Anda di halaman 1dari 47

BAB II

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA


MENGAPA MATERI POKOK BAHASAN : KERUKUNAN ANTAR
UMAT BERAGAMA INI SANGAT MENARIK DALAM
PENGKAJIANNYA?
1. Sebab Agama berwajah Cerah dan Pecah, artinya bisa
mendatangkan berkat bagi manusia, tetapi juga dapat mendatangkan
musibah bagi manusia, semisal adanya perang agama;
2. Pada dasarnya semua agama mengajarkan kepada manusia
mengenai kebenaran, keadilan dan perdamaian. Adanya realita
pluriformitas dalam kehidupan masyarakat tidak menjadi halangan
untuk hidup rukun. Dengan demikian perbedaan agamapun bisa
berperan memantapkan persaudaraan sejati dalam masyarakat yang
pluralis seperti Indonesia yang bersemboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
PEMAHAMAN HIDUP BERAGAMA

• PENGERTIAN BERIMAN DAN BERAGAMA


• INTI AGAMA ( IMAN DAN WAHYU )
• UNSUR-UNSUR DALAM AGAMA
• FUNGSI AGAMA
• MOTIVASI ORANG BERAGAMA
PENGERTIAN BERIMAN DAN BERAGAMA
• KEBAJIKAN UTAMA DALAM AGAMA-AGAMA :
1. IMAN
2. HARAPAN DAN
3. KASIH
• IMAN MERUPAKAN SUATU SIKAP PENYERAHAN DIRI SEUTUHNYA
KEPADA ALLAH.
• PENYERAHAN SEUTUHNYA INI BERARTI BAHWA MANUSIA BERIMAN
MEMPERSEMBAHKAN KEPATUHAN AKAL BUDI SERTA
KEHENDAKNYA YANG SEPENUHNYA KEPADA ALLAH YANG
MEWAHYUKAN DIRI.
• DENGAN KATA LAIN : BERIMAN MEMPUNYAI ARTI, BAHWA
SESEORANG ATAU SEKELOMPOK ORANG MENYATAKAN SIKAPNYA
UNTUK MENYERAHKAN DIRI SEUTUHNYA HANYA KEPADA ALLAH
SAJA.
• PENYERAHAN INI BERSIFAT BEBAS, ARTINYA MANUSIA BERIMAN
MENGAMBIL SIKAP YANG BERTANGGUNGJAWAB UNTUK
MENANGGAPI ALLAH YANG MENYAPANYA. MANUSIA
BERKEPUTUSAN DAN MENENTUKAN SIKAPNYA SENDIRI DI
HADAPAN ALLAH SECARA SUKARELA. DENGAN DEMIKIAN MANUSIA
BERIMAN MENARUH HARAPAN DAN KASIH DALAM HIDUPNYA
KEPADA ALLAH SAJA.
UNTUK MENGHAYATI IMAN DIPERLUKAN
AGAMA
• AGAMA SEBAGAI SATU HAL YANG MEMUNGKINKAN
TERWUJUDNYA PENGHAYATAN IMAN ITU.
• IMAN SEBAGAI SIKAP BATIN MANUSIA YANG
MENYERAHKAN DIRI KEPADA ALLAH TERASA LEBIH MUDAH
DIUNGKAPKAN, DIKOMUNIKASIKAN, DIHAYATI DAN
DIPELIHARA DALAM AGAMA.
• IMAN DAN AGAMA SALING TERKAIT, KARENANYA ORANG
BERAGAMA SECARA LOGIS HARUS MENGANDAIKAN BAHWA
IA BERIMAN. INI TIDAK BERARTI BAHWA ORANG YANG TIDAK
BERAGAMA TIDAK BERIMAN.
• IMAN YANG MERUPAKAN SIKAP BATIN MENJADI JELAS
PENGHAYATANNYA DALAM HIDUP BERAGAMA.
• BERAGAMA MENANDAKAN DENGAN JELAS BAHWA ORANG
BERIMAN.
INTI AGAMA : IMAN - WAHYU

• IMAN ????? MERUPAKAN SIKAP BATIN MANUSIA YANG MENYERAHKAN


DIRI SEUTUHNYA KEPADA ALLAH. PENYERAHAN INI MERUPAKAN
TANGGAPAN – JAWABAN MANUSIA TERHADAP ALLAH YANG MEWAHYUKAN
DIRI.
• WAHYU ????? MENGENAI HAKEKAT WAHYU : KONSILI VATIKAN II ANTARA
LAIN MENGATAKAN “DALAM KEBAIKAN DAN KEBIJAKSANAANNYA ALLAH
IMAN – WAHYU MERUPAKAN SATU REALITAS HUBUNGAN ANTARA
MANUSIA BERIMAN YANG MENANGGAPI SAPAAN ALLAH DAN ALLAH YANG
MENYAPA MANUSIA BERIMAN ITU. DALAM AGAMALAH IMAN – WAHYU
MENJADI KELIHATAN KARENA DIUNGKAPKAN, DIPELIHARA DAN
DIAKTUALISASIKAN. SELURUH JEMAAT, TRADISI, IBADAT, TEMPAT IBADAT,
DAN PETUGAS IBADAT MENAMPAKKAN (MENANDAKAN) ADANYA IMAN –
WAHYU.
UNSUR-UNSUR YANG SECARA UMUM
TERDAPAT DALAM AGAMA-AGAMA
1. JEMAAT : Umat yang merasa diikat oleh iman yang sama. Mereka merasa
dipersatukan oleh Allah.
2. TRADISI : Semua agama mempunyai sejarah, tokoh-tokoh yang diagungkan.
Agama mempunyai ajaran tentang keselamatan, moralitas, ibadat termasuk buku-
buku suci.
3. IBADAT : Sebagai ungkapan pertemuan antara manusia dengan Allah; Sebagai
ungkapan ketaqwaan dan saling mengukuhkan keyakinan iman. Untuk menjamin
kebersamaan dalam ibadat diperlukan adanya ritus (tata upacara ibadat), yang
diyakini sebagai ungkapan memadai dari iman jemaat tertentu, dengan sarana
ataupun tanda-tanda tertentu yang dianggap dapat menyucikan.
4. TEMPAT IBADAT : lokasi yang dikhususkan bagi pertemuan umat beriman
dengan Allah. Dalam tempat itu ada tanda dan sarana atau hal lain yang
dipandang sebagai suci.
5. PETUGAS IBADAT : Orang yang oleh jemaat tertentu dipandang mempunyai
kemampuan, daya kesucian dan diberi kehormatan dan tempat istimewa. Fungsi
dan kuasa orang itu terutama memimpin kebaktian, bahkan lebih luas menyangkut
bidang lain sebagai pemimpin agama dalam arti luas.
FUNGSI AGAMA

1. AGAMA MEMBERIKAN ARTI HIDUP


2. AGAMA MENYATUKAN ORANG BERIMAN
4. AGAMA MENGAJAR DAN MENDIDIK ORANG
5. AGAMA MEMPUNYAI FUNGSI PENYELAMATAN
6. AGAMA MEMPUNYAI FUNGSI SEBAGAI ALAT KONTROL SOSIAL
7. AGAMA BERFUNGSI SEBAGAI ALAT PERUBAHAN
(TRANSFORMATOR)
8. AGAMA MENAWARKAN – MEWARISKAN NILAI-NILAI LUHUR
MOTIVASI HIDUP BERAGAMA

SESEORANG MEMELUK AGAMA TERTENTU DENGAN ALASAN


ATAU MOTIVASI YANG BERKAITAN DENGAN PENGALAMAN
HIDUPNYA DAN MENGARAHKAN HIDUPNYA KEPADA ALLAH
MELALUI AGAMA TERTENTU :

MOTIVASI HIDUP BERAGAMA ANTARA LAIN :


1. Manusia mengalami misteri ketidakpastian hidup, sehingga mencari
“yang ilahi” untuk menolong dan memahami hidupnya.
2. Manusia mengalami keterbatasan kemampuan hidup, maka ia mencari
“Yang Tak Terbatas” yakni Allah.
3. Manusia mengalami disadarkan bahwa agama merupakan wadah yang
dapat menolong tumbuhnya kesadaran akan hidup kekal dan perlunya
keselamatan kekal.
4. Dalam proses perjalanan hidup, suatu saat manusia disadarkan bahkan
mengalami terpanggil untuk dididik jadi beriman dan bertaqwa. Ia
mengalami sapaan Tuhan yang mengubah hidupnya menjadi baik.
5. Manusia ingin hidupnya terkontrol dan terarah pada nilai yang baik dan
mutlak.
6. Fakta bahwa manusia tidak dapat menjamin hidupnya. Ilmu pengetahuan
dan teknologi, walaupun menawarkan berbagai kemudahan hidup,
namun tak jarang menawarkan pula sesuatu yang mengancam
eksistensi hidupnya.
TANTANGAN HIDUP BERAGAMA

• YANG PALING MENONJOL SAAT INI ADALAH MASALAH KEBEBASAN


BERAGAMA.
• KEBEBASAN BERAGAMA YANG DIMAKSUD DI SINI ADALAH
KEBEBASAN BAIK SEBAGAI KEMAMPUAN MAUPUN SEBAGAI
KONDISI.
PENGERTIAN KEBEBASAN

• KEBEBASAN ?????? Sering dipahami secara tidak tepat, misalnya :


Kebebasan dipahami sebagai kondisi sebebas-bebasnya, tanpa adanya
halangan dari apapun dan dari siapapun.
• Dalam perkembangan sekarang ini, kebebasan dapat dipahami secara
berbeda.
• Kebebasan pertama-tama dipahami sebagai KEMAMPUAN yang ada pada
manusia untuk menentukan diri dalam batas-batas kemanusiaannya.
• Kebebasan ini adalah sesuatu yang khas manusia.
• Dalam bertindak / berperilaku, manusia selalu mengambil suatu sikap dan
dan sikap itu ditentukannya sendiri.
• Terhadap dorongan yang berasal dari luar, manusia dapat (dan bukan
harus) mengambil sikap.
• Dalam kebebasan inilah tampak secara nyata kekhasan manusia.
• Kebebasan adalah tanda martabat manusia sebagai makhluk yang tidak
hanya alamiah dan terikat pada kekuatan-kekuatan alam, melainkan yang
karena akal budinya mengatasi alam.
PENGERTIAN KEBEBASAN

• Kebebasan sebagai kemampuan yang dimiliki manusia ini dibagi menjadi


dua yaitu :
• 1. Kebebasan Jasmani dan
• 2. Kebebasan Rohani

• Kebebasan Jasmani adalah kemampuan yang dimiliki oleh manusia untuk


menggerakkan kemampuan badannya, misalnya : berjalan, berlari,
berjongkok, dll.
• Kebebasan Rohani adalah kemampuan yang dimiliki oleh manusia untuk
merencanakan sesuatu, untuk menghendaki sesuatu, untuk menginginkan
sesuatu berdasarkan pada seluruh kemampuan manusiawi yang dimilikinya.
PENGERTIAN KEBEBASAN BERAGAMA

• Berpangkal dengan kebebasan bahwa kebebasan beragama adalah


kemampuan yang dimiliki oleh manusia untuk memilih agama (religiusitas)
yang sesuai dengan keyakinannya.
• Latar belakang pemahaman ini adalah kenyataan bahwa kehendak
Allah yang mau menyelamatkan manusia selalu bersifat universal
(artinya : ditawarkan pada semua orang) dan transendental (artinya :
mengatasi segala macam bentuk jenis institusional).
• Perlu disadari bahwa agama-agama itu ada sebagai pelembagaan dari
pengalaman manusia akan Allah.
• Sebagai institusi, agama hidup secara kontekstual (muncul dalam waktu
tertentu, tempat tertentu, sistem hukum tertentu, ibadat tertentu, dan tradisi
tertentu pula).
PENGERTIAN KEBEBASAN BERAGAMA

• Perlu disadari pula bahwa manusiapun juga hidup secara kontekstual.


• Setiap manusia adalah anak jaman, anak dari jamannya masing-masing.
• Dengan berpangkal pada kesadaran semacam itu, manusia seharusnya
bebas memilih agama sesuai dengan pengalaman religiusnya, sesuai
dengan keyakinan pribadinya.
• Tentu kebebasan beragama ini bukan hanya sebagai suatu kemampuan,
melainkan juga sebagai suatu kondisi real yang alami oleh manusia, artinya:
pengertian kebebasan beragama juga memuat adanya situasi kondusif bagi
seseorang untuk memilih agama (sesuai dengan keyakinannya) dan untuk
menghayati agamanya tanpa adanya hambatan dari pihak manapun.
DASAR KEBEBASAN BERAGAMA

• Yang mendasari Kebebasan Beragama adalah Martabat Pribadi


Manusia.
• Oleh karena itu tidaklah manusiawi segala macam bentuk kekerasan dan
paksaan yang datang dari manapun juga yang bertujuan untuk
memaksakan suatu agama kepada orang lain.
• Di Indonesia Kebebasan Beragama dijunjung tinggi. Pendasarannya
tampak dalam :
1. Pasal 29, UUD 1945, yang berbunyi : (1) “Negara berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa”. (2) “Negara menjamin kemerdekaan tiap-
tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing, dan untuk
beribadat sesuai dengan agamanya dan kepercayaannya itu”.
2. Penjelasan atas Penetapan Presiden RI, tahun 1965 yang termuat dalam
Lembaran Negara No. 2736 Tahun 1965, yang berbunyi : “Agama-agama
yang dipeluk oleh penduduk Indonesia adalah Islam, Kristen, katolik,
hindu, Budha dan Kong hu Cu”.
DASAR KEBEBASAN BERAGAMA

3. Dasar itu diperkuat dengan penjelasan Tap MPR tentang P4 yang


menegaskan bahwa kebebasan beragama merupakan hak yang paling
asasi dari manusia.
4. Keppres No. 6 Tahun 2000, yang isinya mencabut Inpres No. 14 Tahun
1967 mengenai larangan perayaan kegiatan agama dan adat istiadat
China di depan umum dan hanya boleh dalam lingkungan keluarga.
5. Putusan mahkamah Agung RI No. 178?k?TUN/1997, tgl 30 Maret
2000 tentang dikabulkannya pencatatan perkawinan secara agama
Kong Hu Cu.
6. Surat Mendagri No. 477/005/sj, tgl. 31 maret 2000, yang mencabut Surat
Edaran Mendagri tentang pengakuan lima agama. Dengan
dikeluarkannya surat tersebut, maka sekarang tidak ada lagi diskriminasi
terhadap agama tertentu.
DASAR KEBEBASAN BERAGAMA

7. Dilibatkan lembaga keagamaan yang muncul dari masing-masing agama


dalam struktur pemerintahan. Hal ini diwujudkan dengan mendirikan
Departemen Agama. Menurut lampiran 14, Keppres RI No. 45 Tahun
1974 tgl. 26 Agustus 1974, Bab II, Pasal 3 tentang Susunan Organisasi
Departemen Agama.
8. Diakuinya Lembaga Keagamaan yang muncul dari masing-masing
agama (lihat Pendahuluan).
HAKEKAT KEBEBASAN BERAGAMA

• Hakekat Kebebasan Beragama terletak pada adanya kemampuan yang


dimiliki oleh manusia untuk memilih (dan juga tentu kebebasan untuk tidak
memilih agama tertentu) agama (religiusitas) yang sesuai dengan
keyakinannya dan pada adanya situasi kondusif yang memungkinkan
manusia untuk menghayati agamanya (religiusitasnya) itu tanpa adanya
hambatan dari pihak manapun.
• Kebasan itu berarti bahwa semua orang harus kebal terhadap paksaan dari
pihak orang per orang, kelompok-kelompok sosial dan juga kuasa
manusiawi manapun sedemikian rupa sehingga dalam hal keagamaan tak
seorangpun dipaksa untuk bertindak melawan suara hatinya, baik sebagai
perorangan maupun di muka umum, baik sendiri maupun bersama dengan
orang-oraang lain.
PENANGGUNGJAWAB KEBEBASAN
BERAGAMA
• 1. SETIAP ORANG ( setiap Jemaat );
• 2. KELOMPOK-KELOMPOK SOSIAL;
• 3. PEMERINTAH YANG SAH;

• MENGAPA?????
• Kebebasan beragama merupakan cita-cita semua orang yang menuntut
tanggungjawab tertentu.
• Oleh karena itu mereka semua wajib terlibat dalam usaha untuk
mewujudkan tercapainya kebebasan beragama.
• Suatu kondisi yang menguntungkan untuk mengembangkan hidup
keagamaan yang mereka hayati, dengan mengamalkan haknya serta
menunaikan tugas-tugas keagamaannya, dengan harapan masyarakat
secara bersama menikmati kesejahteraan.
HAL-HAL YANG MEMBAHAYAKAN
PENGHAYATAN HIDUP BERAGAMA

1. HEDONISME
2. INDIVIDUALISME
3. LAKSISME
4. PRAGMATISME
5. PERMISIVISME
6. SEKULARISME
7. ATEISME
1. HEDONISME
APA ITU HEDONISME?
1. Secara etimologis, kata “Hedonisme” berasal dari bahasa Yunani
“Hedone”. Yang artinya kenikmatan, kesenangan.
2. Ajaran Hedonisme adalah Kenikmatan (secara khusus
kenikmatan pribadi) sebagai nilai hidup tertinggi dan tujuan utama
hidup manusia.
3. Macam-macam Hedonisme (Dua Macam) :
a. Hedonisme Psikologis, yang mengajarkan bahwa manusia
dalam segala tindakannya hanya mencari nikmat dan
menghindari hal-hal yang menyakitkan;
b. Hedonisme Etis, mengajarkan bahwa untuk mencapai
kebahagiaan, manusia hendaknya mencari nikmat dan
menghindari hal-hal yang menyakitkan.
BAHAYA HEDONISME DALAM KEHIDUPAN BERGAMA
1. Timbulnya Kemerosotan Penghayatan Hidup Beragama manusia, sebab
Hedonisme mengajarkan kenikmatan (secara khusus kenikmatan pribadi)
sebagai nilai hidup tertinggi dan tujuan utama hidup manusia mencapai
kebahagiaan (yang merupakan asumsi dasar Hedonisme). Bandingkan
dengan :
2. Pandangan Teologis yang dimaksud kebahagiaan adalah “Persatuan
dengan Allah” (Bahasa Jawa = Slamet). Karena tujuan manusia pada
hakekatnya adalah bersatu dengan Allah (ini yang menjadi tujuan setiap
orang beragama secara horisontal tidak terlepas dari persatuannya
dengan manusia).
3. Permasalahannya : Bagaimana persatuan dengan Allah itu harus
dicapai? Persatuan dengan Allah tidak bisa dicapai dengan mengejar
kenikmatan (ajaran Hedonisme), Pengalaman manusia dalam usaha
mencapai persatuan dengan Allah tidak melulu berupa kenikmatan tetapi
juga harus rela berkorban, rela menderita, pengendalian diri, mati raga
(askese) bahkan rela mengorbankan nyawanya. Waspadai ajaran
Hedonisme!
2. INDIVIDUALISME

1. Paham ini berpangkal pada kesadaran manusia akan dirinya sebagai


ciptaan Tuhan yang tertinggi, berkat akal budi dan kehendak bebasnya,
ia merupakan ciptaan yang khas, unik, dan tak tergantikan. Dengan
latarbelakang semacam inilah muncul paham individualisme.
2. Secara Etimologis, kata “Individualisme” berasal dari bahasa Latin :
“Individuus”, yang berarti Perorangan, Pribadi.
3. Sebagai aliran, Individualisme, mengajarkan bahwa dasar kehidupan
adalah pribadi perorangan. Norma dasarnya adalah kepentingan pribadi
dan memandang masyarakat dan negara hanya menjaga dan memberi
kemungkinan agar kebebasan dan inisiatif seseorang di semua bidang
kehidupan tidak terhambat. (Pola hidup : “Semau Gue” tidak
memperhatikan norma-norma agama)
3. LAKSISME
1. Latar belakang munculnya Sikap Hidup Laksisme : Ketidakmudahan
seseorang dalam menjalani norma-norma yang ada di dalam kehidupan
(Misalnya ; menjadi orang yang adil, jujur (Bersih), benar, dll)
2. Secara Etimologis, kata “Laksisme” berasal dari bahasa Latin : “Laxus”,
yang berarti longgar, kendor.
3. Dua macam Laksisme : Laksisme Lunak : Berpendirian bahwa prinsip
dan norma kehidupan itu ada dan harus dilaksanakan, tetapi cara
pelaksanaannya sedapatnya dan semampunya saja (Misal : korupsi
memang dilarang tapi bolehlah kalau sedikit korupsinya; Nyontek
dilarang, tapi demi nilai yang baik bolehlah; hubungan Seks di luar
nikah dilarang, tapi kalau “suka sama suka” bolehlah dst). Laksisme
Keras : Mengakui adanya norma-norma dalam kehidupan, mengakui
adanya yang baik dan yang jahat, tetapi tidak keberatan akan sangsi
yang diterapkan. Tuntutan Laksisme keras adalah adanya kesepakatan
masyarakat (contoh : Menggugurkan kandungan pada awal kehamilan itu
adalah suatu yang jahat, menurut Laksisme bukan sesuatu yang jahat,
karena masyarakat (para ahli) belum sepakat tentang kapan mulainya
manusia (yang tidak boleh dibunuh itu), dll).
4. PRAGMATISME

1. Sikap hidup semacam ini lahir dari kesadaran akan ketidakkonsistenan


dan ketidakkonsekuenan manusia dalam kehidupan dan kenyataan riil
yang dijalaninya (Misalnya : Dalam masyarakat banyak dijumpai orang
baik, tetapi kebaikan yang ada itu hanya berhenti pada dirinya sendiri,
tidak memiliki daya kreatif dan inovatif bagi lingkungannya; Banyak tokoh
yang pandai memberi nasehat, tetapi perilakunya tidak sesuai dengan
yang diomongkannya; Semua agama mengajarkan hal-hal yang baik,
tetapi mengapa kehidupan ini tidak menjadi baik);
2. Persoalannya kemudian : “Apa gunanya orang baik kalau kebaikannya
itu tidak membawa kebaikan bagi sesama ? Apa gunanya pandai
memberi nasehat (tahu tentang moral, etika, dll) kalau hidupnya sendiri
membuat penganutnya tidak menjadi baik ?
3. Dari situsi semacam itulah muncul sikap hidup pragmatisme.
Lanjutan : PRAGMATISME

1. Secara etimologis, Pragmatisme berasal dari bahaya Yunani,


“Pragmatikos, yang berarti : Cakap dan berpengalaman dalam urusan
hukum, perkara negara dan dagang. Dalam bahasa Inggris, kata
“Pragmatikos” menjadi “Pragmatic” yang berarti “berkaitan dengan hal-
hal praktis” atau sejalan dengan aliran pragmatisme.
2. Berpangkal dari pemahaman semacam itu, arti pragmatisme bisa dua
hal, yakni : (1) Aliran Filsafat; (2) Sikap manusia dalam hidup yang
menghadapi segala macam hal secara praktis (bukan teoritis, ideal, yang
penting hasinya dapat dimanfaatkan).
3. Sebagai suatu sikap hidup, Pragmatisme cenderung mengajarkan sikap
hidup yang serba praktis dalam menghadapi berbagai macam persoalan
yang dijumpai, yang penting adalah hasil konkritnya. Yang ditekankan
adalah kesederhanaan, kepraktisan, kemudahan, dampak positifnya dan
manfaat.
Lanjutan : PRAGMATISME

4. Pragmatisme akan menimbulkan berbagai goncangan dalam rangka


penghayatan hidup beragama, karena mengajak manusia untuk cenderung
serba praktis dalam menghadapi berbagai macam persoalan hidup yang
dijalani. Dampaknya, akan membawa orang pada penghayatan yang sempit
akan kebenaran-kebenaran hidup (Contoh : Dalam hidup beragama,
seseorang pasti akan berjumpa dengan berbagai macam kebenaran
(Kebenaran bahwa hidup manusia tergantung pada Allah. Bagaimana
kebenaran itu dapat dipraktekkan secara langsung? Padahal sebagai
kebenaran, pernyataan itu tidak terbantahkan) . Tidak semua kebenaran
yang dijumpainya itu dapat dilaksanakan, dipraktekkan dan membawa
dapak nyata bagi kehidupan manusia).
5. Maka, ajaran Pragmatisme perlu diwaspadai dan sangat tidak memadahi
untuk diikuti dalam rangka mewujudkan penghayatan hidup beragama
setiap orang.
5. PERMISIVISME

1. Berpangkal pada kenyataan hidup konkrit kiranya tampak jelas bahwa


hidup manusia ditata dengan peraturan, hukum dan undang-undang.
2. Setiap orang memiliki kesadaran bahwa hidup manusia ditata dengan
peraturan, hukum, dan undang-undang, namun tetap saja ada orang
yang hidup, berperilaku dan bersikap seolah-olah tidak ada peraturan,
hukum dan undang-undang. Mengapa ? Alasannya : (1) Bisa karena
pribadi yang bersngkutan memang tidak tahu adanya hukum dan
peraturan yang berlaku; (2) Bisa karena pribadi yang bersangkutan
memang tidak mampu mengenal dan memahami hukum karena
kondisinya yang tidak memungkinkan ; (3) Bisa karena pribadi yang
bersangkutan mau memberontak terhadap tatanan etis yang ada; (4)
Bisa karena pribadi yang bersangkutan mau mengubah tatanan yang
dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman dan tuntutan
jaman, dan (5) Bisa karena pribadi yang bersangkutan hanya sekedar
ikut-ikutan.
3. Itulah latarbelakang munculnya sikap hidup permisivisme.
PERMISIVISME

4. Secara etimologis, Permisivisme berasal dari bahasa Inggris


“Permissive” yang berarti “serba membolehkan”.
5. Permisivisme adalah pandangan dan sikap yang membolehkan segala-
galanya, seolah-olah dalam hidup ini tidak ada peraturan, hukum dan
undang-undang.
6. Orang permisif berbuat semaunya.
7. Dalam kaitannya dengan penghayatan hidup beragama, ajaran ini akan
membawa orang pada pola hidup yang minimalis, semuanya serba
boleh (Contoh : (1) Bila tidak mampu sholat lima kali dalam sehari, ya
sudahlah gak apa-apa; (2) Bila tidak bisa ke gereja pada hari minggu ini,
ya sudahlah gak apa-apa; dst)
8. Ajaran Permisisvisme, bila dibiarkan terus akan searah dengan
individualisme, yakni membawa orang pada pola hidup “semau gue” dan
pola hidup semacam ini akan sangat membahayakan penghayatan
hidup beragama.
6. SEKULARISME

1. Secara etimologis, Sekularisme berasal dari bahasa Latin, “Saeculum”.


Yang berarti “dunia, alam semesta, kosmos;
2. Ajaran ini sangat menekankan faktor-faktor duniawi, profan, sebagai
keterangan dan sebab terakhir dari alam semesta dan kejadian dalam
dunia. Di samping itu, Sekularisme juga menekankan hasil otak manusia
yang berupa pertimbangan dan ilmu-ilmu modern sebagai pedoman bagi
kelakuan dan aktivitas manusia. Konsekuensi praktisnya : Allah tidak
dibutuhkan lagi. Keberadaan Allah disangkal, bahkan ia dipahami telah
mati.
3. Konsep sekularisme akan membawa orang pada suatu kesombongan
manusiawi yang mengandalkan kemampuan akal manusiawi. Semua
yang terjadi dan dialami oleh manusia hanyalah pengalaman manusiawi
belaka dan bisa dijelaskan pula dengan cara manusiawi.
SEKULARISME
4. Pandangan ini jelas tidak sesuai dengan pengalaman hidup manusia.
Ada pengalaman-pengalaman tertentu yang tidak cukup dan tidak
memadai bila dijelaskan hanya secara manusiawi. Misalnya: masalah
kelahiran, masalah kematian, masalah keterbatasan manusia, dsb.
Pandangan ini sebenarnya sudah gugur bila dipertemukan dengan
pengalaman riil hidup manusia.
5. Dalam kaitannya dengan Penghayatan hidup beragama ajaran ini perlu
diwaspadai, karena ajaran ini akan mengarahkan manusia pada suatu
pemahaman bahwa dirinya dan dunianya merupakan suatu realitas yang
otonom yang tidak memiliki keterarahan kepada Tuhan. Konsekuensi
logisnya : Peranan Allah akan semakin diminimalkan dan akhirnya
hilang sama sekali. Keterarahan manusia dan seluruh alam semesta
pada Allah yang selama ini dipahami akan menajdi musnah.
7. ATEISME

1. Secara etimologis, Ateisme berasal dari bahasa yunani, “a” yang artinya
“Tidak” dan “Theos” yang artinya “Allah”. Artinya tanpa tuhan secara
sederhana, ateisme mengajarkan bahwa tuhan atau dewa/I tidak ada.
2. Ateisme menolak realitas adikodrati yang mandiri dan realitas Adikodrati
yang diandalkan mempengaruhi realitas alam semesta ini.
3. Macam-macam ateisme : (1) ateisme naif; (2) ateisme praktis dan
teoritis; (3) ateisme materialitas da n positivitas.
4. Ateisme naif : mencoba untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang
ada dengan sebab-sebab alamiah, walaupun kadang-kadang
penjelasannya masih bersifat naif, spekulatif dan tidak konsisten.
5. Ateisme praktis : masih mempunyai keyakinan akan adanya Tuhan,
tetapi dalam cara hidupnya ia menolak adanya Tuhan.
6. Ateisme teoritis : menolak adanya Tuhan karena keberadaan tuhan
dibuktikan dengan cara yang tidak memadai.
ATEISME
7. Ateisme materialistis dan positivistis (yang menjadi riil dalam
pandangan materialistis dan positivisme) menolak keberadaan realitas
yang rohani dan Transenden. Bila dikaji berdasarkan pada penalaran
akal budi, manusia menemukan bahwa banyak hal dalam kehidupannya
tidak memadai bila dijelaskan tanpa melibatkan adanya realitas yang
tunggal yang transenden (yang oleh agama-agama disebut dengan istilah
“Tuhan” yang melampaui keberadaan manusia.
8. Dalam kaitan penghayatan hidup beragama, aliran ini perlu diwaspadai
karena akan mengarahkan manuia terlepas dari Allah. Dalam kenyataan
konkrit hidup manusia ada banyak unrus misteri yang tidak bisa
dijelaskan tanpa melibatkan adanya Allah.
DIALOG ANTAR UMAT BERAGAMA

1. PENGERTIAN :
Kata “Dialog” berasal dari kata Yunani “Dia-logos” artinya “Logos” berarti
“berbicara, “di-a” berarti “dua”.
Devinisi “Dialog” adalah “percakapan antara dua orang atau lebih dimana
diadakan pertukaran nilai yang dimiliki masing-masing pihak”.
”Dialog” juga berarti “Pergaulan antara pribadi-pribadi yang saling
memberikan diri dan berusaha pihak lain sebagaimana adanya”.
“Dialog antar umat beragama” adalah “Percakapan antara pribadi-pribadi
yang mempraktekkan dan menghayati agama serta aliran kepercayaan ,
dimana perjumpaan tersebut tetap bertumpu pada keyakinan mereka
sendiri, tetapi terbuka bagi sesama berdasarkan asal mula dan tujuan
bersama sebagai manusia”
Secara singkat dapat dikatakan bahwa “Dialog antar umat beragama”
adalah percakapan yang menimbulkan pertukaran, saling memperkaya
nilai iman”.
LANDASAN DIALOG ANTAR UMAT
BERAGAMA
1. Langkah-langkah yang harus diambil sebelum memulai “Dialog antar
umat beragama” :
Langkah Pertama : Meninggalkan masa lampau, saling mengampuni
dan memulai babak baru yang makin baik mendekati cita-cita
kesejahteraan sejati yang makin meningkat;
Langkah Kedua : Mendasarkan usaha saling mengenal dan menghargai
pada landasan kebenaran dan keadilan tanpa terpengaruh oleh sikap
dan perilaku orang-orang atau kelompok-kelompok ekstrim yang selalu
ada pada golongan agama manapun;
Langkah Ketiga : Mewaspadai praktek-praktek sementara yang
menyiarkan agama melalui cara-cara yang melanggar sopan santun,
antara lain : tidak menghormati kebebasan hati nurani dengan memaksa
dan menipu;
Langkah Keempat : Menjauhi purbasangka dengan usaha menjernihkan
kemungkinan salah paham, salah tafsir, dll. Melalui bertanya, berdialog
dan mencari informasi yang benar.
2. Setelah Empat langkah tersebut dilalui barulah landasan berikut ini dapat
diterima, yaitu :
(1) Adanya keterbukaan terhadap pihak lain;
(2) Kerelaan berbicara dan memberikan tanggapan kepada pihak lain;
(3) Adanya saling percaya bahwa keduabelah pihak memberikan
informasi yang benar sehingga tumbuh saling pengertian;
(4) Adanya saling menghargai dan mengarah pada kerjasama yang
konkrit.

3. Landasan pijak yang sama, antara lain :


(1) Kepercayaan yang sama akan satu tuhan;
(2) Pengakuan bahwa semua agama mempunyai perutusan yang sama
yaitu penyelamatan manusia oleh Tuhan
SYARAT DIALOG ANTAR UMAT
BERAGAMA
1. TEMPAT TINGGAL YANG SAMA;
2. TANGGUNGJAWAB BERSAMA ATAS TERWUJUDNYA MASYARAKAT
DUNIA YANG RUKUN, DAMAI DAN SEJAHTERA;
3. TUJUAN DIALOG;
4. SIKAP-SIKAP DIALOG;
TUJUAN DIALOG
1. BUKANLAH :
(1) Mengadakan peleburan agama-agama menjadi satu agama baru yang memuat
unsur-unsur ajaran agama, atau yang lebih dikenal dengan istilah “Sinkretisme”;
(2) Untuk mendapatkan pengakuan dari pihak lain akan supremasi agamanya
sendiri sebagai agama yang paling benar;
(3) Meniadakan perbedaan-perbedaan yang ada dari agama masing-masing
ataupun
(4) Ajang promosi mencari kelemahan agama lain serta menarik umat untuk
berpindah agama;
2. TETAPI :
Mencapai saling pengertian dan saling penghargaan yang lebih baik antara
penganut agama, dan kemudian bersama-sama menjalin hubungan persaudaraan
yang jujur untuk melaksanakan rencana keselamatan yang dikehendaki Tuhan
yang memanggilnya.
3. Agar tujuan ini tercapai, maka dialog antar umat beragama dikonkritkan untuk
menyusun suatu rencana kerjasama dengan isi dan cara yang disepakati
bersama.
SIKAP-SIKAP DIALOG

1. Sikap yang menimbulkan atau memupuk semangat dan jiwa saling


menghargai dan menghormati antara umat berbagai agama, yang
diwujudkan dengan dialog antar umat beragama;
2. Sikap yang meningkatkan dialog dari kehidupan ke arah dialog kegiatan
sosial dan pembangunan dengan mengarahkan rakyat setempat untuk
menghalau kemiskinan;
3. Sikap yang setidak-tidaknya memelihara hidup agama yang sudah baik
dan dalam kerukunan menangani masalah-persoalan bersama, seperti di
bidang kemiskinan, kemakmuran, dll.
JENIS / MACAM DIALOG ANTAR UMAT
BERAGAMA
1. DIALOG KEHIDUPAN
2. DIALOG KERJASAMA DALAM KEGIATAN SOSIAL
3. DIALOG INTERMONASTIK DAN
4. DIALOG TEOLOGI
1. DIALOG KEHIDUPAN

1. Dialog Kehidupan berupa dialog yang saling memperkaya keyakinan


agama, melalui praktek-praktek ajaran dan keyakinan agama masing-
masing;
2. Dialog ini terbuka bagi semua, yang berperan utama di kalangan umat,
membawa serta perhatian, sikap hormat, menyambut baik sesama, yang
menerima peluang perlu bagi jati diri, ungkapan yang khas serta nilai-
nilainya, untuk menghayatinya hari demi hari di berbagai bidang dosial
budaya.
2. DIALOG KERJASAMA DALAM KEGIATAN
SOSIAL
1. Dialog ini berinspirasikan Agama demi Keadilan dan Hak Asasi Manusia,
berupa kegiatan proyek :
2. Contohnya : Kegiatan memberantas kemiskinan,. Menanggulangi
Narkoba dan bencana alam lainnya, terlebih yang paling relevan dalam
masyarakat pluri budaya dan pluri agama.
3. DIALOG INTERMONASTIK

1. Yang dimaksud dengan Dialog Intermonastik adalah “Dialog


Pengalaman-pengalaman religius, saling berbagi pada level lebih
mendalam, melalui doa dan kontemplasi dalam pencarian bersama
mendekati yang Ilahi.
2. Dialog ini dapat diwujudkan dalam Kegiatan Live in, hidup bersama
dalam beberapa waktu didalam lingkungan suasana keagamaan yang
berbeda, Misalnya :
3. Orang Kristen tinggal di pondok pesantren atau orang muslim tinggal di
biara Budha atau biara Katolik.
4. Tujuan Kegiatan ini adalah untuk saling mengenal dan memahami, saling
pengertianb, saling penghargaan dan kerjasama.
4. DIALOG TEOLOGI

1. Dialog Teologi atau Colloquim Teologi merupakan kegiatan di antara


Pakar Piawai Agama, saling pertukaran pandangan agama masing-
masing, juga di tingkat Internasional; tetapi
2. Lebih sukar dijalankan pleh “para awam” atau level akar rumput.
HAMBATAN DIALOG ANTAR UMAT
BERAGAMA
1. Dalam Intern Umat Beragama;
2. Dalam Ekstern Umat Beragama;
3. Rintangan atau Hambatan itu, antara lain :
(1). Sering adanya sikap curiga atau praduga (Islamisasi atau
Kristenisasi);
(2). Adanya sikap-sikap “merasa diri lebih” dibandingkan dengan
penganut agama atau kepercayaan lain;
(3). Adanya sikap apatis terhadap dialog yang serius atau sikap
indiferentisme : seolah-olah semua agama sama saja; atau
kecenderungan yang kuat ke arah Sinkretisme;
(4). Acap kali muncul identifikasi agama tertentu : Misalnya : Agama
Katolik atau Kristen Protestan dengan Kolonialisme Barat masa lampau;
kadangpula agama diidentifikasikan dengan jati diri nasional yang khas,
sehingga muncul ketidakrukunan;
PERSAUDARAAN SEJATI ANTAR UMAT
BERAGAMA
• Dapat dibangun berdasarkan Toleransi dan Dialog,
yaitu Ketika orang telah mengalami banyak hal yang
pada dasarnya sama di dalam ajaran-ajaran agama
dan ketika nilai-nilai luhur dan kebijaksanaan-
kebijaksanaan yang diperlukan untuk hidup bersama
dapat dijadikan dasar kerjasama untuk mewujudkan
kesejahteraan lahir batin bersama
ALASAN UMAT BERAGAMA BEKERJASAMA
DENGAN UMAT BERAGAMA LAINYA

1. BAGAIMANA UMAT BERAGAMA (ISLAM, KRISTEN, KATOLIK,


HINDU, BUDDHA, KONG HU CU) MEMBERIKAN ALASAN
INI ??????

Anda mungkin juga menyukai