Anda di halaman 1dari 28

LogoType

ORGANISASI PENDIDIKAN
KEJURUAN

Nama: Ihsanul Daviq MK


NIM : 150534600637
Pendidikan Kejuruan

Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang


menghubungkan, menjodohkan, melatih
manusia agar memiliki kebiasaan bekerja untuk
dapat memasuki dan berkembang pada dunia
kerja (industri), sehingga dapat dipergunakan
untuk memperbaiki kehidupannya.
ORGANISASI PENDIDIKAN
KEJURUAN

Kelembagaan Pendidikan
01 Kejuruan
03 Manajemen Sekolah

Manajemen Berbasis Sekolah


02 Organisasi Pendidikan 04 (MBS)
1. Kelembagaan Pendidikan Kejuruan

Pendidikan dan pelatihan kejuruan adalah jembatan yang


menghubungkan dunia pendidikan dengan dunia kerja. Dalam banyak
literatur disebutkan bahwa pendidikan kejuruan (atau secara umum
disebut vokasi) adalah “penghasil” calon pekerja level floor pada bidang
teknis bagi organisasi di dunia kerja.
Kekakuan pada struktur dan sistem kerja hanya akan membuat
pendidikan kejuruan tidak berkembang dan gagal mengemban misi
memajukan perekonomian bangsa. Pendekatan yang bisa dilakukan
adalah dengan mengatur agar ada lembaga formal dan non-formal
dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan. Lembaga non-formal
akan memiliki banyak keleluasaan dalam bergerak dan mengantisipasi
kebutuhan pasar.
2. Organisasi Pendidikan
A. Pengertian Organisasi
Organisasi didefinisikan secara bervariasi oleh para
ahli yang dilihat dari berbagai sudut pandang
diantaranya :

a. Menurut Gibson, Ivancevich, dan Donelly


Organisasi sebagai wadah yang memungkinkan masyarakat
dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak dapat dicapai
oleh individu secara sendiri-sendiri. Definisi ini lebih
menekankan pada upaya peningkatan pencapaian tujuan
bersama secara lebih efektif dan efisien melalui koordinasi
antar unit organisasi.
Organisasi Pendidikan
b. Menurut Oteng Sutisna
Organisasi merupakan mekanisme yang mempersatukan kegiatan-
kegiatan untuk menyelesaikan pekerjaan. Defnisi ini menekankan pada
mekanisme kerja dalam organisasi untuk mencapai tujuan.

Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Organisasi adalah


suatu sistem interaksi antar orang yang ditujukan untuk mencapai tujuan
organisasi dan memberikan arahan perilaku bagi antar anggota
organisasi dengan lingkungannya agar tujuan organisasi dapat tercapai
secara efektif dan efisien.
B. Aspek-Aspek Organisasi

Aspek-aspek dalam organisasi adalah komponen-komponen yang harus


ada dalam suatu organisasi. Keberadaan komponen ini sebagai pilar dari
suatu organisasi. Artinya jika salah satu komponen organisasi tidak
berfungsi, maka organisasi akan berjalan pincang atau sama sekali tidak
berjalan
O’Connor, T. Mengungkapkan bahwa organisasi setidaknya harus
memiliki empat komponen utama, yaitu:

a. Mission adalah alasan utama keberadaan suatu organisasi.


b. Goals adalah tujuan-tujuan umum/divisi fungsional organisasi yang
dihubungkan dengan stakeholder organisasi.
c. Objectives adalah hasil/sasaran yang spesifik, terukur dan terkait
dengan tujuan.
d. Behavior mengacu pada produktivitas dari tugas-tugas rutin pegawai,
pertanggungjawaban perilaku dalam pencapaian tujuan merupakan
fungsi personalia.
C. Jenis-Jenis Organisasi
Perkembangan ini terus berlangsung dan berbagai studi keorganisasian
terus dilakukan. Perkembangan inilah pada akhirnya memunculkan
organisasi informal sebagai implikasi dari adanya organisasi formal.
a. Organisasi formal
Organisasi formal adalah organisasi yang dicirikan oleh struktur organisasi.
Keberadaan struktur organisasi menjadi pembeda utama anatra organisasi
formal dan informal. Struktur dalam organisasi formal dimaksudkan untuk
menyediakan penugasan kewajiban dan tanggung jawab kepada personil
dan untuk membangun hubungan tertentu diantara orang-orang pada
berbagai kedudukan. (Oteng Sutisna, 1993:207).
b. Organisasi Informal
Perkembangan hubungan dari interaksi orang dalam organisasi ini akan
mengikat secara kuat sentiment dan komitmen setiap orang, sehingga
muncul empati da simpati satu sama lain. Hubungan inilah yang terus
tumbuh selama organisasi formal itu ada yang dinamakan organisasi
informal. Hubungan interaksi ini tidak berstruktur sebagaimana struktur
organisasi sulit
Walaupun formal.
mengidentifikasi keberadaannya secara kasat mata, namun
keberadaan organisasi informal ini dapat dilihat dari tiga karakteristik, yaitu
norma perilaku, tekanan untuk menyesuaikan diri, dan kepemimpinan
informal (Sutisna, 1993 : 221).
D. Dimensi Organisasi
Dalam kacamata para ahli organisasi, dimensi struktur organisasi memiliki
keragaman pandangan, bahkan dikatakan tidak ada kesepakatan umum
diantara para teoritikus mengenai apa yang diartikan sebagai struktur
organisasi. (Robbins, 1994:91). Lebih jauh Robbins menyimpulkan bahwa
para teoritikus pada umumnya setuju dengan dimensi struktur organisasi
tetapi tidak setuju dengan definisi-definisi operasionalnya.
Dalam konteks itu Robbins mengemukakan tiga komponen yang menjadi
dimensi struktur organisasi, yaitu kompleksitas, formalisasi, dan
sentralisasi.
a. Kompleksitas
Kompleksitas adalah tingkat diferensiasi (perbedaan) yang ada di dalam
sebuah organisasi (Robbins, 1994:91). Diferensiasi dapat dilihat secara
horizontal, vertikal, dan spasial.
1) Diferensiasi horizontal
semakin banyak pekerjaan yaang harus dilakukan pegawai dalam
organisasi, maka semakin beragam pula organisasi tersebut. Kondisi nyata
dari diferensiasi horizontal adalah spesialisasi dan departementalisasi.
2) Diferensiasi vertikal
Pembedaan yang didasarkan pada kedalaman struktur. Semakin banyak
tingkatan yang terdapat diantara Top Management dan tingkat Hierarki yang
paling rendah, makin besar pula potensi terjadinya distorsi/gangguan dalam
komunikasi dan semakin sulit mengkoordinasi pengambilan keputusan dari
pegawai manajerial, sertamakin sukar bagi top management untuk
mengawasi kegiatan bawahannya.
3) Diferensiasi spasial
Pembedaan yang didasarkan pada kondisi geografis, yakni sejauh mana
lokasi (kantor) tempat produksi (barang/jasa), personalia, dan kantor pusat
tersebar secara geografis. Sekolah-sekolah dari satu yayasan yang tersebar
di berbagai kabupaten/kota merupakan salah satu organisasi yang
dikategorikan diferensiasi spasial.
b. Formalisasi
Formalisasi adalah tingkat sejauhmana pekerjaan di dalam organisasi
distandarkan. Formalisasi sebaiknya tertulis untuk dapat memberikan
kekuatan pada pengarahan perilaku pegawai. Dalam konteks itu formalisasi
diartikan sebagai sebuah tingkat dimana peraturan, prosedur, instruksi dan
komunikasi ditulis.
Teknik-teknik yang dapat digunakan untuk melakukan standarisasi perilaku
pegawai adalah seleksi (yang efektif) ; persyaratan peran (analisis yang
tepat) ; peraturan, prosedur, dan kebijaksanaan ; pelatihan ; dan ritual
(bagian dari budaya organisasi).
c. Sentralisasi
Sentralisasi adalah tingkat dimana pengambilan keputusan
dikonsentrasikan pada suatu titik tunggal dalam organisasi. Konsentrasi
keputusan yang tinggi adalah sentralisasi yang tinggi, sedangkan
konsentrasi keputusan yang rendah adalah sentralisasi yang rendah atau
disebut desentralisasi.
E. Desain Organisasi
Desain organisasi didasarkan pada elemen-elemen umum dalam
organisasi. Mintzberg (Robbins 1994 : 304) menyebutkan lima elemen
umum dalam suatu organisasi yaitu :
a. The operating core. Para pegawai yang melaksanakan pekerjaan
dasar yang berhubungan dengan produksi dari produk dan jasa. Dalam
organisasi sekolah pegawai ini adalah guru (pengajar), guru dikatakan
sebagai ujung tombak pendidikan yang berinteraksi langsung dengan
layanan jasa pembelajaran kepada peserta didik.
b. The strategic apec. Manager tingkat puncak yang diberi tanggung jawab
keseluruhan untuk organisasi. Pada organisasi sekolah, orang ini
adalah kepala sekolah.
c. The middle line. Para manager yang menjadi penghubung operating
core dengan strategic apex. Dalam konteks perguruan tinggi orang-
orang ini adalah para dekan yang bertugas memfasilitasi strategic apex
untuk terimplementasi pada level jurusan.
d. The techno structure. Para analis yang mempunyai tanggung jawab
untuk melaksanakan bentuk standarisasi tertentu dalam organisasi.
Dalam konteks organisasi pendidikan di Indonesia, masing jarang
sekolah yang memiliki tenaga ini.
b. The support staff. Orang-orang yang mengisi unit staf, yang memberi
jasa pendukung tidak langsung kepada organisasi. Di persekolahan staf
ini dikenal dengan tenaga administratif sekolah (TAS).
3. Manajemen Sekolah
A. Pengertian Manajemen sekolah

Manajemen sekolah menurut buku manajamen sekolah sebenarnya


merupakan aplikasi ilmu manajemen dalam bidang persekolahan. Ketika
istilah manajemen diterapkan dalam bidang pemerintahan akan menjadi
manajemen pemerintahan, dalam bidang pendidikan menjadi manajemen
pendidikan, begitu seterusnya.

Sedangkan menurut James Jr. manajemen sekolah adalah proses


pendayagunaan sumber-sumber manusiawi bagi penyelenggara sekolah
secara efektif. Sedangkan dalam konteks pendidikan ada juga
manajemen pendidikan.
B. Prinsip-Prinsip Manajemen
a. Prinsip Pembagian kerja
Bila sebuah usaha berkembang, maka bertambah pulalah bidang-bidang
pekerjaan yang harus ditangani. Maka pembagian kerja diantara semua
orang yang bekerja sama dalam suatu usaha tersebut menjadi sangat
penting
b. Prinsip Wewenang dan Tanggung Jawab
Wewenang dan tanggung jawab harus seimbang, sehingga setiap
orang dapat memberikan tanggung jawab sesuai dengan wewenang
yang diberikan kepadanya. Wewenang adalah hak memberikan
perintah-perintah dan kekuasaan meminta kepatuhan dari yang
diperintah.
c. Prinsip Tertib dan Disiplin
Hakekat dari kepatuhan adalah disiplin, yakni melakukan apa yang sudah
disetujui bersama antara pimpinan dan petugas atau para pekerja, baik
persetujuan yang tertulis, lisan maupun yang berupa peraturan-peraturan
atau kebiasaan-kebiasaan.

d. Prinsip Kesatuan Komando


Jika perintah datang dari hanya satu sumber, maka setiap orang juga
akan tahu kepada siapa ia harus bertanggung jawab sesuai dengan
wewenang yang telah diberikan kepadanya.
e. Prinsip Semangat Kesatuan
Hal ini harus dipahami oleh setiap anggota kelompok yang hendak melakukan
sebuah usaha bersama. Dengan perkataan lain, dalam sebuah usaha
bersama, setiap orang harus memiliki jiwa kesatuan: merasa senasib
sepananggungan, dari yang paling atas sampai yang paling bawah.

f. Prinsip Keadilan dan Kejujuran


Semangat kesatuan hanya dapat dibina jika prinsip keadilan dan kejujuran
diterapkan dengan baik sehingga setiap orang dapat bekerja dengan
sungguh-sungguh dan setia. Keadilan dituntut misalnya dalam penempatan
tenaga kerja yang harus benar-benar dipertimbangkan berdasarkan
pendidikan, pengalaman, dan keahlian seseorang.
4. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
a. Pengertian MBS
Manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai model
pengelolaan yang memberikan otonomi (kewenangan dan tanggung
jawab) lebih besar kepada sekolah, memberikan fleksibilitas/ keluwesan
keluwesan kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung
warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat
(orangtua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dan
sebagainya.),
b. Tujuan MBS
MBS bertujuan untuk meningkatkan kinerja sekolah melalui pemberian
kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar kepada sekolah
yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola sekolah yang
baik yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas.
c. Karakteristik MBS
Manajemen Berbasis Sekolah memiliki karakteristik yang perlu
dipahami oleh sekolah yang akan menerapkannya. Dengan kata lain,
jika sekolah ingin sukses dalam menerapkan MBS, maka sejumlah
karakteristik MBS berikut perlu dimiliki.
d. Tahap-tahap Pelaksanaan MBS

 Baca dan pahamilah sistem, budaya, dan sumberdaya yang ada di


sekolah secara cermat dan refleksikan kecocokannya dengan sistem,
budaya, dan sumberdaya baru yang diharapkan dapat mendukung
penyelenggaraan MBS;
 Identifikasikan sistem, budaya, dan sumberdaya yang perlu diperkuat
dan yang perlu diubah, dan kenalkan sistem, budaya, dan sumberdaya
baru yang diperlukan untuk menyelenggarakan MBS;
 Buatlah komitmen secara rinci yang diketahui oleh semua unsur yang
bertanggungjawab, jika terjadi perubahan sistem, budaya, dan
sumberdaya yang cukup mendasar;
• Bekerjalah dengan semua unsur sekolah untuk mengklarifikasikan visi,
misi, tujuan, sasaran, rencana, dan program-program penyelenggaraan
MBS;
• Hadapilah “status quo” (resistensi) terhadap perubahan, jangan
menghindar dan jangan menarik darinya serta jelaskan mengapa
diperlukan perubahan dari manajemen berbasis pusat menjadi MBS;
• Garisbawahi prioritas sistem, budaya, dan sumberdaya yang belum ada
sekarang, akan tetapi sangat diperlukan untuk mendukung visi, misi, tujuan,
sasaran, rencana, dan program-program penyelenggaraan MBS dan
doronglah sistem, budaya, dan sumberdaya manusia yang mendukung
penerapan MBS serta hargailah mereka (unsur-unsur) yang telah memberi
contoh dalam penerapan MBS; dan
• Pantaulah dan arahkan proses perubahan agar sesuai dengan visi, misi,
tujuan, sasaran, rencana, dan program-program MBS yang telah disepakati.
DAFTAR RUJUKAN
Sutisna, Oteng. 1993. Administrasi Pendidikan : Dasar Teoritis
Untuk Praktek Profesional. Bandung : Angkasa.
O’Connor, T. Foundations of Organizational Theory. Tersedia
online: http://www.apsu.edu/oconnort/4000/4000lect01.htm.

Eva Yulia. 2017. Manajemen Pendidikan Kejuruan. Malang.

Anda mungkin juga menyukai