Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH PANCASILA

KESEDERHANAAN DAN MENGUTAMAKAN KEJUJURAN

Disusun oleh :
Maudiah Rosa (C1B020188)

Dosen Pengampu :
Dr. Drs. Asep Machpudin, MM.

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2020
DAFTAR ISI

Contents
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................................................... 1
B. Tujuan ............................................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................................. 3
A. Kesederhanaan dan mengutamakan kejujuran .................................................................................. 3
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................................... 6
A. Kesimpulan ....................................................................................................................................... 6

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kejujuran adalah salah satu nilai moral yang harus dijunjung tinggi dalam segala aspek
kehidupan. Kejujuran harus menjadi landasan seseorang dalam berkata maupun berperilaku
disetiap aktivitas kehidupan. Kejujuran adalah wujud ketulusan hati atau kelurusan hati
seseorang dalam bertindak. Dengan demikian kejujuran dapat diartikan sebagai sikap hati yang
tulus atau lurus yang mendasari suatu tindakan. Kelurusanhati ini mengandaikan adanya
keselarasan antara hati dengan sesuatu yang benar atau lurus, seperti kebenaran yang diyakininya
atau kebenaran yang ada dalam aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat dimana seseorang
hidup. Kejujuran dalam arti inilah yang hendaknya diterapkan dalam kehidupan bersama
dimanapun dan kapanpun kita berada.

Begitu pentingnya kejujuran nampak dengan adanya UU No 12 Tahun 2012 tentang


Pendidikan Tinggi Pasal 1 Ayat (1) menjelaskan bahwa, pendidikan pada hakekatnya adalah
mengembangkan potensi diri peserta didik dengan dilandasi oleh kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan. Dengan demikian,
pendidikan mempunyai peran yang strategis dalam membangun karakter warga negara yang baik,
terutama mahasiswa sebagai kaum intelektual. Tujuan pendidikan bukan hanya untuk
mengembangkan intelegensi akademik mahasiswa, tapi juga membentuk mahasiswa yang
berkarakter dengan mengutamakan kejujuran sebagai landasan dalam setiap aktifitas. Kejujuran
akademik dalam lingkup perguruan tinggi, lebih pada aktifitas akademik masyarakat kampus,
khususnya mahasiswa yang sesuai dengan hakekat mereka sebagai kaum intelektual. Namun,
yang sekarang menjadi fenomena adalah merebaknya perilaku-perilaku ketidakjujuran
mahasiswa dalam konteks akademik. Dalam lingkup pendidikan, khususnya pada tingkat
perguruan tinggi dewasa ini kejujuran akademik seamakin terkikis. Misalnya, menyontek dalam
ujian, copy paste dalam pembuatan karya ilmiah, sampai pada tindakan menjualbelikan ijasah
dan gelar. Meskipun praktik-praktik demikian bersifat kasuistik atau dengan kata lain menjadi
tindakan dari segelintir orang saja, tanpa harus menggeneralisir semua masyarakat akademik
yang ada pada tingat perguruan tinggi, tetapi kita harus tetap melihat dan mengakui adanya
fenomena tersebut. Menjalankan ujian dengan tidak jujur dengan menyontek di kalangan calon-
calon sarjana seakan menjadi hal yang biasa. Bahkan bukan hanya itu saja, ada pula yang berani
mengambil, memodifikasi atau menjiplak karya ilmiah orang lain tanpa mencantumkan sumber
asli dan menjadikannya seperti karya ilmiah sendiri,atau yang disebut plagiat.

B. Tujuan
Tujuan merupakan titik puncak untuk merealisasikan aktifitas yang akan dilaksanakan
sehingga dapat dirumuskan secara jelas dan terarah. Pada penelitian ini, perlu adanya tujuan

1
yang berfungsi sebagai acuan pokok terhadap masalah yang akan diteliti sehingga dapat bekerja
secara terarah. Mencari data sebagai langkah pemecahan masalahnya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kesederhanaan dan mengutamakan kejujuran


Sekolah adalah tempat dimana anak-anak menemukan kejujuran, kesederhanaan . Di sana
anak-anak belajar tentang kejujuran, belajar tentang etika dan moral, belajar menjadi dirinya,
belajar saling mengasihi, belajar saling membagi. Di sana anak-anak memperoleh perlindungan
dari penipuan, kebohongan, kedustaan, di sana mereka belajar tentang demokrasi, kejujuran,
kebebasan berbependapat, cinta kasih. Pokoknya sekolah adalah tempat memanusiakan manusia
yang berkarakter mulia dan berbudi luhur. Dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen pada pasal 1 ayat 1 dikatakan bahwa, guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utamanya adalah mendidik, mengajar, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
perserta didik pada jalur pendidikan formal, serta pada jenjang pendidikan dasar, menengah,
termasuk pendidikan anak usia dini. Dalam konteks yang lebih luas keberadaan guru dalam
proses mengajar menjadi sesuatu yang vital, jika kemudian di maknai secara integral oleh para
guru. Sebab salah satu kunci dari keberhasilan dalam proses pembelajaran bukan hanya dilihat
dari aspek keberhasilan seorang siswa (murid) mendapatkan nilai yang bagus, tetapi yang lebih
penting adalah sejauh mana seorang guru membangun dan menanamkan nilai-nilai akhlak mulia
dalam konteks kehidupan sehari-hari. Sehingga kemudian diharapkan anak-anak didiknya
menjadi anak yang mempunyai karakter, disiplin, mandiri, jujur dan selalu berusaha
meningkatkan kemampuan dirinya.

Dan peran guru dalam membangun tradisi (budaya) kejujuran dilingkungan akademiknya
sangat penting dan luas. Di anggap sangat penting karena guru sering bersentuhan langsung
dengan anak-anak didiknya dalam proses pembelajaran, saat proses itulah peran-peran guru
menanamkan tradisi kejujuran kepada siswa-siswinya. Contoh sederhana peran guru dalam
membangun tradisi kejujuran kepada murid-muridnya, ketika ulangan, seorang guru harus
menyampaikan secara jujur agar tidak menyontek, baik kepada temannya maupun pada buku
catatan, pesan itu disampaikan dengan bahasa yang sederhana yang bisa ditangkap anak didiknya
dan itu harus dilakukan secara istiqomah dan tidak pernah berhenti menyampaikan pesan-pesan
moral. Sehingga pada akhirnya terwujudlah rumusan tujuan pendidikan nasional yaitu
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Dalam konteks pendidikan di Indonesia,
fenomena tentang kemerosotan nilai-nilai moral telah menjadi semacam lampu merah yang
mendesak semua pihak, untuk segera memandang penting sebuah sinergi bagi pengembangan
pendidikan karakter. Banyak bukti menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan karakter di
sekolah ternyata membantu menciptakan kultur sekolah menjadi lebih baik, peserta didik merasa
lebih aman, dan lebih mampu berkonsentrasi dalam belajar sehingga prestasi mereka meningkat.

3
Tetapi kenyataan yang ada sekarang dalam sistem pendidikan, sekolah mau tak mau menjadikan
guru sebagai agen yang mengawasi, menindas dan merendahkan martabat para siswa. Sekolah
menjadi lingkungan penuh sensor yang mematikan bakat dan gairah anak untuk belajar.
Pekerjaan dan kewajiban sekolah menjadi diktator yang memusnahkan kemampuan anak untuk
belajar menjadi dirinya. Sekolah/kampus bukan lagi tempat untuk belajar melainkan tempat
untuk mengadili dan merasa diadili.

Para pengkritik pendidikan melihat proses pendidikan tidak ubahnya sebagai penjara
sosial. Dimana proses yang terjadi di kelas adalah pemasungan kreativitas anak didik dan
karenanya pendidikan tidak pernah melahirkan manusia yang kritis dan cerdas. Hampir seluruh
kegiatan di sekolah belum banyak usaha nyata untuk menumbuhkan minat siswa untuk cinta
kepada kerja dan kerja keras, cinta kepada kejujuran, cinta kesederhanaan. Mentalitas jalan
pintas menjadi sebuah pilihan, rupanya sejalan dengan budaya bangsa kita. Jeane H. Ballantine
(1983) menyatakan bahwa fungsi pendidikan dalam masyarakat itu sebagai berikut:

• Fungsi sosialisasi, generasi baru belajar mengikuti pola perilaku generasi sebelumnya
tidak melalui lembaga-lembaga sekolah seperti sekarang ini. semua orang dewasa adalah
guru, tempat di mana anak-anak meniru, mengikuti dan berbuat seperti apa yang
dilakukan oleh orang-orang yang lebih dewasa. Mulai dari permulaan, anak-anak telah
dibiasakan berbuat sebagaimana dilakukan oleh generasi yang lebih tua. Hal itu
merupakan bagian dari perjuangan hidupnya. Segala sesuatu yang dipelajari adalah
berguna dan berefek langsung bagi kehidupannya sehari-hari. Sekolah sebagai lembaga
yang berfungsi untuk mempertahankan dan mengembangkan tatanan-tatanan sosial serta
kontrol sosial mempergunakan program-program asimilasi dan nilai-nilai subgrup
beraneka ragam, ke dalam nilai-nilai yang dominan yang memiliki dan menjadi pola
anutan bagi sebagiai masyarakat.

• Fungsi pelestarian Budaya Masyarakat, Sekolah juga harus melestanikan nilai-nilai


budaya yang masih layak dipertahankan seperti bahasa daerah, kesenian daerah, budi
pekerti dan suatu upaya mendayagunakan sumber daya lokal bagi kepentingan sekolah
dan sebagainya.

• Fungsi pendidikan dan Perubahan Sosial. Lembaga-lembaga pendidikan disamping


berfungsi sebagai penghasil nilai-nilai budaya baru, jg dapat memberikan kemudahan-
kemudahan serta memberikan dorongan bagi terjadinya perubahan sosial yang
berkelanjutan.

• Fungsi Sekolah dalam Masyarakat, Fungsi sekolah sebagai partner masyarakat akan
dipengaruhi pula oleh sedikit banyaknya serta fungsional tidaknya pendayagunaan
sumber-sumber belajar di masyarakat. Kekayaan sumber belajar dalam masyarakat

4
seperti adanya lembaga gereja, masjid, perpustakaan, museum, surat kabar, majalah dan
sebagainya dapat digunakan oleh sekolah dalam menunaikan fungsi pendidikan

Sesungguhnya peran guru dalam membangun tradisi kejujuran akademik ada tiga aspek,
pertama; membangun kejujuran harus dimulai dari dirinya sendiri sebagai seorang guru, yakni
antara perkataan, perbuatan dan tindakan harus sesuai dengan norma-norama yang berlaku.
Kedua; sebagai seorang guru, yang tugas utamanya adalah mendidik, melatih, mengarahkan,
menilai dan mengevaluasi kepada peserta didiknya, maka guru mempunyai kewajiban untuk
membentuk karakter anak didiknya memiliki sikap disiplin, jujur, mandiri, demokratis dan
bertangungjawab. Ketiga; guru secara akademik juga mempunyai tanggunjawab untuk
membesarkan lembaga (sekolah), maka dalam konteks ini guru harus mampu membangun dan
memberi keteladan kepada teman seprofesinya untuk terus menerus menanamkan nilai-nilai
kejujuran baik untuk dirinya (teman seprofesi), maupun peserta didiknya melalui mata pelajaran
yang di ampu.

Dengan demikian bangunan akademik yang mengedepankan nilai-nilai kejujuran akan


menjadi sebuah kebanggaan tersendiri, peserta didik bangga kepada lembaga (sekolah) dan
tenaga pendidiknya, guru bangga kepada peserta didik dan lembaganya, kepala sekolah bangga
dengan anak didik, guru (pendidik), lembaga (sekolah) yang di nakodainya dan semua bangga
dengan satu motto “KEJUJURAN”.

5
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kejujuran berasal dari kata Jujur yang oleh penulis mengartikan sebagai keterbukaan dari
jiwa yang putih bersih yang dinyatakan dalam suatu pernyatan, perkataan dan ungkapan sebagai
suatu pengakuan yang sesuai kebenaran dari fakta yang dilihat, diraba dan dirasakantanpa ada
yang tersembunyi sedikitpun kepada orang lain atau pihak lain. Contoh : Seorang anak yang
melihat langsung kejadian perampokan bank CIMB di Medan beberapa waktu yang lalu, pada
waktu anak ini memberikan kesaksian di kantor polisi anak tersebut memberikan keterangan
sesuai kejadian yang dilihat secara rinci tanpa ada sedikitpun yang tidak dia sampaikan kepada
polisi. Kejadian yang dilihat anak ini disampaikan secara jujur tanpa ada sedikitpun yang
tertinggal.

Jujur bermakna keselarasan antara apa yang dikatakan, diungkapkan dengan kenyataan
yang dilihat, diraba dan dirasakan. Jadi, kalau suatu informasi yang sesuai dengan fakta yang
dilihat, diraba dan dirasakan yang disampaikan secara benar tanpa ada yang ditutup-tutupi maka
penyampaiannya itu sudah dikatakan jujur, tetapi kalau dalam perkataannya diduga masih ada
yang belum terbuka sesuai fakta , maka orang tersebut dapat dikatakan berbohong atau berdusta.

Anda mungkin juga menyukai