Anda di halaman 1dari 75

Penggerakan Pelaksanaan Kegiatan Pembinaan Gizi

Dalam Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Stunting


di Provinsi Nusa Tenggara Barat

Oleh:
Direktorat Gizi Masyarakat, Ditjen Kesmas
Kementerian Kesehatan RI

Disampaikan pada:
Rapat Kerja Kesehatan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Mataram, 19 April 2018
SISTIMATIKA

1. PENDAHULUAN
2. STRATEGI PENANGGULANGAN STUNTING:
IMPLEMENTASI PILAR KE-3 DAN PILAR KE-5
3. LANGKAH KEGIATAN PENCEGAHAN
DAN PENANGGULANGAN STUNTING
4. PENUTUP
PENDAHULUAN
TANTANGAN KUALITAS SDM
1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN
Periode Emas vs Periode Kritis

Jendela Kritis
Perkembangan
Janin

8 minggu
pertama sejak
pembuahan
terjadi
pembentukan Perkembangan
semua cikal Perkembangan penting
bakal organ sebagian organ
penting sebagian berlanjut
tubuh
organ berlanjut sampai 2 tahun
pertama
sampai akhir kehidupan
kehamilan
DAMPAK JANGKA PENDEK DAN JANGKA PANJANG
AKIBAT GANGGUAN GIZI PADA MASA JANIN DAN ANAK USIA DINI
DAMPAK STUNTING
PADA PERKEMBANGAN OTAK
Normal Stunting

Sel Otak Normal Sel Otak Rusak


Dengan Cabang-Cabang Cabang yang
Panjang Terbatas/Terputus
Abnormal, Cabang terlihat
Sumber : Modifikasi dari Rajagopalan, S, Nutrition and challenges Pendek
in the next decade, Food and Bulletin vol 24 no.3, 2003 Source: Cordero E et al, 1993

Gagalnya pemenuhan kebutuhan gizi pada masa awal kehidupan akan mendorong
terjadinya rekayasa sel-sel DNA pada anak yang membuatnya menjadi ‘rakus gizi’.
Akibatnya, tubuh anak akan lebih mudah gemuk tapi pendek.
Kondisi ini akan membuat anak-anak dengan tubuh pendek lebih berisiko mengalami
berbagai penyakit tidak menular pada saat dewasa.
PRINSIP TUMBUH DAN KEMBANG PADA AWAL KEHIDUPAN
Anak Kelas 4 SD
UKUR BB/U Skrining awal

• Gizi Buruk
• Gizi Kurang

UKUR TB/U Undernutrisi kronik

• Sangat Pendek TERLAMBAT: GAGAL TUMBUH-GANGGUAN


KOQNITTIF-GANGGUAN METABOLISME
• Pendek
• Sangat Kurus
UKUR BB/TB • Kurus • PMT Pemulihan
Undernutrisi Akut
PENGERTIAN
• Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak
balita akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga
anak terlalu pendek untuk usianya.
• Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan
dan pada masa awal setelah anak lahir, tetapi
stunting baru nampak setelah anak berusia 2 tahun.
• Balita pendek (stunted) dan sangat pendek
(severely stunted) adalah balita dengan panjang
badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut
umurnya dibandingkan dengan standar baku WHO-
MGRS (Multicentre Growth Reference Study) 2006
nilai z-scorenya kurang dari -2SD (stunted) dan
kurang dari – 3SD (severely stunted)
(Kepmenkes 1995/MENKES/SK/XII/2010) 2
8
Stunting disebabkan oleh Faktor Multi Dimensi
Intervensi paling menentukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)

1. Praktek pengasuhan yang tidak baik


• Kurang pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan
• 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI ekslusif
• 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima MP-ASI

2. Terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care,


Post Natal dan pembelajaran dini yang berkualitas
• 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun tidak terdaftar di PAUD*
• 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi suplemen zat besi yang memadai
• Menurunnya tingkat kehadiran anak di Posyandu (dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013)
• Tidak mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi

3. Kurangnya akses ke makanan bergizi**


• 1 dari 3 ibu hamil anemia
*PAUD = Pendidikan Anak Usia Dini • Makanan bergizi mahal
**Komoditas makanan di Jakarta 94% lebih
mahal dibanding dengan di New Delhi, India.
4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi
Buah dan sayuran di Indonesia lebih mahal dari di
Singapura. • 1 dari 5 rumah tangga masih BAB diruang terbuka
Sumber: RISKESDAS 2013, SDKI 2012, SUSENAS
• 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses
berbagai tahun ke air minum bersih

Sumber: Kemenkes dan Bank Dunia (2017)


STUNTING TERLAMBAT DIKENALI 105 cm 125 cm 100 cm
(BARU DAPAT DILIHAT SETELAH 2 TAHUN)

Usia 2 tahun
2 bulan Usia 4 tahun
4 bulan

7 thn 7 thn 4 thn

Stunting:
• Dilihat berdasarkan Panjang Badan per Umur
(PB/U) atau Tinggi Badan per Umur (TB/U).
• Nilai Z-score <-2,0
PRIORITAS PEMBANGUNAN KESEHATAN
(RPJMN KESEHATAN 2015-2019)

a. Penurunan AKI & AKB (Kesehatan Ibu & Anak termasuk Imunisasi)
b. Perbaikan Gizi khususnya Stunting
c. Pengendalian Penyakit Menular : HIV/ AIDS, Tuberkulosis & Malaria
d. Pengendalian Penyakit Tidak Menular (Hipertensi, Diabetes Melitus, Obesitas &
Kanker)

PENDEKATAN
KELUARGA GERMAS

11
KONSEP PENANGGULANGAN STUNTING

PENCEGAHAN PENANGANAN

1000 HARI PERTAMA STIMULASI – PENGASUHAN dan


KEHIDUPAN (HPK) PENDIDIKAN BERKELANJUTAN

12
3 KOMPONEN PENANGGULANGAN STUNTING
STUNTING BISA DICEGAH DENGAN MEMASTIKAN KESEHATAN YANG
BAIK DAN GIZI YANG CUKUP PADA 1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN

1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) yang Optimal


Gizi tepat + Pencegahan Penyakit = Tumbuh Kembang Optimal = Mencegah Stunting
Doddy Izwardy 2/15/2018
KEGIATAN PENANGGULANGAN STUNTING
1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN

PENCEGAHAN
INOVASI
INTERVENSI

IBU HAMIL PELIBATAN


REMAJA IBU MENYUSUI PIMPINAN DAERAH
IBU HAMIL BAYI- ‘SPM’
ANAK
DUA TAHUN LINTAS SEKTOR
KERANGKA KONSEP PENURUNAN STUNTING
Intermediate
Program Intervensi Efektif
Outcome

Konsumsi
Gizi yang Remaja Putri
• Perbaikan Gizi 1. Pemberian Tablet Tambah Adekuat Bumil & Busui:
Masyarakat Darah (remaja putri, catin,
bumil) • Anemia
• PKGBM
2. Promosi ASI Eksklusif • BBLR
• GSC
3. Promosi Makanan Pendamping- • ASI Eksklusif
• PKH
ASI Pola Asuh • Kecacingan
• PAUD-GCD
• PAMSIMAS 4. Suplemen gizi mikro (Taburia) yang Stunting
5. Suplemen gizi makro (PMT) tepat
• SANIMAS
• STBM 6. Tata Laksana Gizi Kurang/Buruk
• BKB 7. Suplementasi vit.A
• KRPL 8. Promosi garam iodium
• Kegiatan Lain 9. Air bersih, sanitasi, dan cuci
tangan pakai sabun Baduta:
10. Pemberian obat cacing Akses ke
pelayanan • Diare
11. Bantuan Pangan Non-Tunai kesehatan, dan • Gizi buruk
kesehatan
lingkungan

Enabling Factor
Advokasi, JKN, NIK, Akta Kelahiran, Dana Desa, Dana Insentif Daerah, Keamanan dan Ketahanan Pangan
16
FOKUS PADA KABUPATEN/KOTA
PENANGANAN STUNTING TAHUN 2018 - 2021

2018 2019 2020 2021


Memaksimalkan Memperluas program Memperluas program
pelaksanaan program dan kegiatan Memperluas program dan kegiatan
terkait stunting nasional yang ada dan kegiatan nasional yang ada
di 100 Kab/Kota ke 160 Kab/Kota nasional yang ada ke 514 Kab/Kota
untuk untuk koordinasi dan ke 390 Kab/Kota untuk
koordinasi dan pelaksanaan dari untuk koordinasi dan koordinasi dan
pelaksanaan dari pilar penanganan pelaksanaan dari pelaksanaan dari
pilar penanganan stunting pilar penanganan pilar penanganan
Stunting stunting stunting
100 KABUPATEN/KOTA SASARAN KEGIATAN STUNTING
SUMATERA
KALIMANTAN SULAWESI
17 KAB/KOTA PRIORITAS MALUKU - PAPUA
5 KAB/KOTA PRIORITAS 9 KAB/KOTA PRIORITAS
1. ACEH TENGAH 11 KAB/KOTA PRIORITAS
2. PIDIE 1. KETAPANG 1. BOLAANG MONGONDOW UTARA
3. LANGKAT 2. BARITO TIMUR 2. BANGGAI 1. MALUKU TENGAH
4. PADANG LAWAS 3. HULU SUNGAI UTARA 3. ENREKANG 2. SERAM BAGIAN BARAT
5. NIAS UTARA 4. PENAJAM PASER UTARA 4. BUTON 3. HALMAHERA SELATAN
6. GUNUNG SITOLI 5. MALINAU 5. BOALEMO 4. SORONG SELATAN
7. PASAMAN 6. GORONTALO 5. TAMBRAUW
8. PASAMAN BARAT 7. MAJENE 6. JAYAWIJAYA
9. ROKAN HULU 8. POLEWALI MANDAR 7. TOLIKARA
10.KERINCI 9. MAMUJU 8. NDUGA
11.OGAN KOMERING ILIR 9. LANNY JAYA
12.KAUR 10.DOGIYAI
13.LAMPUNG SELATAN 11.INTAN JAYA
14.LAMPUNG TIMUR
15.LAMPUNG TENGAH
16.BANGKA BARAT
17.NATUNA
JAWA - BALI NUSA TENGGARA
39 KAB/KOTA PRIORITAS 19 KAB/KOTA PRIORITAS
1. KEPULAUAN SERIBU 11.INDRAMAYU 21.GROBOGAN 31.PROBOLINGGO 1. LOMBOK BARAT 11.ALOR
2. BOGOR 12.SUBANG 22.BLORA 32.NGANJUK 2. LOMBOK TENGAH 12.LEMBATA
3. SUKABUMI 13.KARAWANG 23.DEMAK 33.LAMONGAN 3. LOMBOK TIMUR 13.NGADA
4. CIANJUR 14.BANDUNG BARAT 24.PEMALANG 34.BANGKALAN 4. SUMBAWA 14.MANGGARAI
5. BANDUNG 15.CILACAP 25.BREBES 35.SAMPANG 5. DOMPU 15.ROTE NDAO
6. GARUT 16.BANYUMAS 26.KULON PROGO 36.PAMEKASAN 6. LOMBOK UTARA 16.SUMBA TENGAH
7. TASIKMALAYA 17.PURBALINGGA 27.TRENGGALEK 37.SUMENEP 7. SUMBA BARAT 17.SUMBA BARAT DAYA
8. KUNINGAN 18.KEBUMEN 28.MALANG 38.PANDEGLANG 8. SUMBA TIMUR 18.MANGGARAI TIMUR
9. CIREBON 19.WONOSOBO 29.JEMBER 39. GIANYAR 9. TIMOR TENGAH SELATAN 19. SABU RAIJUA

10.SUMEDANG 20.KLATEN 30.BONDOWOSO 10.TIMOR TENGAH UTARA


LOKUS INTERVENSI PENURUNAN STUNTING TERINTEGRASI
Tahun 2018: Usulan 2019:
100 kab/kota 100 + 60 kab/kota (perluasan)
1. Aceh Timur 21. Flores Timur 42. Manokwari
2. Simalungun 22. Sikka 43. Kota Sorong
3. Solok 23. Ende 44. Pegunungan Arfak
4. Kampar 24. Manggarai Barat 45. Nabire
5. Tanjung Jabung 25. Nagekeo 46. Biak Numfor
Timur 26. Malaka 47. Paniai
6. Muara Enim 27. Sambas 48. Puncak Jaya
7. Bengkulu Utara 28. Sintang 49. Boven Digoel
8. Tanggamus 29. Kotawaringin Timur 50. Asmat
9. Bangka 30. Kapuas 51. Yahukimo
10. Lingga 31. Tanah Bumbu 52. Pegunungan
11. Majalengka 32. Kutai Barat Bintang
12. Pekalongan 33. Nunukan 53. Yapen
13. Bantul 34. Bolaang 54. Supiori
14. Kediri Mongondow 55. Mamberamo Raya
15. Lebak 35. Parigi Moutong 56. Mamberamo Tengah
Daerah fokus penurunan stunting di 100 kab/kota
16. Buleleng 36. Bone 57. Yalimo
(Sesuai Rencana Intervensi 2018)
17. Bima 37. Kolaka 58. Puncak
18. Sumbawa Barat 38. Pohuwato 59. Deiyai
19. Kupang 39. Mamasa 60. Keerom
20. Belu 40. Kep. Aru
41. Kep. Sula
STRATEGI
PENANGGULANGAN STUNTING:
IMPLEMENTASI PILAR KE-3 DAN PILAR KE-5
KETETAPAN PIMPINAN NASIONAL
5 PILAR STRATEGI PENANGGULANGAN STUNTING
Komitmen dan Visi Pimpinan
Tertinggi Negara

Kampanye Nasional Berfokus Pada


Pemahaman, Perubahan Perilaku,
Komitmen Politik dan Akuntabilitas

Konvergensi, Koordinasi dan Konsolidasi


Program Nasional, Daerah dan Masyarakat

Mendorong Kebijakan Nutritional


Food Security

Pemantauan dan Evaluasi


PILAR KE-3:
KONVERGENSI, KOORDINASI DAN KONSOLIDASI
PROGRAM NASIONAL, DAERAH DAN MASYARAKAT

22
Pilar 3:
KONVERGENSI, KOORDINASI, DAN KONSOLIDASI
PROGRAM NASIONAL, DAERAH, DAN MASYARAKAT

1| Memperkuat konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi, serta memperluas


cakupan program.

2| Memperbaiki kualitas dari layanan program yang ada (Puskesmas,


Posyandu, PAUD, BPSPAM, PKH dll) terutama dalam memberikan dukungan
kepada ibu hamil, ibu menyusui dan balita pada 1.000 HPK.
Memberikan insentif dari kinerja program penanganan stunting di wilayah
3|
sasaran yang berhasil menurunkan angka stunting di wilayahnya.
Memaksimalkan pemanfaatan Dana Alokasi Khusus dan Dana Desa untuk
4| mengarahkan pengeluaran tingkat daerah ke intervensi prioritas penanganan
stunting.
INTERVENSI STUNTING

-Kegiatan dilakukan oleh


sektor kesehatan.
-Ditujukan khusus untuk
GIZI SPESIFIK 1000 Hari Pertama
(berkontribusi Kehidupan (HPK)
30%)
-Bersifat jangka pendek
-Hasilnya didapat dalam
waktu relatif pendek
INTERVENSI STUNTING

GIZI SENSITIF -Kegiatan


(berkontribusi 70%) pembangunan diluar
sektor kesehatan.
-Sasaran masyarakat
umum
-Bersifat jangka panjang
INTERVENSI KESEHATAN DALAM PENANGGULANGAN STUNTING

Intervensi Gizi Spesifik


1.Pemberian Tablet Tambah Darah untuk remaja putri, calon
pengantin, ibu hamil (suplementasi besi folat) Intervensi Gizi Sensitif lingkup Kemenkes:
2.Promosi dan kampanye Tablet Tambah Darah 1. Pemantauan pertumbuhan dan
3.Kelas Ibu Hamil perkembangan
4.Pemberian kelambu berinsektisida dan pengobatan bagi ibu 2. Penyediaan air bersih dan sanitasi
hamil yang positif malaria 3. Pendidikan gizi masyarakat
4. Imunisasi
5.Suplementasi vitamin A
5. Pengendalian penyakit Malaria
6.Promosi ASI Eksklusif 6. Pengendalian penyakit TB
7.Promosi Makanan Pendamping-ASI 7. Pengendalian penyakit HIV/AIDS
8.Suplemen gizi mikro (Taburia) 8. Memberikan Edukasi Kesehatan Seksual dan
9.Suplemen gizi makro (PMT) Reproduksi, serta Gizi pada Remaja.
9. Jaminan Kesehatan Nasional
10.Promosi makanan berfortifikasi termasuk garam beryodium
10. Jaminan Persalinan (Jampersal)
dan besi 11. Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan
11.Promosi dan kampanye gizi seimbang dan perubahan Keluarga (PIS PK)
perilaku 12. Nusantara Sehat (Tenaga Ahli Gizi dan Tenaga
12.Tata Laksana Gizi Kurang/Buruk Promosi Kesehatan, Tenaga Kesling)
13. Akreditasi Puskesmas dan RS
13.Pemberian obat 2018
ANUNG untuk RAKERKESNAS cacing 25
14.Zinc untuk manajemen diare
RENCANA AKSI K/L INTERVENSI GIZI SENSITIF
KEMENDIKBUD KEMENKEU
• PAUD dengan muatan pendidikan gizi dan • Dana Insentif Daerah
kesehatan
KEMENTAN
• Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan
• Ketahanan pangan
gizi untuk anak sekolah dan Remaja
• Pemanfaatan Pekarangan Rumah Tangga
KEMENPUPR
KEMENAG
• Sarana air bersih dan sanitasi
• Pendidikan gizi dan kesehatan kepada
calon pengantin melalui KUA
KEMEN. PERINDUSTRIAN
• Pendidikan Kesehatan dan
• Pembinaan iodidasi industri garam rakyat
gizi untukdi madrasah dan pondok
• Pengawasan fortifikasi garam beryodium
pesantren
KEMENSOS • Mendorong peran serta ulama untuk
• Bantuan Pangan Non-Tunai dengan sumber pendidikan gizi dan kesehatan
protein (telur) BPOM
• PKH, pemanfaatan fasilitator untuk • Keamanan pangan
pendidikan gizi dan pemantauan kepatuhan • Monitoring pangan terfortifikasi di lapangan
layanan kesehatan secara berkala
KEMENDAGRI BKKBN
• Nomor Induk Kependudukan • Pendidikan Kesehatan Reproduksi untuk Remaja
termasuk madrasah dan pondok pesantren
• Akta kelahiran
• Bina Keluarga Balita untuk peningkatan pengetahuan
• Fasilitasi program dan kegiatan gizi dalam APBD dan keterampilan orang tua dan anggota kelurga lain
KEMENDESPDTT dalam pembinaan tumbuh kembang anak sejak
• Pengangaran Dana Desa untuk kegiatan gizi dalam kandungan
CONTOH
PEMANFAATAN DANA DESA UNTUK PENANGGULANGAN STUNTING

DANA DESA DAPAT DIGUNAKAN UNTUK PENINGKATAN


PELAYANAN KESEHATAN, PENGURANGAN GIZI BURUK DAN
PERBAIKAN SANITASI
PILAR KE-5:
PEMANTAUAN DAN EVALUASI MELALUI:
PEMANTAUAN STATUS GIZI (PSG) SETIAP TAHUN

28
EMPAT KATEGORI PREVALENSI STUNTING DI INDONESIA
MENURUT WHO TAHUN 2010

>= 40%
PETA EMPAT KATEGORI PREVALENSI STUNTING (TB/U)
BALITA USIA 0-59 BULAN PER PROVINSI TAHUN 2017
(PEMANTAUAN STATUS GIZI 2017)

KETERANGAN :
•RENDAH (<20%): 2 Provinsi, yaitu DI YOGYAKARTA DAN BALI
•MEDIUM (20-29%): 13 Provinsi
•TINGGI (30-39%): 17 Provinsi
•SANGAT TINGGI (≥40%): 2 Provinsi, yaitu NTT dan SULAWESI BARAT
NO PROVINSI KAB/KOTA 2015 2016 2017
21 JATENG KARANGANYAR 28.3 24.1 22.6
22 JATENG TEMANGGUNG 34.9 33.4 30
Kab/Kota yang mengalami 23 JATIM PASURUAN 33.1 28.8 24.2
24 JATIM TUBAN 31.0 28.0 25.3
penurunan prevalensi stunting 25 JATIM LAMONGAN 29.3 25.2 23
26 JATIM SUMENEP 33.8 32.5 32.3
selama 3 tahun berturut-turut 27 JATIM KOTA MOJOKERTO 23.0 11.9 10.3
28 BALI KARANG ASEM 27.2 26.1 23.6
29 BALI KOTA DENPASAR 18.5 16.1 9.5
30 NTT SUMBA BARAT 47.4 40.6 38.0
NO PROVINSI KAB/KOTA 2015 2016 2017
31 NTT BELU 48.5 44.4 39.3
1 ACEH ACEH UTARA 38.6 36.1 35.9
32 NTT FLORES TIMUR 39.0 34.5 29.9
2 ACEH NAGAN RAYA 40.3 28.6 26.2
33 NTT MANGGARAI TIMUR 34.0 26.8 24.4
3 ACEH KOTA LHOKSEUMAWE 34.6 27.4 25.2
34 NTT KOTA KUPANG 38.7 38.2 36.4
4 SUMATERA UTARA BATU BARA 30.4 24.2 20.10
35 KALBAR KOTA SINGKAWANG 34.1 32.2 31.1
5 SUMATERA UTARA PADANG LAWAS UTARA 36.9 34.2 32.20
36 KALSEL BANJAR 30.1 26.9 26.1
6 SUMATERA UTARA LABUHAN BATU UTARA 40.0 28.9 23.60
37 KALSEL HULU SUNGAI UTARA 53.5 48.0 39.4
7 SUMATERA UTARA KOTA MEDAN 30.7 22.9 8.40
38 KALSEL TANAH BUMBU 31.5 25.4 17.9
8 SUMATERA BARAT KEPULAUAN MENTAWAI 37.2 31.0 25.7
39 SULSEL BULUKUMBA 36.8 33.2 31.8
9 SUMATERA BARAT PASAMAN BARAT 34.1 32.2 32.1
40 SULSEL TAKALAR 37.0 36.8 33.3
10 RIAU SI AK 25.3 23.6 23.0
11 RIAU KAMPAR 30.4 28.7 27.0 41 SULSEL BARRU 33.0 32.9 31.0
12 JAMBI MUARO JAMBI 24.7 24.1 16.1 42 SULSEL KOTA MAKASSAR 36.5 34.8 25.2
13 JAMBI BUNGO 33.6 27.6 21.9 43 GORONTALO BOALEMO 50.2 32.8 32.4
14 SUMATERA SELATAN OGAN KOMERING ILIR 34.4 32.9 22.6 44 GORONTALO GORONTALO 40.7 37.6 32.4
15 SUMATERA SELATAN MUARA ENIM 28.7 26.9 14.9 45 GORONTALO POHUWATO 37.4 35.8 33.2
16 SUMATERA SELATAN KOTA PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR 30.9 23.1 18.6 46 SULAWESI BARAT MAMUJU 42.9 39.6 38.2
17 SUMATERA SELATAN KOTA PRABUMULIH 22.2 21.2 19.3 47 MALUKU MALUKU TENGGARA 34.7 27.8 26.6
18 KEP. RIAU KARIMUN 24.6 22.4 19.8 48 MALUKU BURU 35.1 32.6 31.8
19 DKI JAKARTA JAKARTA BARAT 23.4 21.6 20.4 49 MALUKU UTARA HALMAHERA BARAT 26.8 25.9 23.6
20 JABAR KOTA SUKABUMI 34.5 29.5 23.1 50 MALUKU UTARA KOTA TIDORE KEPULAUAN 21.6 21.1 17.5
51 PAPUA BARAT TELUK BINTUNI 48.0 28.7 24.9
NO PROVINSI KAB/KOTA 2015 2016 2017
21 BENGKULU MUKOMUKO 12.0 22.2 33.4
22 BENGKULU LEBONG 12.3 19.0 34.4
Kab/Kota yang mengalami 23 BENGKULU BENGKULU TENGAH 16.1 18.3 34.8
24 BENGKULU KOTA BENGKULU 10.0 16.0 23.5
peningkatan prevalensi stunting 25 LAMPUNG LAMPUNG BARAT 28.5 33.2 37.3
26 LAMPUNG LAMPUNG SELATAN 23.2 24.8 30.3
selama 3 tahun berturut-turut (1) 27 LAMPUNG LAMPUNG TIMUR 14.5 17.7 23.5
28 LAMPUNG LAMPUNG TENGAH 25.2 26.2 37.0
NO PROVINSI KAB/KOTA 2015 2016 2017 29 LAMPUNG WAY KANAN 17.3 23.3 30.7
1 ACEH ACEH TIMUR 31.4 32.3 43.6 30 LAMPUNG PESAWARAN 24.4 26.7 35.1
2 ACEH ACEH TENGAH 12.5 27.0 37.2 31 LAMPUNG PRINGSEWU 21.2 25.7 25.8
32 LAMPUNG MESUJI 19.5 26.8 31.7
3 ACEH ACEH BARAT DAYA 28.8 31.6 31.6
33 LAMPUNG PESISIR BARAT 23.9 27.6 29.8
4 ACEH KOTA SUBULUSSALAM 31.7 32.9 47.4
34 LAMPUNG KOTA BANDAR LAMPUNG 22.0 22.3 33.4
5 SUMATERA UTARA TAPANULI SELATAN 28.0 28.1 32.40
35 KEP. BABEL BANGKA 18.7 27.5 27.7
6 SUMATERA UTARA LANGKAT 18.9 25.4 26.20 36 KEP. BABEL BANGKA BARAT 23.2 23.2 25.0
7 SUMATERA UTARA HUMBANG HASUNDUTAN 31.9 36.4 41.50 37 KEP. BABEL BANGKA TENGAH 19.0 22.0 25.6
8 SUMATERA BARAT PASAMAN 26.9 37.0 40.6 38 KEP. BABEL BANGKA SELATAN 16.0 25.5 30.1
9 SUMATERA BARAT KOTA PADANG PANJANG 18.2 25.6 29.6 39 KEP. BABEL BELITUNG TIMUR 9.7 14.7 29.3
10 SUMATERA BARAT KOTA PARIAMAN 19.2 21.3 25.9 40 KEP. RIAU KOTA B A T A M 18.2 20.1 20.7
11 RIAU KUANTAN SINGINGI 15.9 19.4 27.5 41 DKI JAKARTA JAKARTA TIMUR 17.5 21.1 25.7
12 RIAU INDRAGIRI HULU 23.7 24.2 33.7 42 JABAR PURWAKARTA 26.9 29.9 30.8
13 RIAU INDRAGIRI HILIR 20.7 32.1 34.3 43 JABAR BANDUNG BARAT 29.6 32.6 34.3
14 RIAU ROKAN HILIR 26.3 31.1 35.9 44 JABAR KOTA BOGOR 10.4 18.3 25.0
15 RIAU KEPULAUAN MERANTI 22.1 23.0 24.6 45 JABAR KOTA CIREBON 18.4 24.3 26.5
16 RIAU KOTA PEKANBARU 17.7 23.9 27.7 46 JABAR KOTA DEPOK 7.8 8.8 14.9
17 JAMBI TANJUNG JABUNG BARAT 15.2 21.1 29.2 47 JABAR KOTA BANJAR 22.4 26.8 28.0
18 SUMATERA SELATAN OGAN KOMERING ULU 20.7 21.5 24.3 48 JATENG PURBALINGGA 18.8 22.6 28.2
49 JATENG SUKOHARJO 20.9 22.4 23.8
19 SUMATERA SELATAN OGAN KOMERING ULU TIMUR 4.9 16.6 26.7
50 JATENG SRAGEN 22.7 22.7 25.2
20 BENGKULU KAUR 13.7 22.8 23.7
51 JATENG BLORA 22.1 28.6 37.0
NO PROVINSI KAB/KOTA 2015 2016 2017
73 KALTENG KATINGAN 26.7 33.8 34.4
74 KALTENG GUNUNG MAS 32.8 34.5 48.1

Kab/Kota yang mengalami 75


76
KALSEL
KALTIM
KOTA BARU
PENAJAM PASER UTARA
32.8
22.1
36.4
27.1
46.7
31.8
77 KALTIM KOTA SAMARINDA 21.3 24.0 28.8
peningkatan prevalensi stunting 78 KALTARA BULUNGAN 28.6 30.7 31.6
79 KALTARA KOTA TARAKAN 29.3 30.9 32.2
selama 3 tahun berturut-turut (2) 80
81
SULUT
SULUT
BOLAANG MONGONDOW
KEPULAUAN SANGIHE
12.2
15.1
21.7
17.3
35.8
22.2
NO PROVINSI KAB/KOTA 2015 2016 2017 82 SULUT MINAHASA SELATAN 18.5 20.4 35.9
83 SULUT SIAU TAGULANDANG BIARO 15.6 24.6 30.4
52 JATENG SEMARANG 14.4 19.6 21.1 84 SULUT BOLAANG MONGONDOW SELATAN 28.3 33.4 51.3
53 JATENG PEMALANG 16.0 28.6 30.8 85 SULUT BOLAANG MONGONDOW TIMUR 17.4 20.5 22.3
54 JATENG TEGAL 19.8 25.7 34.4 86 SULTENG DONGGALA 32.5 33.9 39.5
55 JATENG KOTA SURAKARTA 12.6 20.4 22.1 87 SULTENG BUOL 34.0 35.6 41.3
88 SULTENG MOROWALI UTARA 26.9 29.1 36.5
56 JATENG KOTA SEMARANG 14.4 16.5 21 89 SULSEL BONE 34.4 35.3 40.1
57 DIY KULON PROGO 17.6 21.5 23.6 90 SULSEL SOPPENG 30.3 36.5 38.7
58 JATIM TRENGGALEK 21.6 22.4 24.3 91 SULSEL ENREKANG 39.5 45.6 45.9
59 JATIM KEDIRI 29.2 29.4 33.5 92 SULSEL KOTA PAREPARE 19.7 30.2 35.7
93 SULTRA KONAWE 26.9 28.0 29.6
60 JATIM KOTA PROBOLINGGO 21.9 27.6 30.4 94 SULTRA WAKATOBI 21.2 22.5 26.4
61 JATIM KOTA BATU 29.5 32.7 35.1 95 SULAWESI BARAT MAMASA 29.8 40.6 44.1
62 BANTEN PANDEGLANG 29.7 35.3 37.8 96 MALUKU MALUKU TENGAH 21.1 23.2 32.0
63 BANTEN KOTA TANGERANG 12.4 17.5 23.3 97 MALUKU UTARA KOTA TERNATE 16.0 18.9 24.4
98 PAPUA BARAT RAJA AMPAT 29.3 30.2 36.9
64 NTB SUMBAWA BARAT 14.1 26.6 32.6 99 PAPUA BARAT MANOKWARI SELATAN 28.5 33.3 39.5
65 NTT NAGEKEO 37.3 38.0 39.8 100 PAPUA BARAT PEGUNUNGAN ARFAK 18.4 39.6 43.5
66 KALBAR BENGKAYANG 32.3 35.3 39.6 101 PAPUA JAYAWIJAYA 30.7 31.3 39.0
67 KALBAR MEMPAWAH 28.6 31.0 35.1 102 PAPUA JAYAPURA 16.4 22.4 27.9
103 PAPUA NABIRE 22.9 28.9 31.4
68 KALBAR KUBU RAYA 19.8 29.3 34.8
104 PAPUA PANIAI 26.9 39.1 42.3
69 KALTENG KOTAWARINGIN BARAT 25.2 34.4 36.9 105 PAPUA MIMIKA 27.5 29.4 32.2
70 KALTENG KOTAWARINGIN TIMUR 26.0 40.7 41.8 106 PAPUA ASMAT 22.5 24.1 25.9
71 KALTENG KAPUAS 26.7 39.3 44.1 107 PAPUA SARMI 22.9 26.5 35.7
108 PAPUA KEEROM 21.6 25.0 26.6
72 KALTENG BARITO UTARA 27.5 36.8 37.2
109 PAPUA INTAN JAYA 23.7 24.5 45.5
SITUASI GIZI
PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
KATEGORI BB/U
PREVALENSI UNDERWEIGHT (BB/U)
BALITA USIA 0-59 BULAN, PER PROVINSI
(PEMANTAUAN STATUS GIZI 2015-2017)
7 PROVINSI mengalami • Mengapa bisa?
PENINGKATAN PREVALENSI • Apakah karena faktor sensitif
berturut-turut selama 3 tahun atau spesifik?

• Apakah signifikan penurunannya?


• Mengapa bisa?
• Apa saja yang telah dilakukan?
Mengalami penurunan prevalensi berturut-turut selama 3 tahun • Adakah program khusus daerah?
• PERLU PENELITIAN LEBIH LANJUT !!
PREVALENSI UNDERWEIGHT (BB/U)
BALITA USIA 0-59 BULAN, PER KAB/KOTA
(PEMANTAUAN STATUS GIZI 2015-2017)
3 PROVINSI mengalami PENINGKATAN • Mengapa bisa?
PREVALENSI berturut-turut selama 3 tahun • Apakah karena faktor sensitif atau spesifik?

TIDAK ADA Kab/Kota yang mengalami PENURUNAN prevalensi


berturut-turut selama 3 tahun
BESARAN MASALAH UNDERWEIGHT (BB/U)
BALITA USIA 0-59 BULAN
PER KAB/KOTA
(PEMANTAUAN STATUS GIZI 2016-2017)

CUT OFF MASALAH


PREVALENSI Pada PSG 2017, berdasarkan cut off WHO (2010), terdapat 4
KESMAS MENURUT
KAB/KOTA BB/U
WHO (2010)
kategori masalah kesehatan masyarakat untuk kategori BB/U,
2016 2017 2016 2017 yaitu:
LOMBOK BARAT 15.6 19.1 Medium Medium • Rendah (<10%): - Kab
LOMBOK TENGAH 21.3 20.7 Tinggi Tinggi • Medium (10-19%): 1 Kab/Kota
LOMBOK TIMUR 17.6 20.5 Medium Tinggi • Tinggi (20-29%): 7 Kab/Kota
SUMBAWA 22.5 20.6 Tinggi Tinggi
• Sangat Tinggi (≥30%): 2 Kab
DOMPU 25.5 33.0 Tinggi Sangat Tinggi
BIMA 17.8 29.7 Medium Tinggi
SUMBAWA BARAT 22.5 20.8 Tinggi Tinggi
LOMBOK UTARA 25.7 25.5 Tinggi Tinggi Berdasarkan tabel disamping, disimpulkan bahwa terdapat 5
KOTA MATARAM 18.7 21.2 Medium Tinggi Kab/Kota yang mengalami pergeseran cut off ke arah yang
KOTA BIMA 15.1 31.1 Medium Sangat Tinggi lebih buruk (Warna Merah).
NTB 20.3 22.6 Tinggi Tinggi
KATEGORI TB/U
PREVALENSI STUNTING (TB/U)
BALITA USIA 0-59 BULAN, PER PROVINSI
(PEMANTAUAN STATUS GIZI 2015-2017)

12 PROVINSI mengalami • Mengapa bisa?


PENINGKATAN PREVALENSI • Apakah karena faktor sensitif
berturut-turut selama 3 tahun atau spesifik?

• Apakah signifikan penurunannya?


Mengalami penurunan prevalensi • Mengapa bisa?
berturut-turut selama 3 tahun • Apa saja yang telah dilakukan?
• Adakah program khusus daerah?
• PERLU PENELITIAN LEBIH LANJUT !!
PREVALENSI STUNTING (TB/U)
BALITA USIA 0-59 BULAN, PER KAB/KOTA
(PEMANTAUAN STATUS GIZI 2015-2017)

1 KAB/KOTA mengalami PENINGKATAN • Mengapa bisa?


PREVALENSI berturut-turut selama 3 tahun • Apakah karena faktor sensitif atau spesifik?
PREVALENSI STUNTING (TB/U)
BALITA USIA 0-59 BULAN, PER KAB/KOTA
(PEMANTAUAN STATUS GIZI 2016-2017)

CUT OFF MASALAH


PREVALENSI Pada PSG 2017, berdasarkan cut off WHO (2010), terdapat 4
KESMAS MENURUT
KAB/KOTA BB/U
WHO (2010)
kategori masalah kesehatan masyarakat untuk kategori TB/U,
2016 2017 2016 2017 yaitu:
LOMBOK BARAT 33.0 36.1 Tinggi Tinggi • Rendah (<20%): - Kab/Kota
LOMBOK TENGAH 27.5 39.3 Medium Tinggi • Medium (20-29%): - Kab/Kota
LOMBOK TIMUR 34.6 35.1 Tinggi Tinggi • Tinggi (30-39%): 9 Kab/Kota
SUMBAWA 32.6 41.9 Tinggi Sangat Tinggi
• Sangat Tinggi (≥40%): 1 Kab/Kota
DOMPU 30.3 38.3 Tinggi Tinggi
BIMA 24.5 36.6 Medium Tinggi
SUMBAWA BARAT 26.6 32.6 Medium Tinggi
Berdasarkan tabel disamping, disimpulkan bahwa terdapat 6
LOMBOK UTARA 40.3 37.6 Sangat Tinggi Tinggi
KOTA MATARAM 27.9 37.8 Medium Tinggi Kab/Kota yang mengalami pergeseran cut off ke arah yang
KOTA BIMA 22.8 36.3 Medium Tinggi lebih buruk (Warna Merah) dan 1 Kab/Kota yang mengalami
NTB 30.0 37.2 Medium Tinggi pergeseran cut off ke arah yang lebih baik (warna hijau).
KATEGORI
BB/TB
PREVALENSI KURUS (BB/TB)
BALITA (0-59 BULAN) PER PROVINSI
(PEMANTAUAN STATUS GIZI 2015-2017)
4 PROVINSI MENGALAMI
• Mengapa bisa?
PENINGKATAN PREVALENSI SECARA
• Apakah disebabkan karena faktor spesifik atau sensitif?
BERTURUT-TURUT SELAMA 3 TAHUN

• Apakah penurunannya signifikan?


• Mengapa bisa?
• Apa saja yang telah dilakukan?
Mengalami penurunan prevalensi berturut-turut selama 3 tahun • Adakah program khusus daerah?
• Perlu penelitian lebih lanjut !!!
PREVALENSI KURUS (BB/TB)
BALITA (0-59 BULAN) PER KAB/KOTA
(PEMANTAUAN STATUS GIZI 2015-2017)
2 KAB/KOTA mengalami PENINGKATAN • Mengapa bisa?
PREVALENSI berturut-turut selama 3 tahun • Apakah karena faktor sensitif atau spesifik?

• Apakah signifikan penurunannya?


• Mengapa bisa?
Ket: Mengalami penurunan prevalensi berturut-turut selama 3 tahun • Apa saja yang telah dilakukan?
• Adakah program khusus daerah?
• PERLU PENELITIAN LEBIH LANJUT !!
BESARAN MASALAH KURUS (BB/TB)
BALITA USIA 0-59 BULAN,
PER KAB/KOTA
(PEMANTAUAN STATUS GIZI 2016-2017)

PREVALENSI
CUT OFF MASALAH Pada PSG 2017, berdasarkan cut off WHO (2010), terdapat 4 kategori
KESMAS MENURUT masalah kesehatan masyarakat untuk kategori BB/TB, yaitu:
KAB/KOTA BB/U
WHO (2010)
• Ditoleransi (<5%): 0 Kab/Kota
2016 2017 2016 2017
LOMBOK BARAT 5.1 6.9 Buruk Buruk
• Buruk (5-9%): 6 Kab/Kota
LOMBOK TENGAH 6.5 5.1 Buruk Buruk • Serius (10-14%): 2 Kab/Kota
LOMBOK TIMUR 4.5 6.4 Ditoleransi Buruk • Kritis (≥15%): 2 Kab/Kota
SUMBAWA 10.2 6.1 Serius Buruk
DOMPU 13.9 14.4 Serius Serius
BIMA 11.0 15.5 Serius Kritis
SUMBAWA BARAT 14.8 9.1 Serius Buruk
Berdasarkan tabel disamping, disimpulkan bahwa terdapat 3
LOMBOK UTARA 7.6 9.9 Buruk Buruk
KOTA MATARAM 11.4 12.0 Serius Serius
Kab/Kota yang mengalami pergeseran cut off ke arah yang lebih
KOTA BIMA 11.9 16.1 Serius Kritis buruk (Warna Merah) dan 2 Kab/Kota yang mengalami pergeseran
NTB 9.8 8.6 Buruk Buruk cut off ke arah yang lebih baik (warna hijau).
PREVALENSI GEMUK (BB/TB)
BALITA (0-59 BULAN) PER PROVINSI
(PEMANTAUAN STATUS GIZI 2015-2017)
4 PROVINSI MENGALAMI PENINGKATAN PREVALENSI • Mengapa bisa?
SECARA BERTURUT-TURUT SELAMA 3 TAHUN • Apakah disebabkan karena faktor spesifik atau sensitif?

• Apakah penurunannya signifikan?


• Mengapa bisa?
• Apa saja yang telah dilakukan?
Ket: Mengalami penurunan prevalensi berturut-turut selama 3 tahun • Adakah program khusus daerah?
• Perlu penelitian lebih lanjut !!!
PREVALENSI GEMUK (BB/TB)
BALITA (0-59 BULAN) PER KAB/KOTA
(PEMANTAUAN STATUS GIZI 2015-2017)

• Apakah penurunannya signifikan?


• Mengapa bisa?
• Apa saja yang telah dilakukan?
Ket: Mengalami penurunan prevalensi berturut-turut selama 3 tahun • Adakah program khusus daerah?
• Perlu penelitian lebih lanjut !!!
BESARAN MASALAH GEMUK (BB/TB)
BALITA USIA 0-59 BULAN,
PER KAB/KOTA
(PEMANTAUAN STATUS GIZI 2016-2017)

CUT OFF MASALAH Pada PSG 2017, berdasarkan cut off WHO (2010), terdapat 4 kategori
PREVALENSI
KAB/KOTA BB/U
KESMAS MENURUT masalah kesehatan masyarakat untuk kategori BB/TB, yaitu:
WHO (2010) • Ditoleransi (<5%): 9 Kab/Kota
2016 2017 2016 2017
• Buruk (5-9%): 1 Kab/Kota
LOMBOK BARAT 1.3 3.6 Ditoleransi Ditoleransi
LOMBOK TENGAH 2.5 3.7 Ditoleransi Ditoleransi • Serius (10-14%): - Kab/Kota
LOMBOK TIMUR 3.5 4.5 Ditoleransi Ditoleransi • Kritis (≥15%): - Kab/Kota
SUMBAWA 3.9 2.5 Ditoleransi Ditoleransi
DOMPU 2.6 3.3 Ditoleransi Ditoleransi
BIMA 1.2 1.5 Ditoleransi Ditoleransi
SUMBAWA BARAT 2.4 2.3 Ditoleransi Ditoleransi Berdasarkan tabel disamping, disimpulkan bahwa terdapat 1
LOMBOK UTARA 2.9 1.9 Ditoleransi Ditoleransi
Kab/Kota yang mengalami pergeseran cut off ke arah yang lebih
KOTA MATARAM 0.6 5.0 Ditoleransi Buruk
KOTA BIMA 3.2 0.6 Ditoleransi Ditoleransi
buruk (Warna Merah).
NTB 2.4 3.5 Ditoleransi Ditoleransi
KINERJA KEGIATAN GIZI
PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
(PEMANTAUAN STATUS GIZI 2016 -2017)
Persentase Bayi Mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Provinsi Nusa Tenggara Barat
(Pemantauan Status Gizi 2016-2017)
Terjadi penurunan persentase Bayi Mendapat
IMD Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu dari
64.4% menjadi 56.3%
Persentase Bayi Mendapat ASI Eksklusif
Provinsi Nusa Tenggara Barat
(Pemantauan Status Gizi 2016-2017)
Persentase bayi mendapat ASI eksklusif Provinsi
Nusa Tenggara Barat mengalami Peningkatan dari
38.3% menjadi 41.2%
Persentase Ibu Hamil Mendapat TTD
Provinsi Nusa Tenggara Barat
(Pemantauan Status Gizi 2016-2017)
Di Provinsi Nusa Tenggara Barat terjadi
penurunan persentase Ibu Hamil Mendapat
TTD yaitu dari 100% menjadi 95.9%
LANGKAH KEGIATAN
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
STUNTING
DAN PENANGGULANGAN
STUNTING
KERANGKA RENCANA AKSI DAERAH PENANGGULANGAN STUNTING

Kementan, BPOM, Kemen KKP  Kelas Ibu Hamil KEMENKES,


 Penyelenggaraan PAUD
1  Kelas Parenting
Kemendikbud, BKKBN,
Kemen PPPA,
 Pemanfaatan pekarangan/ KRPL  Pelatihan Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendes
Desa Mandiri Pangan Pendidikan  Bina Keluarga Baduta
• Optimalisasi Reproduksi Hewan Kesehatan  Bina Keluarga Remaja
• Desa Pangan Aman dan Gizi  KIE Gizi
• Pemasaran Hasil Kelautan &
Perikanan
5 2
 Sosialisasi, orientasi dan KEMENKES
Penguatan advokasi surveilans kesehatan, gizi, dan
Peningkatan Surveilans pangan
Akses Pangan RENCANA AKSI Kesehatan,
DAERAH MULTI Gizi, & Pangan
 Pemantauan pertumbuhan
SEKTOR di Posyandu Kementan
KEMENKES,
Kemen PU PR PENANGGULAN
GAN STUNTING
 Penyediaan sarana & prasarana
 Pemeriksaan Kehamilan, persalinan nakes
STBM sanitarian kit, kit kesling,
cetakan jamban)
3  Imunisasi dasar lengkap
• Pembangunan SPAM di kawasan
4  Tablet Tambah Darah bagi Ibu KEMENKES
Pelayanan Hamil & Remaja Putri
MBR kesehatan
Penyediaan • Vitamin A bagi Ibu Nifas, Anak 6-11
• Pembangunan IPAL kawasan, dasar,
Air bersih Pemberian bln, dan Anak 11-59 bln
IPLT, dan Sanitasi
TPA/TPS, sarana SANIMAS, Suplementasi • PMT bagi Balita Kurus & Bumil KEK
Gizi • Pemberian Obat Cacing bagi Balita, obat diare
drainase
(zink) 56
Strategi Utama Penurunan Stunting:
Pendekatan Multisektor dan Intervensi Terintegrasi
Intervensi Gizi Spesifik (Kemkes) Intervensi Gizi Sensitif
• Suplementasi gizi makro dan mikro (TTD,
Vitamin A, taburia)
• ASI Eksklusif, MP-ASI
Kem Air bersih dan
PAUD Kemdikbud sanitasi
• Fortifikasi PU&PR

• Kampanye gizi seimbang


• Kelas ibu hamil
• Obat cacing Ketahanan
Fortifikasi Kemperin Kemtan

{
pangan
• Penanganan kekurangan gizi
• JKN

Enabling Factors
Bantuan
Kemsos BPOM Keamanan pangan
pangan non
• Kemdagri (NIK, akta lahir, APBD) tunai, PKH

• Kemendes PDTT (Dana Desa)

• Kemenkeu (Dana Insentif Daerah) Kesehatan Kursus


reproduksi, Bina BKKBN Kemenag pranikah,
Keluarga Balita pendidikan gizi,
pemuka agama
Bappenas: Koordinator
Pelaksana Teknis
Prinsip Integrasi Intervensi Stunting
1. INTEGRASI WAKTU pelaksanaan pemberian obat cacing dengan
vitamin A (bulan Februari dan Agustus) untuk Balita.
2. INTEGRASI MEKANISME PELAYANAN bagi ibu hamil dan sasaran
lainnya.
3. INTEGRASI DISTRIBUSI LOGISTIK dari tingkat Kabupaten, Puskemas
dan jaringan pelayanannya sampai di tingkat desa.
4. INTEGRASI PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN antara kecacingan,
pelayanan ibu hamil, pelayanan kesehatan anak dan lainnya
5. INTEGRASI PENCATATAN DI KOMUNITAS dan menggunakan buku
KIA untuk ibu hamil – Balita, Rapor Kesehatanku untuk anak sekolah
KELUARAN
1. DOKUMEN PROFIL PUSKESMAS DAN DINKES
KEGIATAN KABUPATEN YANG MENJADI LOKUS
STUNTING.
2. DOKUMEN PROFIL SASARAN DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS LOKUS STUNTING.
3. TEMPLATE PAPARAN ADVOKASI UNTUK
DAERAH yang berisi sumberdaya TIAP
KABUPATEN dan time line.
4. KEBUTUHAN PETUNJUK TEKNIS dan PETUNJUK
PELAKSANAAN KEGIATAN bagi daerah.
Penguatan intervensi stunting terintegrasi yang
telah dilaksanakan Kemenkes (1)

 Penyusunan Renaksi intervensi spesifik dan sentitif lintas program


internal Kemenkes(Desember 2017)
 Koordinasi lintas program di Kementerian Kesehatan dalam rangka
penyiapan data dasar (data sasaran) dan sumber daya kesehatan
(nakes, obat dan logistik) terkait intervensi stunting di lokus spesifik
stunting (Minggu I-II Jan 2018)
 Pertemuan koordinasi dengan Kabid Kesehatan Masyarakat dan Kabid
Pengendalian Penyakit Dinas Kabupaten 100 Kabupaten lokus stunting
pada pertemuan advokasi Pemberian Obat Pencegahan Cacingan
terintegrasi stunting 17 – 20 Jan 2018
Penguatan intervensi stunting terintegrasi yang
telah dilaksanakan Kemenkes (2)

 Sosialisasi kegiatan intervensi holistik stunting dengan Bagian


Perencanaan Dinas Kabupaten Lokus stunting 18-20 Januari 2018
 Pemetaan sumber daya Puskesmas (nakes, sasaran intervensi,
kebutuhan logistik serta anggaran) di 10 kabupaten prioritas
 Sosialisasi & Monev Terpadu intervensi stunting di 9 Kabupaten
Prioritas (Kab Rokan Hulu, Lampung Tengah, Cianjur, Pemalang,
Brebes, Ketapang, Lombok Tengah, Gorontalo, Maluku Tengah pd
Minggu IV Jan & bln Februari). Cat: Jadwal monev ke Kab Lanny
Jaya Papua masih dikoordinasikan .
 Sosialisasi format Rencana Aksi Daerah dalam upaya penurunan
stunting (514 Kab/Kota) pada Rakerkesnas (Minggu II Maret)
Rencana Kerja 2018
62

RAKERKESDA
SETIAP PROVINSI UNTUK BULAN MARET – APRIL 2018
DILAKUKAN DI PUSAT BULAN
KAB/KOTA DIFASILITASI BINWIL
NOPEMBER 2018
DAN TENAGA AHLI

DILAKUKAN DI PUSAT dan DI


PROVINSI MENGHADIRKAN
PENGELOLA PROGRAM
KAB/KOTA
BULAN MARET – APRIL 2018
Rencana Tindak Lanjut (1)
Koordinasi Dinkes Provinsi dengan Dinkes kabupaten
terkait implementasi RAD intervensi spesifik dan sensitif
stunting

Koordinasi Dinkes Kabupaten dengan Puskesmas


pengampu terkait implementasi RAD intervensi spesifik &
sensitif di desa locus stunting
Rencana Tindak Lanjut (2)
Upaya Kesehatan Masyarakat
 Monev rutin thd program melalui pemantauan wilayah
setempat (PWS) KIA, Sistem Kewaspadaan Pangan dan
Gizi (SKPG), SKDN (pemantauan pertumbuhan balita),
serta STBM (Sanitasi Terpadu Berbasis Masyarakat). Review
apakah pelaksanaan program sesuai dengan SOP.
 Perubahan Perilaku Masyarakat dilakukan melalui Germas
dan Pendekatan Keluarga
Rencana Tindak Lanjut (3)
Upaya Kesehatan Perorangan :

 Pemeriksaan kesehatan sesuai jadwal, termasuk deteksi dini


terjadinya stunting
 Asupan gizi Seimbang (termasuk IMD dan ASI Eksklusif)
 Pencegahan Penyakit (Promotif, Preventif dan Kuratif)
 Pengobatan Penyakit sesuai SOP
Peran Lintas Sektor:
 SKPD lain di tingkat Kabupaten diperlukan dalam
pengintegrasiaan program pencegahan terjadinya Stunting
 Kecamatan mengkoordinasikan semua sasaran ibu dan anak
untuk hadir pada setiap kegiatan posyandu di seluruh desa di
wilayah kecamatan
 Kepala Desa mengintruksikan semua Bumil dan suami, ,Bayi dan
Balita untuk hadir di kegiatan Posyandu . (Pemeriksaan Bumil,
pemeriksaan SKDN)
 Kader menerapkan hasil pelatihan tentang “Promosi Kesehatan
Ibu bagi Kader Posyandu.
Rencana
Aksi Daerah
Stunting
Isu : Pencegahan dan Intervensi Stunting

Note:
*Identifikasi masalah terkait: Regulasi, Manajemen, SDM, Pembiayaan, Teknis
** Peran Pusat, Provinsi, Kab/Kota terkait Regulasi, Manajemen, SDM, Pembiayaan, Teknis
Isu : Pencegahan dan Intervensi Stunting

Note:
*Identifikasi masalah terkait: Regulasi, Manajemen, SDM, Pembiayaan, Teknis
** Peran Pusat, Provinsi, Kab/Kota terkait Regulasi, Manajemen, SDM, Pembiayaan, Teknis
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN KEGIATAN PENURUNAN STUNTING
DI DAERAH

Diagnostik Pemetaan Penentuan Prioritas


Masalah Stunting Di Kegiatan dan Memasukkan Rencana
Daerah Masing- Daerah ke dalam Siklus
Masing Perencanaan
Penganggaran

• Sebaran Prevalensi/Angka • Memilih fokus penanganan:


Stunting per desa gizi/layanan Sanitasi/pola • Usulan DAK
asuh/kesehatan lingkungan • Sinkronisasi APBN dan APBD
• Angka Partisipasi PAUD
• Menentukan lokasi spesifik yang melalui Matriks Konsolidasi
• Angka partisipasi Posyandu memerlukan Anggaran untuk Penurunan
• Cakupan ANC penanganan/intervensi Stunting
• Cakupan layanan catatan sipil • Susun Anggaran Program
• Dan lain-lain Penurunan Stunting di Daerah
71
Kesimpulan
Pelaksanaan kegiatan intervensi stunting menjadi
tugas bersama & dilaksanakan secara
berkesinambungan oleh stakeholder terkait
dibidang kesehatan maupun lintas sektor

Pendekatan intervensi stunting perlu dilaksanakan


secara holistic integrative dan dimonitor secara
berkala
PENUTUP
INTERVENSI GIZI SPESIFIK : 14 INTERVENSI GIZI BERDAMPAK BESAR
MENGURANGI STUNTING SEBESAR 20% APABILA CAKUPANNYA MENCAPAI 90%

I. Intervensi dengan Sasaran Ibu Hamil


1. Memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan
energi dan protein kronis
2. Mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat
3. Mengatasi kekurangan iodium
4. Menanggulangi kecacingan pada ibu hamil
5. Melindungi ibu hamil dari malaria.
II. Intervensi dengan Sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 Bulan
1. Mendorong inisiasi menyusui dini (pemberian ASI jolong/colostrum)
2. Mendorong pemberian ASI Eksklusif.

III. Intervensi dengan Sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23 bulan
1. Mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi oleh
pemberian MP-ASI
2. Menyediakan obat cacing
3. Menyediakan suplementasi zink
4. Melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan
5. Memberikan perlindungan terhadap malaria
6. Memberikan imunisasi lengkap
7. Melakukan pencegahan dan pengobatan diare.
Contoh dari Negara Peru:
Strategi Peru Mengurangi Stunting 50%
dalam 8 tahun Penganggaran berbasiskan Hasil terfokus pada hasil
untuk anak
Tingkat rata-rata tahunan pengurangan
stunting

Pre-reform Post-reform Result-based Budgeting


1990-2007 2008-2014 (RBB)/
Meningkatkan layanan gizi Penganggaran berbasiskan

Anggaran berdasarkan Hasil


1,6% 10,7% dari sisi permintaan dan sisi Hasil terfokus pada hasil
pelayanan (demand dan untuk anak

Strategi Lintas Sektor


supply-side)
Anggaran untuk
Insentif Kinerja

Komitmen yang kuat


Komitmen Solusi berbasis bukti/Evidence-
based
Presiden Anggaran diselaraskan dengan
Solutions
Prevalensi anak beban dari gizi buruk
stunting berkurang Peran Kampanye Media Massa
setengahnya antara Kementerian Keuangan Harmonisasi Investasi
2007 dan 2015: Peningkatan kualitas dan Pemangku/Mitra terkait
28,5% dan 14,4%) Target Regional jangkauan dari layanan menggunakan RBB/Penganggaran
ibu hamil dan gizi Berbasis Hasil
Advokasi
Masyarakat Transfer Bantuan Bersyarat bagi Seleksi dalam Aksi Prioritas di
Masyarakat Miskin Anggaran

Sumber :diolah dari laporan Bank Dunia, World Bank 2017 Investing in the Early Years for Shared Prosperity
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai