Anda di halaman 1dari 31

PENGETAHUAN DAN TINGKAT KEPEDULIAN MAHASISWA

TENTANG KONSEPSI NIKAH DI BAWAH UMUR


(Studi Kasus pada Mahasiswa Departemen Pendidikan Teknik Elektro
Universitas Pendidikan Indonesia)

Makalah

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Sosial dan
Budaya yang diampu oleh Prof. Dr. H. Syahidin, M.Pd. dan Heny Mulyani, M.Pd.

disusun oleh :

Annisa Ratna Dewi NIM. 1708119


Gahan Naufal Iskandar NIM. 1705109
Muhamad Hasanul Fikri NIM. 1705135
Riana Sukma Dewi NIM. 1704900
Mochammad Luky Ramadhan NIM. 1700924

PROGRAM D3 TEKNIK ELEKTRO


DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkat
rahmat dan hidayah-Nya makalah mengenai “Pengetahuan dan Tingkat
Kepedulian Mahasiswa tentang Konsepsi Nikah di Bawah Umur” ini bisa
diselesaikan dengan tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
mengetahui pengetahuan mahasiswa tentang konsepsi nikah di bawah umur dan
mengetahui tingkat kepedulian mahasiswa tentang konsepsi nikah di bawah umur.
Kami sangat menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini kami
mendapat berbagai bantuan dari banyak pihak, karena itu dalam kesempatan ini
kami mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada :
1. Heny Mulyani, M. Pd. selaku Pembimbing Mata Kuliah Pendidikan Sosial
dan Budaya, dan
2. Rekan-rekan yang telah mendukung dalam penulisan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah mengenai “Pengetahuan dan Tingkat
Kepedulian Mahasiswa tentang Konsepsi Nikah di Bawah Umur” ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan makalah ini pada masa yang akan datang. Kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi kami pribadi dan bagi
para pembaca umumnya.

Bandung, November 2018


Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 1
1.3 Pendekatan dan Metode Penelitian ...................................................... 1
1.4 Sistematika Penulisan .......................................................................... 2
BAB II KAJIAN TEORI ......................................................................... 4
2.1 Perubahan Sosial .................................................................................. 4
2.2 Pernikahan ............................................................................................ 10
2.3 Kepedulian ........................................................................................... 13
2.4 Mahasiswa ............................................................................................ 14
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 17
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 17
3.2 Objek Penelitian ................................................................................... 17
3.3 Teknik Pengambilan Data .................................................................... 17
3.4 Teknik Analisis Data ............................................................................ 18
3.5 Hasil dan Analisis Penelitian ............................................................... 18
BAB IV PENUTUP .................................................................................. 25
4.1 Kesimpulan .......................................................................................... 25
4.2 Saran ..................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 26
LAMPIRAN .............................................................................................. 27
Lampiran 1. Format Pertanyaan ............................................................ 27
Lampiran 2. Partisipan Penelitian ......................................................... 28

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau
dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan
secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Menurut Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan “seorang laki-laki dikatakan
boleh menikah jika sudah berusia 19 tahun dan usia 16 tahun untuk
perempuan”. Namun, dilatar belakangi banyak faktor, hasil pengamatan kami
menunjukkan terdapat banyak pernikahan di bawah umur yang terjadi di
Indonesia dan pernikahan di bawah umur ini didominasi wilayah pedesaan.
Beberapa faktor yang menjadi pemicu terjadinya pernikahan di bawah umur
di antaranya faktor ekonomi, orang tua, pendidikan, pergaulan dan adat
istiadat.
Pada zaman sebelum teknologi berkembang begitu pesat, berdasarkan
hasil pengamatan kami, pernikahan di bawah umur sudah menjadi hal wajar
untuk dilakukan dikarenakan adanya beberapa faktor yang telah disebutkan.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, kami ingin mengetahui
bagaimana pengetahuan dan tingkat kepedulian mahasiswa tentang nikah di
bawah umur yang sering menjadi viral di media sosial.
Berbekal dari pengetahuan ini, kami melakukan sebuah penelitian tentang
perubahan sosial yang berjudul Pengetahuan dan Tingkat Kepedulian
Mahasiswa tentang Nikah di Bawah Umur.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam makalah ini, kami merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengetahuan mahasiswa Departemen Pendidikan Teknik
Elektro tentang konsepsi nikah di bawah umur?
2. Bagaimana tingkat kepedulian mahasiswa Departemen Pendidikan Teknik
Elektro dalam konsepsi nikah di bawah umur?

1.3 Pendekatan dan Metode Pemecahan Masalah


1.3.1 Pendekatan Pemecahan Masalah
Dalam memecahkan masalah, kami melakukan pendekatan interdisipliner
yaitu pendekatan pemecahan suatu masalah dengan menggunakan tinjauan
berbagai sudut pandang ilmu serumpun yang relevan secara terpadu.
Adapun alasan mengapa kami melakukan pendekatan interdisipliner pada
penelitian ini dikarenakan kami menemukan beberapa fakta adanya beberapa
faktor penyebab terjadinya pernikahan di bawah umur ini, di antaranya faktor
ekonomi, orang tua, pendidikan, pergaulan dan adat istiadat. Dari beberapa
2

faktor tersebut kami dapatkan bahwa pendekatan interdisipliner menjadi


pilihan terbaik dikarenakan permasalah tersebut terlihat menggunakan
disiplin Ilmu Sosial secara tersirat.

1.3.2 Metode Pemecahan Masalah


Berdasarkan kesesuaian dengan permasalahan, kami menemukan bahwa
metode pemecahan masalah dengan metode riset merupakan metode yang
sesuai dengan penelitian kami. Metode riset yaitu metode penelitian yang
dapat dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif. Adapun penelitian kami
dilakukan menggunakan data keduanya. Kuantitatif sebagai data yang diolah
dalam bentuk formula statistik merujuk pada rumusan masalah pengetahuan
Mahasiswa Departemen Pendidikan Teknik Elektro tentang konsepsi nikah di
bawah umur, sedangkan kualitatif sebagai data yang menekankan makna serta
penalaran yang merujuk pada tingkat kepedulian Mahasiswa Departemen
Pendidikan Teknik Elektro tentang konsepsi nikah di bawah umur.

1.4 Sistematika Penulisan


HALAMAN JUDUL
HALAMAN KATA PENGANTAR
HALAMAN DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penulisan latar belakang pada umumnya adalah penulisan yang berupa hal-hal
yang melatar belakangi kenapa makalah tersebut ditulis.
1.2 Rumusan Masalah
Berisi tentang beberapa hal atau masalah yang dipertanyakan dan nantinya
akan dibahas pada makalah secara mendalam.
1.3 Pendekatan dan Metode Pemecahan Masalah
Uraian tentang pendekatan dan metode pemecahan masalah yang dipilih dan
dilakukan beserta alasan dan kesesuaiannya dengan permasalahan.
1.4 Sistematika Penulisan
Menjelaskan isi makalah ini secara umum dengan per bab dan dideskripsikan
dalam bentuk paragraph
BAB II KAJIAN TEORI
Berisi mengenai peninjauan dari poin-poin penting yang menjadi topik
permasalah di dalam makalah. Kajian teori ini nantinya akan berguna untuk
mereview masalah-masalah yang mempunyai keterkaitan dengan topik
permasalahan.
3

BAB III METODE PENELITIAN


Bagian ini merupakan bagian yang bersifat prosedural, yakni bagian yang
mengarahkan pembaca untuk mengetahui bagaimana peneliti merancang alur
penelitiannya dari mulai pendekatan penelitian yang diterapkan, instrumen
yang digunakan, tahapan pengumpulan data yang dilakukan, hingga langkah-
langkah analisis data yang dijalankan.
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menyampaikan dua hal utama, yakni (1) temuan penelitian
berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data dengan berbagai kemungkinan
bentuknya sesuai dengan urutan rumusan permasalahan penelitian, dan (2)
pembahasan temuan penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian yang
telah dirumuskan sebelumnya.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yaitu rangkuman dari poin-poin penting yang termaktub di dalam
isi makalah yang telah di bahas secara panjang lebar.
5.2 Saran
Penulisan saran ini berisi tentang permintaan atau masukan dari penulis
kepada pembaca, seperti meminta untuk melengkapi hasil penelitiannya atau
mungkin bisa juga permintaan untuk memperbaiki apabila ditemukan indikasi
kesalahan atau memberi masukan agar penulis memperbaikinya.
HALAMAN DAFTAR PUSTAKA
HALAMAN LAMPIRAN
4

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Perubahan Sosial


2.1.1 Pengertian Perubahan Sosial
“Perubahan sosial diartikan sebagai perubahan-perubahan yang terjadi
dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya, timbul pengorganisasian
buruh dalam masyarakat kapitalis telah menyebabkan perubahan-perubahan
dalam hubungan antara buruh dan majikan dan seterusnya menyebabkan
perubahan-perubahan dalam organisasi ekonomi dan politik” (Soekanto, 2007
: 262).
Selain pengertian perubahan sosial tersebut, terdapat beberapa pendapat
ahli tentang pengertian dan cakupan perubahan sosial, yakni sebagai berikut:
a. Maclver mengatakan tentang perubahan-perubahan sosial,
dikatakannya
Perubahan-perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan dalam
hubungan sosial (social relationships) atau sebagai perubahan terhadap
keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial.
b. Gillin dan Gillin mengatakan tentang perubahan-perubahan sosial,
dikatakannya
Perubahan-perubahan sosial sebagai salah satu variasi dan cara-cara
hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi
geografis, kebudayaan materiil, dan komposisi penduduk, iseology
maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru
dalam masyarakat.
c. “Perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di
dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya,
termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola pikir perilaku diantar
kelompok-kelompok dalam masyarakat. Tekanan pada definisi
tersebut terletak pada lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai
himpunan pokok manusia, yang kemudian mempengaruhi segi-segi
struktur masyarakat lainnya” (Soekanto, 2007 : 263).
Berkaitan dengan hal lain, Lauer (1993 : 5) menyatakan bahwa perubahan
sosial akan dipandang sebagai sebuah konsep yang serba mencakup, yang
menunjuk kepada perubahan fenomena sosial di berbagai tingkat kehidupan
manusia, mulai dari tingkat kehidupan manusia, mulai dari tingkat individual
hingga tingkat dunia.
Dengan demikian, perubahan sosial akan terjadi seiring dengan dinamika
masyarakat dan merupakan hal penting dalam memenuhi kebutuhan dan
tuntunan kehidupan masyarakat. Perubahan sosial juga seringkali dipengaruhi
faktor-faktor dari luar, seperti paham, pandangan hidup dan cara hidup
5

masyarakat, yang secara umum dan perlahan mulai diterima oleh kelompok
atau masyarakat lain sebagai suatu kelaziman.

2.1.2 Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial dan Budaya


Perubahan sosial dan kebudayaan dapat dibedakan dalam beberapa
bentuk, yaitu sebegai berikut:
a. Perubahan Lambat dan Perubahan Cepat
“Perubahan-perubahan yang memerlukan waktu lama, dan rentetan-
rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat dinamakan
evolusi. Pada evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau
kehendak tertentu. Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat
untuk menyesuaikan diri dengan keperluan-keperluan, keadaan-keadaan, dan
kondisi-kondisi baru, yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat.
Rentetan-rentetan perubahan tersebut tidak perlu sejalan dengan rentetan
peristiwa-peristiwa di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan”
(Soekanto, 2007 : 269).
Ada bermacam-macam teori tentang evolusi, yang pada umumnya dapat
digolongkan ke dalam beberapa kategori sebagai berikut:
1) Unlinear theories of evolution
Teori ini pada pokoknya berpendapat bahwa manusia dan
masyarakat (termasuk kebudayaannya) mengalami perkembangan
sesuai dengan tahap-tahap tertentu, bermula dari bentuk yang
sederhana, kemudian bentuk yang kompleks sampai pada tahap yang
sempurna. Pelopor-pelopor teori tersebut antara lain August Conte,
Herbert Spencer, dan lain-lain.
2) Universal theory of evolution
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidaklah
perlu melalui tahap-tahap tertentu yang tetap. Teori ini
mengemukakan bahwa kebudayaan manusia telah mengikuti suatu
garis evolusi yang tertentu. Prinsip-prinsip teori ini diuraikan oleh
Herbert Spencer yang antara lain mengatakan bahwa „masyarakat
merupakan hasil perkembangan dari kelompok homogeny ke
kelompok yang heterogen, baik sifat maupun susunannya.‟
3) Multilined theories of evolution
“Teori ini lebih menekankan pada penelitian-penelitian terhadap
tahap-tahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat,
misalnya mengadakan penelitian perihal pengaruh perubahan sistem
pencaharian dari sistem berburu ke sistem pertanian, terhadap sistem
kekeluargaan dalam masyarakat yang bersangkutan dan seterusnya”
(Soekanto, 2007 : 269-270).
6

Soekanto (270-271) mengemukakan secara sosiologis, agar satu revolusi


dapat terjadi, harus dipenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain sebagai
berikut.
a) Harus ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan. Di dalam
masyarakat, harus ada perasaan tidak puas terhadap keadaan dan suatu
keinginan untuk mencapai perbaikan dengan perubahan keadaan tersebut.
b) Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu
memimpin masyarakat tersebut.
c) Adanya pemimpin dapat menampung keinginan-keinginan masyarakat
untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas tadi
menjadi program dan arah gerak.
d) Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada
masyarakat. Artinya tujuan tersebut terutama bersifat konkret dan dapat
dilihat oleh masyarakat. Di samping itu, diperlukan juga suatu tujuan yang
abstrak, misalnya, perumusan sesuatu ideologi tertentu.
e) Harus ada “momentum”, yaitu saat dimana segala keadaan dan faktor
sudah tepat dan baik untuk memenuhi suatu gerakan. Apabila
“momentum” keliru, revolusi dapat gagal.

b. Perubahan Kecil dan Perubahan Besar


Wilbert E. Moore (Soekanto, 2007 : 271) mengemukakan perubahan kecil
merupakan perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang
tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat.
“Proses industrialisasi yang berlangsung pada masyarakat agraris,
misalnya, merupakan perubahan yang akan membawa pengaruh besar pada
masyarakat. Berbagai lembaga kemasyarakatan akan ikut terpengaruh
misalnya hubungan kerja, sistem milik tanah, hubungan kekeluargaan,
stratifikasi masyarakat, dan seterusnya” (Soekanto, 2007 : 271-272).

c. Perubahan yang Direncanakan dan Perubahan yang Tidak Direncanakan


1) Perubahan yang Direncanakan
Perubahan yang direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan
atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang
hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat.
2) Perubahan yang Tidak Direncanakan
Perubahan yang tidak direncanakan merupakan perubahan-perubahan yang
terjadi tanpa dikehendaki, berlangsung diluar jangkauan pengawasan
masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat sosial yang
tidak diharapkan masyarakat.
7

2.1.3 Penyebab Perubahan Sosial dan Kebudayaan


Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial dan kebudayaan
dapat ditinjau dari berbagai hal yang saling berhubungan dan berkaitan
antara satu dengan yg lain. Soekanto (2007 : 275-282) mengemukakan
sebab-sebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri antara lain
sebagai berikut:
a. Bertambah atau Bekurangnya penduduk
Pertambahan penduduk yang sangat cepat di pulau Jawa menyebabkan
terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, terutama lembaga-
lembaga kemasyarakatannya. Misal, orang lantas mengenal hak individual
atas tanah, sewa tanah, gadai tanah, bagi hasil dan selanjutnya, yang
sebelumnya tidak dikenal.
Berkurangnya penduduk mungkin disebabkan berpindahnya penduduk
dari desa ke kota atau dari daerah ke daerah lain (misalnya transmigrasi).
Perpindahan penduduk mengakibatkan kekosongan, misalnya dalam
bidang pembagian kerja dan stratifikasi sosial, yang mempengaruhi
lembaga-lembaga kemasyarakatan.

b. Pemenuman-penemuan Baru
Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan-
perubahan dapat dibedakan dalam pengertian-pengertian discovery dan
invention. Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan yang baru, baik
berupa alat, ataupun yang berupa gagasan yang diciptakan oleh seorang
individu atau serangkaian ciptaan para individu. Discovery baru menjadi
invention kalau masyarakat sudah mengakui, menerima serta menerapkan
penemuan baru itu.

c. Pertentangan (Conflict) Masyarakat


Pertentangan (Conflict) masyarakat mungkin pula terjadi sebab
terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan. Pertentangan-pertentangan
mungkin terjadi antara individu dengan kelompok atau perantara
kelompok dengan kelompok.
Umumnya masyarakat-masyarakat tradisional di Indonesia bersifat
kolektif. Segala kegiatan-kegiatan didasarkan kepada kepentingan
masyarakat. Kepentingan individu walaupun diakui, tetapi mempunyai
fungsi sosial. Tidak jarang timbul pertentangan antara kepentingan
individu dengan kepentingan kelompoknya, yang dalam hal-hal tertentu
dapat menimbulkan perubahan-perubahan.
8

d. Terjadinya Pemberontakan atau Revolusi


Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat bersumber pada sebab-
sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri, antara lain sebagai
berikut:
1) Sebab-sebab yang Berasal dari Lingkungan Alam Fisik yang Ada di
Sekitar Manusia
Terjadinya gempa bumi, topan, banjir besar, dan lain-lain mungkin
menyebabkan masyarakat yang mendiami daerah-daerah tersebut
terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya. Apabila masyarakat
tersebut mendiami tempat tinggalnya yang baru, mereka harus
menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru tersebut.
Kemungkinan hal tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan-
perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatannya. Sebab yang
bersumber pada lingkungan alam fisik kadang-kadang ditimbulkan
oleh tindakan para warga masyarakat itu sendiri. Misalkan
penggunaan tanah secara sembrono tanpa memperhitungkan
kelestarian humus tanah, penebangan hutan tanpa memikirkan
penanaman kembali, dan lain sebagainya.
2) Peperangan
Peperangan dengan negara lain dapat pula menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan karena biasanya negara yang menang akan
memaksakan kebudayaan pada negara yang kalah. Contohnya adalah
negara-negara yang kalah dalam Perang Dunia Kedua banyak sekali
mengalami perubahan dalam lembaga kemasyarakatannya. Negara-
negara yang kalah dalam Perang Dunia Kedua seperti Jerman dan
Jepang mengalami perubahan-perubahan besar dalam masyarakat.
3) Pengaruh Kebudayaan Masyarakat Lain
Apabila sebab-sebab perubahan bersumber pada masyarakat lain, itu
mungkin terjadi karena kebudayaan dari masyarakat lain
melancarkan pengaruhnya. Hubungan yang dilakukan secara fisik
antara dua masyarakat mempunyai kecenderungan untuk
menimbulkan pengaruh timbal balik. Artinya, masing-masing
masyarakat mempengaruhi masyarakat lainnya, tetapi juga menerima
pengaruh dari masyarakat lain itu.

2.1.4 Problematika Modernisasi, Westernisasi dan Peran


Pendidikan
a. Modernisasi
1) Pengertian Modernisasi
Kata modern berasal dari kata “modo” yang artinya yang kini.
Sehingga kata modernisasi dapat diartikan sebagai cara hidup yang
kekinian atau sesuai dengan keadaan atau konteks masa sekarang.
9

Menurut Wilbert E. Moore (Omika, 2012 : 1) modernisasi


mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama yang
tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial
ke arah pola-pola ekonomi dan politis yang menjadi ciri negara-negara
barat yang stabil.
2) Syarat-syarat Modernisasi
Modernisasi pada hakikatnya mencakup bidang-bidang yang
sangat banyak. Syarat-syarat suatu modernisasi adalah sebagai
berikut:
a) Cara berpikir yang ilmiah yang melembaga dalam kelas
penguasa maupun masyarakat.
b) Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar
mewujudkan birokrasi yang baik, jauh dari KKN, serta
semangat kerja yang tinggi.
c) Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur dan
terpusat pada suatu lembaga atau badan tertentu. Misalnya BPS
(Badan Pusat Statistik) yang menjadi sumber data bagi
pemerintah.
d) Penciptaan iklim yang favorable (kondusif) dalam masyarakat
terhadap modernisasi dengan cara menggunakan alat-alat
komunikasi massa.
e) Kedisiplinan yang tinggi, tetapi tidak melanggar HAM warga
negara.
f) “Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial
(social planning)” (Omika, 2012 : 1-2).
3) Proses Modernisasi
Menurut Samuel Huntington (Santosa, 2009 : 7) proses
modernisasi mengandung beberapa ciri pokok sebagai berikut:
a) Merupakan proses bertahap, dari tatanan hidup yang primitif-
sederhana menuju kepada tatanan yang lebih maju dan
kompleks.
b) Merupakan proses homogenisasi. Modernisasi membentuk
struktur dan kecenderungan yang serupa pada banyak
masyarakat. Penyebab utama proses homogenisasi ini adalah
perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan
transportasi. Contoh : fenomena coca colonization, Mc World
serta Californiazation.
c) Terwujud dalam bentuk lahirnya sebagai: Amerikanisasi dan
Eropanisasi.
d) Merupakan proses yang tidak bergerak mundur, tidak dapat
dihindari dan tidak dapat dihentikan.
10

e) Merupakan proses progresif (ke arah kemajuan), meskipun tidak


dapat dihindari adanya dampak (samping).
f) Merupakan proses evolusioner, bukan revolusioner dan radikal;
hanya waktu dan sejarah yang dapat mencatat seluruh proses,
hasil maupun akibat-akibat serta dampaknya.
4) Dampak Positif dan Negatif Modernisasi
a) Dampak Positif Modernisasi
1) Perubahan tata nilai dan sikap
2) Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
3) Tingkat kehidupan yang lebih baik
b) Dampak Negatif Modernisasi
1) Pola hidup konsumtif
2) Sikap individualistik
3) Gaya hidup kebarat-baratan
4) Kesenjangan sosial
5) Kriminalitas

b. Westernisasi
Westernisasi merupakan sikap meniru dan menerapkan unsur
kebudayaan barat apa adanya tanpa seleksi. Westernisasi dapat
berlangsung terutama melalui media cetak dan elektronik, seperti
buku, majalah, televisi, video dan internet. Westernisasi dapat
berlangsung pada setiap generasi baik anak-anak, remaja ataupun
orang tua yang kurang peka terhadap nilai kepribadian bangsa
Indonesia.

c. Peran Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu elemen yang penting dalam
membentuk peradaban manusia yang lebih beradab, sesuai dengan
kelayakan dan kepatutannya sebagai manusia ciptaan Tuhan.
Sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang,
pendidikan merupakan hak dasar dari setiap warga negara, yang
menimbulkan konsekuensi bahwa pemerintah harus memberikan
pelayanan yang baik dan merata di bidang pendidikan bagi seluruh
warga negara.

2.2 Pernikahan
2.2.1 Pengertian Pernikahan
Menurut Soemiyati, „pengertian pernikahan atau perkawinan ialah
perjanjian perikatan antara seseorang laki-laki dan seorang wanita.‟ Perjanjian
dalam hal ini bukan sembarang perjanjian tapi perjanjian suci untuk
11

membentuk keluarga antara seorang laki-laki dan seorang wanita. Suci di sini
dilihat dari segi keagamaan dari suatu pernikahan.

2.2.2 Syarat-syarat Pernikahan


a. Syarat-syara Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan
1) Syarat-syarat Materiil
a) Syarat materiil secara umum adalah sebagai berikut:
 Harus ada persetujuan dari kedua belah pihak calon
mempelai. Arti persetujuan yaitu tidak seorang pun dapat
memaksa calon mempelai perempuan dan calon mempelai
laki-laki, tanpa persetujuan kehendak yang bebas dari
mereka. Persetujuan dari kedua belah pihak calon mempelai
adalah syarat yang relevan untuk membina keluarga.
 Usia calon mempelai pria sekurang-kurangnya harus sudah
mencapai 19 tahun dan pihak calon mempelai wanita harus
sudah berumur 16 tahun.
 Tidak terikat tali perkawinan dengan orang lain.
b) Syarat materiil secara khusus, yaitu:
 Tidak melanggar larangan perkawinan yang diatur Undang
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 8,
Pasal 9 dan Pasal 10, yaitu larangan perkawinan antara dua
orang yaitu:
1. Hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah
atau ke atas.
2. Hubungan darah garis keturunan ke samping.
3. Hubungan semenda.
4. Hubungan susuan.
5. Hubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi.
6. Mempunyai hubungan dengan agama atau peraturan
yang berlaku dilarang kawin.
7. Telah bercerai untuk kedua kalinya, sepanjang hukum
masing-masing agama dan kepercayaan tidak
menentukan lain.
 Izin dari kedua orang tua bagi calon mempelai yang belum
berumur 21 tahun. Yang berhak memberi izin kawin yaitu:
1) Orang tua dari kedua belah pihak calon mempelai.
Jika kedua orang tua masih ada, maka izin diberi bersama
oleh kedua orang tua calon mempelai. Jika orang tua laki-laki
telah meninggal dunia, pemberian izin perkawinan beralih
12

kepada orang tua perempuan yang bertindak sebagai wali.


Jika orang tua perempuan sebagai wali, maka hal ini
bertentangan dengan perkawinan yang diatur Hukum Islam
karena menurut Hukum Islam tidak boleh orang tua
perempuan bertindak sebagai wali.
2) Apabila salah seorang dari kedua orang tua telah
meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu
menyatakan kehendaknya disebabkan:
1. Oleh karena misalnya berada di bawah kuratele.
2. Berada dalam keadaan tidak waras.
3. Tempat tinggalnya tidak diketahui.
Maka izin cukup diberikan oleh orang tua yang masih hidup
atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
3) Apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau
kedua-duanya dalam keadaan tidak mampu menyatakan
kehendaknya maka izin diperoleh dari:
1. Wali yang memelihara calon mempelai.
2. Keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis
keturunan ke atas selama masih hidup dan dalam keadaan
dapat menyatakan kehendaknya.
4) Jika ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang
disebut dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan Pasal 6 ayat (2), (3) dan (4) atau seorang
atau lebih di antara orang-orang tidak ada menyatakan
pendapatnya, pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal
orang yang hendak melangsungkan perkawinan bertindak
memberi izin perkawinan.
2) Syarat-syarat Formal
a) Pemberitahuan kehendak akan melangsungkan perkawinan
kepada pegawai pencatat perkawinan
b) Pengumuman oleh pegawai pencatat perkawinan
c) Pelaksanaan perkawinan hukum agama dan kepercayaan
masing-masing
d) Pencatatan perkawinan oleh pegawai pencatat perkawinan.
13

2.2.3 Batas Usia Menikah


Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1974
Tentang
Perkawinn

Bab II
Syarat-syarat Perkawinan
(1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam
belas) tahun.
(2) Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta
dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua
orang tua pihak pria maupun pihak wanita.
(3) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua
orang tua tersebut dalam Pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini,
berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini
dengan tidak mengurangi yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).

Berdasarkan Undang-Undang yang telah disebutkan di atas dapat


diketahui bahwa batas perkawinan bagi laki-laki adalah 19 (Sembilan belas)
tahun dan bagi wanita adalah 16 (enam belas) tahun. Namun, jika
disinkronkan dengan fakta lapangan, banyak masyarakat yang mengabaikan
syarat-syarat perkawinan tersebut.

2.3 Kepedulian
2.3.1 Pengertian Kepedulian
Kata peduli memiliki makna yang beragam. Menurut May (Leininger,
1981) mendefinisikan kepedulian sebagai perasaan yang menunjukkan sebuah
hubungan dimana kita mempersoalkan kehadiran orang lain, terdapat
hubungan pengabdian juga, bahkan mau menderita demi orang lain.
Kepedulian juga dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang memiliki tiga
komponen, yaitu:
1. Pemahaman dan empati kepada perasaan dan pengalaman orang lain
2. Kesadaran kepada orang lain
3. Kemampuan untuk bertindak berdasarkan perasaan tersebut dengan
perhatian dan empati.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepedulian
merupakan cara memelihara hubungan dengan orang lain yang bermula dari
perasaan dan ditunjukkan dengan perbuatan seperti memperhatikan orang
lain, berbelaskasih dan menolong.
14

2.3.2 Tujuan Kepedulian


Leininger (1981) mengemukakan adapun maksud dari kepedulian dapat
ditunjukkan dengan melihat tujuan dari kepedulian tersebut. Tujuan
pertama dari kepedulian adalah untuk memudahkan pencapaian self
actualization satu sama lain. Mencapai potensial secara maksimal
merupakan tujuan yang paling penting dalam kehidupan.
Tujuan berikutnya adalah “memperbaiki perhatian seseorang, kondisi,
pengalaman, dan kemudian untuk melanjutkan hubungan dengan
kepedulian, dan mengekspresikan perasaan mengenai hubungan”
(Leininger, 1981).

2.4 Mahasiswa
2.4.1 Pengertian Mahasiswa
a. “Mahasiswa adalah pelajar perguruan tinggi serta dalam struktur
pendidikan Indonesia menduduki jenjang satuan pendidikan tertinggi
di antara yang lainnya” (KBBI).
b. “Mahasiswa merupakan setiap orang yang secara resmi telah
terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas
usia sekitar antara 18–30 tahun. Mahasiswa adalah suatu kelompok
dalam masyarakat yang memperoleh status karena memiliki ikatan
dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan seorang calon
intelektual ataupun cendekiawan muda dalam suatu lapisan
masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat dalam
masyarakat itu sendiri” (Sarwono : 1978).

2.4.2 Peran Mahasiswa


a. Mahasiswa sebagai Iron Stock
Mahasiswa sebagai “iron stock”, kita sebagai mahasiswa diharapkan
menjadi manusia–manusia yang memiliki kemampuan dan akhlak yang
mulia, di sini kita berperan sebagai pengganti generasi-generasi
sebelumnya. Yaitu kita sebagai cikal bakal atau cadangan untuk masa
yang akan memajukan bangsa kita ini. Karena kalau bukan kita
generasi-generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa, maka siapa
lagi yang akan memajukan bangsa kita yang tercinta ini tanah air
Indonesia.

b. Mahasiswa sebagai Agent of Change


Mahasiswa sebagai “agent of change”, sesuai dengan artinya agen
perubahan, kita sebagai mahasiswa juga berperan sebagai agen
perubahan untuk masyarakat, sebab mahasiswa itu sebagai langkah
terakhir kita untuk para pelajar dalam menempuh pendidikan yang lebih
15

tinggi, dari yang dulu kita berstatus sebagai siswa sekarang sudah
berstatus mahasiswa, dari namanya saja maha-siswa, mahasiswa itu
seperti ditinggikan. Dengan gelar kita para mahasiswa sebagai agen
perubahan, kita harus bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu
setinggi-tingginya agar kita bisa mengaplikasikan gelar yang telah
diberikan atau dipercaya oleh masyarakat kepada kita sebagai agen
perubahan bangsa yang lebih maju. Bukan malah membuat gelar itu
hanya menempel di nama kita sebagai mahasiswa, sebab gelar yang
telah diberikan kepada mahasiswa sebagai agen perubahan itu bukan
diberikan begitu saja tetapi di dalam gelar itu terdapat sebuah harapan
untuk perubahan bangsa kita ini, dari bangsa yang tidak terarah menjadi
bangsa yang lebih terarah. Kebanyakan mahasiswa mungkin tidak
menyadari bahwa kita sebagai mahasiswa telah menjadi tumpuan
“kebangkitan” untuk bangsa kita yang lebih maju lagi.

c. Mahasiswa sebagai Guardian of Value


Mahasiwa sebagai “guardian of value”. Guardian of value artinya
penjaga nilai-nilai. Sesuai dengan artinya di sini kita sebagai mahasiswa
berperan sebagai penjaga nilai-nilai, nilai-nilai tersebut bukanlah nilai-
nilai yang negatif malainkan nilai-nilai yang positif. Nilai positif yang
bisa membawa negara ini lebih maju yaitu nilai “kebaikan” yang ada
dalam masyarakat Indonesia. Kita sebagai mahasiswa jangan
membiarkan nilai kebaikan yang dari dulu telah ada itu hilang, terus
berubah menjadi nilai keburukan kepada masyarakat Indonesia. Kita
sebagai mahasiswa telah dipercaya sebagai kalangan muda yang
mampu menjaga dan mencari nilai-nilai kebaikan yang lebih baik lagi.
Sekarang ini sudah banyak nilai-nilai keburukan yang ada dalam negara
kita seperti maraknya terjadi korupsi oleh pejabat-pejabat besar,
hukum-hukum yang berlaku di negara ini bagaikan pusau yang tajam
kebawah dan tumpul keatas, maksudnya yaitu kalangan-kalangan
bawah yang ekonominya lemah yang mencuri sandal jepit hukumannya
lebih berat dibandingkan pejabat-pejabat tinggi yang telah melakukan
korupsi, yang notabenenya telah mengambil uang negara. Maka dari
itu, kita sebagai mahasiswa harus bisa menghilangkan budaya buruk
seperti itu, dan kita harus menjaga nilai-nilai kebaikan yang sudah ada
agar kita bias mengarahkan negara ini ke arah yang lebih maju lagi.

d. Mahasiswa sebagai Moral Force


Mahasiswa sebagai “moral force”, kita sebagai mahasiswa berperan
sebagai kekuatan moral. Gelar moral force ini diberikan kepada kita
sebagai mahasiswa oleh masyarakat, sebab kitalah yang akan menjadi
16

kekuatan moral untuk negara. Kita sebagai mahasiswa harus memiliki


acuan dasar dalam berperilaku. Acuan dasar itu adalah tingkah laku,
perkataan, cara berpakaian, cara bersikap dan lain sebagainya yang
berhubungan dengan moral yang baik. Semua acuan itu harus kita
perbaiki agar kita memiliki moral yang baik, bukanya moral yang
buruk. Di sinilah kita keintelektualan kita dituntut dalam kekuatan
moral kita di dalam masyarakat.

e. Mahasiswa sebagai Social Control


Mahasiswa sebagai “social control”, sebagia mahasiswa kita harus
berperan sebagai pengontrol kehidupan sosial. Dalam hal ini kita bisa
mengontrol kehidupan masyarakat, dengan cara kita sebagai mahasiswa
menjadi jembatan antara masyarakat dengan pemerintah.
Menyampaikan aspirasi yang telah dikeluarkan oleh masyarakat kepada
pemerintah. Mahasiswa juga sebagai gerakan yang mengkritisi
kebutuhan politik ketika ada kebijakan diberikan oleh pemerintah yang
tidak baik atau tidak bijak bagi masyarakat. Cara mahasiswa
mengkritisi kepemerintahan tersebut juga dengan banyak cara,
contohnya dengan menyampaikan aspirasi lewat media massa maupun
dengan berdemonstrasi, dll.
17

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.1.1 Lokasi
Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Universitas Pendidikan
Indonesia.

3.1.2 Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan dimulai pada tanggal 2 November 2018 sampai 8
November 2018.

3.2 Objek Penelitian


Objek penelitian merupakan mahasiswa yang terdaftar di Departemen
Pendidikan Teknik Elektro Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia. Berdasarkan data yang kami dapat total ada
589 mahasiswa yang terdaftar di Departemen Pendidikan Teknik Elektro Fakultas
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Universitas Pendidikan Indonesia. Adapun
responden yang kami jadikan sampel berjumlah 35 responden.
Pengambilan sampel yang kami lakukan adalah dengan cara membuat isian
google form yang kami sebar lewat media sosial seperti grup Line kelas,
Himpunan Mahasiswa Elektro dan diharapkan bisa tersebar ke seluruh mahasiswa
Departemen Pendidikan Teknik Elektro.
Teknik pengambilan sampel yang kami gunakan adalah teknik pengambilan
sampel accidental sampling. Teknik accidental sampling merupakan teknik
penentuan sampel tanpa sengaja (accidental). Penentuan sampel tanpa sengaja di
sini dimaksudkan pada data responden yang kebetulan hanya 35 responden yang
mengisi google form.

3.3 Teknik Pengambilan Data


Data yang dibutuhkan dalam makalah ini adalah data yang bersifat kuantitatif
untuk meninjau pengetahuan mahasiswa tentang konsepsi nikah di bawah umur
dan data yang bersifat kualitatif, yaitu jawaban yang berupa pemahaman dan tidak
dapat diukur dengan angka, yaitu berupa pendapat responden tentang objek yang
menjadi penelitian.
Sumber data yaitu sumber subjek dari tempat data bisa didapatkan. Dan
dalam penelitian ini, dikarenakan penulis menggunakan angket isian dalam bentuk
google form, maka sumber data itu merupakan responden, yakni orang yang
menjawab pertanyaan penulis.
18

Pertanyaan yang diajukan merupakan pertanyaan yang sudah penulis rancang


agar jawabannya merujuk pada tercapainya tujuan dari makalah ini.
Adapun alasan mengapa pengambilan data dilakukan dengan isian google
form, hal ini dikarenakan kurangnya koordinasi waktu antar anggota yang
memerlukan waktu cepat dan efektif dalam penelitian ini.

3.4 Teknik Analisis Data


Data yang kami analisis merupakan data kuantitatif dan data kualitatif. Data
yang bersifat kuantitatif untuk meninjau pengetahuan mahasiswa tentang konsepsi
nikah di bawah umur, dalam hal ini kami menggunakan persentase untuk
menjawab rumusan masalah nomor 1.
Data yang bersifat kualitatif, yaitu jawaban yang berupa pemahaman dan
tidak dapat diukur dengan angka, yaitu berupa pendapat responden tentang objek
yang menjadi penelitian, dalam hal ini kami menggunakan alasan deskriptif
analitik untuk menjawab rumusan masalah nomor 2.

3.5 Hasil dan Analisis Penelitian


3.5.1 Pengetahuan Mahasiswa tentang Konsepsi Nikah di Bawah Umur
a. Hasil Isian Google Form

b. Hasil Analisis
Dari hasil isian google form yang tertera di atas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa responden paham dan memiliki pengetahuan
tentang konsepsi nikah di bawah umur dan pengetahuan bahwa batas
umur seseorang dikatakan belum siap menikah adalah 15 tahun.
19

3.5.2 Tingkat Kepedulian Mahasiswa tentang Konsepsi Nikah di


Bawah Umur
a. Hasil Isian Google Form
20
21
22
23
24

b. Hasil Analisis
Berdasarkan hasil isian google form dan dengan melakukan
penelitian kualitatif, penulis dapat menyimpulkan bahwa responden
paham dan peduli dengan konsepsi nikah di bawah umur yang kini
terjadi di Indonesia. Hal tersebut responden kembali dasarkan pada
psikologi anak di bawah umur yang mentalnya masih belum siap
secara fisik dan materil pun. Pernikahan bukanlah hanya tentang
pelampiasan hasrat sexualitas tetapi tentang kesiapan secara fisik dan
psikis. Responden juga memahami bahwa anak di bawah umur masih
berada dalam masa pertumbuhan yang masih perlu binaan orang tua
dan pengawasan orang tua.
25

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa responden
dalam hal ini mahasiswa Departemen Pendidikan Teknik Elektro paham
dan memiliki pengetahuan tentang konsepsi nikah di bawah umur dan
pengetahuan bahwa batas umur seseorang dikatakan belum siap menikah
adalah 15 tahun.
2. Dari hasil penelitian ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa responden
dalam hal ini mahasiswa Departemen Pendidikan Teknik Elektro paham
dan peduli dengan konsepsi nikah di bawah umur yang kini terjadi di
Indonesia. Hal tersebut responden kembali dasarkan pada psikologi anak
di bawah umur yang mentalnya masih belum siap secara fisik dan materil
pun. Pernikahan bukanlah hanya tentang pelampiasan hasrat sexualitas
tetapi tentang kesiapan secara fisik dan psikis. Responden juga memahami
bahwa anak di bawah umur masih berada dalam masa pertumbuhan yang
masih perlu binaan orang tua dan pengawasan orang tua.
3. Pada penelitian pengetahuan dan tingkat kepedulian mahasiswa tentang
konsepsi nikah di bawah umur ini dapat disimpulkan bahwa ada perubahan
sosial yang terjadi tepatnya pada pandangan mahasiswa terhadap konsepsi
nikah di bawah umur. Pada tahun-tahun tempo dulu nikah di bawah umur
merupakan sebuah peristiwa yang lumrah terjadi, biasa terjadi di
masyarakat namun dengan berkembangnya teknologi dan semakin
banyaknya masyarakat yang teredukasi oleh peran pendidikan, konsepsi
nikah di bawah umur kini menjadi salah satu hal yang dianggap tabu dan
tidak patut terjadi di masyarakat kini.

4.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai “Pengetahuan dan Tingkat
Kepedulian Mahasiswa tentang Nikah di Bawah Umur”, peneliti memberikan
saran pada pihak-pihak yang terkait berdasarkan permasalahan yang terjadi, antara
lain:
1. Banyaknya pernikahan di bawah umur di Indonesia khusunya di daerah
pedalaman tak lepas dari rendahnya pengetahuan terhadap bahaya
melakukan pernikahan di bawah umur.
2. Mayoritas pelaku pernikahan di bawah umur ini tidak mengerti isi
Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974
3. Tingginya pernikahan di bawah umur umumnya disebabkan oleh
pergaulan remaja yang terlalu bebas tanpa ada penyeimbangnya, yakni
pendidikan yang tinggi.
26

DAFTAR PUSTAKA

Sianturi, S, 2016, MAHASISWA: PERAN, FUNGSI DAN PENGERTIAN


MAHASISWA MENURUT PARA AHLI, dilihat 08 November 2018,
https://www.masukuniversitas.com/mahasiswa/
Author‟s Guide, 2016, Syarat-syarat Perkawinan Menurut Undang-undang dan
Hukum Islam, dilihat 08 November 2018,
https://www.suduthukum.com/2016/09/syarat-syarat-perkawinan-menurut-
undang.html
Ristekdikti, 2018, Pangkalan Data Pendidikan Tinggi Kementerian Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi, dilihat 21 Desember 2018
https://forlap.ristekdikti.go.id/perguruantinggi/detail/QkNGNjNCMDctRT
cwMi00OTA3LTk2MjEtMjFERDdBRUY3NEI0
Salamadian, 2017, 10 Teknik Pengambilan Sampel dan Penjelasannya Lengkap
(SAMPLING), dilihat 21 Desember 2018
https://salamadian.com/teknik-pengambilan-sampel-sampling/
27

LAMPIRAN

Lampiran 1. Format Pertanyaan


28

Lampiran 2. Partisipan Penelitian

Anda mungkin juga menyukai