

Gangguan
Perilaku dan Kerusakan Otak
Adaptasi Sosial

Kematian
Mendadak
82
PROGNOSIS EPILEPSI
• Banyak epilepsy berprognosis baik. Remisi (periode bebas kejang)
minimal 5 tahun, dengan penggunaan obat-obatan anti epilepsy.
Sebanyak 70% penderita epilepsy dapat mengalami remisi dengan
terapi optimal, bahkan 75 % diantaranya dapat berhenti
menggunakan obat antikonvulsan tanpa kembali mengalami
rekurensi.
• Pasien dengan prognosis lebih buruk adalh pasien dengan deficit
neurologi sebelumnya (retardasi mental, palsy cerebral, riwayat
kejang neonate.

83
Pencegahan
dan Edukasi
85
86
THANK YOU
89

Any
Questions?

Anda mungkin juga menyukai