Anda di halaman 1dari 113

Tinjauan Kepustakaan

Carcinoma Colon

Oleh : Rizky Nur Putra


Pembimbing : dr.Sugeng Suprijono,Sp.Rad (K)
• Kanker kolorektal adalah kanker yang terdapat pada kolon dan
atau rektum
• Tahun 1940  penyebab utama kematian
Sekarang  penyebab kematian ke-4
• Di indonesia  terbanyak ke-3
• Laki-laki > Perempuan
• Insiden 1,8 per 100.000 penduduk
• Etiologi  belum jelas
• Faktor resiko : usia, riwayat keluarga, pola diet tertentu,
merokok, mengonsumsi alkohol, dan aktivitas fisik yang kurang
• Secara embriologi, saluran pencernaan
berasal dari usus primitif (primitive gut)
• Usus primitif akan membentuk sebuah
saluran buntu, masing-masing adalah usus
depan (foregut) dan usus belakang (hindgut).
Bagian tengah, usus tengah (midgut), untuk
sementara tetap berhubungan dengan yolk
sac melalui duktus vitelinus atau yolk stalk.
• Usus depan  esofagus-duodenum proximal
• Usus tengah  distal duodenum, jejunum,
ileum, caecum, apendiks, kolon asendens, dan
2/3 proksimal kolon transversum
• Usus belakang  1/3 distal kolon
transversum, kolon desendens, kolon
sigmoideum, rektum, dan bagian atas kanalis
analis
• usus besar : tabung muskular berongga dengan
panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang
terbentang dari caecum sampai kanalis ani
• Diamter usus besar > usus halus   mendekati
anus
• Usus besar : caecum, kolon, rectum
• Caecum : 2-3 inch awal dari usus besar
• Kolon : ascenden, tranversum, descenden,
sigmoid
Kolon Ascenden
• Bagian kedua intestinum crasum
• < caecum  retroperitoneal di sepanjang sisi
kanan dinding abdomen posterior
• Kolon ascenden-omentum mayus-dinding
abdomen
• Pendarahan kolon ascenden dan flexura coli
kanan : a.ileocolica dan a.colica dextra  cabang
a.mesentrica superior, vena ileocolica dan vena
colica dextra mesenterika superior
Kolon Transversum
• Bagian intestinum crassum terbesar dan
paling mobile
• Panjangnya antara 45−50 cm
• Pendarahan : a.colica media cabang a.
mesenterica superior dan a.colica dextra,
a.colica sinistra, vena mesenterica superior
Kolon Descenden
• Melintas retroperitoneal dari flexura coli
sinistra dan disini beralih menjadi colon
sigmoideum.
• Panjangnya +/- 25 cm
• Pendarahan : a.mesentrica inferior dan
v.mesentrica inferior
Kolon Sigmoid
• Menghubungkan kolon dengan rektum
• Meluas dari tepi pelvis sampai setinggi VS 3
untuk beralih jadi rektum
• Perdarahan : a.colica sinistra dan
a.sigmoidea superior
Rektum
• Bagian intestinum crasum yang terfiksasi
• Ke caudal  berubah menjadi kanalis
analis merupakan lanjutan dari usus besar
yaitu kolon sigmoid dengan panjang sekitar
15 cm
• Perdarahan : a.rectalis superior lanjutan
a.mesenterica inferior, suplai darah pada
bagian proksimal rektum
• Fungsi utama kolon : absorbsi air dan
elektrolit dari kimus untuk membentuk
feses yang padat dan penimbunan bahan
feses sampai dapat dikeluarkan
• Penyerapan air dan elektrolit  +/- 100 ml
yang dikeluarkan bersama feses
• Tidak terjadi percernaan  tidak terdapat
enzim-enzim pencernaan
• Sebagian besar absorpsi dalam usus besar
terjadi pada proksimal kolon  kolon
pengabsorpsi
• Kolon bagian distal  kolon penyimpanan
Histologi Kolon
• Usus besar terdiri dari membran mukosa
tanpa adanya lipatan kecuali pada bagian
distalnya (rektum)
• Tidak terdapat villi usus
• Lapisan mukosa  diseluruh usus besar
oleh kelenjar usus besar yang dilapisi oleh
sel goblet, sel absorptif, dan sedikit sel
enteroendokrin
• Lamina propria banyak dijumpai sel limfoid dan
nodul yang sering kali menyebar sampai ke dalam
submukosa  berbanding lurus dengan banyaknya
bakteri
• Muskularis terdiri atas berkas-berkas longitudinal dan
sirkular
• Lapisan luarnya mengelompok dalam 3 pita
longitudinal yang disebut taeniae coli
• Intraperitoneal tunika serosa ditandai dengan
tonjolan kecil yang terdiri atas jaringan adiposa
• Awal usus besar  apendiks  evaginasi
caecum
• Apendiks  lumen yang relatif kecil dan
irregular, kelenjar tubular yang lebih
pendek dan kurang padat, dan tidak
memiliki taeniae coli, tidak memiliki fungsi
percernaan, memiliki sejumlah besar folikel
limfoid di dindingnya
• Anus membran mukosa membentuk
sederetan lipatan memanjang kolumna
analis +/- 2cm di atas muara anus, di taut
recto-anal, lapisan mukosa usus diganti oleh
lapisan epitel berlapis gepeng
• Di daerah ini lamina propria mengandung
suatu pleksus vena besar yang dapat
menimbulkan hemoroid bila pleksus ini
melebar dan menjadi varises
Faktor resiko
• Usia > 50 tahun, 3 % < 40 tahun
• Genetik
• Diet tinggi lemak
• Aktivitas fisik   NK dan makrofag 
• Merokok  ROS 
• Alkohol  metabolit (asetaldehid) : karsinogen
• Diabetes Melitus : insulin-like growth factors (IGFs) 
• Kolitis ulseratif : 5% pada usia 15 tahun dan 8−13%
pada usia 25 tahun  dysplasia epitel
Patogenesis
• Adenoma  keganasan
• Interaksi yang kompleks antara faktor
genetik dan faktor lingkungan
• Mutasi genetik yang melibatkan gen APC
(adenomatous polyposis coli)  80 %
adenoma dan Ca kolon  Protein  aktivasi
onkogen c-myc dan cyclin D1  memicu
progresi lesi pramaligna menjadi maligna
Gejala klinis
• Didiagnosis usia > 50 tahun  stadium lanjut
 prognosis buruk
• Pola BAB (diare atau konstipasi),
Hematochezia
• Keluhan berjalan lambat
• Gambaran klinis  letak tumor
• Kolon kiri  stenosis dan obstruksi
• Kolon kanan  jarang stenosis
• Kanker kolon kiri dan rektum menyebabkan
perubahan pola defekasi dengan tenesmi distal
 feses makin menipis dan lebih cair disertai lendir
• kolon kiri  nyeri > kolon kanan
• Tempat nyeri berbeda  embriogenik yang
berlainan, yaitu dari usus tengah dan usus belakang.
• kolon kiri  nyeri bermula di bawah umbilikus
• Kolon kanan nyeri di epigastrium
Diagnosis
• Pemeriksaan fisik : rectal toucher
• Laboratorium : tumor marker
• Endoskopi / kolonoskopi  tidak dapat evaluasi
ekstra lumen
• Radiologi :
- Barium Studi  tidak dapat evaluasi ekstra lumen
- Ultrasonografi
- CT Scan
- MRI (Magnetic resonance Imaging)
Barium Studi dengan double kontras

• Tumor yang tumbuh lambat


pemeriksaan barium kasinoma yang
dalam 3 tahun sebelumnya  gambaran
masih normal tumor sering terlewatkan.
• Kebanyakan dari lesi terlihat  ada
beberapa lesi yang minimal terlihat
(Gambar 1).
Gambar 1. Karsinoma colon ascenden. A. Lesi minimal dari massa dengan adanya
lipatan yang berdekatan terpisah satu sama lain (panah). B. 1 tahun kemudian.
Massa dirasakan membesar dan jelas terlihat (panah)
 
• Kesalahan persepsi paling umum yang terjadi
 kesalahan dalam mengenali “filling
defect” pada “ barium pool” (Gambar 2-4)
• Menurut Kressel dan Laufer bahwa “barium
pool” dapat menyamarkan atau
memperlihatkan massa yang menonjol pada
dinding colon yang dependen (Gambar 5)
A B

Gambar 2. Karsinoma pada fleksura hepatica. A. 2,5 cm massa polypoid (panah)


pada “barium pool” terlewatkan. B. 2 tahun kemudian lesi (panah) terlihat
3 4

Gambar 3. Diverticulosis berat dan karsinoma pada colon sigmoid. Karsinoma


polypoid pada “barium pool” (kepala panah)
Gambar 4. Karsinoma caecum. Polyp pada colon tranversum(panah) terlihat tetapi
carcinoma caecum yang besar menghasilkan batas konkaf dari “ barium pool”
Gambar 5. Karsinoma rektum (panah) hampir seluruhnya tertutup “barium pool”
Disebabkan berlebihan barium yang tidak dikeluarkan, lesi tidak terlihat pada
posisi lain
Gambar 6. Karsinoma rektosigmoid yang besar denga permukaan mukosa dari
tumor yang terlihat (kepala panah). Batas colon masih tampak normal.
A B

Gambar 7. Karsinoma kolon descenden. A Massa polypoid (kepala panah) yang


tidak terlapisi dengan baik oleh barium masih mungkin dikarenakan karena
kerusakan mukosa yang tidak terlapisi.B. 2 tahun kemudian. Massa lobulated
dengan ukuran yang lebih besar pada lokasi yang sama dapat secara jelas
tervisualisasi.
• Bagian colon yang sering luput dari adalah colon sigmoid
dikarenakan bentuknya.
• Karsinoma yang paling sering luput dari diagnosa adalah
polypoid dibandingkan dengan bentuk annular dimana
karsinoma rectum atau colon pada awalnya berbentuk
polypoid
• Pemeriksaan barium dengan double kontras hampir 90%
tidak terdiagnosis dikarenakan kesalahan dari perspektif
yang hanya tervisualisasi pada posisi tertentu saja dan
teknik yang dilakukan. Selain itu juga mempunyai
kelemahandalam evaluasi ekstra colon.
Ultrasonografi
• Prosedur diagnostik awal terbaik evaluasi lesi
pada abdomen
• Tranducer frekuensi tinggi 5.0- 7.5-MHz
transabdominal, awalnya tranducer curve 3,5-5
MHZ transabdominal
• Abdomen dan pelvis diperiksa secara sistematis
• Tekanan diberikan di dinding abdomen bila
perlu untuk lokasi nyeri
• Lesi rectum  tidak dapat dievaluasi karena
batas penetrasi frekuensi tinggi transduser
• Segmen usus  posisi anatomisnya dan fitur
morfologis (pola haustral)
• Loop lateral usus di sisi kanan dan flank kiri
colon ascenden dan descenden
• Loop oblique usus pada kuadran kiri bawah
diatas bladder yang kontinu dengan colon
descenden dan rectum colon sigmoid
• Tebal dinding usus > 4 cm  patologis
• Feature atau pattern ditemukan pada pasien yang
didiagnosis sebagai carcinoma colon dibuat:
- Penebalan irreguler local dari dinding colon dengan
range 7-24 mm (mean = 13,9 mm) dengan
heterogenous low echogenicity
- Kontur yang irreguler
- Kurangnya gerakan atau perubahan dari konfigurasi
pada scanning yang real time
- Absennya gambaran dari lapisan-lapisan dinding kolon
Lapisan-lapisan dinding kolon

4 lapisan diding kolon yang dibedakan berdasarkan perbedaaan echogenisitas


antara hiperechoic dan hipoechoic. Lapisan yang paling dalam adalah tunika
mukosa yang berhubungan dengan lumen yang terlihat sebagai gambaran
1 Serosa, hyperechoic, 2  Tunika Muscularis, hypoechoic, 3 Submucosa,
hyperechoic 4 Mucosa, hypoechoic  5 Mucosal interface Hyperechoic. Tebal
dinding kolon 2,1 cm.
Sagital
GAMBAR 1. (A) sonogram cross-sectional dari carcinoma caecum. (B)
Sonogram sagital dari colon ascenden. Penebalan dinding usus yang
prominen dengan heterogenous hipoechoic. Panah menunjukkan lumen.
GAMBAR 2. (A) Sonogram sagital karsinoma kolon desendens. (B) Sonogram sagital
dari colon ascenden, carcinoma yang hipoechoic (arrow) dan ada defek dari
statisfikasi lumen. (arrow head) menunjukkan lumen yang menyempit.
GAMBAR 3. (A) Sonogram cross-sectional dari carcinoma colon desenden. Penebalan
asimetris disertai irregular kontur dari dinding usus. (B) Potongan sagital (A).
Penebalan dinding usus terutama pada dinding posterior. Struktur yang berlapis
terlihat di dinding anterior (arrow head).
GAMBAR 4. (A) Sonogram potongan sagital carcinoma colon descenden. (B) Sonogram
potongan sagital carcinoma caecum, Massa heterogen (kepala panah) terlihat. Colon
descenden (panah hitam) dan ileum terminal (panah putih) dengan dinding berlapis
juga terlihat.
GAMBAR 5. (A) Sonogram potongan melintang dari carcinoma colon ascenden.
Tampak gambaran "Target sign". (B) Tampilan sagital dari gambar (A) Penebalan
irreguler dinding usus. (C) Dinding usus proksimal hinnga ke carcinoma (kepala
panah) menebal dengan gambaran stratifikasi yang masih tampak.
GAMBAR 6. (A, B) Sonogram potongan sagital carcinoma colon transversum pada
pasien dengan feses berdarah. Massa (kepala Panah), dinding usus proximal menebal
proksimal dan limfadenopati (panah)
• GAMBAR 7. (A) Sonogram potongan sagital
carcinoma colon ascenden (kepala panah).
(B) Potongan melintang (A). Penyempitan
significan lumen dan dilatasi proksimal
colon (panah).

GAMBAR 7. (A) Sonogram potongan sagital carcinoma colon ascenden (kepala


panah). (B) Potongan melintang dari gambar (A). Penyempitan signifikan lumen
dan dilatasi proksimal colon (panah).
• Ultrasonografi prosedure screening awal  keluhan abdomen
yang non spesifik tumor pada traktus gastrointestinal  dapat
ditemukan pada pemeriksaan awal
• Kemampuan ultrasonografi dalam mendiagnosis carcinoma colon
 harus didiskusikan secara lebih dalam
• Kriteria diagnosis dari carcinoma colon tidak didefinisikan secara
tepat dan diagnosis berdasarkan pada temuan penebalan asimetris
local dari dinding colon yang disebut dengan “target atau
pseudokidney sign”.
• Temuan ini tidak spesifik pada colon dan juga dilihat pada kondisi
lain termasuk colitis ulseratif, Crohn’s disease, colitis ischemic,
diverticulitis, intususepsi, colitis infeksi, amuloidosis intestinal, dan
lymphoma gastrointestinal
• Penelitian terbaru menggunakan cairan
lewat oral dan retrograde dari anus ke kolon
  nilai diagnosis dari transabdominal
ultrasound dalam mengevaluasi neoplasma
pada colon
• Walaupun memberikan informasi lebih tepat
untuk lesi pada colon memerlukan
komplikasi dan hasil laboratorium sebelum
terapi
GAMBAR 8. (A) Potongan sagital ultrasound dari kolon descenden pada pasien
dengan kolitis ulserativa. (B) Potongan sagital dari kolon asenden pada pasien dengan
colitis Campylobacter. (C) Potongan transversal dari colon descenden pada pasien
dengan kolitis iskemik. Struktur berlapis dari dinding usus masih tampak dengan baik
dalam setiap kasus.
GAMBAR 9. (A) Potongan melintang ultrasound caecum pada pasien dengan
penyakit Crohn ileocecal. (B) Potongan sagital dari gambar (A). Dinding sekum
menebal secara irregular dengan hilangnya stratifikasi dari dinding usus dan
echogenisitas yang rendah. Kepala panah menunjukkan ileum terminal.
• Gambar 9 menunjukkan ultrasonografi pada pasien
dengan penyakit Crohn’s ileocaecal. Segmen colon yang
mengalami kelainan terlihat hilangnya stratisfikasi dinding
dan kaku pada saat diberikan tekanan. Kemudian disadari
lesi ini dapat menjadi menjadi karsinoma berdasarkan
kriteria diagnosis. Terlihat sebagai kesalahan diagnosis
berdasarkan perubahan patologi yang berasosiasi dengan
penyakit Crohn : inflamasi transmural dan fibrosis
subsekuen. Pasien kemudian dilakukan laparotomi
dikarenakan obstruksi usus, dan perubahan patologi ini
dikonfirmasi hasil patologi anatomi sampel dari operasi.
• Segmen colon yang terlibat  gambaran lesi yang heterogenous dan low
echogenic yang secara kasar terlihat dengan gambaran lapisan yang terputus-
putus
• Gambaran ultrasound pada dinding usus yang normal adalah struktur yang
berlapis-lapis dan tebal dinding usus normal kurang dari 4 mm
• Menggunakan tranduser frekuensi tinggi, dapat diobservasi dengan lebih
tepat segmen colon yang mengalami kelainan selain karsinoma colon
(Gambar 8).
• Absennya gambaran lapisan-lapisan dinding colon menggambarkan invasi
transmural dan destruksi dari struktur lapisan dari dinding colon oleh karena
karsinoma kolon.
• Karsinoma colon disertai penebalan diffuse dari proximal colon meluas
hampir ke seluruh segmen colon dengan struktur lapisan yang masih baik.
• Positive predictive value dari diagnosis adalah 90%.
Computed Tomography (CT)

• Tujuan utama : menentukan apakah ada invasi


langsung dengan organ yang berdekatan,
pembesaran kelenjar lokal, atau bukti metastasis
jauh
•  CT scan sebagai modalitas pencitraan awal pada
pasien dengan berbagai gejala gastrointestinal
diagnosis kanker kolorectal berdasarkan temuan CT
• CT untuk memainkan peran di masa depan deteksi
polip dan kanker usus stadium awal.
• Akurasi untuk staging preoperasi kanker
kolon dengan CT mengecewakan, berkisar
antara 48% dan 77%  keterbatasan
menentukan lymphnode metastasis dan
kedalaman invasi tumor pada dinding kolon
• CT pra operasi  perencanaan operasi atau
terapi radiasiekstensi lokal tumor ke organ
yang berdekatan atau metastasis jauh
• Deteksi kekambuhan setelah reseksi
• Teknik  optimal
• CT dengan enema air  efektif pada
staging kanker kolorektal  kemampuan
CT  kedalaman invasi tumor pada dinding
dan ekstensi ke dalam lemak pericolica
• CT (contohnya virtual kolonoskopi)  potensial untuk
screening pasien dengan polip dan early stage kanker colon
• Bila CT menunjukkan polip atau mendeteksi tumor
pencahar sangat penting untuk menghindari kesalahan
dalam membedakan antara fecal, polip atau massa
• Sebelum pemeriksaan pasien diberikan pencahar agar
colon bersih dari fecal
• Klasifikasi TNM  umum digunakan staging kanker
kolorektal dan didasarkan pada tingkat tumoral, nodal, dan
keterlibatan metastasis
• CT preoperatif untuk indikasi berikut:
- Lympnode hematogen atau distal
- (mis: paraaortik) metastasis
- Dugaan invasi ke organ yang berdekatan atau
pembentukan abses
- Klinis yang tidak dapat dijelaskan dan gejala
yang tidak umum
- Hasil histologis yang tidak biasa (misalnya,
limfoma).
• kanker kolorectal  manifestasi penebalan
focal dinding colon dan penyempitan lumen
 pentingnya untuk pengisian kontras
pada colon
• Secara khusus, rectum dan sigmoid kanker
dapat terlihat sebagai penebalan nodular
asimetris dinding colon yang
menyempitkan lumen colon
Gambar 1. Kanker colon pada laki-laki berusia 74 tahun. CT scan spiral dengan kontras
menunjukkan penyempitan lumen dan penebalan dinding yang melibatkan sisi kanan
kolon transversal (panah). Terdapat fat stranding disekitarnyayang menunjukkan
ekstensi tumor lokal.
Gambar 2. Adenocarcinoma pada wanita 64 tahun dengan nyeri abdomen kuadran
kanan bawah. CT dengan kontras menunjukkan penebalan yang circuferential pada
cecum (panah melengkung). Pada dindingnya low attenuation (panah lurus), yang
disebabkan oleh nekrosis. Terdapat juga fat stranding, yang dapat merupkan invasi
tumor yang menmbus dinding kolon. Adenokarsinoma dikonfirmasi pada endoskopi.
Gambar 3. Adenocarcinoma pada wanita berusia 89 tahun dengan nyeri perut. Spiral CT
scan dengan kontras oral menunjukkan penebalan segmental circumferential fleksura
hepatica (panah) dengan asites. Adenokarsinoma dikonfirmasikan pada kolonoskopi dan
biopsi.
Gambar 4. Adenocarcinoma pada wanita 77 tahun dengan nyeri perut bagian bawah. CT
scan dengan kontras oral menunjukkan distensi udara penebalan dinding rectosigmoid dan
focal eksentrik (panah). Meskipun penampilan ini bisa jadi disebabkan oleh divertikulitis
atau kanker usus besar, kurangnya keradangan pericolic atau cairan kanker kolon.
Gambar 5. Kanker rectum pada pria berusia 65 tahun dengan pendarahan rectum. Spiral
CT scan dengan kontras yang dimasukkan dari rectum menunjukkan kanker rektum
eksentrik (panah hitam) serta nodul yang berdekatan (panah putih).
Gambar 6. Divertikulitis pada pria usia 42 tahun dengan rasa nyeri dan BAB berwarna
hitam. CT scan dengan kontras oral menunjukkan penebalan fokal seperti massa dari
colon sigmoid (panah lurus) gambaran fat stranding disekitarnya. Berdasarkan gambaran
CT dan riwayat klinis pasien, curiga kanker usus besar. Pada endoskopi, didiagnosis
divertikulitis. Didapatkan juga adanya cairan minimal pada mesenterium yang berdekatan
(panah melengkung) lebih merupakan gambaran divertikulitis.
• Gambaran cairan di mesenterium di bawah
sigmoid dan pelebaran dari pembuluh
darah mesenterium diverticulitis.
• Gambaran lymhnode pericolica pada pasien
yang dicurigai diverticulitis akan lebih
dicurigai suatu karsinoma colon
• Pada beberapa kasus sulit dibedakan
diagnosis pasti histopatologi
• Komplikasi dari keganasan primer pada
colon (obstruksi, perforasi, dan fistel) 
lebih mudah tervisualisasi dengan CT scan
• Sensitivitas dari CT scan dalam mendeteksi
obstruksi usus  90 % dan 94 %  Analisa
yang cermat dari imaging  penyebab
pasti dari obstruksi dapat diindentifikasi (>
70 % kasus)
• Obstruksi  gambaran dilatasi colon dengan transisi ke
usus yang mengalami dekompresi pada daerah
obstruksi Indentifkasi dari titik transisi
• Gambar 3D rekontruksi  menunjukkan titik transisi
dengan baik pada kasus-kasus
• Intususepsi  komplikasi dari neoplasma colon 
menyebabkan obstruksi  gambaran massa seperti
“target sign” dengan ring-ring pada jaringan lemak dan
soft tissuemenggambarkan dinding dari intususceptor,
lemak mesenterium dan dinding intussucepien
Gambar 7. Obstruksi usus pada pria usia 66 tahun dengan riwayat keluarga kanker
colon. Gambar 3D koronal dengan pemberian kontras intravena dan setelah distensi
udara pada usus besar menunjukkan gambaran “applecore” pada kolon descenden
(panah). L = paru-paru, S = Gaster.
a. b.

Gambar 8. Intususepsi akibat kanker usus besar pada wanita usia 66 tahun. Hasil CT scan
dengan kontras nenunjukkan intususepsi ileocolica yang besar pada potongan axial (a)
dan longitudinal (b). Ditemukan kanker colon yang merupakan penyebab dari hasil
endoskopi
Gambar 9. Perforasi kolon pada wanita usia 57 tahun dengan riwayat karsinoma
serviks stadium IV dengan klinis nyeri dan sepsis. Pada foto polos abdomen pada awal
hari yang sama (tidak ditampilkan), ada udara berbintik-bintik di sisi kanan panggul,
merupakan temuan sugestif abses. CT scan tanpa kontras menunjukkan udara
ekstraluminal di sisi kanan pelvis. Pada operasi, perforasi dari kanker caecum
Gambar 10. Invasi tumor pada seorang wanita usia 71 tahun dengan massa perut yang
teraba. CT scan dengan kontras menunjukkan massa jaringan lunak melingkar yang
besar di caecum, temuan yang sesuai dengan karsinoma. Massa meluas hingga
melibatkan dinding perut anterior (Panah), suatu gambaran yang sesuai dengan invasi
tumor. Tumor yang invasi dikonfirmasi pada operasi.
• CT scan dapat mendeteksi perluasan kelainan ke pericolica 
akurat dibandingkan MRI  staging perluasan lokal dari tumor
terutama untuk kanker rectum dan deteksi penetrasi ke lamina
propria
• Perluasan lokal dari tumor  massa ekstracolika atau hanya
terlihat gambaran penebalan dan infiltrasi lemak perikolika 
hilangnya gambaran lemak antara colon dengan organ sekitar.
• Suatu penelitian  sensitivitas 61 % dan spesifitas 81 %
mendeteksi ektensi lokal dari tumor (
• Keuntungan utama melakukan CT scan pra operasi
menunjukkan keterlibatan tumor pada organ sekitar, seperti
buli, vagina dan otot-otot abdomen
• Deteksi pembesaran KGB di abdomen dan pelvis (Gambar
13)
• Meskipun pembesaran kelenjar getah bening dengan
ukuran diameter axis pendek 1–1,5 cm adalah patologis
tidak semua kelenjar getah bening yang membesar
mengandung tumor
• Sebaliknya, node berukuran normal mungkin memiliki
mikroskopis keterlibatan tumor
• Karena itu, sekalipun CT memiliki spesifisitas tinggi (96%)
untuk deteksi metastasis kelenjar getah bening
sensitivitasnya rendah
• Sensitivitas rendah  bukan masalah klinis
berarti  metastasis dapat diprediksi dari
lokasi massa primer
• Metastasis utama kolorectal  hepar  CT
scan modalitas terbaik  teknik yang
digunakan harus benar  dosis kontras
krusial
• Metastasis hepar  massa hipoatenuating
(fase vena)
• Kanker kolorectal tipe mucinous  metastasis
hepar dengan gambaran kistik atau kalsifikasi
• Metastasis hepar dapat bervariasi
• Drainase vena dari colon dan rectum
proksimal melalui vena portahepar
merupakan tempat umum dari metastasis
• Drainase rektum inferior ganda vena
hemoroid superior mengalir ke vena
mesenterika inferior dan kemudian ke vena
porta lalu ke hepar
• Vena hemoroid middle dan inferior walaupun
mengalir ke vena pelvis dan kemudian
langsung ke vena cava inferior  kanker
rektum distal dapat metastasis ke paru tanpa
metastasis hepar
• Mucinous adenocarcinoma colon dapat
juga metastasis ke intraperitoneal 
penebalan permukaan peritoneum atau
peritoneal nodul  penyebaran yang
mikroskopik tidak dapat dideteksi
Gambar 11. Invasi tumor pada wanita usia 72 tahun dengan kanker sigmoid. CT scan
dengan kontras menunjukkan massa di colon sigmoid (panah) dengan infiltrasi lemak
di sekitarnya dan ekstensi ke daerah presacral
Gambar 12. Invasi tumor pada pria usia 40 tahun dengan perdarahan gastrointestinal.
Gambar 3D potongan koronal oblik diperoleh dengan kontras intravena dan air
digunakan sebagai bahan kontras oral menunjukkan massa besar di kuadran kiri atas
(panah padat). Massa tersebut mengalami ulserasi, dan ada koneksi langsung (panah
terbuka) antara massa dan gaster (S). Saat operasi, didapatkan adenokarsinoma
dengan fistula gastro-colic (gaster-colon).
Gambar 13. Pembesaran kelenjar getah bening pada pria usia 43 tahun dengan
carcinoma colon metastasis. CT scan dengan kontras menunjukkan beberapa
metastasis hepar dan juga pembesaran kelenjar getah bening portalcava dan
aotocava (panah).
14. 15.
Gambar 14, 15. (14) Metastasis hepar pada wanita usia 53 tahun dengan kanker colon. CT
scan dengan kontras menunjukkan beberapa metastasis hepar dengan lesi low atenuasi.
(15) Metastasis hepar pada wanita usia 64 tahun dengan kanker colon metastasis. CT scan
dengan kontras menunjukkan metastasis hepar, terutama lobus kanan (panah). Metastasis
sebagian dengan kalsifikasi.
Gambar 16. Metastasis paru pada laki-laki usia 47 tahun dengan kanker colon. CT
scan menunjukkan metastasis di paru-paru.
Gambar 17. Metastasis peritoneal pada laki-laki usia 59 tahun dengan kanker
colon. CT dengan kontras menunjukkan metastasis pada tepi hepar dengan
scalloping hati. Selain itu, metastasis pada peritoneum terlihat di sisi kiri
abdomen.
Kekambuhan :
• 37% -44%  Sebagian besar (80%)  2 tahun setelah
reseksi
• Kekambuhan lokal di daerah operasi : 19%-48%
• Metastasis : 25%–44%
• Beberapa tempat kekambuhan lebih dari satu tempat
• Kekambuhan lokal dan metastasis jauh lebih mungkin
pada tumor rectum dibandingkan dengan tumor kolon
• Pola sangat tergantung staging dari kanker primer
• Kekambuhan tumor setelah operasi 
muncul sebagai massa jaringan lunak di
atau daerah bekas operasi (Gambar 18)
• CT scan lebih baik dari pada kolonoskopi
dalam deteksi awal seperti massa di
daerah anastomosis operasi
• Kekambuhan berupa sering terdapat lesi
ekstrinsik yang besar (Gambar 19)
Gambar 18. Kekambuhan tumor pada wanita usia 53 tahun,3 bulan setelah
reseksi lokal kanker colon tranversum. CT scan dengan menunjukkan kekambuhan
lokal di daerah bekas operasi (panah). Tampak gambaran ileostomi
Gambar 19. Kekambuhan tumor pada laki-laki usia 59 tahun, 4 bulan setelah
reseksi kanker colon. CT scan dengan kontras menunjukkan, massa besar
heterogen (panah) yang melibatkan aspek anterior kiri abdomen berdekatan
dengan daerah colostomi (panah). Massa juga meluas menginfiltrasi dinding
anterior abdomen. Gambaran ini merupakan gambaran kekambuhan pada bekas
operasi, yang dikonfirmasi saat operasi
Magnetic resonance Imaging (MRI)

• MRI  semakin penting untuk evaluasi


penyakit kolorektalkhususnya di regio
anorektal
• Evaluasi kanker kolorektal staging pra
operasi dan tindak lanjut pasca operasi
untuk mendeteksi kekambuhan
• Evaluasi penyakit infeksi secara akurat dan
malformasi kongenital di regio rectosigmoid
• Faktor yang berpengaruh : artefak gerak, posisi
yang tetap dari rektum, penurunan peristaltic dan
efek yang minimal dari pergerakan pernapasan
• Perkembangan terkini : perangkat lunak terbaru
membantu mengatasi hambatan
• Diffution-weighted imaging (DWI)  alat
diagnostik  khususnya dalam evaluasi
neoplasma dan penyakit infeksi seperti di region
abdomen
• Apparent Diffution Coefficient (ADC) dihitung dan
dipetakan oleh sistem pencitraan perangkat lunak
• Pengukuran nilai-nilai ADC  suatu wilayah yang
ditetapkan of interest (ROI) ditempatkan daerah yang
sehat dan juga pada lesi
• Penempatan ROI memerlukan bahwa pembuluh darah
dan artefak gerak dikeluarkan dari ROI
• Menggunakan rata-rata dari 3 pengukuran ROI
• ROI ditempatkan pada dinding kolon yang menebal di
area di mana difusi dibatasi secara nyata (restricted)
• Nilai rata-rata (SD) ADC untuk kontrol : 1,47
(0,19)x10-3 mm2 / s
• IBD : 1,37 (0,12) x10-3 mm2 / s
• Kanker rectosigmoid : 0,97(0,14) x10-3
mm2 /s
• Sensitivitas : 93,33%
• Spesifisitas : 93,33%,
• Positive predictive value : 87,50%
• Negative predictive value : 96,55%
GAMBAR 1. Laki-laki usia 76 tahun dengan
karsinoma rektum.
A. Penyangatan kuat dinding rectosigmoid
yang menebal pada pemberian kontras
gambar 3D GRE T1.
B. Gambar B, DWI (b = 1.000 s / mm2)
menunjukkan tumor dengan gambaran
daerah yang hiperintensitas.
C. ADC hipointensitas (restricted diffusion)
dibandingkan dengan daerah normal.
ROI ditempatkan pada tumor (ROI 1, C).
Nilai ADC tumor adalah 1,07x 10-3 mm2 /
GAMBAR 2. Laki-laki usia 54 tahun dengan penyakit Crohn rektum.
A. Dinding rektum menebal dengan gambaran hiperintensitas dibandingkan dengan
normal parenkim pada gambar T2-weighted.
B. Sedikit penyangatan pada gambar 3D GRE T1 postcontrast.
C. DWI (b = 1.000 s / mm2) menunjukkan sedikit hiperintensitas.
D. ADC menunjukkan hiperintensitas (meningkat difusi) dibandingkan dengan parenkim
normal. ROI ditempatkan di seluruh rektum (ROI 1, D) dan di dinding (ROI 2, D). ADC
-3 -3 2
• DWI, yang sering digunakan dalam
neuroradiologi, adalah teknik yang relatif
baru dalam evaluasi kelainan abdomen
• Teknik ini semakin banyak digunakan dalam
evaluasi manifestasi onkologis di abdomen
• DWI b-value dapat mendeteksi keganasan
dan DWI merupakan suatu alat screening
yang berguna
• Nilai rata-rata ADC 1,194 mm2/s : untuk carcinoma
rectosigmoid sensitivitas  positif palsu (false-
positive)
• Nau dan teman-teman DWI dengan b value
1000s/mm2  positif palsu dari hasil penelitian 
digunakan high b-value DWI
• Teknik ini sepenuhnya non-invasif, tidak membutuhkan
radiasi pengion atau injeksi bahan kontras, dan tidak
menyebabkan ketidaknyamanan pasien, sangat
berpotensi dalam mendeteksi kanker rektosigmoid
• Teknik dapat dengan mudah ditambahkan
ke protokol pemeriksaan MRI  hanya
memerlukan perpanjangan yang sangat
singkat waktu pemeriksaan sekuen
tambahan yang berguna untuk sekuen
konvensional
• DWI dilakukan sebelum injeksi bahan kontras karena ada
perdebatan yang sedang berlangsung tentang masalah ini
• Sebagian besar penelitian telah menunjukkan bahwa tidak
ada pengaruh yang signifikan secara statistik bahan
kontras pada nilai ADC
• Penelitian yang lain oleh Firat dan teman-teman telah
menunjukkan bahwa media kontras injeksi memiliki efek
signifikan dan tergantung waktu pada nilai ADC
• Berdasarkan hasil ini, DWI dilakukan hanya sebelum atau
setelah injeksi bahan kontras untuk ADC kuantitatif
Stadium Kanker Kolorektal
Pada tahun 1987, American Joint Committee on
Cancer (AJCC) dan International Union Against
Cancer (IUAC) memperkenalkan sistem klasifikasi
TNM. Sistem klasifikasi TNM menggunakan
informasi mengenai ukuran tumor dan sebaran
tumor (T), sebaran lanjutan ke kelenjar getah
bening (N), dan adanya metastasis (M). Sistem
klasfikasi TNM untuk kanker kolorektal adalah
sebagai berikut:
1) Tumor Primer (T)
TX : Tumor primer tak dapat ditentukan
T0 : Tidak ditemukan tumor primer
Tis : Carcinoma in situ : invasi intraepitelial ke lamina propria
T1  : Tumor di submukosa
T2  : Tumor menembus muskularis propria
T3  : Tumor menembus muskularis propria ke subserosa
atau perikolika atau jaringan perirektal
T4  : Tumor menginfiltrasi organ atau struktur atau ke
peritoneum viseral
2) Kelenjar Limfe Regional (N)
• NX : KGB Regional tidak dapat ditentukan
• N0  : Tak terdapat keterlibatan KGB regional
• N1  : Metastasis sebanyak 1−3 KGB regional
• N2  : Metastasis sebanyak 4 atau lebih KGB regional
3.) Metastasis jauh (M)
• MX : Tidak dapat ditentukan adanya metastasis jauh
M0 : Tidak ditemukan metastasis jauh
• M1 : Ditemukan metastasis jauh
• Klasifikasi Dukes: menilai stadium berdasarkan ekstensi
penyebaran langsung dan adanya metastasis ke sistem limfatik.
Sistem ini awalnya membagi stadium menjadi tiga lalu dimodifikasi
menjadi empat dengan mempertimbangkan adanya metastasis
jauh
1)  Stadium A : hanya terbatas pada lapisan mukosa
2)  Stadium B : sudah masuk dalam lapisan muskularis propria (B1),
masuk dalam lapisan subserosa (B2), masuk sampai ke struktur-
struktur yang berdekatan (B3)
3)  Stadium C : bila sudah ada keterlibatan kelenjar
4)  Stadium D : bila sudah ada metastasis baik secara limfatik atau
hematogen
Derajat Histopatologi Kanker Kolorektal

• Derajat histopatologi menyatakan seberapa


banyak kemiripan sel karsinoma ini dengan
sel jaringan asalnya yang normal, baik
dalam hal morfologi atau fungsi
• Derajat histopatologi dibedakan menjadi
diferensiasi baik, sedang, dan berat
Kesimpulan
• Barium studi dengan double kontras
memiliki kelebihan  evaluasi mukosa
kolon
• Kekurangan :
- Kesalahan perspektif dan teknik
- Tidak dapat evaluasi ekstra kolon
• Ultrasonografi dalam mengevaluasi karsinoma
kolon adalah kemampuan dalam mengevaluasi
kelainan ekstralumen termasuk abses formation
dan metastasis. (contonya lymhnode, hepar dan
peritoneum)
• Kelemahan dari ultrasonografi  false negative
dari ultrasonografi dikarenakan tetutupnya gas
usus dan atau obesitas
• Peran CT  akurasi untuk staging preoperasi
kanker kolon dengan CT mengecewakan, berkisar
antara 48% dan 77%
• Keterbatasan staging menggunakan CT termasuk
ketidakmampuan untuk mengidentifikasi secara pasti
lymphnode yang merupakan metastasis atau untuk
menentukan kedalaman tumor yang tepat invasi melalui
dinding
• Terlepas dari keterbatasan ini CT pra operasi berguna
untuk perencanaan operasi atau terapi radiasi, terutama
ketika ekstensi lokal tumor ke organ yang berdekatan atau
metastasis jauh terdeteksi.
• Modalitas pilihan untuk mendeteksi kekambuhan lokal
setelah reseksi bedah
• MRI merupakan teknik pemeriksaan sepenuhnya
non-invasif, tidak membutuhkan radiasi pengion atau
injeksi bahan kontras, dan tidak menyebabkan
ketidaknyamanan pasien, sangat berpotensi dalam
mendeteksi kanker rektosigmoid.
• Selain itu, ini teknik dapat dengan mudah
ditambahkan ke protokol pemeriksaan MRI karena
hanya memerlukan perpanjangan yang sangat
singkat waktu pemeriksaan. Ini akan menjadi sekuen
tambahan yang berguna untuk sekuen konvensional
• DWI dilakukan sebelum injeksi bahan kontras
karena ada perdebatan yang sedang
berlangsung tentang masalah ini.
• Sebagian besar penelitian telah menunjukkan
bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan
secara statistik bahan kontras pada nilai ADC.
• DWI dilakukan hanya sebelum atau setelah
injeksi bahan kontras untuk ADC kuantitatif.
• DWI tampaknya menjadi metode yang layak
dalam penentuan keganasan dan membedakan
dari IBD pada colon rectosigmoid tanpa perlu
menggunakan kontras
• Kemungkinan overlaping yang dapat
menyebabkan salah diagnosa ketika DWI
digunakan sendiri, dan temuan ini harus
divalidasi dengan penelitian yang lebih besar
• Keakuratan CT dengan dinamik kontras dan pencitraan MRI tanpa
kontras dalam mendeteksi metastasis hepar tampaknya sama
dengan 85%
• Pada penelitian spesifisitas CT (97%) dan MRI (94%) untuk deteksi
metastasis hepar hampir sama
• Sensitivitas adalah masing-masing CT scan 62% dan MRI 70%.
Dengan demikian, pencitraan MRI memungkinkan deteksi lesi
yang lebih kecil
• Namun, seperti pada CT, lesi kecil sering tidak memiliki gambaran
morfologis yang khas dan tidak dapat membedakan jinak atau
ganas. Imaging serial sering diperlukan saat terdeteksi lesi kecil
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai