OLEH
USTADZ. BAHTIAR NAWIR
BAHTIAR NAWIR
NIP: 196809242005011004
ii
A. PENDAHULUAN
Di dalam pembahasan pendahuluan materi kuliah Pendidikan Agama Islam, kami
akan menguraikan terlebih dahulu beberapa hal, sebelum memasuki panduan
garis besar mata ajaran. Hal tersebut adalah : Urgensinya Pendidikan Agama Islam
di lembaga pendidikan, pengertian agama dan tujuan beragama, klasifikasi agama
dan agama-agama yang diakui di Indonesia.
1. Urgensinya Pendidikan Agama Islam di Lembaga Pendidikan
Sesuai dengan UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas), pasal 37 ayat 2, berbunyi : Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat
:
1. Pendidikan agama
2. Pendidikan kewarganegaraan
3. Bahasa
Mata kuliah Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk mewujudkan
lulusan Akademi / Perguruan Tinggi agar menjadi sarjana yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan
keluaran (output) perguruan tinggi. Oleh karena itu mata kuliah ini
mengarahkan / mengantarkan mahasiswa untuk :
Adapun masalah motivasi dalam beragama, mengapa manusia wajib beragama ? Jawabnya
disini dapat disimpulkan, sebagai berikut :
1. Manusia terdiri dari jasmani dan rohani. Kebutuhan jasmani dapat dicukupi dengan
makan, minum, tetapi kebutuhan rohani hanya bisa puas dengan keyakinan atau
kepercayaan atau agama.
2. Manusia diberi instink ingin tahu. Rasa ingin tahu inilah timbul penyelidikan / penelitian
di berbagai bidang, baik flora, fauna, ruang angkasa dan alam sekitar lainnya. Hasil penelitian
tidak mungkin alam ini jadi dengan sendirinya. Pasti ada penciptanya. Sehingga ke depannya
ingin menganut agama sebagai manifetasi rasa syukur dan beribadah kepada Tuhan yang
menjadikan alam. Ibadah ini diatur melalui agama.
3. Manusia hidup sebagai makhluk yang mulia. Dijadikan dengan sebaik-baik bentuk, yakni
dilengkapi akal dannafsu. Untuk mengendalikan akal dan nafsu ini diperlukan agama.
Dalam beberapa poin jawaban, mengapa manusia wajib beragama ? Telah jelas, bahwa
fungsi dan tujuan hidup adalah dijelaskan oleh agama, bukan oleh penemuan akal.
Agama justru datang karena ternyata bekal-bekal yang dilimpahkan kepada manusia tidak
cukup mampu menemukan apa perlunya ia lahir ke dunia ini.
Agama diturunkan untuk mengatur hidup manusia, meluruskan dan mengendalikan akal
yang bersifat bebas. Kebebasan akal tanpa kendali, bukan saja menyebabkan manusia
lupa diri, melainkan juga membawa manusia ke jurang kesesatan.
Oleh karena itu, sesungguhnya kapanpun manusia hidup dan dimana pun ia berada,
agama tetap merupakan kebutuhan asasi. Di abad modern inipun agama tetap
diperlukan. Bahkan lebih jauh manusia mencapai kemajuan, lebih tegas perlunya agama.
Dengan tanpa agama, segala kemajuan bukannya akan memberikan kebahagiaan kepada
manusia, tetapi malah akan membinasakan manusia itu sendiri.
3. Klasifikasi Agama
Dilihat dari sumber, sifat dan tempatnya, agama dapat diklasifikasikan atas tiga kategori,
yaitu :
1.Agama wahyu dan bukan wahyu
2.Agama missionaris dan bukan missionaries
3. Agama ras geografis dan agama universal
Agama wahyu (samawi) adalah agama yang diwahyukan Allah melalui malaikat-Nya
kepada utusan-Nya untuk disampaikan kepada ummat manusia. Sedangkan agama bukan
wahyu (Ardhi) atau kebudayaan adalah agama yang bukan berasal dari Allah, tetapi
keberadaannya disebabkan oleh proses antropologis yang terbentuk dari adat istiadat
kemudian melembaga dalam bentuk agama.
Karakteristik dari kedua bentuk agama tersebut, yaitu antara lain :
Agama wahyu (samawi) berpokok pada konsep ke-Esaan Tuhan, sedangkan agama bukan
wahyu (ardhi) tidak demikian.
Agama wahyu (samawi) berikan kepada para Nabi dan Rasul, sedangkan agama bukan
wahyu (ardhi) tidak.
Bagi agama wahyu (samawi) yang dijadikan tuntunan menentukan baik dan buruk adalah
Kitab Suci yang diwahyukan, sedangkan pada agama bukan wahtu (ardhi) berbentuk
tradisi atau adat istiadat.
Sesuai dengan ajaran dan tradisi historisnya, agama wahyu (samawi) merupakan agama
missionaris, sedangkan agama bukan wahyu (ardhi) sebaliknya.
4. Agama-agama yang Ada di Indonesia
Sesuai dengan UUD 1945, sebagai berikut :
1.Pasal 29 ayat 1, UUD 1945: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
2.Pasal 29 ayat 2, UUD 1945 : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut
agamanya dan kepercayaannya itu”.
Agama yang ada di Indonesia adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong
Huchu. Keenam agama di atas pemeluknya yang terbanyak adalah agama Islam.
Masalah agama adalah masalah hak asasi manusia dan sensitif. Agar selalu terjaga
kerukunan, maka diprogramkanlah tri kerukunan, yaitu :
1.Kerukunan intern ummat beragama
2.Kerukunan antar ummat beragama
3.Kerukunan antar ummat beragama dengan pemerintah
Jadi jelaslah bahwa bangsa Indonesia, bangsa yang menganut paham agama dan
tidak memperkenankan adanya paham yang meniadakan agama atau Tuhan yang
lazim disebut paham komunis / Atheis. Pemerintah telah mengambil kebijaksanaan
melarang adanya penyebaran atau pengembangan paham atau ajaran Komunisme /
Marxisme – Lenisme di Indonesia. Hal ini tertuang dalam TAP MPRS Republik
Indonesia Nomor : XXV/MPRS/1996 tanggal 5 Juli 1966.
4
B. TUHAN, MANUSIA DAN ALAM SEMESTA
1. Masalah Ketuhanan
Pembahasan tentang Ketuhanan ini adalah bertitik tolak pada konsep Ketuhanan
dalam Islam. Siapakah Tuhan itu ? Siapakah Tuhan kita ? Apa Tuhan itu ? Mudah-
mudahan dalam mengulas masalah ini, kita tidak melanggar rambu-rambu dari apa
yang diingatkan oleh Rasulullah Shallallahualaihi wassalam, janganlah kita
memikirkan tentang zat Tuhan atau zat Allah, tapi fikirkanlah tentang apa yang
diciptakan-Nya.
Kata Tuhan dalam bahasa Arab adalah Al-Ilaah atau Ar-Rabb. Dalam Kamus Al-
Munjid, dikatakan bahwa Tuhan sesuatu yang disembah. Dengan perkataan lain,
sesuatu yang disembah adalah Tuhan. Tak peduli apakah ia dapat dilihat, diraba
atau tidak, apakah ia hidup atau mati, apakah ia dapat membuat manusia atau
dibuat oleh manusia. Pokoknya sesiap yang disembah adalah Tuhan.
Dahulu di negeri kita, ada yang namanya Dinamisme, yaitu kepercayaan mengkeramatkan
benda, seperti pepohonan besar, batu besar dan sebagainya sebagai Tuhan mereka dan
sebagainya, sebagai Tuhan mereka. Bahkan ada lagi kepercayaan animisme, yaitu
kepercayaan orang-orang terdahulu tentang roh nenek moyang dan para leluhurnya
sebagai Tuhan.
Berdasarkan penjelasan di atas, kita kembali kepada kata Ilah (mufrat) yang jama’ahnya
adalah salihatun. Secara konsep umum Tuhan itu banyak, ada Tuhan bagi penganut
animisme, ada Tuhan bagi penganut dinamisme dan ada juga Tuhan bagi penganut
politheisme. Oleh karena itu bagi penganut agama Islam hendaklah jika berkata tentang
Tuhan haruslah digandeng dengan sifat Tuhan, seperti perkataan Tuhan Yang Maha Esa,
Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ini berarti yang kita maksud adalah Tuhan
Allah Subhanahu Wata’ala.
Sekarang siapa Tuhan kita, sebagai penganut agama Islam, tentu jawabnya adalah Allah,
dzat wajibul wujud, yang mempunyai sifat-sifat kesempurnaan dan mustahil bersifat
kekurangan. Dia Allah Yang Maha Esa dan Maha Kuasa. Dia yang menjadikan langit dan
bumi. Dia bersalahan dari segalanya yang baharu (Laisa kamislihi syai’un).
Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “La ilaaha illa Allah“. Susunan kalimat tersebut
dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan, kemudian baru diikuti dengan
penegasan, melainkan Allah“. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan
diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya
ada satu Tuhan, yaitu Allah.
Iman kepada kalimat Laa ilaaha illa Allah dapat mengangkat derajat manusia dan
menumbuhkan sifat-sifat terpuji. Menjadikan manusia terikat dengan aturan-aturan Allah
dan juga merupakan rukun asasi terpenting dari ajaran Nabi Muhammad Shallallahu
alaihi wasallam. Kalimat tauhid merupakan pondasi dan kekuatan Islam. Ketentuan dan
kewajiban Islam lainnya berdiri tegak di atas kalimat ini.
Kesimpulannya sudah jelas, bahwa Tuhan kita, Tuhan orang Islam bahkan
Tuhan seluruh penghuni alam ini adalah Allah Subhanahu Wata’ala. Tuhan kita
hanya satu, yaitu Allah. Allah melarang kita menyekutukan-Nya. Itu adalah
syirik, berakibat dosa besar yang tak berampun.
2. Pengertian Manusia dan Kejadian Manusia
Dalam memberikan uraian atau telaah terhadap persoalan apakah manusia itu ?
Dapat ditempuh dengan cara memberi jawaban dari eksistensi manusia itu sendiri.
Manusia adalah makhluk yang unik dalam arti ia adalah subyek dan obyek. Dirinya
berfikir untuk mempersoalkan dirinya. Pandangan ini didasarkan atas filsafat yang
menelaah manusia. Immanuel Kant menempatkan pertanyaan filsafat pada dirinya,
seperti : Apakah yang dapat saya ketahui ? Apakah yang harus saya perbuat ?
Apakah yang boleh saya harapkan ? Apakah manusia itu ? Pertanyaan pertama
adalah pertanyaan metafisika, yang kedua pertanyaan etika, yang ketika
pertanyaan religius dan pertanyaan yang keempat adalah pertanyaan
antropologi (Drs. Dwi Nugroho Hidayanto, 1988 : 15).
Drs. Alexis Carrel salah seorang sarjana terbesar dari Amerika Serikat dalam
bukunya berjudul “The Mankind Unknown” telah menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan modern sangat bodoh terhadap hakikat manusia (Drs. Syahminan
Zaini, tt, 1).
Masalah ta’rif dan hakikat manusia nampaknya agak sulit dirumuskan, jika hanya
berpegang kepada pengetahuan umum semesta. Akan tetapi Prof. Abbas Mahmud
El-Aqqad dalam bukunya “Haqaiqul Islam Wa Abathilu Khusumihi” telah
merumuskan pandangan Al Qur’an tentang manusia dengan amat baik sekali.
Al Qur’an dan As Sunnah, kata beliau mendefinisikan manusia sebagai berikut : Manusia
adalah makhluk yang bertanggung jawab, yang diciptakan dengan sifat-sifat Ketuhanan.
Definisi mengandung tiga unsur pokok, yaitu :
1.Manusia sebagai ciptaan Allah.
2.Manusia bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya yang menurut Al Qur’an akan
dipertanggungjawabkan nanti di hadapan Tuhan di akhirat.
3.Manusia diciptakan dengan sifat-sifat ketuhanan.
Mengenai kejadian manusia, sebagai berikut :
1.Nabi Adam Alaihissalam adalah sebagai manusia pertama yang dijadikan dari tanah.
Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an surah Shaad ayat 71 :
Artinya : “(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat : Sesungguhnya
Aku akan menciptakan manusia dari tanah“.
1.Keturunan selanjutnya Allah jadikan manusia itu dari pertemuan sperma dan ovum.
Secara fisik materi dan non fisik materi, proses kejadian manusia ada (enam) tahap,
yaitu
nuthfah, alaqah dan mudhghah, idzam dan lahm, tahap ke-6 (enam) adalah non fisik
materi yaitu roh.
2. Tubuh jasmaniah dijadikan Allah lebih dahulu dari tubuh rohaniah. Ruh ditiupkan
setelah fisik materi berumur 120 hari.
3. Setelah Malaikat meniupkan ruh, terjadilah makhluk yang lain dari sebelumnya,
artinya telah menjadi manusia sempurna.
• Al Qur’an dan As Sunnah, kata beliau mendefinisikan
manusia sebagai berikut : Manusia adalah makhluk
yang bertanggung jawab, yang diciptakan dengan sifat-
sifat Ketuhanan. Definisi mengandung tiga unsur
pokok, yaitu :
1. Manusia sebagai ciptaan Allah.
2. Manusia bertanggung jawab atas segala tingkah
lakunya yang menurut Al Qur’an akan
dipertanggungjawabkan nanti di hadapan Tuhan di
akhirat.
3. Manusia diciptakan dengan sifat-sifat ketuhanan.
• Mengenai kejadian manusia, sebagai berikut :
• Nabi Adam Alaihissalam adalah sebagai manusia pertama
yang dijadikan dari tanah. Sebagaimana firman Allah dalam
Al Qur’an surah Shaad ayat 71 :
Artinya : “(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada
para Malaikat : Sesungguhnya Aku akan menciptakan
manusia dari tanah“.
Keturunan selanjutnya Allah jadikan manusia itu dari
pertemuan sperma dan ovum. Secara fisik materi dan non
fisik materi, proses kejadian manusia ada (enam) tahap,
yaitu nuthfah, alaqah dan mudhghah, idzam dan lahm,
tahap ke-6 (enam) adalah non fisik materi yaitu roh.
•
2. Tubuh jasmaniah dijadikan Allah lebih dahulu
dari tubuh rohaniah. Ruh ditiupkan setelah
fisik materi berumur 120 hari.
3. Setelah Malaikat meniupkan ruh, terjadilah
makhluk yang lain dari sebelumnya, artinya
telah menjadi manusia sempurna.
• 3. Manusia Menurut Agama Islam
• Manusia adalah makhluk yang sangat menarik, sehingga
menjadi sasaran untuk dijaji, dahulu, kini dan kemudian
hari. Di dalam Al Qur’an manusia disebut antara lain bani
Adam (QS. Al-Isra, 17, 70), Basyar (QS. Al-Kahfi, 18, 110), Al-
Insan (QS. Al-Insan, 76, 1), An-Naas (QS. An-Naas, 114, 1).
• Berbagai rumusan tentang manusia telah diberikan salah
satunya berdasarkan studi Al Qur’an dan Al Hadits,
berbunyi (setelah disunting) sebagai berikut : Al-Insan
(manusia) adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki
potensi untuk beriman (kepada Allah), dengan
mempergunakan akalnya mampu memahami dan
mengamalkan wahyu serta mengamati gejala-gejala alam,
bertanggung jawab atas segala perbuatannya dan
berakhlaq (N. A. Rasyid, 1983 : 19).
• Bertitik tolak dari rumusan singkat itu, menurut ajaran Islam, manusia dibanding
dengan makhluk yang lain, mempunyai berbagai ciri, antara lain :
1. Makhluk yang paling sempurna, sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an
(QS. At-Thiin ayat 4) :
Artinya : “Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya“.
• 1. Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin
dikembangkan) beriman kepada Allah. Sebab sebelum ruh (ciptaan) Allah
dipertemukan dengan jasad di rahim ibunya, ruh yang berada di alam gaib itu
ditanyai Allah. “Alastu bi rabbikum ?” : Apakah kalian mengakui Aku sebagai Tuhan
kalian ? Serentak dan semuanya mengaku Allah sebagai Tuhan mereka. (“Balaa
syahidnaa : Ya, kami akui (kami saksikan) Engkau adalah Tuhan kami“).
• 2. Manusia diciptakan Allah adalah untuk mengabdi kepada-Nya sebagaimana
firman Allah dalam Al Qur’an surah Adz-Dzaariyat ayat 56, “Wamaa kholaqtul jinna
illa liya’buduun“. Terjemahannya lebih kurang, sebagai berikut : Tidak Ku jadikan jin
dan manusia, kecuali untuk mengabdi kepada-Ku.
• 3. Manusia dijadikan Tuhan untuk menjadi Khalifah Allah di permukaan bumi
ini. Perkataan menjadi khalifah di sini adalah wakil Tuhan dalam mengelola alam
atau memakmurkan bumi ini. Untuk dapat melaksanakan tugasnya maka manusia
diberikan akal dan kalbu, yang tidak diberikan kepada makhluk yang lain.
• Dengan akal pemikirannya akan melahirkan ilmu pengetahuan dan
teknologi, manusia diharapkan mampu mengemban amanah.
4. Manusia disamping diberikan akal juga diberikan dengan perasaan
dan kemauan atau kehendak. Dengan akal dan kehendaknya, manusia
akan patuh dan tunduk kepada Allah atau menjadi muslim, tetapi dengan
akal dan kehendaknya juga bisa mengingkari.
5. Secara individual manusia bertanggung jawab atas segala
perbuatannya. Ini termaktub dalam Al Qur’an, surah At-Thuur ayat 21,
“Kullum riim bimaa kasaba rahiin“. Artinya kurang lebih sebagai berikut,
“… setiap orang (manusia) terikat (dalam arti bertanggung jawab)
terhadap apa yang dilakukannya“.
6. Berakhlak. Berakhlak ini merupakan ciri utama manusia
dibandingkan dengan makhluk yang lain. Manusia adalah makhluk yang
diberi kemampuan oleh Allah untuk membedakan mana yang baik dan
mana yang buruk. Dalam ajaran Islam akhlak punya kedudukan yang
penting, menjadi komponen ketiga agama Islam. Hal ini dapat kita
mengerti bahwa Rasul Allah Shallallahu alaihi wasallam diutus untuk
menyempurnakan akhlaq manusia. Perilaku yang dicontohkan oleh Rasul
selama hidup adalah teladan yang harus diikuti oleh umat.
• Dari uraian beberapa ciri manusia di atas manusia
menurut Islam dapat ditarik kesimpulan tentang fungsi
ganda manusia, yaitu fungsinya sebagai abdullah
(abdun), hamba yang wajib beribadah kepada Allah
dan sebagai khalifatullah untuk memakmurkan bumi
ini.
• Fungsi ganda manusia di atas dapat dilaksanakan
dengan baik dengan harapan kita akan mendapat
predikat insan kamil atau manusia sempurna menurut
Islam. Adapun ciri-ciri manusia sempurna itu adalah :