Anda di halaman 1dari 21

PEMBANGUNAN OLAHRAGA UNTUK KESEJAHTERAAN

DITINJAU DARI SEGI FILSAFAT

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Tugas Filsafat Olahraga


Program Studi Ilmu Keolahragaan

Oleh :

MEDIKA ADHI PRADANA

A122008011

PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul Makalah Pembangunan Olahraga Untuk Kesejahteraan
ditinjau dari Segi Filsafat tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dari Dr. Haris Nugroho., M.Or bidang studi mata kuliah Filsfat Olahraga.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang topik
pembahasan  atau tentang pembelajaran bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Dr. Haris Nugroho., M.Or
selaku dosen bidang studi mata kuliah Filsafat Olahraga yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini. Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Surakarta, 20 Desember 2020

Medika Adhi Pradana

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I. PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 3
C. Tujuan Masalah .................................................................................... 3
BAB II. PEMBAHASAN................................................................................. 4

A. Eksistensi Filsafat Olahraga.................................................................. 4


B. Filosofi Pembangunan Olahraga Untuk Kesejahteraan ....................... 7
C. Peningkatan Kesejahteraan Sosial ....................................................... 11
D. Kesejahteraan Sebagai Fungsi Pengikat .............................................. 13
BAB III. PENUTUP ........................................................................................ 15

A. Kesimpulan .......................................................................................... 15
B. Saran ............................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 17

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Sistem Keolahragaan Nasional (UUSKN), khususnya pada Bab II, telah
dijelaskan mengenai Dasar, Fungsi, dan Tujuan Keolahragaan Nasional sebagai
berikut: (1) keolahragaan nasional diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (2) keolahragaan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan jasmani, rohani, dan sosial serta
membentuk watak dan kepribadian bangsa yang bermartabat, (3) keolahragaan
nasional bertujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran,
prestasi, kualitas manusia, menanmkan nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas,
disiplin, mempererat dan membina persatuan dan kesatuan bangsa, memperkukuh
ketahanan nasional, serta mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan bangsa
(Jakarta: Biro Humas dan Hukum Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga RI,
2007).

Dengan demikian pembangunan olahraga merupakan bagian integral dari


proses pembangunan nasional, khususnya pada upaya peningkatan kualitas
sumber daya manusia yang mengarah pada; (1) peningkatan kesehatan jasmani
masyarakat, (2) kualitas mental rohani masyarakat, (3) pembentukan watak dan
kepribadian bangsa, (4) disiplin dan sportivitas, serta (5) peningkatan prestasi
yang dapat membangkitkan rasa kebanggaan nasional. Inilah yang dapat dijadikan
sebagai tonggak secara yuridis, bahwa pembangunan olahraga itu memang secara
sistematik dilakukan untuk mensejahterakan rakyat dan memperkokoh kejayaan
bangsa.

Proses pembangunan olahraga berarti harus melibatkan seluruh warga


sebagai pelaku atau aktor pembangunan olahraga. Oleh karena itu, pemahaman
secara komprehensif tentang bangunan olahrga menjadi persyaratan mutlak bagi
siapa saja yang memliki niat baik untuk memperbaiki proses dan hasil
pembangunan olahraga ke depan. Kebijakan pembangunan olahraga merupakan

1
2

sebuah implementasi kebijakan public yang dapat dianalisis seluruh komponennya


melalui model konseptual tertentu.

Konsep pembangunan olahraga merupakan cakupan dari sebuah analisis


kebijakan publik. Model teoritis tersebut dapat diadopsi dengan mengarahkan
penjelasan model konseptual untuk membedakan antara kebijakan yang satu
dengan yang lainnya, atau untuk menguji komponen-komponen model dalam
sebuah konstelasi tertentu yang menggambarkan sebuah keterkaitan hubungan
atau kausalitas.

Model konseptual komponen kebijakan publik dapat dibedakan antara


kebijakan yang bersifat kewilayahan atau areal (areal policies) dan kebijakan-
kebijakan yang bersifat segmental (segmental policies). Kebijakan pembangunan
yang bersifat areal adalah kebijakan yang mempengaruhi seluruh penduduk dalam
areal tertentu. Kebijakan pembangunan yang bersifat segmental adalah kebijakan-
kebijakan yang mempengaruhi beragam orang (komunitas) pada saat yang
berbeda di suatu wilayah geografis yang berbeda (Solichin Abdul Wahab, 2008).

Arah pembangunan olahraga selama ini lebih memfokuskan pada upaya


meraih kemajuan prestasi secara instan. Artinya, prestasi olahraga adalah lambang
sebuah gengsi yang pemerolehannya cukup dilakukan dalam sekejap melalui
berbagai cara. Masyarakat, bahkan sudah terlanjur memberikan image bahwa
olahraga itu identik dengan perlombaan dan pertandingan untuk meraih
kemenangan yang diwujudkan dalam bentuk medali atau penghargaan-
penghargaan bentuk lain. Image tersebut memang tidak sepenuhnya salah, namun
ketika proses penyederhanaan pandangan mengenai olahraga tersebut tidak
dibarengi wawasan tentang bagaimana seharusnya olahraga itu dibangun, maka
nilai olahraga tidak akan membaik di masa yang akan datang.

Olahraga pada dasarnya mempunyai peran sangan strategis bagi upaya


pembentukan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk
pembangunan. Suatu kota/ kabupaten/ provinsi yang menghendaki kemajuan
pesat pada berbagai bidang, bahkan semestinya tidak boleh sekadar secara
diagnostic menganggap olahraga sebagai sesuatu yang penting. Kesdaran akan
makna strategis olahraga harus melalui perencanaan pembangunan yang berpihak
3

pada kemajuan olahraga secara menyeluruh. Harus menyeluruh, karena olahraga


memiliki berbagai potensi yang berisikan suatu semangat dan kekuatan untuk
membangun, dan kekuatan untuk membangun, karena ia sebenarnya merupakan
sense of spirit dari suatu proses panjang pembangunan itu sendiri olahraga harus
dipandang sebagai tujuan sekaligus aset pembangunan. Makalah ini akan
mnguraikan dan mengkaji Pembangunan Olahraga ditinjau dari Perspektif Filsafat
Olahraga.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang yang sudah disampaikan, dapat ditarik rumusan
masalah sebagai berikut:

1. Eksistensi filsafat olahraga ?


2. Filosofi pembangunan olahraga untuk kesejahteraan masyarakat ?
3. Peningkatan kesejahteraan sosial ?
4. Kesejahteraan sebagai fungsi pengikat ?

C. Tujuan Masalah
Berdasarkan permasalahan diatas maka tujuan makalah ini adalah untuk
mengetahui :
1. Eksistensi filsafat olahraga.
2. Filosofi pembangunan olahraga untuk kesejahteraan masyarakat.
3. Peningkatan kesejahteran sosial.
4. Kesejahteraaan sebagai fungsi pengikat.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Eksistensi Filsafat Olahraga

Filsafat bisa dipahami dari berbagai sudut pandang. Filsafat dapat


dipandang sebagai pandangan hidup, metode berpikir, atau sebagai sebuah ilmu.
Terkait dengan kedudukan Filsafat sebagai ilmu, Filsafat adalah ilmu yang
dinilai “istimewa”. Keistimewaannya adalah pertama, karena dilihat dari
umurnya, Filsafat adalah ilmu yang paling tua sehingga disebut sebagai induk
dari segala macam ilmu khusus; dan kedua, karena sebagai ilmu, Filsafat
mempunyai ruang lingkup pembahasan atau kajian yang sangat luas. Objek
materialnya, atau lapangan penyelidikannya, mencakup “segala sesuatu yang
ada” dan “yang mungkin ada”. Dilihat dari objek materialnya ini, terlihat bahwa
Filsafat juga menangani objek material yang dipelajari oleh ilmu-ilmu khusus.
Antropologi, Biologi, dan Sosiologi misalnya, ketiganya membahas objek
material yang sama yakni manusia. Filsafat pun juga demikian. Contoh lain,
Fisika membahas tentang alam, dan begitu pula halnya dengan Filsafat.
Dicakupnya berbagai macam objek material ilmu khusus oleh Filsafat ini
menjadi salah satu bukti bahwa Filsafat memang memiliki ruang lingkup kajian
atau lapangan penyelidikan yang sangat luas.

Kattsoff (1989: 95) menyatakan bahwa persoalan-persoalan Filsafat di


samping mempunyai ciri-ciri tertentu sehingga berbeda dengan persoalan ilmiah,
juga dapat digolongkan menurut jenis-jenisnya. Keluasan ruang lingkup kajian
Filsafat dapat dibagi atau disistematisasi menjadi tiga cabang utama, yaitu
metafisika, epistemologi, dan aksiologi. Metafisika adalah cabang Filsafat yang
berusaha menangkap kenyataan terdalam dari segala sesuatu yang ada;
epistemologi adalah cabang Filsafat yang berusaha menelaah sumber, watak, dan
kebenaran pengetahuan dan aksiologi adalah cabang Filsafat yang berusaha
menelaah tentang hakikat nilai.
Filsafat, dalam hal ini dianggap memiliki tanggung jawab penting dalam
mempersatukan berbagai kajian ilmu untuk dirumuskan secara terpadu dan

4
5

mengakar menuju ilmu olahraga dalam 3 dimensi ilmiahnya (ontologi,


epistemologi, aksiologi) yang kokoh dan sejajar dengan ilmu lain. Ontologi
membahas tentang apa yang ingin diketahui atau dengan kata lain merupakan
pengkajian mengenai teori tentang ada. Dasar ontologi dari ilmu berhubungan
dengan materi yang menjadi objek penelaahan ilmu, ciri-ciri essensial objek itu
yang berlaku umum. Ontologi berperan dalam perbincangan mengenai
pengembangan ilmu, asumsi dasar ilmu dan konsekuensinya pada penerapan
ilmu. Ontologi merupakan sarana ilmiah untuk menemukan penanganan jalan
masalah secara ilmiah. Dalam hal ini, ontologi berperan dalam proses konsistensi
ekstensif dan intensif dalam pengembangan ilmu (Pramono, 2005: 138).
Epistemologi membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat
dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan. Ini berkaitan dengan metode
keilmuan dan sistematika isi ilmu. Metode keilmuan merupakan suatu prosedur
yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata
langkah untuk memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan yang telah
ada. Sistematisasi isi ilmu dalam hal ini berkaitan dengan batang tubuh ilmu,
dimana peta dasar dan pengembangan ilmu pokok dan ilmu cabang dibahas
disini.
Aksiologi, ilmu membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia dari
pengetahuan yang didapatnya. Bila persoalan value free and value bound ilmu
mendominasi fokus perhatian aksiologi pada umumnya, maka dalam hal
pengembangan ilmu baru seperti olahraga ini, dimensi aksiologi diperluas lagi
sehingga secara inheren mencakup dimensi nilai kehidupan manusia seperti
etika, estetika, religius (sisi dalam aksiologis), dan juga interrelasi ilmu dengan
aspek-aspek kehidupan manusia dengan sosialitasnya (sisi luar aksiologis).
Keduanya merupakan aspek transfer dari permasalahan transfer pengetahuan.

Istilah olahraga mencakup pengertian yang luas, bukan hanya olahraga


kompetitif, tetapi juga aktivitas pada waktu senggang sebagai pelepas lelah dan
kegiatan pembinaan jasmani. Meskipun amat beragam mengenai bentuk dan
jenis olahraga, namun masih dapat diidentifikasi persamaan umum yang
menunjukkan ciri yang khas yang disebut ”inner horizon” suatu objek, esensi
dan inti yang paling dalam dari olahraga dibentuk oleh sebuah kriteria yakni
6

makna bermain dan permainan. Kriteria yang paling otentik adalah bahwa
kegiatan tersebut didasarkan pada faktor kebebasan dan kesengajaan atas dasar
kesadaran pelakunya untuk berbuat; inilah yang membedakan ciri bermain yang
sejati. Tindakan sejati dalam olahraga tidak dipandang sebagai sesuatu yang
tidak menyenangkan tetapi merupakan sumber dari keceriaan (joy) dan
kebahagiaan (happiness) (Lutan dan Sumardianto, 2000: 9).
Olahraga merupakan ilmu, secara internasional, mulai muncul
pertengahan abad 20 dan di Indonesia secara resmi dibakukan melalui deklarasi
ilmu olahraga tahun 1998. Beberapa akademisi dan masyarakat awam memang
masih pesimis terhadap eksistensi ilmu olahraga, khususnya di Indonesia,
terutama dengan melihat kajian dan wacana akademis yang masih sangat terbatas
dan kurang integral. Namun sebagai suatu ilmu baru yang diakui secara luas,
ilmu olahraga berkembang seiring kompleksitas permasalahan yang ada dengan
ketertarikan-ketertarikan ilmiah yang mulai bergairah menunjukkan eksistensi
ilmu baru ini ke arah kemapanan.
Juynboll (1923: 98) menyampaikan bahwa secara etimologis kata
olahraga berasal dari bahasa Jawa Kuno yang tersusun dari dua kata, yaitu olah
dan raga. Kata olah berarti perbuatan atau kegiatan, sedangkan raga berarti
anyaman, rangka, atau wadah. Sampai sekarang istilah olahraga masuk sebagai
kata benda, namun kemudian olahraga juga dianalogikan dengan istilah sport.
Berkaitan dengan istilah sport, Rijsdorp (1971: 44) mengatakan bahwa sport
mempunyai watak permainan, akan tetapi sport tidak sama dengan permainan.
Permainan mempunyai makna yang lebih luas dari pada sport. Sport dapat
dipandang sebagai bentuk permainan yang mempunyai jenis tersendiri. Sejalan
dengan Rijsdrop, Lutan dan Sumardianto (2000: 1) berpendapat bahwa konsep
dasar dalam bidang keolahragaan meliputi bermain (play), pendidikan jasmani
(physical education), olahraga (sport), rekreasi (recreation), tari (dance), dan
gerak insani yang menjadi inti dari kegiatan dalam bidang olahraga.
Dunia olahraga penuh dengan makna filosofis. Nilai-nilai positif dalam
olahraga merupakan micro-cosmos yang menentukan pokok-pokok dan
mencerminkan nilai-nilai sosial. Dalam filsafat ilmu tidak dapat dipungkiri
bahwa berfilsafat merupakan manifestasi kegiatan intelektual yang telah
7

meletakkan dasar-dasar paradigmatik bagi tradisi dalam kehidupan masyarakat


ilmiah (Wibisono, 2001: 3). Nilai- nilai yang terungkap dalam olahraga,
selanjutnya akan menggambarkan fungsi olahraga dalam masyarakat.

Penjelasan tentang konsep olahraga hingga tuntas tidak akan berhasil


diperoleh karena definisi olahraga mengalami perubahan, seiring dengan
perubahan sosial dan pengaruh iptek. Pada tingkat internasional pun, para ahli
dihadapkan pada masalah dalam perumusan definisi olehraga sehingga dijumpai
definisi yang cukup beragam sesuai dengan sudut pandang disiplin ilmu
keolahragaan yang ditekuni (Lutan dan Sumardianto, 2000: 4-5). Adapun inti
kajian Ilmu Keolahragaan adalah Teori Latihan, Belajar Gerak, Ilmu Gerak,
Teori Bermain dan Teori Instruksi yang didukung oleh ilmu-ilmu Kedokteran
Olahraga, Ergofisiologi, Biomekanika, Sosiologi Olahraga, Pedagogi Olahraga,
Psikologi Olahraga, Sejarah Olahraga, dan Filsafat Olahraga.

B. Filosofi Pembangunan Olahraga untuk Kesejahteraan


Kata pembangunan (development) memiliki kesamaan dengan berbagai
istilah, antara lain: pertumbuhan (growth); modernisasi (moderenization),
pemulihan, rekonstruksi (recovery, recontruction); perubahan sosial (social
change); pembangunan nasional (nation building); pembebasan (liberation).
Pembangunan diartikan sebagai usaha untuk meningkatkan mutu dan taraf hidup
masyarakat agar menjadi lebih baik. Peningkatan tersebut tidak terbatas pada
sector ekonomi saja, tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan. Ukuran yang
digunakan untuk menunjukkan perbaikan hidup tersebut dapat berbeda-beda,
namun kebanyakan indikator yang digunakan adalah persoalan produksi: (1)
produksi merupakan hasil mediasi yang terlaksana melalui kerja, (2) produksi
merupakan hasil humanisasi manusia, (3) pencerminan ekspresi perkembangan,
dan (4) sebagai fungsi untuk kepentingan manusia dalam menyempurnakan diri
(Soerjanto Poespowardojo, 2003).

Hasil pembangunan olahraga berdasarkan acuan definisi tersebut jelas


harus mengarah pada aspek kehidupan yang lebih menyeluruh. Pembangunan
olahraga dalam kerangnka pembangunan secara umum terkait dengan persoalan
8

proses peningkatan mutu “produksi” keolahragaan yang merupakan cerminan


perbaikan taraf hidup masyarakat. Pembangunan secara sederhana dapat juga
diartikan sebagai suatu perubahan tingkat “kesejahteraan” secara terukur dan
alami. Perubahan tingkat tersebut ditentukan oleh dimensi dari definisi ekonomi,
sosial, politik, atau hukum. Perubahan alami adalah perubahan yang melembaga
dalam bangunan sosial sekelompok manusia. Perubahan alami tersebut diciptakan,
dimulai, ditentukan, digerakkan, dan diselenggarakan oleh tindakan publik
(Randy R.Wrihantolo dan Riant Nugroho D., 2006).

Perubahan alami dalam sebuah proses pembangunan yang dimaksudkan


adalah perubahan yang mengakar dan memiliki konotasi terbebas dari
ketergantungan yang berlebihan. Ketergantungan yang dimaksudkan adalah
ketergantungan dari pemerintah, maupun dari pihak-pihak eksternal dari dunia
internasional. Perubahan alami dari proses pembangunan olahraga memang sudah
seharusnya berisi kebijakan untuk memampukan masyarakat untuk melaksanakan
tindakan public secara kolektif dan berencana. Proses pembangunan nasional
sebenarnya merupakan sebuah fenomena budaya. Pendekatan budaya terhadap
pembangunan nasional berarti mencari makna dan dampak pembangunan segi-
segi kehidupan masyarakat yang mencakup manusia sebagai individu, lingkungan
hidup manusia, peralatan, dan komunitas. Dari segi budaya, pembangunan
merupakan usaha perubabhan dari keadaan yang tidak diinginkan menuju keadaan
yang dicita-citakan dengan mewujudkan nilai-niai kemanusiaan.

Pembangunan oahraga nasional ternyata juga dapat dipahami sebagai


fenomena budaya yang menempatkan aspek pembangunan manusia sebagai titik
sentral pembangunan. Artinya bahwa komponen manusia diletakkan secara
proporsional sebagai pelaku sekaligus penikmat hasil pembangunan.
Pembangunan secara umum memang mengarah pada paradigma baru yang
berorientasi pada pemerataan. Aspek pemerataan ini juga seharusnya akan terus
mengilhami pembangunan dalam lingkup olahraga prestasi, olahraga Pendidikan,
dan olahraga rekreasi. Maksudnya adalah bahwa hasil-hasil pembangunan tidak
hanya dirasakan dalam sebuah komunitas yang secara kebetulan memiliki hobi
dan berkiprah dalam sebuah komunitas olahraga. Pemerataan berkonotasi sangat
9

luas, yakni menuju pada kondisi semakin banyak masyarakat yang dapat
menikmati hasil-hasil pembangunan olahraga.

Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, paradigma pembangunan nasional


bergeser antara paradigma pertumbuhan dan paradigma pemerataan. Paradigma
pertumbuhan menekankan pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan angka
Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan paradigma pemerataan menekankan
pada pemerataan kesejahteraan seluruh warga negara yang diukur dengan angka
Indeks Pembangunan Manusia (Randy R.Wrihatnolo dan Riant Nugroho
D.,2006).

Elemen penting yang menjadi focus pengukuran pembangunan manusia


yaitu: (1) panjang umur atau longevity, indikatornya adalah tingkat harapan hidup,
karena hidup yang panjang di nilai berharga serta sejumlah manfaat tidak
langsung seperti gizi dan kesehatan yang baik, (2) pengetahuan atau knowledge,
indikatornya tingkat melek huruf, (3) standar hidup yang pantas atau decent living
standard dengan menggunakan indicator pendapatan per kapita yang digabung
dengan daya beli masyrakat (Zulkarimen Nasution, 2007).

Dengan menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IMB) setiap negara


akan memperoleh skor berdasarkan ketiga indicator HDI. Berdasrkan skor
tersebut, maka masing-masing negara akan memperoleh ranking atau peringkat
tertentu dibandingkan dengan negara lain. Tidak selalu bahwa peringkat HDI yang
tinggi memiliki pendapatan per kapita tinggi. Sebaliknya banyak negara yang
tingkat per kapitanya rendah, namun Indeks Pembangunan Manusianya tinggi.
Laporan HDI tersebut dilaporkan setiap tahun.

Gagasan penggunaan sebuah takaran indeks pembangunan olahraga juga


diilhami berdasarkan kelayakan pengukuran indeks pembangunan manusia
(Human Development Index). Persoalan olahraga yang multikompleks harus
merupajan sesuatu yang terukur. Permasalahannya adalah menentukan sebuah
parameter atau indicator yang mencerminkan kemajuan pembangunan olahraga
merupakan sesuatu yang sangat sulit. Keberhasilan hasil pembangunan olahraga
tidak boleh hanya diukur dengan simbolistis kemenangan kecabangan olahrga
yang diwujudkan melalui perolehan medali.
10

Dalam dunia olahraga, terutama di Indonesia aada sejumlah ukuran yang


umumnya deigunakan untuk menilai kemajuan olahraga, misalnya perolehan
medali dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) dan kontribusi daerah dalam
memasok atlet nasional. Akan tetapi ukuran-ukuran tersebut sulit dipertanggung
jawabkan. Selain karena rawan manipulasi, juga bersifat diskriminatif. Andaikata
ukuran keberhasilan pembangunan olahraga hanya didasarkan pada indicator-
indikator seperti itu, maka kita hanya mengukur keberhasilan satu pilar saja, yaitu
olahraga prestasi (Ali Maksum, 2004).

Medali kemenagan kecabangan olahraga memang sebuah symbol yang


sebenarnya dapat diterima sebagai bukti sebuah keunggulan dalam prestasi
olahraga. Namun hal tersebut tentunya tidak secara serta merta mencerminkan
keunggulan pembangunan secara menyeluruh. Wujud pembangunan olahrga tidak
boleh hanya diwakili oleh pilar olahraga prestasi. Wujud lengkap olahraga harus
meliputi olahraga Pendidikan, olahraga rekreasi atau olahraga masyarakat, dan
olahraga prestasi.

Berdasarkan pertimbangan keluasan ruang lingkup pembangunan olahraga


serta kebutuhan akan indicator komposit hasil pembangunan olahraga, maka sejak
awal tahun 2002, Toho Cholik Mutohir, Ali Maksum dan beberapa koleganya
telah melakukan kajian untuk meletakkan konsep menyeluruh tentang hasil
pembangunan olahraga. Substansi metodologis dalam memahami pembangunan
olahraga mengadopsi Human Development Index (HDI). Buah karya mereka
kemudian dikenal dengan Sport Development Index (SDI).

SDI adalah indeks gabungan mencerminkan keberhasilan pembangunan


olahraga berdasarkan empat dimensi dasar, yaitu ruang teruka yang tersedia untuk
olahraga, sumber daya manusia yang terlihat dalam kegiatan olahraga, partisipasi
masyarakat dalam melaksanakan olahraga secara teratur, dan derajat kebugaran
jasmani yang dicapai oleh masyarakat. SDI sebenarnya dapat diterjemahkan
menjadi IPO (Indeks Pembangunan Olahraga), namun saat ini disbanding IPO
istilah SDI lebih dikenal luas di komunitas olahraga terutama para pengambil
kebijakan di dalam maupun di dunia internasional. SDI telah memiliki brand
image dibanding IPO.
11

Pembangunan olahraga hakikatnya adalah suatu proses yang membuat


manusia memiliki banyak akses untuk melakukan aktivitas fisik atau aktivitas
jasmani. Pembangunan olahraga merupakan proses memampukan setiap olahraga
untuk memilik kesempatan bertumbuh kembang; menyangkut fisik, mental,
spiritual, dan sosialnya secara paripuna. Pemahaman tentang pembangunan
olahraga tersebut amat relevan dan layak, setidaknya jika dikaitkan dengan
penjelasan tentang definsi umum pembangunan, paradigma pemerataan
pembangunan, orientasi pembangunan manusia, dan ruang lingkup olahraga.

Resonasi pembangunan olahraga untuk kesejahteraan rakyat akan semakin


meluas tatkala bersinggungan dengan komponen-komponen pembangunan yang
lain, seperti: industry olahraga, pengembangan dampak ekonomi event olahraga,
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi olahraga, rancangan media
pembentukan karakter bangsa, pengembangan rasa nasionalisme, peningkatan
produktivitas masyrakat melalui usaha pengembangan kebugaran fisik, dan
persoalan-persoalan sosial lain yang sangat bervariasi di masyarakat.

Nilai-nilai manfaat hasil pembangunan olahraga yang semakin dirasakan


berdampak bagi peningkatan kesejahteraan, pada gilirannya akan menjadi
kekuatan balikan yang berupa dukungan besar masyrakat untuk pembangunan
olahraga masa depan. Iklim partisipasi masyarakat terhadap proses dan
pencapaian hasil pembangunanu olahraga pasti akan semakin membaik.
Pembangunan itu memang dari, oleh dan untuk masyarakat. Pembangunan yang
berhasil adalah untuk mensejahterakan rakyat dan untuk menuju bangsa yang
semakin jaya.

C. Peningkatan Kesejahteraan Sosial


Istilah kesejahteraan sosial (social welfare) kini telah banyak
disalahgunakan. Walaupun pada awalnya istilah ini memiliki arti yang sangat
mulia dalam merujuk lebih luas pada keadaan yang baik, kebahagiaan, dan
kemakmuran, banyak orang yang menyamakan dengan istilah kegiatan amala tau
12

bantuan public yang dilakukan pemerintah bagi keluarga miskin dan anak-
anaknya.

Kondisi kesejahteraan diciptakan atas kompromi tiga elemen yaitu: (a)


sejauh mana masalah-masalah sosial diatur, (b) sejauh mana kebutuhan-kebutuhan
dipenuhi, (c) sejauh mana ke345sempatan untuk meningkatkan taraf hidup dapat
disediakan (Midley, 2005). Secara umum masyarakat dapat mengatur dan
mengatasi masalah-masalah sosial memiliki kesejahteraan sosial yang lebih tinggi
dibanding yang lain. Ketidakmampuan untuk mengatur masalah-masalah sosial
melahirkan kondisi yang disebut oleh Richard Titmuss sebagai “social illfare”
atau penyakit sosial. Sedangkan kondisi yang akan dicapai adalah “social welfare”
atau kesejahteraan sosial.

Ada tiga macam pendekatan yang terinstitusionalisasi dalam mengangkat


kesejahteraan sosial (Midgley, 2005), yaitu (a) philantropi sosial, yang bergantung
pada donasi-donasi pribadi, relawan dan organisasi terhadap masalah yang ada
dan menciptakan kesempatan baru; (b) pekerjaan sosial ,yang begantung pada
tenaga-tenaga professional dalam mendukung tujuan-tujuan kesejahteraan dengan
bekerja saa individu, kelompok dan komunitas; (c) administrasi sosial, yang
bergantung pada intervensi pemerintah melalui layanan-layanan sosial resmi.
Pendekatan administrasi sosial juga dikenal dengan kebijaksanaan sosial atau
pendekatan pelayanan sosial.

Charles Zastrow (2000) menyatakan ada tiga pendekatan dalam


pembangunan kesejahteraan sosial, yaitu: (a) perspektif residual, (b) perspektif
institusional, dan (c) perspektif pengembangan (development). Pendekatan
residual, berpandangan bahwa pemerintah seharusnya tidak perlu memberikan
pelayanan sosial kepada masyrakat sejauh institusi yang ada dalam masyarakat
(keluarga, ekonomi pasar) dapat berkerja pelayanan sosial harus diberikan ketitka
institusi tersebut tidak mampu bekerja sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan-
kebutuhan individu. Bantuan finansial dan sosial sebaiknya diberikan dalam
jangka pendek, dalam kondisi darurat, dan harus dihentikan ketika instutusi dalam
masyarakat dapat berkerja kembali. Perspektif residual sering juga disebut
blaming the victim approach atau sebagai pendekatan yang menyalahkan korban.
13

Pendekatan institusional, melihat bahwa usaha yang dilakukan oleh negara


dalam bentuk bantuan sosial, pelayanan sosial maupun pemberdayaan masyarakat
yang ditujukan untuk mengangkat kesejahteraan sosial sebagai fungsi yang sah
dan tepat dalam masyarakat modern. Pelayanan sosial dipandang sebagai hak
warga negara. Pendekatan institusional sering juga disebut sebagai blaming the
system approach atau sebagai pendekatan yang menyalahkan sistem. Individu dan
masyarakat dipandang sebagai aktor yang aktif dan memiliki kapasitas untuk
memnuhi kebutuhan dirinya, tetapi sistem sosial yang tidak memihak menjadikan
mereka tidak dapat memenuhi kebutuhannya.

Pendekatan pengembangan, merupakan pendekatan alternatif jalan tengah


bagi perdebatan yang seru selama bertahun-tahun antara penganut pendekatan
residual yang berbasis paham konservatif dan penganut pendekatan institusional
yang berbasis paham liberal. Penganut pendekatan residual mengkritik pendekatan
institusional sebagai pendekatan yang melahirkan model welfare state yang boros
karena semua usaha mengangkat kesejahteraan sosial dilakukan oleh warga. Hal
ini juga disinyalir menimbulkan ketergantungan masyarakat terhadap negara.

D. Kesejahteraan Sebagai Fungsi Pengikat


Mewujudkan dan memelihara hasil pembangunan olahraga tidak boleh
hanya dipahami sebagai usaha instan. Pemeliharaan hasil pembangunan olahraga
harus dibalut oleh semangat komprehensif dan berkelanjutan. Komprehensif
artinya bersifat menyeluruh dan merupakan sintetis dari segenap potensi bangsa.
Berkelanjutan, yang dimaksudkan adalah pemeliharaan dan penguatan kontinitas
hasil-hasil dari setiap fase yang pernah dilalui. Pembangunan olahraga tidak boleh
selalu kembali k enol, tidak boleh selalu memulai dengan hal yang baru, tetapi
merupakan untaian follow up atas karya-karya sukses sebelumnya.

Pembangunan olahraga yang menuntut proses panjang dan menyertakan


modal pembangunan yang tidak sedikit, harus dikawal oleh “fungsi pengikat”
yang berbasis pada kesejahteran. Sejahtera dalam dimensi ekonomi, maupun
sejahtera dalam dimensi non ekonomi. Semakin banyak masyarakat yang dapat
14

meraskan manisnya hasil-hasil pembangunan olahraga, maka akan menjadi


kondisi yang menguntungkan dalam memperbaiki proses dan hasil pembangunan
olahraga ke depan. Demikian sebaliknya, jika justru pembangunan olahraga
memberikan akses pahit bagi kebanyakan masyarakat, maka hal itu jelas akan
memperburuk keadaan masa depan pembangunan olahraga.

Pengaturan unutk menyejahterakan masyarakat komunitas olahraga terkait


dengan berbagai regulasi yang telah dituangkan dalam bentuk produk hukum.
Komunitas olahraga tersebut merupakan kumpulan SDM olahraga yang dalam
Bahasa teknis UUSKN disebut Pelaku Olahraga, yang meliputi: (1) Pengolahraga,
yakni orang yang berolahraga dalam usaha mengembangkan potensi jasmani,
rohani, dan sosial; (2) Olahragawan, yakni pengolahraga yang mengikuti
pelatihan secara teratur dan kejuaraan dengan penuh dedikasi untuk mencapai
prestasi; (3) Pembina Olahraga, yakni orang yang memiliki minat dan
pengetahuan kepemimpinan, kemampuan manajemen dan pendanaan yang
didedikasikan untuk kepentingan pembinaan dan pengembangan olahraga; (4)
Tenaga Keolahragaan, yakni setiap orang yang memliki kualifikasi dan sertifikat
kompetensi dalam bidang olahraga.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Olahraga dapat di definisikan sebagai sebuah aktivitas seseorang yang
terinstitusionaisasi dan melibatkan kemampuan fisik. Selanjutnya, penggunaan
keterampilan fisik yang kompleks oleh individu peserta aktivitas tersebu,
termotivasi oleh kombinasi antara kepuasan diri dan motivasi eksternal berupa
penghargaan dari partisipasinya. Dukungan dalam olahraga sering kali diiringi
dengna identifikasi ekstrem dari para pelaku olahraga dan nilai-nilai yang diterima
sebagai dasar kesuksesan para pelaku olahraga.

Pada hakikatnya pembangunan olahraga tidak dapat dipisahkan dari


kehidupan dan sekaligus merupakan kebutuhan manusia. Oleh karena itu,
olahraga merupakan bagian yang tidak dapat dibangun dari pembinaan dan
pembangunan bangsa dalam rangka peningkatan sumber daya insani, terutama
diarahkan pada peningkatan kesehatan jasmani dan rohani, serta ditujuan untuk
membentuk watak dan kepribadian yang memiliki disiplin dan sporttivitas yang
tinggi. Di samping itu, olahrga juga dijadikan sebagai alat untuk pembangunan
eksistensi bangsa melalui pembinaan prestasi yang berada dalam kondisi.

Untuk melaksanakan pembangunan olahraga, perlu melakukan berbagai


upaya penggalangan dan penggalian terhadap potensi yang ada, baik dalam bidang
sitem pembinaan, lembaga atau organisasi, maupun adanya landasan hukum yang
digunakan sebagai dasar pembangunan keolahragaan. Untuk mewujudkan
tercapainya tersebut, pembangunan olahraga harus dijadikan sebagai gerakan
nasional. Gerakan nasional ini perlu terus dibangun dan ditingkatkan agar lebih
meluas dan merata di seluruh tanah air untuk membutuhkan dan menciptakan
budaya olahraga yang sehat.

Identifikasi ini membawa olahraga ke dalam hidup para pelakunya dan


mencetak sebuah perhatian terhadap orientasi jangka panjang. Filsafat olahraga
lebih ditekankan kepada maslah sikap, perilaku, nilai, moral, dan atau fairplay
manusia dengan permasalahannya yang sering muncul di dalam praktik-praktik

15
16

kegiatan olahraga. Secara sederhana olahraga adalah aktivitas untuk melatih tubuh
seseorang, tidak hanya secara jasmani tetapi juga secara rohani. Tumbuhnya
kesdaran tentang rasa tanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri memberikan
kemajuan yang besar terhadap kajian tentang kesehatan dan olahraga. Informasi
dan temuan-temuan baru tentang diet, olahraga olahraga, dan saran-saran lain
yang membantu individu untuk tetap sehat pun menjadi sangat dibutuhkan.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan ini, satu per satu pemikir di dunia
kesehatan dan keolahragaan pun mengemukakan gagasan mereka untuk
membantu masyarakat dalam mengupayakan pembangunan olahraga dan
memelihara kesehatan mereka masing-masing.

B. Saran
Untuk melaksanakan pembangunan olahraga, perlu melakukan berbagai
upaya penggalangan dan penggalian terhadap potensi yang ada, baik dalam bidang
sitem pembinaan, lembaga atau organisasi, maupun adanya landasan hukum yang
digunakan sebagai dasar pembangunan keolahragaan. Untuk mewujudkan
tercapainya tersebut, pembangunan olahraga harus dijadikan sebagai gerakan
nasional. Gerakan nasional ini perlu terus dibangun dan ditingkatkan agar lebih
meluas dan merata di seluruh tanah air untuk membutuhkan dan menciptakan
budaya olahraga yang sehat.
17

DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem


Keolahragaan Nasional, Jakarta: Biro Humas dan Hukum Kementrian
Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, 2007.

Wahab, Solichin Abdul. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. UMM Press.
Malang.

Kattsoff, Louis. 1989. Element of Philoshopy pentejemah Soejono Soemargono.


Tiara Wacana. Yogyakarta.

Pramono, Made. 2005. Dasar-Dasar Filosofis Ilmu Olahraga. Badan Penerbitan


Fakultas Filsafat UGM. Yogyakarta.

Lutan, Rusli dan Sumardianto. 2000. Filsafat Olahraga. Depdiknas. Jakarta.

Juynboll, H.H. 1923. Oud Javaansch-Nederlandsche Woordenlijs. W. Versluys,


NV. Amsterdam.

Wibisono, Koento. 2001. Bahan Kuliah Filsafat Ilmu, Hubungan Filsafat Ilmu,
Ilmu Pengetahuan dan Budaya. Pasca Sarjana UNAIR. Surabaya.

Poespowardojo, Soerjanto. 2003. Strategi Kebudayaan: Suatu Pendekatan


Filosofis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wrihantolo, Randy R., dan Riant Nugroho Dwidjowijoto. 2006. Manajemen


Pembangunan Indonesia; Sebuah Pengantar dan Panduan. Elex Media
Komputindo. Jakarta.

Nasution Zulkarimen. 2007. Komunikasi Pembangunan; Pengenalan Teori dan


Penerapannya. Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Maksum Ali, et al. 2004. Pengkajian Sport Development Indeks. Jakarta: Lemlit
Unesa dan Proyek PPKO Direktorat Jenderal Olahraga Depdiknas Republik
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai