Anda di halaman 1dari 68

GANGGUAN

PENDENGARAN
AKIBAT BISING

SEPRIMA BAYU PUTRA


102117015

PEMBIMBING :
dr. Emilia Salfi, Sp.THT-KL

KKS ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK – KEPALA DAN LEHER


RSUD DR. R.M DJOELHAM BINJAI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
TAHUN 2018
IDENTITAS PASIEN

Nama : Reza Pratama


Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Belum bekerja
Alamat : Binjai Kota
Hobby : Bermain sepak bola / futsal
KELUHAN UTAMA
Gatal-gatal pada pada leher bagian
belakang. Ditemukan bercak-bercak
dan bintik-bintik berwarna putih
disertai sisik-sisik halus pada leher
bagian belakang. Keluhan dirasakan
sejak ± 2 minggu yang lalu. Gatal
memberat disaat berkeringat.
TELAAH
Awalnya os mengeluhkan tibul bercak
putih disertai sisik halus pada leher bagian
belakang kemudian timbul gatal ringan pada
leher bagian belakang, bercak menyebar di
daerah sekitarnnya dan timbul bintik bintik
berwarna putih . Keluhan sudah dirasakan os
sejak ± 2 minggu yang lalu dan memberat
saat berkeringat.
• Keluhan tambahan : tidak ada
• Riwayat perjalanan penyakit :
– Lokasi timbul pertama kali : leher bagian
belakang
– Bagaimana perluasan lesi tersebut : lambat,
menyebar di sekitaran lesi pertama
– Ada/tidak pengaruh makanan/lingkingan :
tidak ada
Riwayat Pemakaian Obat : Tidak Ada
Riwayat Penyakit Terdahulu : Tidak Ada
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak Ada
Status Gizi : Cukup Baik
Keadaan Lingkungan : Cukup baik
Kebiasaan : Kurang baik (Tidak
langsung mandi setelah berolahraga,
memakai satu baju dalam waktu lama)
Pemeriksaan Fisik
1. VITAL SIGN
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 84 x/i
Frekuensi Napas: 24 x/i
Suhu Tubuh : 36,5 C
2. INSPEKSI
• Kepala : DBN
• Leher : Dijumpai bercak bercak putih disertai
sisik halus dan bintik bintik putih pada leher
bagian belakang
• Dada : DBN
• Perut : DBN
• Ekstremitas : DBN
3. PALPASI
• Kepala : DBN
• Leher : Terasa halus pada bagian lesi
• Dada : DBN
• Perut : DBN
• Ekstremitas : DBN
4. PERKUSI
• Dada : DBN

5. AUSKULTASI
• Dada : DBN
• Perut : DBN
STATUS DERMATOLOGIS

A. LOKASI B. DISTRIBUSI C. BENTUK

Leher bagian
regional Tidak Teratur
belakang

D. SUSUNAN E. BATAS F. UKURAN

Sama dengan
Tidak khas Miliar, lentikuler,
permukaan kulit
G. EFLORESENSI H. RUAM KUKU

PRIMER : Tidak Ada


makula Hipopigmentasi

SEKUNDER :
skuama halus

I. RUAM J. RUAM
RAMBUT PALPASI KULIT
GENETALIA

Tidak Ada Tidak Ada Halus


RESUME
Seorang laki-laki usia 21 tahun datang ke Poli Kulit
& Kelamin RSUD Dr RM Djoelham dengan keluhan
gatal-gatal pada leher bagian belakang. Ditemukan
bercak-bercak dan bintik-bintik berwarna putih disertai
sisik-sisik halus pada leher bagian belakang. Awalnya os
mengeluhkan tibul bercak putih disertai sisik halus pada
leher bagian belakang kemudian timbul gatal ringan pada
leher bagian belakang, bercak menyebar di daerah
sekitarnnya dan timbul bintik bintik berwarna putih .
Keluhan sudah dirasakan os sejak ± 2 minggu yang lalu
dan memberat saat berkeringat.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG

 Pemeriksaan menggunakan
kerokan kulit dengan KOH 10%
 Sinar wood
DIAGNOSIS SEMENTARA
“ TINEA VERSIKOLOR ’’

 DIAGNOSIS BANDING
1. TINEA VERSIKOLOR
2. VITILIGO
3. PITIRIASIS ALBA
PENATALAKSANAAN

 Umum (Edukasi)
Edukasikan kepada pasien untuk :
• menjaga kebersihan tubuh
• Menjaga badan agar selalu kering dan tidak
berkeringat
• Menghindari pemakaian pakaian berulang
• Langsung mandi setelah berkeringat
• Menghindari pemakaian pakaian yang tidak
menyerap keringat
PENATALAKSANAAN
 Khusus
 Non Farmakologi
 Mandi menggunakan sabun bayi
 Farmakologi
1. Topikal
• R/ cream miconazole 2% 10 gram tube No. I
s 2 dd ue applic part dol
2. Sistemik
Antijamur :
 R/ Ketokonazol tab 200mg No VII
s 1 dd tab 1
Antihistamin :
 R/ Cetirizine 10 mg No VII
s 1 dd tab 1
PROGNOSIS

dubia ad bonam
TINEA
VERSIKOLOR
1. DEFINISI
Tinea versikolor adalah infeksi jamur
superfisial yang yang ditandai dengan
adanya makula pada kulit, skuama halus
disertai rasa gatal.
2. ETIOLOGI
Malassezia furfur (sebelumnya dikenal dengan
nama Pityrosporum ovale, P. orbiculare)
adalah jamur lipofilik yang normal terdapat
pada keratin kulit dan folikel rambut.
3. EPIDEMIOLOGI
Tinea Vesikolor merupakan penyakit universal,
terutama ditemukan pada daerah tropis. Tidak dapat
perbedaan berdasarkan jenis kelamin, tetapi dapat
perbedaan kerentanan pada usia. Banyak ditemukan
pada remaja dan dewasa muda, jarang pada anak-anak
dan orang tua. Di Indonesia, kelainan ini merupakan
penyakit yang terbanyak ditemukan di antara berbagai
penyakit kulit akibat jamur.
4. FAKTOR RESIKO
Kurangnya menjaga kebersihan
• Keringat yang banyak dan keadaan yang basah
• Hamil
• Malnutrisi
• Luka bakar
• Terapi steroid
• Supressed imune system
• Kontrasepsi
• Suhu panas
• kelembapan
5. DIAGNOSIS
5.1. ANAMNESIS
• Pruritus diperberat saat berkeringat
• Pasien mengeluhkan timbulnya bercak-bercak
putih pada kulitnya

5.2. PEMERIKSAAN DERMATOLOGI


• Didapatkan makula yang dapat hipopigmentasi,
kecoklatan, keabuan atau kehitaman dalam berbagai
ukuran dengan skuama halus di atasnya. Dapat terjadi
dimana saja di permukaan kulit.
5.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Sinar Wood : Lesi berwarna kuning keemasan


• Kerokan kulit dengan KOH 10% :
6. PATOFISIOLOGI
• infeksi dari organisme dimorphic, lipoflik, dengan genus Malassezia
(Pityrosporum. Malassezia normalnya dapat ditemukan di semua kulit
binatang, termasuk manusia. Jamur ini dapat diisolasi pada bayi 18% dan pada
orang dewasa 90-100%.
• Organisme ini dapat ditemukan disemua kulit yang sehat sampai dengan
penyakit kulit. Pada pasien dengan penyakit kulit, organisme ini ditemukan
dengan dalam bentuk yeast dan filamen. Faktor yang menyebabkan perubahan
dari dulunya saprofita menjadi parasitik, karena adanya genetis, temperatur
hangat, lembap, immunosuppresion, malnutrisi, dan penyakit cushing. Peptida
manusia LL-37 berperan dalam mempertahankan kulit dari infeksi jamur ini.
• Meskipun malassezia termasuk dalam flora normal kulit tetapi bisa ada
kemungkinan menjadi patogen. Organisme ini juga dapat menjadi faktor
pendukung penyakitkulit lain seperti pityrosporum folliculitis, konfluens dan
reticulate papilomatosis, seborrheic dermatitis, dan beberapa bentuk dermatitis
atopik.
7. PATOGENESIS
Malassezia furfur
fase spora dan
(Pityrosporum ovale,
miselium
P. orbiculare)

faktor predisposisi menjadi patogen dapat endogen atau


eksogen.
• Endogen dapat disebabkan diantaranya oleh difisiensi
imun
• Eksogen dapat faktor suhu, kelembaban udara, dan
keringat.
8. DIAGNOSA BANDING
TINEA VESIKOLOR VITILIGO PITIRIASIS ALBA
9. PENATALAKSANAAN
 Non Farmakologi : Mandi menggunakan sabun bayi
 Pengobatan Sistemik
 Antijamur :
- ketokonazol 200 mg/hari selama 10 hari
- itrakonazol 200 mg/hari selama 5-7 hari
 Antihistamin : CTM, Cetirizine, Loratadine 10 mg/hari
 Pengobatan Topikal
 Selenium Sulfida, Zinc Pyrithione, Golongan imidazole
(clotrimazole, ketokonazole, mikonazole, dll)
EDUKASI
Edukasikan kepada pasien untuk :
• menjaga kebersihan tubuh
• Menjaga badan agar selalu kering dan tidak
berkeringat
• Menghindari pemakaian pakaian berulang
• Langsung mandi setelah berkeringat
• Menghindari pemakaian pakaian yang tidak
menyerap keringat
10. KOMPLIKASI

Infeksi sekunder dari lesi yang terus digaruk


menyebabkan perlukaan pada kulit
11. PROGNOSIS

Dubia ad bonam
VITILIGO
1. DEFINISI
Vitiligo adalah kelainan kulit akibat
gangguan hipopigmentasi dengan
gambaran berupa bercak-bercak putih yang
berbatas tegas.
2. ETIOLOGI
Penyebab vitiligo belum diketahui, diduga
suatu penyakit herediter yang diturunkan
secara autosomal dominan. Berbagai
faktor pencetus sering dilaporkan,
misalnya krisis emosi dan trauma fisis.
3. EPIDEMIOLOGI
• Umur : semua umur, palig banyak 20-40
tahun
• Jenis Kelamin : lebih sering pada wanita
• RAS : lebih banyak pada kulit hitam
• Daerah : Tropis
4. Faktor Resiko/Pencetus
• Lebih beresiko pada penderita yang diketahui autoimun
• Pada Ras kulit hitam
• Faktor genetic, sebanyak 18%-36% pasien mempunyai pola familial
• Tekanan emosional berat : kehilangan orang yang dicintai,
kehilangan pekerjaan, perceraian, masalah sekolah, perpindahan
sekolah atau kota
• Penyakit penyakit internal seperti gangguan autoimun, misalnya :
tiroid, anemia pernisiosa, diabetes mellitus, lebih banyak dialami
oleh populasi vitiligo dibandingkan dengan populasi umum.
• Penyakit-penyakit kulit, sebanyak 14% kasus vitiligo dimulai dari
suatu halo nevus.
5. DIAGNOSA
5.1 ANAMNESIS
• Pasien tidak mengeluhkan rasa gatal
ataupun nyeri, hanya mengeluhkan timbul
bercak putih pada kulit yang biasanya dimulai
dari bintik bintik putih kemudian meluas.

5.2. PEMERIKSAAN DERMATOLOGI


• Terdapat makula hipopigmentasi yang
berbatas jelas jika dilihat dari tepi, disekitar
lesi dijumpai hiperpigmentasi.
5.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Perlu diperiksa gula darah karena sering


berhubungan dengan penyakit diabetes melitus
• Pada pemeriksaan histopaologi tidak
ditemukan melanosit, reaksi dopa untuk
melanosit negatif pada daerash apigmentasi
6. PATOFISIOLOGI
Penyakit ini berkaitan dengan faktor genetis dan non-
genetis. Hingga kini patogenesis pasti vitiligo masih belum
diketahui. Tapi secara umum para ahli menganggap bahwa
vitiligo terjadi akibat hilangnya atau kurangnya fungsi
melanosit karena secara histokimia melanosit dianggap
sebagai benda asing oleh tubuh yang bersifat lambat. Teori-
teori yang berkaitan dengan penghancuran melanosit antara
lain :
mekanisme autoimun, mekanisme sitotoksik, defek intrinsik
melanosit, mekanisme oksidan-antioksidan, dan mekanisme
neural.
7. PATOGENESIS
Masih sedikit yang diketahui tentang patogenesis
vitiligo, sehingga patofisiologi penyakit ini masih menjadi
teka-teki. Sampai saat ini terdapat 3 hipotesis utama
tentang mekanisme penghancuran melanosit pada
vitiligo, yang masing-masing mempunyai kekuatan dan
kelemahan, yaitu:
• Hipotesis Autoimun
Melanosit terpilih dihancurkan limfosit yang telah
diaktifkan (tiroid) sel T abormal (menurun sel T.
helper).
• Hipotesis Neurogenik
Pelepasan mediator kimiawi tertentu dari akhiran
sel saraf menyebabkan menurunnya produksi
melanin
• Hipotesis Penghacuran Diri
Penghancuran melanosit yang progrerif oleh sel T
sitotoksin.
DIAGNOSA BANDING
Vitiligo Tinea Vesikolor Pitiriasis Alba
9. KLASIFIKASI
1. Lokalisata yang dapat dibagi :
• Fokal
Satu atau lebih makula pada satu area, tetapi tidak segmental.

• Segmental
Makula unilateral pada satu area, dengan distribusi menurut
determatom misalnya satu tungkai.

• Mukosal
Hanya melibatkan lokasi pada membran mukosa.
2. Generalisata
• Akrofasial
Depigmentasi hanya terjadi di bagian distal ekstremitas dan
muka, merupakan stadium mula vitiligo yang generalisata.

• Vulgaris
Makula tanpa pola tertentu di banyak tempat.

• Campuran
Depigmentasi terjadi menyeluruh atau hampir menyeluruh
merupakan vitiligo total.1
10. PENATALAKSANAAN
• tabir surya (SPF15-30)
• Covermark
• Kortikosteroid
• pemaparan UV-A
• Minigrafting
• Depigmentation
11. EDUKASI
• Menjelaskan pada pasien untuk menjauhi paparan
sinar matahari yang terik bisa dengan memakai
pakaian panjang agar lesi tertutup.
• Menjelaskan pada pasien bahwa penyakit ini harus
diobati dengan sabar dan tekun dalam melakukan
pengobatannya.
12. KOMPLIKASI
• Kekurangan melanin akan menyebabkan kulit rentan
terhadap pengaruh sinar matahari sehingga mudah
terbakar dan mempertinggi risiko kanker kulit.
• Kekurangan pigmen pada mata dapat menyebabkan
inflamasi pada bagian iris
• Penurunan kemampuan pendengaran. Kondisi ini
umunya terjadi pada kasus vitiligo yang bersifat
keturunan
13. PROGNOSIS

• Vitiligo bukan penyakit yang membahayakan


kehidupan, tetapi prognosisnya masih meragukan dan
bergantung pula pada kesabaran dan kepatuhan
penderita terhadap pengobatan yang diberikan.
PITIRIASIS
ALBA
1. DEFINISI
Bentuk dermatititis yang tidak spesifik
dan belum diketahui penyebabnya,
ditandai dengan adanya bercak
kemerahan dan skuama halus yang akan
menghilang serta meninggalkan area
yang depigmentasi
2. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, pitiriasis alba umumnya terjadi
sampai 5 % pada anak-anak, tetapi epidemiologi yang
pasti belum dapat dijelaskan. Pitiriasis alba umumnya
terjadi pada anak-anak yang berusia 3-16 tahun.
Sembilan puluh persen kasus terjadi pada anak yang
berusia lebih muda dari 12 tahun. Sering juga terjadi
pada orang dewasa
3. ETIOLOGI
Sampai saat ini belum ditemukan adanya
etiologi pasti dari pitiriasis alba. Menurut
beberapa para ahli diduga adanya infeksi
Staphylococcus aureus , tetapi belum dapat
dibuktikan
4. FAKTOR RESIKO
Faktor lingkungan sepertinya sangat
berpengaruh walaupun mungkin bukan
berupa agen etiologis langsung, paling
tidak dapat memperburuk atau
memperbaiki lesi.
5. DIAGNOSIS
5.1. GEJALA KLINIS 5.2. GAMBARAN KLINIS
 Lesi kulit hipopigmentasi
 asimtomatis tetapi bisa
 awalnya berwarna merah muda
juga didapatkan rasa
atau coklat muda ditutupi dengan
terbakar dan gatal. 
skuama halus
 Setelah lesi eritema menghilang,
 Lokasi lesi yang dijumpai hanya
wajah paling sering di depigmentasi dengan skuama
sekitar mulut, dagu, pipi halus dengan batas yang kurang
serta dahi. jelas
5.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan potassium hidroksida (KOH)


2. Pemeriksaan histopatologi dari biopsi kulit
3. Pemeriksaan mikroskop elektron
7. PATOGENESIS
Dalam penelitian pada 9 pasien dengan pitiriasis alba yang
luas, ditemukan densitas dari melanosit yang normal berkurang
pada daerah lesi tanpa adanya aktivitas sitoplasmik. Melanosom
cenderung lebih sedikit dan lebih kecil namun pola distribusi
dalam keratinosit normal. Hipopigmentasi utamanya
diakibatkan oleh berkurangnya jumlah melanosit aktif dan
penurunan jumlah dan ukuran dari melanosomes pada daerah
lesi kulit. Transfer melanosom di keratinosit secara umum tidak
terganggu. Gambaran histologis kurang spesifik. Hiperkeratosis
dan parakeratosis tidak selalu ada dan sepertinya tidak berperan
penting dalam patogenesis dari hipomelanosis. Beragam derajat
jumlah edema dan sekret lemak intrasitoplasmik dapat terlihat..
8. DIAGNOSIS BANDING
1. Pitiriasis versikolor

2. Vitiligo

3. Psoriasis
9. PENATALAKSANAAN
 Memakai sunblock supaya terhindar dari paparan
sinar matahari langsung
 Antibiotik
 Antiinflamasi
 hidrokortison dan krim emolien Misalnya likuor
karbones detergens 3-5% dalam krim atau salep.
10. KOMPLIKASI

Lesi pada kulit terasa terbakar saat terpapar sinar


matahari langsung
11. PROGNOSIS

Dubia ad bonam
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai