Anda di halaman 1dari 31

NURSING

ADVOCACY
Martini Listrikawati, S.Kep, Ns, M .Kep
PENKES PRIMER
Pencegahan penyakit dapat dipahami sesuai
dengan aktivitas kesehatan pada tingkat
primer, sekunder, dan tersier (Potter&Perry,
2009). Pencegahan primer mencakup seluruh
usaha promosi kesehatan dan aktivitas
pendidikan kesejahteraan yang berfokus pada
pemeliharaan atau peningkatan kesehatan
keseluruhan dari individu, keluarga dan
komunitas
CONTOH : Life Style, Perubahan Aktivitas Fisik,
Diet
PENKES SEKUNDER
 Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder
berfokus pada individu yang mengalami
masalah kesehatan atau penyakit dan berisiko
mengalami komplikasi atau kondisi yang
memburuk. Aktivitas diarahkan pada diagnosis
termasuk teknik skrining dan penanganan
stadium awal penyakit untuk membatasi
kecacatan dengan menunda konsekuensi dari
penyakit yang lanjut.
 CONTOH : Deteksi Dini Tanda dan Gejala
Penyakit, Melakukan Screening, Medical Chek UP
PENKES TERSIER
 Pencegahan Tersier Pencegahan tersier
terjadi jika defek atau kecacatan telah
permanen dan tidak dapat dipulihkan. Ini
melibatkan minimalisasi efek penyakit jangka
panjang dengan intervensi yang ditujukan
pada pencegahan komplikasi, perburukan
dapat diarahkan pada rehabilitasi dan bukan
pada diagnosis dan terapi.
 CONTOH: Kontrol Minum Obat, DOTS,
Rehabilitasi Pemulihan Aktivitas
CERDIK GAGAL GINJAL (Depkes, 2015)

 Cek kesehatan secara berkala,


 Enyahkan asap rokok,
 Rajin olahraga,
 Diet seimbang,
 Istirahat cukup, dan
 Kelola stres.
 Selain itu, Kemenkes juga mendorong PATUH yaitu
 Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter
 Atasi penyakit dengan pengobatan yang tetap dan teratur
 Tetap diet sehat dengan gizi seimbang
 Upayakan beraktivitas fisik dengan aman, dan
 Hindari Rokok, alkohol dan zat karsinogenik lainnya
BPH
Makan buah-buahan dan sayuran setidaknya lima kali dalam sehari. Terutama yang
memiliki warna-warna cerah.
Mengganti konsumsi roti putih dengan roti gandum, dan juga mengkonsumsi sereal

gandum.
Kurang konsumsi daging merah, termasuk daging babi, domba, sapi, dan kambing,

dan daging olahan, seperti hot dog dan bologna. Ganti dengan daging unggas tanpa
kulit, kacang-kacangan, ikan dan telur karena itu adalah sumber protein yang sehat.
Mengurangi konsumsi makanan yang mengandung lemak seperti makanan kemasan

dan makanan cepat saji. Hindari Makanan Pedas dan Gorengan


Mengurangi konsumsi minuman manis dan gula.

Hindari penggunaan garam. Jangan makan makanan yang hanya mengandung sedikit

zat sodium.
Hindari makanan yang diproses, makanan kaleng dan makanan yang dibekukan.

Makan secara perlahan-lahan, dan berhentilah makan sebelum perut kenyang.

Hindari rangsangan seksual yang berlebihan.

Hindari melakukan olahraga berat.

Kontro BB

Tidur nyenyak.
 (1) jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi
atau alkohol setelah makan malam,
 (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman

yang menyebabkan iritasi pada kandung kemih


(kopi atau cokelat),
 (3) batasi penggunaan obat--‐obat influenza yang

mengandung fenilpropanolamin,
 (4) jangan menahan kencing terlalu lama.

 (5) penanganan konstipasi1

(PANDUAN PENATALAKSANAAN KLINIS BPH IAUI


2015)
UROLITHIASIS (IAUI, 2015)
 Pencegahan Primer

Tujuan dari pencegahan primer adalah untuk mencegah agar tidak


terjadinya penyakit batu saluran kemih dengan cara
mengendalikan faktor penyebab dari penyakit batu saluran kemih.
Sasarannya ditujukan kepada orang- orang yang masih sehat,
belum pernah menderita penyakit batu saluran kemih.
 Kegiatan yang dilakukan meliputi promosi kesehatan, pendidikan
kesehatan, dan perlindungan kesehatan. Contohnya adalah untuk
menghindari terjadinya penyakit batu saluran kemih, dianjurkan
untuk minum air putih minimal 2 liter per hari.
 Konsumsi air putih dapat meningkatkan aliran kemih dan
menurunkan konsentrasi pembentuk batu dalam air kemih. Serta
olahraga yang cukup terutama bagi individu yang pekerjaannya
lebih banyak duduk atau statis.
CONT....UROLITHIASIS (IAUI, 2015)
 Pencegahan Sekunder
Tujuan dari pencegahan sekunder adalah untuk menghentikan perkembangan
penyakit agar tidak menyebar dan mencegah terjadinya komplikasi. Sasarannya
ditujukan kepada orang yang telah menderita penyakit batu saluran kemih.
Kegiatan yang dilakukan dengan diagnosis dan pengobatan sejak dini.

 Pencegahan Tersier

Tujuan dari pencegahan tersier adalah untuk mencegah agar tidak terjadi
komplikasi sehingga tidak berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan
perawatan intensif. Sasarannya ditujukan kepada orang yang sudah menderita
penyakit batu saluran kemih agar penyakitnya tidak bertambah berat. Kegiatan
yang dilakukan meliputi kegiatan rehabilitasi seperti konseling kesehatan agar
orang tersebut lebih memahami tentang cara menjaga fungsi saluran kemih
terutama ginjal yang telah rusak akibat dari batu saluran kemih sehingga fungsi
organ tersebut dapat maksimal kembali dan tidak terjadi kekambuhan penyakit
batu saluran kemih, dan dapat memberikan kualitas hidup sebaik mungkin sesuai
dengan kemampuannya.
ISK
 Tindakan Asepsis pada pemasangan Kateter
 Tehnik Cuci Tangan Yang benar
 Sistem Drainase Pasien tidak menyentuh
permukaan yang kotor
 Jangan Membuka titik Penghubnug saat mengambil
spesimen urine
 Jika Sambungan terputus jangan menyentuh
bagian ujung kateter
 Irigasi kateter tidak boleh dilakukan sebagai
tindakan yang rutin
 Lakukan Bladder Training dan Personal Hiegiene
NURSING ADVOCATE
Martini Listrikawati, S.Kep, Ns. M.Kep
“NURSE ADVOCATE”
 Advokasi “Peran Profesional Perawat”
Berupa:
1. Pembelaan dan perlindungan kepada pasien
2. Tindakan perawat untuk memberikan
informasi dan bertindak atas nama pasien.
3. Menjadi mediator dan melindungi pasien.
4. Menjadi penghubung antara pasien dan tim
kesehatan lain, membela hak-hak pasien dan
melindungi pasien dari tindakan yang
merugikan
CASE STUDY

 Fenomena seorang pasien yang


dilakukan Hemodialisa dan mengalami
perdarahan hebat, tubuh menggigil,
lemas dan mata berkunang-kunang.
Perawat tidak melakukan tindakan
apapun untuk mengatasi kondisi pasien.
Peran advocate yang terlanggar?
CASE STUDY
 Fenomena yang lain Pasien dengan BPH
merasa ketakutan dengan tindakan
operasi ketidaktahuan mengenai
tindakan OP. Apa tindakan yang
seharusnya perawat lakukan yang
fungsinya sebagai advocate?
CASE STUDY
 Fenomena Kasus pasien dengan Urolitiasis
keluarga pasien tidak mengetahui
bagaimana fasilitas jaminan kesehatan yang
ada di rumah sakit untuk meringankan
biaya operasional batu ginjal. Apa peran
Advocat yang harus dilakukan oleh perawat.
CASE STUDY
 Fenomena seorang PSK mengalami ISK
keluar nanah dan berbau busuk. Perawat
lempar-lemparan tugas dalam
membersihkan Alat genetalia. Fungsi
Advocate Perawat mana yang
terlanggar?
INDEEP INTERVIEW PERAWAT

Tindakan perawat yang sering dilakukan :


 Pasien terdiagnosa sakit ini, harus makan-makan harus diit dan

lain sebagainya terus apa ya


latihan, exercise atau gimana, itu perawat sedikit banyak
ngasih tahu….” (I-1)
informan mengatakan advokasi dilakukan dengan menjadi penghubung
antara pasien dengan tim kesehatan lain seperti dokter atau ahli gizi.
 “…dan sebagai penengah juga antara medis dan pasien itu…” (I-1)

“…kalau
 perawat kolaborasi ya dengan dokter,

 pengobatan apa yang dibutuhkan oleh

 pasien ya kemudian kita sampaikan

 pengobatan yang terbaik untuk pasien

 dan apakah pasien itu bisa menerima apa

 enggak…”
Fenomena Kasus dokter menyuruh meresusitasi
pasien ISK pada bayi karena saturasi O2 sudah gak
bagus disuruh bagging, akan tetapi kita menemukan
kepada bayi yang mana berat badannya sangat ekstrim
rendah kita gak bisa karena ketika kita bagging terus
menerus yang terjadi nanti adalah perdarahan kalau
enggak nanti perutnya kembung malah kadang
ketika bagging malah bisa jadi nanti dalam
memberikan penekanannya terlalu kuat nanti malah
nyampe ke paru-parunya, karena kita tahu bahwa
bagging itu kan manual ya…beda pada bayi-bayi yang
memakai ventilator. Peran & Fungsi Advocat Yang sesuai
dalam kasus tersebut??
 “….Ya sementara ini kita berusaha jalan,
 cuma hambatan tetep masih banyak
 ya…karena seperti yang mbak sendiri
 ketahui bahwa perawat disini kan bukan
 menjadi mitra tapi yang berjalan kan
 semacam asisten, masih dalam tahap
 perjuangan untuk kita biar bisa dikatakan
 mitra dengan dokter….” (I-2)
 “…Karena kita tahu dokter itu yang
 menguasai rumah sakit. Ketika dokter
 memberikan terapi terus kita bilang dokter
 nanti kalau dikasih ini nanti menjadi seperti
 ini gimana, yaudah gak papa. Malah kadang
 ketika kita menyampaikan kepada dokter
 gimana kalau pasien dikasih perawatan
 seperti ini malah dokter itu mengangggap
 kita suruh seperti itu. Dokter biasanya ada
 yang seperti itu, merasa disuruh dalam
 memberikan terapi...” (I-3)
 “….Faktor pendukung yang menurut saya
 kalau disini dari kondisi pasien ya,
 dokternya juga mendukung karena dia yang
 nyuruh gitu kalau pasiennya sendiri kalau
 kondisi ekonomi seperti itu kita yang
 ngomong kan kita lebih dihormati
 dibanding mungkin untuk kelas menengah
 ke atas mereka kan menginginkan langsung
 oleh tim medis. Maksudnya mereka
 biasanya minta langsung kepada dokternya.
 Tapi kalau mungkin di bangsal ini
 pasiennya mau menerima apa yang kita
 omongkan….” (I-1)
 Informan mengatakan faktor yang
 mendukung terlaksananya peran
 advokasi perawat yaitu dukungan instansi
 yang selalu memotivasi dan memberikan
 kemudahan untuk melakukan peran
 advokasi. Berikut pernyataan informan:
 “…kaya informasi dari atasan, direktur,
 kemudian dari kepala bidang
 keperawatan terus kepala ruang sendiri
 memang kita dianjurkan diharuskan
 untuk selalu memberikan advokasi pada
 pasien, perlindungan-perlindungan seperti
 yang saya sebutkan tadi, jadi pasien itu
 tidak merasa terbebani e…selama opname
 dan menjalani perawatan di rumah sakit
 ungaran…” (I-4)
 PEMBAHASAN
 Advokasi adalah tindakan membela
 hak-hak pasien dan bertindak atas nama
 pasien. Perawat mempunyai kewajiban
 untuk menjamin diterimanya hak-hak
 pasien. Perawat harus membela pasien
 apabila haknya terabaikan (Vaartio, 2005;
 Blais, 2007).
 Seringkali pasien mengalami ketakutan dan
 kecemasan berlebihan
 terhadap penyakitnya. Perawat atau tim
 kesehatan lain seharusnya dapat
 memberikan saran mengenai pengobatan
 dan proses kesembuhannya. Saran yang
 diberikan dapat mengurangi kecemasan
 yang dialami pasien sehingga dapat
 Perawat harus mempunyai
 pengetahuan dan keterampilan khusus
 dalam memberikan informasi kepada
 pasien, sehingga dapat menyampaikan
 informasi tentang diagnosa medis, prosedur
 dan proses terapi ke dalam bahasa pasien
 yang mudah dipahami dan diterapkan.
 Advokasi juga ditujukan kepada pasien
 yang membutuhkan peran perawat untuk
 menyediakan data yang dibutuhkan tentang
 pengobatan dan proses terapi (Nicoll, 2012;
 Promtape, 2004).
 Perawat adalah anggota tim
 kesehatan yang paling lama kontak
dengan
 pasien sehingga diharapkan perawat
harus
 mampu membela hak-hak pasien
(Mubarak
 dkk, 2000).
 Perawat juga berfungsi sebagai
 penghubung antara klien dengan tim
 kesehatan lain dalam upaya pemenuhan
 kebutuhan pasien, membela kepentingan
 pasien dan membantu pasien dalam
 memahami semua informasi dan upaya
 kesehatan yang diberikan oleh tim
 kesehatan dengan pendekatan tradisional
 maupun profesional (Dwidiyanti, 2007).
 Sebagai advokat, perawat juga harus
 bertanggung jawab untuk melindungi hak
 pasien dan melindungi dari adanya
 penyimpangan (Purba, 2009)
 Perawat yang bekerja di rumah di rumah
 sakit menjalani peningkatan beban kerja
 dan masih mengalami kekurangan jumlah
 perawat. Ha ini disebabkan karena peran
 perawat belum didefinisikan dengan baik
 dan kebanyakan perawat dibebani dengan
 tugas-tugas non keperawatan (Werdati,
 2003
 Informan berpendapat bahwa kondisi
 pasien sangat mendukung pelaksanaan
 peran advokasi. Hal ini sesuai dengan teori
 bahwa sesorang sakit, kekuatan fisik dan
 mentalnya menurun. Pasien yang dalam
 kondisi lemah atau bahkan kritis sangat
 membutuhkan seorang advokat yang dapat
 melindungi kesejahteraannya (Promtape,
 2004).
 Hal ini
 sesuai dengan teori bahwa advokasi
 memerlukan tindakan politis yaitu dengan
 mengkomunikasikan kebutuhan perawatan
 kesehatan klien kepada pemerintah atau
 pimpinan yang mempunyai wewenang
 untuk melakukan sesuatu tentang
 kebutuhan tersebut (Kozier, 2012)
 Pelaksanaan tindakan peran advokasi
 perawat oleh peneliti diklasifikasikan dalam
 tiga sub tema yaitu memberi informasi,
 menjadi mediator dan melindungi pasien.
 Sub tema pertama yaitu memberi informasi
 dilakukan dengan memberikan informasi
 tentang penyakit dan proses kesembuhan,
 memberikan informasi persiapan pulang,
 memberikan informasi kepada keluarga,
 memberikan informed consent, dan
 memberikan informasi tentang fasilitas
 jaminan kesehatan. Sub tema kedua yaitu
 menjadi mediator, dilakukan dengan
 menjadi penghubung antara pasien dengan
 tim kesehatan lain seperti ahli gizi maupun
 dokter. Melindungi pasien dapat dilakukan
 dengan memberi kenyamanan, mendukung
 pasien untuk mendapatkan terapi obat yang
 lebih
 murah dengan fungsi yang sama, membantu
 dalam membuat keputusan, melindungi
 pasien dari tindakan
 Faktor yang menjadi penghambat
 dalam melaksanakan peran advokasi
 perawat antara lain: kepemimpinan dokter,
 lemahnya dukungan organisasi, kurangnya
 perhatian terhadap advokasi, kurangnya
 jumlah tenaga perawat, kondisi emosional
 keluarga, terbatasnya fasilitas kesehatan
 dan lemahnya kode etik. Sementara itu
 faktor yang mendukung perawat dalam
 melaksanakan perannya sebagai advokat
 yaitu: kondisi pasien, pengetahuan tentang
 kondisi pasien, pendidikan keperawatan
 yang semakin tinggi, kewajiban perawat
 dan dukungan instansi rumah sakit
 Namun aspek-aspek
 dasar seperti pengetahuan tentang kondisi
 pasien, bargaining position dan
 berkolaborasi dengan profesi lain masih
 lemah. Tampak nyata bahwa peran perawat
 sebagai advokat begitu penting bagi klien.
 Namun, dari hasil
 pengamatan penliti dan didukung oleh
 pernyataan informan, pada kenyataannya
 peran advokat belum berfungsi optimal.

Anda mungkin juga menyukai