Disusun oleh :
Maudiah Rosa (C1B020188)
Dosen Pengampu :
Dr. Drs. Asep Machpudin, MM.
Contents
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................................................... 1
B. Tujuan ............................................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................................. 3
A. Kesederhanaan dan mengutamakan kejujuran .................................................................................. 3
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................................... 6
A. Kesimpulan ....................................................................................................................................... 6
i
BAB I
PENDAHULUAN
B. Tujuan
Tujuan merupakan titik puncak untuk merealisasikan aktifitas yang akan dilaksanakan
sehingga dapat dirumuskan secara jelas dan terarah. Pada penelitian ini, perlu adanya tujuan
1
yang berfungsi sebagai acuan pokok terhadap masalah yang akan diteliti sehingga dapat bekerja
secara terarah. Mencari data sebagai langkah pemecahan masalahnya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Dan peran guru dalam membangun tradisi (budaya) kejujuran dilingkungan akademiknya
sangat penting dan luas. Di anggap sangat penting karena guru sering bersentuhan langsung
dengan anak-anak didiknya dalam proses pembelajaran, saat proses itulah peran-peran guru
menanamkan tradisi kejujuran kepada siswa-siswinya. Contoh sederhana peran guru dalam
membangun tradisi kejujuran kepada murid-muridnya, ketika ulangan, seorang guru harus
menyampaikan secara jujur agar tidak menyontek, baik kepada temannya maupun pada buku
catatan, pesan itu disampaikan dengan bahasa yang sederhana yang bisa ditangkap anak didiknya
dan itu harus dilakukan secara istiqomah dan tidak pernah berhenti menyampaikan pesan-pesan
moral. Sehingga pada akhirnya terwujudlah rumusan tujuan pendidikan nasional yaitu
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Dalam konteks pendidikan di Indonesia,
fenomena tentang kemerosotan nilai-nilai moral telah menjadi semacam lampu merah yang
mendesak semua pihak, untuk segera memandang penting sebuah sinergi bagi pengembangan
pendidikan karakter. Banyak bukti menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan karakter di
sekolah ternyata membantu menciptakan kultur sekolah menjadi lebih baik, peserta didik merasa
lebih aman, dan lebih mampu berkonsentrasi dalam belajar sehingga prestasi mereka meningkat.
3
Tetapi kenyataan yang ada sekarang dalam sistem pendidikan, sekolah mau tak mau menjadikan
guru sebagai agen yang mengawasi, menindas dan merendahkan martabat para siswa. Sekolah
menjadi lingkungan penuh sensor yang mematikan bakat dan gairah anak untuk belajar.
Pekerjaan dan kewajiban sekolah menjadi diktator yang memusnahkan kemampuan anak untuk
belajar menjadi dirinya. Sekolah/kampus bukan lagi tempat untuk belajar melainkan tempat
untuk mengadili dan merasa diadili.
Para pengkritik pendidikan melihat proses pendidikan tidak ubahnya sebagai penjara
sosial. Dimana proses yang terjadi di kelas adalah pemasungan kreativitas anak didik dan
karenanya pendidikan tidak pernah melahirkan manusia yang kritis dan cerdas. Hampir seluruh
kegiatan di sekolah belum banyak usaha nyata untuk menumbuhkan minat siswa untuk cinta
kepada kerja dan kerja keras, cinta kepada kejujuran, cinta kesederhanaan. Mentalitas jalan
pintas menjadi sebuah pilihan, rupanya sejalan dengan budaya bangsa kita. Jeane H. Ballantine
(1983) menyatakan bahwa fungsi pendidikan dalam masyarakat itu sebagai berikut:
• Fungsi sosialisasi, generasi baru belajar mengikuti pola perilaku generasi sebelumnya
tidak melalui lembaga-lembaga sekolah seperti sekarang ini. semua orang dewasa adalah
guru, tempat di mana anak-anak meniru, mengikuti dan berbuat seperti apa yang
dilakukan oleh orang-orang yang lebih dewasa. Mulai dari permulaan, anak-anak telah
dibiasakan berbuat sebagaimana dilakukan oleh generasi yang lebih tua. Hal itu
merupakan bagian dari perjuangan hidupnya. Segala sesuatu yang dipelajari adalah
berguna dan berefek langsung bagi kehidupannya sehari-hari. Sekolah sebagai lembaga
yang berfungsi untuk mempertahankan dan mengembangkan tatanan-tatanan sosial serta
kontrol sosial mempergunakan program-program asimilasi dan nilai-nilai subgrup
beraneka ragam, ke dalam nilai-nilai yang dominan yang memiliki dan menjadi pola
anutan bagi sebagiai masyarakat.
• Fungsi Sekolah dalam Masyarakat, Fungsi sekolah sebagai partner masyarakat akan
dipengaruhi pula oleh sedikit banyaknya serta fungsional tidaknya pendayagunaan
sumber-sumber belajar di masyarakat. Kekayaan sumber belajar dalam masyarakat
4
seperti adanya lembaga gereja, masjid, perpustakaan, museum, surat kabar, majalah dan
sebagainya dapat digunakan oleh sekolah dalam menunaikan fungsi pendidikan
Sesungguhnya peran guru dalam membangun tradisi kejujuran akademik ada tiga aspek,
pertama; membangun kejujuran harus dimulai dari dirinya sendiri sebagai seorang guru, yakni
antara perkataan, perbuatan dan tindakan harus sesuai dengan norma-norama yang berlaku.
Kedua; sebagai seorang guru, yang tugas utamanya adalah mendidik, melatih, mengarahkan,
menilai dan mengevaluasi kepada peserta didiknya, maka guru mempunyai kewajiban untuk
membentuk karakter anak didiknya memiliki sikap disiplin, jujur, mandiri, demokratis dan
bertangungjawab. Ketiga; guru secara akademik juga mempunyai tanggunjawab untuk
membesarkan lembaga (sekolah), maka dalam konteks ini guru harus mampu membangun dan
memberi keteladan kepada teman seprofesinya untuk terus menerus menanamkan nilai-nilai
kejujuran baik untuk dirinya (teman seprofesi), maupun peserta didiknya melalui mata pelajaran
yang di ampu.
5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kejujuran berasal dari kata Jujur yang oleh penulis mengartikan sebagai keterbukaan dari
jiwa yang putih bersih yang dinyatakan dalam suatu pernyatan, perkataan dan ungkapan sebagai
suatu pengakuan yang sesuai kebenaran dari fakta yang dilihat, diraba dan dirasakantanpa ada
yang tersembunyi sedikitpun kepada orang lain atau pihak lain. Contoh : Seorang anak yang
melihat langsung kejadian perampokan bank CIMB di Medan beberapa waktu yang lalu, pada
waktu anak ini memberikan kesaksian di kantor polisi anak tersebut memberikan keterangan
sesuai kejadian yang dilihat secara rinci tanpa ada sedikitpun yang tidak dia sampaikan kepada
polisi. Kejadian yang dilihat anak ini disampaikan secara jujur tanpa ada sedikitpun yang
tertinggal.
Jujur bermakna keselarasan antara apa yang dikatakan, diungkapkan dengan kenyataan
yang dilihat, diraba dan dirasakan. Jadi, kalau suatu informasi yang sesuai dengan fakta yang
dilihat, diraba dan dirasakan yang disampaikan secara benar tanpa ada yang ditutup-tutupi maka
penyampaiannya itu sudah dikatakan jujur, tetapi kalau dalam perkataannya diduga masih ada
yang belum terbuka sesuai fakta , maka orang tersebut dapat dikatakan berbohong atau berdusta.