baru yang mengandung muatan moral- didaktis. Bentuk Serat Wedhatama adalah tembang macapat yang terdiri dari 100 pupuh (bait). Terbagi ke dalam lima lagu. Pangkur 14 pupuh, Sinom 18 pupuh, Pocung 15 pupuh, Gambuh 35 pupuh, dan Kinanthi 18 pupuh. PENULIS SERAT WEDHATAMA
Secara formal penulis Wedhatama adalah
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (K.G.P.A.A.) Mangkunagoro IV. Tentu saja nama tersebut merupakan nama gelar. Saat lahir, beliau bernamanya adalah Raden Mas Sudiro. Lahir pada tanggal 1 Sapar tahun Jimakir 1736 windu Sancaya yakni tanggal 3 Maret 1811, di Hadiwijayan (Moh. Ardani, 1995: 13). Mangkunegoro IV merupakan putra Kanjeng Pangeran Harya Hadiwijaya I yang nomor 7 (atau nomor 3 yang laki-laki). Dilihat dari garis keturunan ayah beliau merupakan cucu Bandara Raden Mas Tumenggung Harya Kusumadiningrat, cicit (buyut) dari Kanjeng Pangeran Harya (KPH) Hadiwijaya yang gugur di Kali Abu daerah Salaman Kedu (gugur tatkala melawan Kompeni/VOC). Ibu Mangkunegoro IV adalah puteri Mangkunegoro II, jadi beliau ini cucu Mangkunegoro II dan ia diangkat sebagai anak sendiri oleh Mangkunegoro III yang kemudian dinikahkan dengan anaknya, sehingga beliau menjadi menantu Mangkunegoro III (Anjar Any, 1986: 83). NAMA WEDHATAMA
Nama Wedhatama merupakan bentukan dua
kata yakni Weda dan Tama. Dijelaskan Weda adalah ajaran dan Tama berarti yang utama. Wedhatama adalah ajaran yang utama. Pengertian ini merupakan pengertian yang umum dalam menjelaskan makna Wedhatama. Jadi Wedhatama adalah ajaran yang utama digunakan manusia dan ajaran ini sampai saat masih relevan ISI SERAT WERDHATAMA
Serat ini terdiri dari 100 pupuh (bait)
tembang macapat, yang dibagi dalam lima lagu. Sinom • 18 pupuh • 15 - 32