PERJUANGAN HMI
Oleh:
MUHAMMAD RIDHO PRATAMA
OKTAVIANSYAH
MANFAAT SEJARAH
1. Edukatif (Pendidikan)
2. Instruktif (Arahan)
3. Rekreatif (Rekreasi)
LATAR BELAKANG BERDIRINYA
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
1. KONDISI ISLAM DI DUNIA
Islam merupakan agama yang sangat berpengaruh.
Kekuatan yang dimilikinya bahkan hampir menaklukan
seluruh dunia. Kemunduran Islam berbarengan dengan
Rennaisance di Eropa.
Kondisi umat Islam dunia, pada saat menjelang kelahiran
HMI, dapat dikatakan ketinggalan dibandingkan
masyarakat Eropa. Ini dapat dilihat dari penguasaan
teknologi maupun pengetahuan, bahkan sebagain besar
umat Islam berada di bawah “ketiak” penindasan nekolim
barat yang notabene dimotori oleh kelompok Kristen.
Umat Islam hanya terpaku, terlena, oleh kejayaan masa
lampau atau pada zaman keemasan Islam.
2. KONDISI ISLAM DI INDONESIA
Tahun 1596 Cornelis de Houtman mendarat di Banten.
Maka sejak itu pulalah Indonesia dijajah Belanda.
Imprealisme Barat selama ± 350 tahun membawa paling
tidak 3 (tiga) hal :
• Penjajahan itu sendiri dengan segala bentuk implikasinya.
• Missi dan Zending agama Kristiani.
• Peradaban Barat dengan ciri sekulerisme & liberalisme.
Tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di dunia saat
itu, umat Islam berada dalam cengkaraman nekolim barat.
Penjajah memperlakukan umat Islam sebagai masyarakat
kelas bawah dan diperlakukan tidak adil, serta hanya
menguntungkan kelompok mereka sendiri atau rakyat yang
sudah seideologi dengan mereka.
Umat Islam Indonesia hanya mementingkan kehidupan
akhirat dengan penonjolan simbolisasi Islam dalam
ubudiyah, sebagai upaya kompensasi atas
ketidakberdayaan untuk melawan nekolim, sehingga
pemahaman umat tidak secara benar dan kaffah.
3. KONDISI PERGURUAN TINGGI DAN
MAHASISWA ISLAM
Perguruan tinggi adalah tempat untuk menuntut ilmu yang
akan menghasilkan para pemimpin untuk masa sekarang
dan masa yang akan datang. Perguruan tinggi adalah
motor penggerak perubahan, dan perubahan tersebut
diharapkan menuju sesuatu yang lebih baik. Begitu
pentingnya perguruan tinggi, maka banyak golongan yang
ingin menguasainya demi untuk kepentingan golongan
tersebut.
Sejalan dengan perguruan tinggi dan dunia
kemahasiswaan yang strategis tersebut, ada beberapa
faktor dominan yang menguasai dan mewarnai perguruan
tinggi dan dunia kemahasiswaan:
1. Sistem yang diterapkan khususnya di perguruan tinggi
adalah sistem pendidikan barat yang mengarah pada
sekularisme dan dapat menyebabkan dangkalnya agama
atau aqidah dalam kehidupan.
2. Adanya Perserikatan MAHASISWA Yogyakarta (PMY) dan
Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di Surakarta dimana
kedua organisasi ini dibawah pengaruh Komunis. Ini
menyebabkan aspirasi Islam dan umat Islam kurang
terakomodir.
Faktor-faktor di atas adalah ancaman yang serius, karena
menyebabkan masalah dalam hidup dan kehidupan serta
keberadaan Islam dan umat Islam.
Mahasiswa Islam kurang memiliki ruang gerak karena
berada dalam sistem yang sekuler dan tidak sesuai
dengan ajaran Islam, dan harus menghadapi tantangan
dari mahasiswa komunis yang sangat bertentangan
dengan fitrah manusia dan bertentangan pula dengan
ajaran Islam. Jelas sudah bahwa mahasiswa Islam sangat
sulit untuk bergerak memperjuangkan aspirasi umat Islam.
4. SAAT BERDIRINYA HIMPUNAN MAHASISWA
ISLAM (HMI)
HMI lahir pada saat umat Islam Indonesia berada dalam
kondisi yang memprihatinkan, yaitu terjadinya
kesenjangan dan kejumudan pengetahuan, pemahaman,
penghayatan ajaran Islam sehingga tidak tercermin dalam
kehidupan nyata.
Pada saat HMI berdiri, sudah ada organisasi
kemahasiswaan, yaitu Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta
(PMY & SMI), namun PMY didominasi oleh partai sosialis
yang berpaham komunis. Akibat didominasi oleh partai
sosialis maka PMY tidak independen untuk
memperjuangkan aspirasi mahasiswa, maka banyak
mahasiswa yang tidak sepakat dan tidak bisa membiarkan
mahasiswa terlbat dalam polarisasi politik.
Sebagai realisasi dari keinginan tersebut maka di
Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H,
bertepatan dengan tanggal 5 Pebruari 1947 sebuah
organisasi kemahasiswaan, yaitu Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) sebagai organisasi independen
GAGASAN DAN VISI PENDIRI HMI
SOSOK LAFRAN PANE
• Lafran Pane lahir di kaki Gunung Sibual-Bual kampung
Pangurabaan Kecamatan Sipiriok, Padang Sidempuan
Ibukota Kab. Tapanuli Selatan pada 5 februari 1922/12
April 1923. Wafat di Yogyakarta 25 Januari 1991.
• Beliau adalah anak keenam (Nyonya Tarip, Sanusi Pane,
Armijn Pane, Nyonya Bahari Siregar & Nyonya Ali
Hanfiyah) dari keluarga Sutan Pangurabaan Pane (Guru,
Wartawan, Penulis & Tokoh Partindo Sumut) dengan istri
pertama.
• Saudara tirinya Nila Kusuma Pane dan Krisna Murti Pane
• Menikah dengan Martha Dewi asal Bengkulu dan
dikaruniai tiga orang anak:
1. Toga Fakhruddin Pane (Kedokteran UGM) Aktivis PII &
HMI
2. Muhammad Iqbal Pane (Tekhnik UGM) Aktivis PII &HMI
3. Tetti Sari Rakhmawati Boru Pane (Ekonomi UGM) HMI
• Pendidikan Lafran Pane tidak berjalan “normal” dan “lurus”
& Lafran Pane mengalami perubahan kejiwaan yang radikal
sehingga mendorong dirinya untuk mencari hakikat hidup
sebenarnya.
• Karena tidak merasakan kasih sayang ibu kandung
sebagaimana mestinya dan tidak puas dengan asuhan ibu
tiri, akhirnya seorang Lafran Pane dihinggapi penyakit rasa
rendah diri, lalu mengakibatkan kompensasi berupa
kenakalan yang luar biasa dan jalan pikiran yang sulit
dimengerti termasuk ayahnya sendiri.
• Pendidikan keagamaan pertamanya didapat dari guru
bernama Malim masan yang membekali hidupnya secara
mendasar tentang keagamaan.
• Pendidikan formal dimulai dipesantren Muhammadiyah
Sipirok & Sekolah Desa (Tidak Tamat)
Pindah sekolah HIS Muhammadiyah di sibolga
Kembali kesipirok masuk Ibtidaiyah (Dasar) & Lanjut ke
Wustha (menengah). Pindah Ke Taman Antara Siswa
Medan (DO). Meninggalkan rumah tinggalnya (Nyonya
Tarip) dan hidup menggelandang di Kota medan.
Di semua sekolah gurunya mengakui bahwa Lafran Pane
adalah murid cerdas, walaupun nakal yang luar biasa.
Lafran bergabung ke organisasi “ZWERTE BENDE”.
Karena tingkah lakunya lafran sering berkenalan dengan
meja hijau, dan dituntut membayar denda, tetapi selalu
dibela oleh gengnya.
Masuk Sekolah Tinggi Islam (STI) dijakarta Yang
kemudian pindah ke yogyakarta dan berganti nama
menjadi UII
Di STI ia menjadi ketua III Senat Mahsiswa STI
Di PMY ia juga Pengurus mewakili Mahasiswa STI.
Jadi, tidak mengherankan apabila Lafran Pane banyak
bergaul denga mahasiswa dan memiliki banyak teman.
Sebelum tamat dari STI pindah ke Akademi Ilmu Politik
(AIP) pada April 1948. Setelah Universitas Gajah Mada
(UGM) dinegerikan tanggal 19 Desember 1949,dan AIP
dimasukkan dalam Fakultas Hukum,Ekonomi, Sosial Politik
(HESP). Menjadi sarjana Ilmu Politik pertama di Indonesia
(26 Jan 1953)
Perubahan jiwa Lafran Pane setelah masuk STI lantas
mendapat kuliah Agama Islam dari Prof. K.H Abdul Kahar
Mudzakkir, Bapak Husein Yahya, H.M Rasyidi dan
ketekunannya membaca buku – buku Agama Islam,
membuat ia bertambah yakin dan mempunyai pendirian
yang semakin teguh, bahwa Islam sebagai satu – satunya
pedoman hidup yang sempurna.
GAGASAN DAN VISI PENDIRI
HMI
Gagasan Pembaharuan Pemikiran Keislaman
Dari tujuan tersebut jelaslah bahwa HMI ingin agar kehidupan sosial
budaya yang ada menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia guna mempertahankan kemerdekaan yang baru diraih.
Untuk menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam pun harus
dipelajari kondisi sosial budaya agar tidak terjadi benturan kultur.
Masyarakat muslim Indonesia yang hanya memahami ajaran Islam
sebatas ritual harus diubah pemahamannya dan keadaan sosial
budaya yang telah mengakar ini tidak dapat diubah serta merta,
tetapi melalui proses panjang dan bertahap.
KOMITMEN KEISLAMAN DAN KEBANGSAAN
SEBAGAI DASAR PERJUANGAN HMI
Dari awal terbentuknya HMI telah ada komitmen keumatan dan
kebangsaan yang bersatu secara integral sebagai dasar perjuangan
HMI yang dirumuskan dalam tujuan HMI
Komitmen tersebut menjadi dasar perjuangan HMI didalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai organisasi kader,
wujud nyata perjuangan HMI dalam komitmen keumatan dan
kebangsaan adalah melakukan proses perkaderan yang ingin
menciptakan kader berkualitas insan cita yang mampu menjadi
pemimpin yang amanah untuk membawa bangsa Indonesia
mencapai asanya.
Komitmen keislaman dan kebangsaan sebagai dasar perjuangan
masih melekat dalam gerakan HMI. Kedua komitmen ini secara
jelas tersurat dalam rumusan tujuan HMI (hasil Kongres IX HMI di
Malang tahun 1969) sampai sekarang, “Terbinanya insan
akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan
bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur
yang diridhoi Allah SWT”. Namun kedua komitmen itu tidak
dilakukan secara institusional, melainkan dampak dari proses
pembentukan kader yang dilakukan oleh HMI.
FAKTOR PENDUKUNG BERIDINYA HMI